BUKU PETUNJUK TEKNIS PERENCANAAN DAN PENANGANAN LONGSORAN

BUKU PETUNJUK TEKNIS PERENCANAAN DAN PENANGANAN LONGSORAN

   DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA DIREKTORAT BINA TEKNIK

BUKU PETUNJUK TEKNIS PERENCANAAN DAN PENANGANAN LONGSORAN

  PETUNJUK TEKNIK SURVAI DAN PERENCANAAN TEKNIK JALAN KABUPATEN DAFTAR ISI HALAMAN Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Lampiran

PASAL 1 PENDAHULUAN

PASAL 2 KRITERIA PERENCANAAN

PASAL 3 SURVAI TEKNIK

3.1 Survai Jalan

  3.1.4 Survai Lalu Lintas 3 - 5

  3.3 Penyelidikan Khusus untuk Kondisi Tanah yang Sangat Lunak 3 - 10

  3.2.5 Endapan Alamiah 3 - 10

  3.2.4 Test DCP 3 - 9

  3.2.3 Test Evaluasi 3 - 9

  3.2.2 Identifikasi dan Klasifikasi Tanah 3 - 8

  3.2.1 Inventarisasi Jalan secara terinci 3 - 7

  3 - 7

  3.1.3 Survai Geometri 3 - 3

  1.1 Tujuan 1 - 1

  3.1.2 Tingkat Survai 3 - 2

  3.1.1 Investasi Jalan secara terinci 3 - 1

  3 - 1

  2.2.2 Standar Disain Geometri 2 - 2

  2.2.1 Kelas Rencana Lalu Lintas 2 - 1

  2.2 Standar Disain 2 - 1

  2.1 Umur Disain 2 - 1

  1.5 Referensi terhadap Manual-manual sebelumnya 1 - 6

  1.4 Istilah-istilah mengenai Jalan 1 - 3

  1.3 Ruang Lingkup Pekerjaan 1 - 2

  1.2 Pendekatan Umum 1 - 1

3.2 Survai Tanah

  PASAL 4 DI SAI N GEOMETRI K 4 - 1 4. 1 Penampang mel i nt ang t i pi k al 4 - 1

  4. 1. 1 Kemi r i ngan dan Lengk ung Cembung Mel i nt ang J al an 4 - 1 4. 1. 2 Penampang pada Daer ah Rat a 4 - 3 4. 1. 3 Penampang pada Daer ah Gal i an 4 - 3

  4. 1. 4 Penampang pada Daer ah Ti mbunan 4 - 4 4. 1. 5 Penampang pada Daer ah Gal i an dan Ti mbunan 4 - 5 4. 2 Al i ny emen Hor i z ont al 4 - 5 4. 2. 1 Lengk ung Seder hana 4 - 5

  4. 2. 2 J ar i - j ar i l engk ung mi ni mum 4 - 7

4. 2. 3 Pel ebar an Lapi s Per k er as an dan Lengk ung

Hor i z ont al 4 - 8 4. 2. 4 Super el ev as i 4 - 9

  4. 3 Al i nyemen Ver t i k al 4 - 10 4. 4 Landai Mak si mum 4 - 13 4. 5 J ar ak Pandangan

  4 - 14 4. 5. 1 J ar ak Pandangan Hent i 4 - 15 4. 5. 2 Jar ak Pandangan Meny i ap 4 - 17 4. 5. 3 Tabel Ri ngk as J ar ak Pandangan 4 - 18

  4. 6 Per al i han Super el ev as i 4 - 19

  PASAL 5 DI SAI N DRAI NASE 5 - 1 5. 1 Pent i ngny a Dr ai nas e y ang bai k 5 - 1

  5. 1. 1 Per bandi ngan CBR dengan Kadar Ai r 5 - 1 5. 1. 2 Fungs i Dr ai nas e 5 - 2 5. 2 Penent uan Al i r an Ai r Per muk aan Tanah ( Run- of f ) 5 - 3 5. 2. 1 Al i r an Ai r Per muk aan unt uk Kons t r uk s i

  Ut ama 5 - 3 5. 2. 2 Di sai n Sal ur an Dr ai nas e Tepi J al an 5 - 8

  5 . 3 Per at ur an Pengendal i an Er os i unt uk Sel ok an Tepi 5 -

  30 5. 4 Out l et Dr ai nas e Bahu J al an ( mi t r e dr ai n) 5 - 11 5. 5 Di s ai n Konst r uks i Gor ong- gor ong Bar u 5 - 12 5. 5. 1 Kr i t er i a Pemi l i han 5 - 12

  5. 5. 2 Di sai n Gor ong- gor ong 5 - 13

  5. 6 Di s ai n Dr ai nas e Bawah Tanah 5 - 16 5. 6. 1 Ur ai an 5 - 16 5. 6. 2 Per s y ar at an Dr ai nas e Bawah Tanah 5 - 16

PASAL 6 DI SAI N PERKERASAN

  6 - 1 6. 1 Met odol ogi Umum 6 - 1 6. 1. 1 Per s y ar at an Di s ai n Das ar unt uk Al i ny emen

  J al an Bar u 6 - 1 6. 1. 2 Per s y ar at an Di s ai n Das ar unt uk Peni ngk at an J al an 6 - 1 6. 2 Pembebanan Lal u l i nt as 6 - 2

  6. 2. 1 Kel as Renc ana Lal u l i nt as 6 - 2

6. 2. 2 Kel as Kendar aan dan Ti ngk at Per t umbuhan 6 - 3

6. 2. 3 Beban Gandar 6 - 3 6 . 3 Di s ai n Lapi s Ta n a h Da s a r 6 - 5 6. 3. 1 Kek uat an Tanah Das ar 6 - 5 6. 3. 2 Kapas i t as Duk ung Lapi s Tanah Das ar 6 - 5 6. 3. 3 Per bandi ngan I ns t r umen- I ns t r umen DCP 6 - 8 6. 4 Peni l ai an Lapi s Ta na h Da s a r 6 - 9

6. 4. 1 Tanah Das ar pada Al i ny emen Bar u 6 - 9

6. 4. 2 Tanah Das ar Di bawah Per k er as an y ang ada 6 - 10

6. 4. 3 For mul i r St andar unt uk di gunak an dengan DCP 6 - 11

  

6. 5 Di s ai n Per k er as an y ang di s eder hanak an 6 - 12

6. 5. 1 Di s ai n Lapi s Per k er as an 6 - 12

6. 5. 2 Penent uan Tebal Per k er as an Tambahan 6 - 13 6. 5. 3 Cadangan unt uk Tebal Per k er as an Si s a 6 - 15

  

