Index of /digilib/files/disk1/118

  

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PENGHAMBAT GURU DALAM

PELAKSANAAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA MADRASAH

TSANAWIYAH NEGERI WINONG KABUPATEN PATI TAHUN

AJARAN 2010/ 2011

  

SKRIPSI

  Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Tugas dan Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Ilmu Pendidikan Matematika IA IN

S E M A R A N G

WALI SON GO

  Oleh:

  

ARIF NADLIROH

NIM. 0735 11024

FAKULTAS TARBIYAH

  

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

2011

PERNYATAAN KEASLIAN

  Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Arif Nadliroh NIM : 073511024 Jurusan/ Program Studi : Tadris Matematika Menyatakan bahwa skripsi ini secara keseluruhan adalah hasil penelitian/ karya saya sendiri, kecuali bagian tertentu yang dirujuk sumbernya.

  Semarang, 30 November 2011 NIM. 073511024

  

ABSTRAK

  Judul : Analisis Faktor-Faktor Penghambat Guru dalam Pelaksanaan

  Pembelajaran Matematika Madrasah Tsanawiyah Negeri Winong Kabupaten Pati Tahun Ajaran 2010/2011

  Penulis : Arif Nadliroh NIM : 073511024

  Skripsi ini membahas tentang faktor penghambat guru dalam pelaksanaan pembelajaran matematika di MTsN Winong kabupaten Pati tahun ajaran 2010/2011. Kajian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya nilai matematika di lingkungan madrasah ini. Padahal tidak demikian dengan mata pelajaran lain seperti Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan Ilmu Pengetahuan Alam. Peringkat MTsN Winong di kecamatan Winong adalah teratas, hal ini dibuktikan dengan berbagai kemajuan yang dicapainya. Hal ini menjadi tambahan data untuk penulis bahwa sangat disayangkan kalau prestasi matematika di sekolah terbaik ini masih berada di bawah. Studi ini dimaksudkan untuk menjawab permasalahan: (1) apa yang menjadi faktor-faktor penghambat guru MTsN Winong dalam pelaksanaan pembelajaran matematika tahun ajaran 2010/2011? (2) apa yang telah diusahakan oleh guru MTsN Winong untuk mengatasi hambatan-hambatan pelaksanaan pembelajaran matematika tahun ajaran 2010/2011? (3) apa yang dapat dijadikan solusi atas hambatan-hambatan pelaksanaan pembelajaran matematika MTsN Winong tahun ajaran 2010/2011? Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan angket atau kuesioner, wawancara, observasi dan dokumentasi.

  Subjek dalam penelitian ini adalah guru matematika di lingkungan MTsN Winong yang berjumlah enam orang. Angket yang digunakan dalam penelitian ini memuat beberapa faktor yang sangat memungkinkan untuk menjadi faktor penghambat pembelajaran matematika, yakni guru itu sendiri, peserta didik, proses pembelajaran, sarana prasarana, dan yang terakhir adalah evaluasi pembelajaran.

  Secara umum, hasil penelitian yang diperoleh adalah semua faktor berpotensi mempengaruhi ketidakberhasilan pembelajaran matematika. Namun, yang paling dominan berasal dari peserta didik yang sangat sedikit minat dan motivasinya dalam mempelajari matematika. Untuk mengatasi hambatan tersebut, guru di lingkungan MTsN Winong belum melakukan suatu tindakan nyata untuk sungguh-sungguh mengatasi hambatan tersebut. Yang ada hanyalah musyawarah kecil di sela-sela pergantian jam pelajaran.

  Melihat hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa permasalahan pembelajaran adalah masalah yang kompleks dan benar-benar harus diperhatikan. Oleh karenanya, sekecil apapun faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan pembelajaran harus diperhatikan. Dan sekali lagi, guru sebagai pemeran kendali utama di kelas pun harus berbenah diri untuk selalu mengadakan inovasi dalam pembelajaran.

KATA PENGANTAR

  Bismillahirrahmanirrahin

  Alhamdulillah puji syukur atas segala limpahan karunia-Nya. Shalawat serta salam tak lupa penulis panjatkan pada junjungan Nabi Agung Muhammad, nabi penerang zaman, beserta keluarga, sahabat, dan siapa pun yang mengikuti ajarannya.

  Atas rida Allah SWT, atas bimbingan para dosen, atas doa ayah ibu, kakak, dan bantuan saudara, kawan, serta sahabat-sahabat tercinta akhirnya penulis berhasil menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Analisis

  

Faktor-Faktor Penghambat Guru dalam Pelaksanaan Pembelajaran

Matematika Madrasah Tsanawiyah Negeri Winong Kabupaten Pati Tahun

Ajaran 2010/2011 ”.

  Skripsi ini diajukan guna memenuhi syarat untuk memperoleh gelar sarjana dalam ilmu pendidikan pada program studi matematika Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang.

  Dengan terselesaikannya penulisan skripsi ini penulis sampaikan banyak terima kasih pada semua pihak yang telah membantu terutama kepada yang terhormat: 1.