6. 6 Bahan Lapi s Per muk aan dan Lapi s Ul ang 6 - 16

6. 6. 1 Per muk aan dengan Lapi s Penut up As pal 6 - 16

6. 6. 2 Lapi s At as ( aus ) J al an Ker i k i l 6 - 17

6. 7 Bahan Lapi s Pondas i At as dan Lapi s Pondas i Bawah 6 - 19

6. 7. 1 Bahan Lapi s Pondas i At as 6 - 19 6. 7. 2 Bahan Lapi s Pondas i Bawah 6 - 22

  

6. 8 Di s ai n pada Kondi s i Tanah y ang Sangat Lunak 6 - 24

6. 8. 1 Ti nj auan Umum 6 - 24 6. 8. 2 Endapan Pant ai 6 - 2 5 6. 8. 3 Rawa- Rawa 6 - 26 6. 8. 4 Endapan Daer ah Pay au 6 - 27 6 . 9 Pel ebar an J al an y ang Ad a 6 - 28 6. 9. 1 Per s y ar at an Umum 6 - 28 6. 10 Kons t r uk s i unt uk Landai y ang Ter j al 6 -

  29 PASAL 7 DI SAI N DAN PERBAI KAN BANGUNAN- BANGUNAN KECI L 7 - 1 7. 1 Per bai k an dan Pembahar uan Gor ong- gor ong 7 - 1 7. 2 Di s ai n unt uk Kons t r uk s i J embat an Li mpas 7 - 2 7. 2. 1 Umum

  7 - 2 7. 2. 2 J al an Peny eber angan dar i Br onj ong 7 - 2

7. 2. 3 Jembat an Li mpas dengan Gor ong- Gor ong 7 - 3

7. 3 Di s ai n Mac am- Mac am 7 - 4

  7. 3. 1 Di ndi ng Penahan dar i Pas angan Bat u 7 - 4 7. 3. 2 Br onj ong 7 - 5 7. 3. 3 Per l i ndungan Tal ud dar i bat u ( Ri p- Rap) 7 - 6

  7. 3. 4 Sandar an dan Tonggak Pengawas 7 - 8 7. 3. 5 Rambu Lal u l i nt as 7 - 8 7. 3. 6 Tonggak - t onggak Ki l omet er 7 - 10 7. 3. 7 Per bai k an J embat an dan Gor ong- gor ong 7 - 10

  

PASAL 8 GAMBAR KONSTRUKSI J AL AN 8 - 1

8. 1 Per s y ar at an Umum 8 - 1 8. 1. 1 Daf t ar Gambar - Gambar Pr oy ek 8 - 2 8. 1. 2 Dok ument as i y ang di k ur angi unt uk

  

Pek er j aan J al an y ang k ec i l 8 - 3

8. 2 Pet a Sumber Bahan 8 - 3 8. 3 Denah dan Pr of i l

  8 - 6 8. 4 Penampang Mel i nt ang 8 - 6

PASAL 9 PERHI TUNGAN VOLUME DAN BI AYA 9 - 1

9. 1 Penent uan Vol ume

  9 – 1 9. 1. 1 Pek er j aan J al an ( t er mas uk Dr ai nas e) 9 – 1 9. 1. 2 J embat an Li mpas 9 - 2

  

9.2 Perhitungan Biaya 9 - 3

9.2.1 persiapan Lembar Kerja 9 - 3

9.2.2 Penentuan Harga Satuan 9 - 3

PASAL 10 RINGKASAN MENGENAI PROSEDUR SURVAI DAN DISAIN 10 - 1

  10.1 Survai 10 -

  1

  10.2 Disain 10 - 2

  10.3 Gambar-Gambar 10 - 3

  10.4 Volume dan Perhitungan Biaya 10 - 3

  

10.5 Bagan Alir Survai Teknik dan Disain 10 - 4

  DAFTAR TABEL HALAMAN Tabel 2. 2. 1 Kel as Renc anan Lal u l i nt as Jal an Kabupat en 2 - 1 f Tabel 2. 2. 2 St andar Di s ai n Geomet r i k J al an Kabupat en 2 - 3 Tabel 3. 1. 1 Per s y ar at an Sur v ai Tek ni k 3 - 2

Tabel 4. 2. 1 J ar i - J ar i Lengk ung Mi ni mum ( t anpa Super el ev as i ) 4 - 7

Tabel 4. 2. 2 Pel ebar an Ti k ungan Hor i s ont al 4 - 8 Tabel 4. 2. 3 J ar i - J ar i Mi ni mum Ti k ungan Hor i s ont al at as

das ar k ec epat an Di s ai n dan Ges ek an Sampi ng 4 - 9

Tabel 4. 3. 1 Panj ang Hor i s ont al Mi ni mum Lengk ung Cembung

  Ver t i k al at as das ar Pandangan Aman/ J ar ak Hent i 4 - 11 Tabel 4. 3. 2 Panj ang Hor i s ont al Mi ni mum Lengk ung Cek ung Ver t i k al at as das ar pengendar aan y ang aman pada mal am har i

  4 - 12 Tabel 4. 4. 1 Landai Mak s i mum dan Panj ang Kr i t i s y ang di s ar ank an

  4 - 14

Tabel 4. 5. 1 Ni l ai Koef i s i en Memanj ang F1 4 - 16

Tabel 4. 5. 2 J ar ak Pandangan pada J al an Kedap Ai r dengan Landai Rat a

  4 - 18

Tabel 4. 6. 1 Panj ang Per al i han Mi ni mum 4 - 19

Tabel 5. 1. 1 Has i l Tes t Labor at or i um ( Cont oh) 5 - 1

Tabel 5. 2. 1 Koef i s i en Li mpas an ( Rumus Ras i onal ) 5 - 5

Tabel 5. 2. 2 Li mpas an dar i Daer ah Tangk apan ( m3/ dt k ) 5 - 5

Tabel 5. 2. 3 Koef i s i en Kek as ar an ( ni l ai " n" Manni ng) 5 - 7

Tabel 5. 2. 4 Di s ai n Sal ur an Dr ai nas e Ter buk a 5 - 9

Tabel 5. 2. 5 Kapas i t as Sal ur an Sampi ng t i dak di l api s i 5 – 10

Tabel 5. 5. 1 Uk ur an Gor ong- Gor ong Pi pa unt uk Out l et Bebas 5 - 14

Tabel 5. 5. 2 Kapas i t as Pi pa dengan Out l et Ter endam ( dl m m3/ det ) 5 - 15

Tabel 5. 6. 1 Kedal aman dan J ar ak Penempat an Sal ur an Bawah Tanah Lat er al

  5 - 17

Tabel 6. 2. 1 Fak t or Beban Gandar St andar Ek i v al en 6 - 4

  

Tabel 6. 2. 2 Pembebanan Kendar aan Ber at 6 - 4

Tabel 6. 4. 1 Ti nj auan Tes t Lapi s Tanah Das ar 6 - 9

Tabel 6. 5. 1 Hubungan Kel as Di s ai n dan Ti ngk at Lal u l i nt as 6 - 12

Tabel 6. 5. 2 Di s ai n Per k er as an y ang di s eder hanak an unt uk J al an Bar u dan J al an y ang Ada ( umur di s ai n 10 t ahun)

  6 - 14 Tabel 6. 5. 3 Fak t or Ek i v al ens i Si s a ( Res i du) Per k er as an

Ker i k i l 6 - 1 5

Tabel 6. 6. 1 Bat as Uk ur an Pel api s an Per muk aan As pal 6 - 16

Tabel 6. 6. 2 Gr adas i y ang di s ar ank an - l api s aus k er i k i l 6 - 17 Tabel 6. 7. 1 Gr adas i Agr egat unt uk Lapi s Pondas i Bat u Pec ah

  Ber gr adas i 6 - 19

Tabel 6. 7. 2 Gr adas i Mak adam I k at Bas ah 6 - 20

  

Tabel 6. 7. 3 Per s y ar at an St abi l i s as i Tanah 6 - 21

Tabel 6. 7. 4 Gr adas i Lapi s Pondas i Bawah 6 - 2 3

Tabel 7. 3. 1 Pemi l i han J eni s Ri p- Rap ( Per l i ndungan Tebi ng Sungai )

  7 - 6

Tabel 7. 3. 2 J ar ak Mi ni mum Penempat an Rambu l al u l i nt as 7 - 10

Tabel 8. 1. 1 Daf t ar Gambar Pr oy ek 8 - 2

  DAFTAR GAMBAR Gambar

  6.4.2 Rekaman Test DCP (palu 9.07 kg) Gambar

  9.2.2 Contoh Lembar Analisa Biaya untuk menempatkan dan

memadatkan Kerikil Pondasi Kelas B.

Gambar

  9.2.1 Contoh Lembar Analisa Biaya untuk membuat tanggul dengan Bahan Urugan Pilihan. Gambar

  8.2.1 Tipikal Denah Survai Galian Kerikil Gambar

  7.3.1 Perlindungan Bronjong untuk Talud Tebing Gambar

  7.2.1 Tipikal Bronjong Ford Gambar

  6.9.1 Persyaratan Pelebaran Gambar

  6.7.1 Batas Toleransi Gradasi Lapis Pondasi Bawah Gambar

  6.6.1 Batas Toleransi Gradasi Lapis Permukaan (aus) Kerikil Gambar

  6.4.1 Rekaman Test DCP (palu 10 kg) Gambar

  

4.1.1 Tipikal Penampang Melintang di Daerah Galian

Gambar

  5.2.1 Gambaran Jarak Pandangan Mendahului Gambar

  4.5.3 Standar Potongan Melintang Saluran Tepi Gambar

  

4.5.2 Jarak Pandangan Mendahului dan Panjang Lengkung

Parabola Gambar

  4.5.1 Jarak Pandangan Horisontal Gambar

  4.2.3 Pelebaran Tikungan Horisontal Gambar

  4.2.2 Perkiraan Lengkung Sederhana Gambar

  4.2.1 Lengkung Jari-jari Pendek Alinyemen Jalan Gambar

  

4.1.2 Tipikal Penampang Melintang di Daerah Timbunan

Gambar

  10.5 Bagan Alir Survai Teknik dan Disain

  

DAFTAR LAMPI RAN

Lampi r an 1 : Pr os edur Sur v ai dan Di s ai n ( di mas uk k an dal am pet unj uk i ni )

Bagi an 1A : Lembar Pengumpul an Dat a Al i ny emen dan Pembangunan J al an

  Bar u. For m R- 1 : Ri ngk as an Dat a Sur v ai J al an d a n Dr ai nas e

For m R- 2 : Rl nc i an I ns t r umen Sur v ai unt uk Penguk ur an Memanj ang dan

  Penampang Mel i nt ang. For m R- 3 : Pol i gon Ter t ut up Sur v ai J al an For m R- 4 : Peny el i di k an dan Penguj i an Tanah For m R- 5 : Pengadaan Sumber Bahan, ( 1) Ri nc i an Sumber Pemas ok an ( 2) Sk et s a Lok as i Bahan For m R- 6 : Rek aman Gambar Phot o y ang di ambi l For m BS I : Sur v ai Umur J embat an } unt uk r ef er ens i l ebi h l anj ut , l i hat For m BS I I : Sk et s a Sur v ai J embat an } Pet unj uk Di s ai n J embat an.

  Cat at an: Unt uk Sur v ai J embat an Bar u har us mengac u k epada " Pet unj uk Tekni k Per enc anaan J embat an Kabupat en" . Bagi an 1B : Lembar Pengumpul an Dat a Peni ngk at an J al an For m J L : Ri nc i an Sur v ai Pr oy ek Peni ngk at an J al an For m JB1 : Dat a Sur v ai Pr oy ek J embat an For m J B2 : Ri nc i an Sur v ai Pr oy ek J embat an For m F L- 7 : Tes t DCP unt uk Penent uan CBR ( pal u 10 k g ) For m DL 2. 2. 1 : Tes t DCP unt uk penent uan CBR ( pal u 9. 07 k g)

I. UMUM

  1.1. LATAR BELAKANG

  Di Indonesia sering terjadi longsoran pada jaringan jalan, jaringan pengairan, dan daerah pemukiman. Prasarana tersebut di atas cukup vital, sehingga diperlukan penanggulangan dengan tepat, cepat, dan ekonomis untuk menanggulangi kerugian - kerugian dalam pemanfaatan prasarana tersebut oleh masyarakat.

  Longsoran terutama terjadi pada lokasi dengan keadaan geologi, morpologi, hidrologi dan iklim yang kurang menguntungkan. Longsoran secara alami terjadi antara lain karena menurunnya kemantapan suatu lereng, akibat degradasi tanah/batuan bersamaan waktu dan usianya. Aktivitas manusia seperti membuat sawah dan kolam,mengadakan pemotongan dan penggalian pada lereng tanpa perhitungan, sering menyebabkan terganggunya kemantapan lereng yang ada, sehingga terjadi longsoran yang merusak prasarana dan sarana yang telah ada. Longsoran yang meliputi daerah luas atau mencakup daerah kehutanan, pertanian, pemukiman, pengairan, jalan dan prasarana dan sarana lainnya, memerlukan data yang lengkap, analisis yang teliti, serta memerlukan pula berbagai bidang keahlian dan koordinasi yang terpadu dalam penanggulangannya. Longsoran setempat yang sering terjadi pada jaringan jalan,pengairan dan pemukiman pada umumnya lebih mudah penanggulangannya dari pada longsoran yang meliputi daerah luas. Selama ini telah banyak literatur yang membahas teori, penyelidikan dan penanggulangan longsoran. Demikian pula telah banyak dilakukan penyelidikan dan penanggulangan longsoran yang terjadi pada jaringan jalan, jaringan pengairan dan jaringan pemukiman.

  Penanggulangan longsoran yang hanya berdasarkan pengalaman sebelumnya atau secara coba-coba pada umumnya kurang berhasil karena penanggulangannya belum tepat atau kurang memadai, sehingga dana yang digunakan kurang efektif. Oleh karena itu perlu disusun buku petunjuk sebagai pegangan dalam penanganan longsoran secara tepat dan efektif.

  1.2 MAKSUD DAN TUJUAN

  Buku petunjuk ini dimaksudkan untuk digunakam sebagai bahan rujukan dan pegangan dalam penanganan longsoran setempat pada khususnya dan penanganan yang meliputi daerah luas.

  Pada umumnya tujuan supaya usaha penanggulangan dilakukan dengan tepat, cepat dan ekonomis, serta hasil yang dapat dipertanggung jawabkan.

  1.3. RUANG LINGKUP

  Buku petunjuk ini khususnya digunakan untuk menanggulangi longsoran setempat yang sering terjadi pada jaringan jalan, pengairan dan pemukiman. Hasil penanggulangan longsoran sangat ditentukan oleh ketelitian penyelidikan, ketepatan perencanaan dan ketepatan pelaksanaan sesuai dengan yang sudah direncanakan. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, dalam buku ini dimuat petunjuk-petunjuk : penyelidikan dengan hasil berupa data yang akurat dan lengkap. - analisis yang teliti. - pemilihan tipe penanggulangan yang tepat. - membuat desain yang tepat. - Sehingga pelaksanaan penanggulangan memberikan hasil yang baik.

  Buku ini memuat pula petunjuk-petunjuk bagi usaha penanggulangan secara darurat dan permanen serta tindakan lainnya yang diperlukan. Disamping itu diuraikan pula usaha pencegahan pada daerah yang berpotensi longsor atau lokasi yang diperkirakan akan menjadi longsor akibat proses alami ataupun akibat kegiatan manusia.

  Hal-hal yang mendasar untuk melakukan kegiatan penyelidikan dan penanggulangan longsoran dimuat dalam buku petunjuk ini. Adapun Uraian terincinya dari setiap kegiatan dan contoh-contoh perhitungan dicantumkan dalan lampiran.

  1.4. PENGERTIAN

  (1) Difinisi Gerakan tanah/Longsoran Gerakan tanah/longsoran adalah perpindahan massa tanah/batuan pada arah tegak, mendatar atau miring dari kedudukan semula. Dalam definisi ini termasuk juga deformasi lambat atau jangka panjang dari suatu lereng yang biasa disebut rayapan (creep). Difinisi yang diuraikan dalam buku ini tidak termasuk aliran lahar dan amblesan/penurunantanah (subsidence) yang di akibatkan proses konsolidasi atau perbedaan kekuatan dari pondasi suatu banguanan. (2) Klasifikasi Longsoran Penetapan klasifikasi longsoran dimaksudkan untuk menyeragamkan istilah, memudahkan pengenalan tipe longsoran, membantu dalam menentukan penyebab longsoran dan pemilihan cara penanggulangannya. Klasifikasi longsoran ditetapkan berdasarkan : x Jenis material dan batuan dasarnya. x Jenis gerakan/meknisme longsoran dengan diskripsi lengkap mengenai bentuk bidang longsor/gelincir.

  Klasifikasi dapat dilhat pada tabel 1.1.

TABEL 1.1 KLASIFIKASI LONGSORAN JENIS MATERIAL JENIS GERAKAN BATU TANAH BUTIR KASAR BUTIR HALUS

  Runtuhan bahan Runtuhan Runtuhan batu Runtuhan tanah rombakan

  Jungkiran bahan Jungkiran Jungkiran batu Jungkiran tanah rombakan

  Nendatan bahan Rotasi Sedikit Nendatan batu Nendatan tanah rombakan

  Gelincir bongkahan Gelincir bongkah Gelincir bongkah batu bahan rombakan tanah Translasi Banyak

  Gelinciran

  Gelincir bahan Gelincir batu Gelincir tanah rombakan

  Gerakan Laterial Gerakan laterial Gerakan laterial Gerakan Laterial batu bahan rombakan tanah

  Aliran bahan Aliran tanah

  Aliran Aliran batu rombakan (rayapan tanah)

  Majemuk Gabungan dua atau lebih tipe gerakan (3) Diskripsi Longsoran Longsoran perlu diberi diskripsi mengenai sifat lainnya seperti kedalaman, aktivitas atau kecepatannya. Macam material longsoran perlu dibedakan antara tanah ( lempung, lanau, pasir, kerikil, atau campuran, residual, kolovial, debris dan seterusnya) dan batuan ( serpih, breksi dan seterusnya). (4) Daerah Berpotensi Longsor Daerah berpotensi longsor adalah daerah di mana kondisi terrain dan geologi tidak menguntungkan (unfavourable). Daerah ini sangat peka terhadap gangguan -gangguan luar baik yang bersifat alami maupun aktivitas manusia yang merupakan faktor pemicu longsoran.

  (5) Longsoran Setempat Adalah longsoran lokal yang tidak meliputi daerah luas dan penanggulangannya sederhana.

  (6) Longsoran yang meliputi daerah luas Adalah longsoran yang tidak sederhana cara penanggulangannya, meliputi daerah yang luas dan atau menyangkut daerah kehutanan, pertanian, pemukiman, pengairan, jalan serta prasarana dan sarana lainnya.

II. PENYELIDIKAN GERAKAN TANAH

  2.1. PENYELIDIKAN GEOTEKNIK

  Penyelidikan gerakan tanah biasanya dilakukan oleh geologiawan dan ahli teknik sipil, sehingga dapat juga dikatakan sebagai penyelidikan geoteknik Ahli geologi melihat dari segi makronya, yakni menganggap gerakan tanah sebagai proses alam dalam perubahan roman muka bumi, sehingga gerakan tanah dipelajari sebagai salah satu proses denudasi oleh gaya asal luar. Tinjauannya mulai dari asal usul, arah gerakan dan perubahan roman muka bumi yang diakibatkannya, termasuk juga didalamnya adalah masalah curah hujan dan tata air tanah. Ahli teknik sipil menyelidiki lereng dari titik ketitik (secara micro) untuk menentukan keamanannya. la berusaha menghitung kemungkinan suatu lereng akan bergerak dimasa datang, menentukan besarnya sudut lereng maksimum, dan mengembangkan metoda dalam perhitungan kemantapan lereng.

  Hasil penyelidikan yang baik adalah dengan cara penggabungan kedua sudut pandangan tersebut. Misalnya suatu perhitungan kemantapan lereng dengan ilmu mekanika tanah/batuan perlu dilengkapi dengan pengamatan geologi struktur, jenis batuan, gemorfologi, topografi, geohidrologi, dan sejarah geologi.

  2.2. PENYELIDIKAN DAN PENGUJIAN

  Usaha penanggulangan akan berhasil dengan baik apabila perencanaan didukung oleh data hasil penyelidikan yang baik pula. Data akan diperoleh dengan baik apabila perencanaan didukung oleh data hasil penyelidikan yang baik pula. Data akan diperoleh dengan baik apabila dilakukan dengan tahap-tahap penyelidikan yang benar. Tahap penyelidikan geoteknik didaerah gerakan tanah terdiri atas tahap persiapan, tahap penyelidikan pendahuluan dan tahap penyelidikan terinci yang mencakup hasil pengujian lapangan maupun hasil pengujian tanah di laboratorium.

2.2.1. Tahap Persiapan

  Sebagai bahan pertimbangan dalam melaksanakan pekerjaan penyelidikan, perlu dilakukan persiapan dengan jalan mempelajari data yang tersedia. Data yang tersedia bisa berupa peta topografi, peta geologi, potret udara, peta tata guna lahan, peta kerentanan, peta kegempaan dan data curah hujan. Informasi lain yang amat penting adalah kemungkinan dapat memanfaatkan Geografi Informasi Sistem (GIS). Dan sangat berguna bila dapat mempelajari terlebih dahulu laporan-laporan yang telah ada, sehingga diperoleh gambaran umum daerah gerakan tanah,

  (1) Peta Topografi Peta topografi dapat memberikan gambaran mengenai kemiringan lereng, relief; kerapatan sungai, pola aliran ketinggian dan bentuk morpologi. Dari peta topografi ini dapat ditafsirkan juga mengenai tingkat erosi suatu daerah. Pembagian sudut lereng suatu daerah dapat dibuat dengan selang sudut kemiringan 0 - 5 %, 6 - 1 5 % , 1 6 - 3 0 % , 3 1 - 7 0 % , d a n l e b i h d a r i 7 0 %. Gerakan tanah umumnya terjadi pada sudut kemiringan lereng 15 - 70 %, karena tempat tersebut sering ditempati batuan lempung, dan bahan rombakan yang mudah longsor.

  Relief-relief kecil seperti tebing jalan raya, jalan kereta api, tebing penggalian batu, tebing saluran perlu dicatat karena dapat mengundang terjadinya gerakan tanah Relief-relief tersebut mungkin tidak tampak dalam peta topografi skala kecil. Penggabungan antara kerapatan sungai dan kemiringan lereng akan memberikan data yang lebih baik. Umumnya daerah yang kerapatan sungainya tinggi mempumyai kecenderungan longsor lebih besar. Peta topografi dapat diperoleh di Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi dengan skala yang tersedia 1 : 25,000; 1 : 50.000 dan 1 : 100.000 serta 1 : 200.000, atau jawatan Topografi Angkatan Darat. Untuk keperluan penyelidkan yang lebih terinci dan perencanaan perlu dilakukan pengukurannya, dengan skala antara 1 : 200 sampai 1 : 2000. Dalam pengukuran ini dilengkapi pula dengan pembuatan penampang melalui tempat-tempat yang diperlukan. Salah satu contoh peta topografi didaerah gerakan tanah dapat dilihat pada gambar 2.1.

  Peta topografi di daerah gerakan tanah Gawir

  Jejak Gawir ( telah tererosi] Bukit terpisah

Gambar 2.1. Peta Topografi didaerah gerakan tanah

  Pada gambar 2.1. terlihat gunung Mudjil terpisah dari induknya karena gerakan tanah yang telah terjadi pada waktu lampau. Keadaannya sekarang tergambar dari kenampakan gawir terjal dan bukit yang terpisah.

  (2) Peta Geologi Peta geologi yang tersedia didaerah yang terlanda gerakan tanah dapat memberikan keterangan mengenai keadaan geologi. Keterangan yang perlu dicatat dalam studi persiapan meliputi sebaran batuan baik vertikal maupun lateral, struktur geologi dan sejarah geologi.

  Contoh peta geologi didaerah gerakan tanah dapat dilihat pada gambar 2.2. yakni

  

Peta Geologi Regional Ruas Jalan Samarinda - Balikpapan. Pada peta tersebut

  kelihatan adanya sesar pada formasi Pulubalang (Tmpb) yang jenis batuannya berupa GREWAKE batu pasir kuarsa, batu, gamping, batu lempung, tufa dasitik dan batubara. Berdasarkan pengamatan lapangan menunjukkan bahwa struktur geologi yang dijumpai disepanjang ruas jalan Samarinda-Balikpapan berupa perlipatan antiklin dan sinklin. Sayap perlipatan berupa lapisan batubara terbakar tampak tersingkap pada beberapa lokasi di ruas jalan tersebut.

  Walaupun gejala patahan/sesar tidak tampak jelas pada ruas jalan tersebut, tetapi pengangkatan beberapa lapisan batuan sedimen yang tampak dilapangan merupakan indikasi adanya struktur patahan tersebut. Salah satu kenampakan yang diakibatkan oleh struktur patahan, yaitu timbulnya zona-zona lemah (weakness zones) yang mempunyai andil cukup besar atas terjadinya kerusakan berupa retakan-retakan pada ruas jalan Samarinda-Balikpapan akibat gerakan tanah.

  Struktur patahan yang terjadi disekitar ruas jalan Samarinda-Balikpapan berupa sesar naik yang bersifat aktif (active fault), tepatnya terletak disebelah Barat sejajar ruas jalan tersebut atau sekitar ± 2.50 km. Sebelah kanan jalan dari arah Samarinda-Balikpapan. Sesar naik yang aktif ini terletak pada daerah lembah sungai yang memotong perbukitan bergelombang sejajar ruas jalan Samarinda - Balikpapan, mulai dari K. 60 + 000 dari Samarinda. Kebakaran batu bara pada Km. 33 + 400 SMD. Kemungkinan besar disebabkan adanya panas yang ditimbulkan oleh gesekan gerakan gerakan struktur perlipatan dan patahan yang aktif pada lapisan batu bara muda (lignite) yang bersifat mudah terbakar (flameabel) dan mempunyai titik api tinggi.

  Salah satu contoh pengaruh stratigrafi terhadap gerakan tanah adalah kedudukan antara lapisan. Longsoran dapat terjadi pada bidang kontak antara batu lempung dan endapan koluvial. Koluvial mempunyai sifat yang mudah meluluskan air, sehingga air hujan yang jatuh akan meresap kedalam koluvial dan tertahan oleh lempung. Akibatnya permukaan lempung menjadi licin dan dapat berfungsi sebagai bidang longsor.

  Struktur geologi yang berpengaruh terhadap gerakan tanah adalah kekar. Kekar dapat terbentuk bersamaan dengan proses persesaran, perlipatan atau tarikan. Dibeberapa tempat sesar telah membentuk kekar yang sangat intensif bahkan kadang-kadang membentuk breksi milonit yang berupa hancuran akibat gerak sesar. Daerah yang hancur demikian akan mempermudah proses pelapukan dan perembesan air, sehingga menjadi tidak mantap dan mudah longsor.

  (3) Foto Udara

  Foto udara yang tersedia dapat dibuat penafsirannya dan menghasilkan data untuk menentukan penyelidikan gerakan tanah. Dari penafsiran tersebut akan diperoleh sebaran, jenis, tempat gerakan tanah dan potensinya yang akan membahayakan bangunan. Dengan mengetahui hal-hal tersebut akan diperoleh sasaran yang lebih sempit, sehingga penyelidikan dapat direncanakan dengan tepat.

  Sudah barang tentu data lain juga dapat diketahui dari penafsiran foto udara misalnya jenis batuan, struktur geologi, tingkat erosi, dan pola pematusan (drainage pattern). Sebagai contoh peta hasil foto udara dapat dilihat pada gambar 2.3.

  KETERANGAN

Gambar 2.3. Peta Sebaran Gerakan Tanah dari Foto Udara

  (4) Tata Guna Lahan Tata guna lahan suatu daerah dapat dipelajari dari peta tata guna lahan yang tersedia. Dari peta tata guna lahan dapat diketahui sejauh mana pengaruhnya terhadap gerakan tanah. Penggunaan lahan yang tidak sesuai dapat menjadi faktor penyebab terjadinya gerakan tanah antara lain kolam, sawah, dsb. Peta tata guna lahan dapat dilihat pada gambar

2.4. Peta tata guna lahan

  antara Sukanagara - Simpang Kabupaten Cianjur .

  KETERANGAN Sawah dengan pengairan

  Kebun campuran Pertanian tanah kering Tanah perkebunan Hutan Tanah rawa Perkampungan Gambar 2.4. Peta Tata Guna Lahan antara Sukanagara - Simpang Kabupaten Cianjur.

  (5) Curah Hujan Air hujan yang meresap kedalam tanah akan menurunkan kuat geser tanah dan batuan dan dapat menyebabkan terjadinya gerakan tanah. Dari hasil pengamatan, ternyata gerakan tanah banyak terjadi pada musim hujan. Gambar 2.5.

  

memperlihatkan hubungan antara intensitas hujan dan banyaknya peristiwa

gerakan tanah yang terjadi. Dari gambar tersebut dapat diketahui bahwa pada musim

  hujan sering terjadi gerakan tanah.

Gambar 2.5. Hubungan curah hujan dan kejadian gerakan tanah di Cianjur Selatan, Jawa Barat.

  2.2.2. Tahap Penyelidikan Pendahuluan Penyelidikan pendahuluan dimaksud untuk mendapatkan perian (description) umum daerah gerakan tanah. Perian tersebut mencakup luas daerah yang terlibat, jenis gerakan tanah/batuan, kedalaman bidang longsor, penyebab longsoran dan bila mungkin keaktifannya. Perlu pula dipelajari bila ada metode penanggulangan yang telah dilakukan, apakah berhasil atau tidak. Hal ini penting sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan langkah penanggulangannya. Bila konstruksi yang dibuat tidak berhasil perlu diteliti kembali, apakah ada faktor-faktor yang belum diperhitungkan dalam perencanaannya.

  Untuk dapat mencapai maksud tersebut dalam tahap penyelidikan pendahuluan dilakukan pekerjaan-pekerjaan yang meliputi pemetaan (topografi), pemetaan geologi gerakan tanah, pendugaan geofisika, penggalian sumur dan parit uji, dan pengamatan visual (ciri, jenis longsoran dan penyebabnya).

  (1) Pemetaan topografi Diperlukan sebagai peta dasar untuk penyelidikan selanjutnya. Oleh sebab itu peta topografi harus dapat memberikan gambaran keadaan lapangan didaerah gerakan tanah dengan baik. Disamping itu peta topografi tersebut dipakai pula dalam pekerjaan desain. Sebagai kelengkapan dalam pemetaan topografi ini dilakukan pula pengukuran penampang/profil di tempat-tempat yang dipandang perlu.

  (2) Pemetaan Geologi Gerakan Tanah Dimaksudkan tidak saja untuk mengetahui jenis dan sebaran batuan dan struktur geologi, tetapi juga mencakup proses geologi yang berkaitan dengan gerakan tanah, dan prakiraan tata air tanah di daerah penyelidikan.

  (3) Pendugaan Geofisika Didasarkan pada prinsip pengukuran sifat fisika batuan. Pekerjaan ini dilakukan dengan metoda seismik dan geolistrik. Dari kedua cara tersebut dapat diperoleh data bawah permukaan.

  (4) Sumur dan Parit Uji Dilakukan untuk mengetahui keadaan bawah permukaan, terutama tanah, dengan jalan membuat galian baik secara manual maupun masinal. Dari penggalian sumur dan parit uji ini dilakukan pengambilan contoh tanah atau batu untuk pengujian laboratorium.

  (5) Pengamatan Visual ciri dan jenis longsoran, dan Penyebabnya Berdasarkan perian umum yang diperoleh diharapkan dapat diambil putusan untuk tahap pekerjaan berikutnya. Untuk kasus-kasus tertentu dengan dasar perian umum dapat dibuat perencanaan untuk penanggulangan gerakan tanah. Perian umum ini juga merupakan titik tolak untuk menentukan tahap pekerjaan berikutnya yaitu penyelidikan terinci. Uraian terinci dan masing-masing pekerjaan tersebut dapat dilihat pada Appendix A.

2.2.3. Tahap penyelidikan terinci

  Dan hasil penyelidikan pada tahap ini diharapkan akan diperoleh perian terinci secara kuantitatif mengenai data lapangan dan data laboratorium. Perian terinci meliputi hal yang telah tercakup dalam perian umum dilengkapi dengan parameter geoteknik seperti kuat geser, kelulusan air, kandungan mineral, klasifikasi dan sifat fisis lainnya (tabel 2.1) yang akan digunakan dalam analisis dan pemilihan cara penanggulangan. Bila hasil perian terinci dinilai masih kurang lengkap maka diperlukan penyelidikan tambahan sesuai dengan keperluannya. Penyelidikan tambahan tersebut meliputi pekerjaan lapangan dan pengujian tanah di Laboratorium. Penyelidikan lapangan dapat terdiri dan pekerjaan pemboran disertai dengan pengambilan contoh tanah, pengujian kekuatan geser tanah dilapangan (Vane test), pengujian kekuatan dukung tanah atau uji penembusan (Standard penetration test, SPT; penyondiran), Uji kelulusan air. Sedangkan pengujian tanah dilaboratorium bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengetahui sifat teknisnya dengan menggunakan acuan yang sudah baku (SNI, ASTM, AASHTO, BS) . Jenis pengujian laboratorium dapat dilihat pada tabel 2.1.

  • o - Pemadatan

  7. Mineralogi o - o Identifikasi

  Analisis kemantapan lereng Keterangan : o perlu diuji

  Sifat Teknik Kontrol pemadatan.

  5. Pemadatan o o -

  4. Kelulusan Air o o - An lap alisi drainase penentuan isan pembawa air

  3. Kuat Tekan Bebas o - o Analisis kemantapan lereng

  2. Triaxial o o . o Analisis kemantapan lereng

  1. Geser Langsung o o o Analisis kemantapan lereng

  Identifikasi

  Sifat F isik

  8. Kelekangan - o

  6. Analisa Butir o o - Klassifikasi, taksiran kelulusan, disain filter, dll

  5. Kepadatan Relatif

  4. Batas Susut o - - Potensi Mengembang

  Kla sifa ssifikasi dan korelasi t-sifat tanah

  3. Batas-batas Atterberg o - -

  2. Kadar Air o o o Klassifikasi dan konsistensi

  1. Berat Isi o o o Perhitungan Tekanan

  Batuan Aplikasi

  Macam Pengujian Berkohesi

  Tanah Berkohesi Tidak

Tabel 2.1. Macam Pengujian di Laboratorium dan Aplikasinya.

  • tidak perlu diuji Faktor penyebab terjadinya gerakan tanah pada umumnya air, baik air permukaan maupun air tanah. Oleh sebab itu diperlukan penyelidikan geohidrologi (hydrogeology) untuk mengetahui kondisi dan pengaruh air dalam hubungannya dengan gerakan tanah. Pemetaan kerentanan gerakan tanah dilakukan untuk membagi daerah gerakan berdasar tingkat kerentanannya. Tingkat kerentanan terbagi menjadi daerah mantap, agak mantap, tidak mantap dan sangat tidak mantap. Peta ini berguna untuk melokalisir daerah penyelidikan misalnya untuk penentuan lintasan jalan, lintasan saluran dan pemukiman. Penjelasan secara rinci dari pekerjaan-pekerjaan tersebut diatas dapat dilihat pada

  

Appendix B. Urutan tahap penyelidikan dapat dilihat pada bagan alir yang digambarkan

pada gambar 2.6.

  

DAFTAR PUSTAKA

1. Huang, Y.H., 1983."Stability Analysis of Earth Slopes." Van Nostrand Reinhold, New York.

  28. Jewelll, RA, 1996. " Sopil reiforcement with geotextiles.

  21. Enka, 1985."Stabilenka", Fabric mats for stabilizing embankments and retaining structures.

  22. Wesley L.D., " Slope Stability in Mountainous Tropical Regions".

  

23. Departemen Pekerjaan Umum, Badan Penelitian dan Pengembangan Pekerjaan Umum,

Oktober 1986. "Petunjuk Penyelidikan dan Penanggulangan Gerarakan Tanah (Longsoran).

  

24. Transportation Research Board National Academy of Sciences, 1980. "Slopes : Analyses and

Stabilization. 25. ASTM STP 1190, Jonathan Cheng, S.C. editor, august 1993 "Geosynthetic Soil Reinforcement Testing Procedures.

  26. ASTM STP 584, 1975. "Performance Monitoring for Geotechnical Construction.

  27. Sherclif editor, 1990. " Reinforced Embankments, Thomas Telford, London.

  

29. Sostrodarsono dan Kazuto Nakazawa editor, penterjemah Taulu L dkk, 1983. "Mekanika Tanah &

Teknik Pondasi.

  19. P.T. Geosindo, Geotekstil untuk Penyelesaian Masalah Rekayasa Teknik Sipil.

  

30. Head, KH.,1982 "Manual of Soil Laboratory Testing, volume 2: Permeability, Shear Strength and

Compressibility Test".

  31. Head, KH., 1986. "Manual of Soil Laboratory Testing, volume 3: Effective Stress Test".

  

32. The Asphalt Institute, 1966. "Drainage of Asphalt Pavement Structures, Manual Series No. 15

(MS-15).

  

33. Naylor D.J., Pande G.N., Simpson B, Tabb R, 1981." Finite Element in Geotechnical Engineering. 34.

  Katili J.A and Mark P., Geologi, Departemen Unusan Researh Nasional Djakarta.

  35. Verhoef, P.N.W.,1S)2. " Geologi Untuk Teknik Sipil, Penerbit Erlangga Jakarta 36. Das Braja M,1985. "Principles of Geotechnical Engineering.

  20. Maccaferri Gabions of Indonesia P.T., "The Engineer"s Chice".

  

18. P.T. Petrochemindo Purnama, 1988." Usulan Teknik Sistim Drainage Bawah Permukaan

Stripdrain.

  

2. Winterkorn, Hans F and Yang Fang, Hsai, 1975."Foundation Engineering Handbook." Van

Nostrand Reinhold Company, New York.

  9. Joice, Michalel D, 1982. "Site Investigation Practice, London, New York.

  

3. Directorate General of Highways Ministri of Public Works Republic of Indonesia, 1992." Design of

Earth Retaining Walls", Bridge Design Manual section 10.

  4. Sabo Technical Centre, Japan International Cooperation Agency, 1993. " Manual of Lanslide Control

  

5. Reeves RB., 1982. " Application of Walls to Lanelide Control Problems, American Society of

Civil Engineers.

  

6. Direktorat Penyelidikan Masalah Tanah dan Jalan, 1986." Manual Geoteknik untuk Lereng

Galian."

  7. Goble, Rausche, Likins and Associates, Inc., Cleveland, OH, jan 97, " Design and Consrtuction of Driven Pile Foundations, Workshop Manual Volume 1.

  

8. U.S. Departement of Transportation, Dec 96, " Design and Construction of Driven Pile

Foundation Workshop Manual, Volume II.

  

10. Ingles O.G. and Metcalf J.B. , 1972. " Soil Stabilization, Butterworths, Sydney-Melboune-

Brisbane.

  

17. Poulos H.G. and Davis E.H., 1980. "Pile Foundation Analysis and Design.", John Wiley & Sons,

New York.

  11. Mitchell RJ., 1983. "Eart Structures Engineering, Allen & Unwire, Inc., Boston=London-Sydney.

  

12. Direktorat Penyelidikan Masalah Tanah dan Jalan, 1980. "Manual Evaluasi Geoteknik dalam

Perencanaan Pondasi Jembatan."

  

13. American Society of Civil Engineers, 1966. " Stability and Performance of Slope and

Embankments.

  14. Huntington Whitney Clark, 1961. "Eart Pressure and Retainning Walls.

  

15. American Society of Civil Engineers, 1972. " Performance of Earth and Earth Supported

Structures, Volume II, Purdue University.

  

16. Butler B.C.M and Bell J.D., 1988. " Interpretation of Geological Maps, John Wiley & Sons,

Inc. New York.

  37. Schroeder, W.L., 1975. "Soil in Construction", John Wiley & Sons, Inc, New York.

  G

ambar 2.6 BAGAN PENYELIDIKAN DAN PENANGGULANGAN LONGSORAN

III. ANALISA DATA DAN LITERATUR

3.1 Evaluasi dan analisis kemantapan lereng secara umum

  Data-data yang diperoleh dari penyelidikan terinci di lapangan dan pengujian laboratorium merupakan masukan yang sangat diperlukan dalam analisis maupun desain penanggulangan longsoran. Dalam evaluasi data penyelidikan harus dipertimbangkan korelasi antara hasil lapangan, hasil laboratorium dan hasil dari penyelidikan pendahuluan.

  Di samping itu data hasil penyelidikan lapangan terinci dan pengujian laboratorium dapat pula digunakan untuk menentukan tipe longsoran yang tepat. Hasil-hasil penyelidikan longsoran kemungkinan menunjukan variasi data yang acak, sehingga diperlukan evaluai secara lebih teliti untuk dapat dipertanggung jawabkan secara teknis. Dari evaluasi tidak tertutup kemungkinan dilakukannya penyelidikan tambahan. Untuk suatu analisis penanggulangan yang baik, minimal diperlakukan suatu penentuan yang tepat dari penampang tanah/geologi, bidang gelincir dan kondisi air tanah serta hasil pengujian laboratorium yang teliti.

  Sebelum melakukan analisis kemantapan lereng, perlu diketahui terlebih dahulu mengenai teori longsoran yakni yang berkenaan dengan : Konsepsi kemantapan lereng, termasuk didalamnya mengenai teori dasar dan metoda analysis ; Analylis berdasarkan pengamatan visual; Analysis dengan komputasi (cara Fellinius, cara Bishop, cara Janbu); Analysis menggunakan grafik (Cousins, Janbu, Duncan & Buchignani, Hoek & Broy); Dan juga amat penting pula bagaimana menganalisa hasil-hasil instrument longsoran (Inclinometer, Piziometer, Extensiometer, Patok geser.

3.1.1. Penentuan Bidang Gelincir/Longsoran

  Untuk menentukan bentuk bidang gelincir pada penampang sepanjang as longsoran, diperlukan minimal tiga titik yang menunjukan letak atau kedalaman bidang gelincir. Salah satu dari ketiga titik tersebut biasanya diambil titik potong antara as longsoran dengan retakan yang ada pada mahkota longsoran. Dua titik lainnya didapat dari hasil pengamatan inclinometer atau pipa PVC + unting-unting. Untuk membantu penentuan bidang gelincir bidang tersebut diatas, perlu dievaluasi juga hal-hal sebagai berikut:

  Data penampang geologi teknik lengkap, antara lain letak lapisan tanah yang - terlemah. Data pengujian laboratorium misalnya hubungan antara kadar air dan batas- - batas Atterberg. Data penyelidikan terinci lainnya, misalnya standard penetration test. -

  • Gejala-gejala lainnya yang ada di lapangan misalnya ada tonjolan (heaving), mata air, patahan, vegetasi, rembesan dan sebagainya.

  Letak/kedalaman bidang gelincir diambil pada kedalaman di mana pipa PVC patah (tertahannya unting-unting tersebut) atau kedalaman pembacaan dengan inclinometer. Setelah letak/kedalaman bidang gelincir dari titik-titik penyelidikan diperoleh, maka selanjutnya dapat digambarkan bentuk bidang gelincir dan titik pusat serta sumbu putar bidang gelincir Khusus untuk longsoran rotasi) , sebagai contoh dapat dilihat pada gambar 3.1.

Gambar 3.1. Longsoran rotasi.

  Keterangan: A = titik potong as longsoran dengan retakan pada mahkota longsoran.

  B = kedalaman bidang gelincir pada inclinometer I. C = kedalaman bidang gelincir pada inclinometer II. H = tonjolan (heving ujung kaki longsoran). O = titik pusat bidang longsoran. 0-01 = bidang netral.

  Untuk longsoran translasi prinsipnya sama dengan longsoran rotasi, Sebagai contoh dapat dilihat pada gambar 3.2.

Gambar 3.2 .

  Longsoran translasi Keterangan : A = titik potong antara as longsoran dengan retakan pada mahkota longsoran. B = kedalaman bidang gelincir pada inclinometer I.

  C = kedalaman bidang gelincir pada inclinometer II. Selain dengan cara-cara di atas penentuan letak/kedalaman bidang gelincir dapat pula dilakukan dengan cara grafis (metoda HRB) yaitu sebagai berikut :

  Titik pusat Gambar3.3..

  PENENTUAN LETAK TITIK PUSAT ROTASI DENGAN CARA METODA HRB. A dan A' = titk-titik yang diketahui sebelum longsor C dan C' = titik-titik yang diketahui setelah longsor Menentukan titik pusat rotasi O :

  Hubungan A dengan C - Hubungan A' dengan C' -

  • Titik B dalah titik tengah A C - Titik B" adalah titik tengah A' C Ȉ
  • Tarik garis BO AC
  • Tarik garis B'O A'C'

  Titik potong BO dan B'O merupakan titik pusat rotasi 0 - Adapun kedalaman bidang gelincir dapat ditentukan dengan cara memutar jari- jari lingkaran ( OD = R).

3.1.2. Penentuan Kondisi Geohidrologi

  (1) Air Permukaan Air permukaan ini merupakan faktor penyumbang terhadap air tanah yang akan mengakibatkan berkurangnya kuat geser tanah terutama bila terbendung pada daerah longsoran. Pola aliran permukaan dapat dianalisa dari peta topografi dan atau foto udara. Air permukaan sangat tergantung dari : a. Volume air permukaan yang dipengaruhi oleh - oleh faktor sebagai berikut:

  • intensitas curah hujan
  • keadaan topografi
  • keadaan vegetasi
  • pemeabilitas tanah permukaan
  • mata air

  Volume air permukaan didapat dari besarnya limpasan (run off), sedangkan besarnya limpasan yang terjadi merupakan selisih dari besarnya curah hujan dengan peresapan air kedalam tanah.

  b. Daerah pengaliran (catchment area) Daerah pengaliran dapat diketahui dengan menentukan pola aliran air permukaan dari peta topografi atau foto udara. Penentuan batas daerah batas pengaliran yang mempengaruhi daerah longsoran, dapat dilakukan dengan memplotkan pola aliran permukaan. Secara garis besar daerah pengaliran dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu ; daerah pengaliran diluar daerah longsoran dan daerah pengaliran didalam daerah longsoran (lihat gambar 3.4 ). Pengukuran daerah pengaliran dapat dilakukan antara lain dengan bantuan planimeter. Dan volume air permukaan dan luas daerah pengaliran dapat dihitung debit air permukaan untuk perencanaan penanggulangan longsoran dengan drainase permukaan.

  (2) Air Tanah Kondisi air tanah yang mempengaruhi kemantapan lereng dapat dievaluasi dari hasil pengamatan sumur uji, lubang bor dan pisometer dengan cara sebagai berikut :