  Bapak Dr. Suja’i, M.Ag. selaku dekan Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang

  2. Bapak Drs. Wahyudi, M.Pd. selaku kepala Jurusan Tadris Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang

  3. Bapak Saminanto, S.Pd, M.Sc. selaku kepala Program Studi Tadris Matematika Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang

  4. Ibu Lulu Choirunnisa, S.Si, M.Pd. dan Dr. Abdul Wahib, M.Ag selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis sehingga penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan

  5. Dosen dan staf di lingkungan Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang

  6. Ibu Hj. Umi Hanik, S.Ag, M.Pd selaku kepala Madrasah Tsanawiyah Negeri Winong beserta staf yang bersedia untuk membantu dalam penelitian skripsi ini

  7. Kawan-kawan Lembaga Pers Mahasiswa Edukasi yang telah membantu untuk selalu berpikir

  8. Sahabat-sahabat PMII di lingkungan IAIN Walisongo yang telah mengenalkanku pada dunia luar

  9. Segenap keluarga, yang telah memberikan banyak dukungan baik moril maupun materil sehingga skripsi ini bisa tersusun

  10. Semua pihak yang tidak tersebut, semua pihak yang turut membantu dalam mewujudkan skripsi ini. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini yang tidak lain karena keterbatasan penulis. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan saran dan kritiknya untuk perbaikan ke depan. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya. Amin.

  Semarang, 12 Desember 2011

  Penulis

  

DAFTAR ISI

  Halaman HALAMAN JUDUL ................................................................................................i PERNYATAAN KEASLIAN ............................................................................... ii PENGESAHAN......................................................................................................iii NOTA PEMBIMBING ..........................................................................................iv ABSTRAK .............................................................................................................vi KATA PENGANTAR ..........................................................................................vii DAFTAR ISI.......................................................................................................... ix

  BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ......................................................................... 1 B. Rumusan Masalah .................................................................... 4 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................ 5 BAB II : LANDASAN TEORI A. Kajian Pustaka .......................................................................... 6 B. Kerangka Teoritik .................................................................... 9 BAB III : METODE PENELITIAN A. Jenis penelitian ....................................................................... 24 B. Tempat dan waktu penelitian ................................................. 25 C. Sumber penelitian ................................................................... 25 D. Fokus penelitian ..................................................................... 26 E. Teknik pengumpulan data penelitian ..................................... 27 F. Teknik analisis data ............................................................. 30 BAB IV : ANALISIS TENTANG FAKTOR PRNGHAMBAT GURU DALAM PELAKSANAAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI WINONG KABUPATEN PATI TAHUN AJARAN 2010/2011 A. Gambaran umum MTsN Winong kabupaten Pati .................. 34 B. Faktor-faktor penghambat guru Madrasah Tsanawiyah Negeri Winong dalam pelaksanaan pembelajaran matematika tahun ajaran 2010/2011..................................................................... 41

  C. Usaha yang telah ditempuh oleh guru Madrasah Tsanawiyah Negeri Winong untuk mengatasi hambatan-hambatan pelaksanaan pembelajaran matematika tahun ajaran 2010/2011................................................................................ 53

  D. Solusi atas hambatan pelaksanaan pembelajaran matematika Madrasah Tsanawiyah Negeri Winong tahun ajaran 2010/2011................................................................................ 55

  BAB V : PENUTUP A. Simpulan ............................................................................... 60 B. Saran ....................................................................................... 63 DAFTAR PUSTAKA DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peranan pendidikan sangatlah urgent dalam meningkatkan kualitas

  bangsa. Semakin unggul pendidikan suatu bangsa, maka semakin majulah bangsa tersebut di kancah Internasional. Oleh karenanya, mengingat begitu pentingnya peran pendidikan mengharuskan semua elemen yang terkait dengan pendidikan untuk selalu mengevaluasi, berbenah, dan meningkatkan kualitas pendidikan bangsa.

  Pendidikan yang disajikan dalam pembelajaran di sekolah harus didesain sedemikian rupa sehingga pembelajaran tersebut dapat berjalan maksimal. Peserta didik yang menjadi aktor utama dalam pembelajaran harus dilibatkan sebagai pribadi yang bebas. Bebas di sini diartikan bahwa peserta didik harus bebas untuk mempelajari suatu mata pelajaran, baik dari segi cara belajar maupun pertanyaan-pertanyaan yang harus terjawab oleh guru.

  Kebebasan dalam belajar harus diterapkan di semua mata pelajaran tidak terkecuali pembelajaran matematika. Hal ini diperkuat dengan data bahwa belajar matematika tergolong sebagai belajar abstrak. Belajar abstrak adalah belajar yang menggunakan cara-cara berpkir abstrak. Tujuannya adalah untuk memperoleh pemahaman dan pemecahan masalah-masalah yang tidak nyata. Dalam mempelajari hal-hal yang abstrak diperlukan peranan akal yang kuat di samping penguasaan atas prinsip, konsep, dan generalisasi. Termasuk dalam jenis ini misalnya belajar matematika, kimia, kosmografi, astronomi, dan juga sebagian

  

1

materi bidang agama seperti tauhid.

  Matematika yang tergolong dalam mata pelajaran abstrak membutuhkan perhatian serius dari semua pihak yang terkait dengan pembelajaran matematika tersebut, yakni guru, lingkungan sekolah, wali 1 peserta didik, dan lingkungan bermain di rumah. Peran beberapa pihak Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rajawali Pers, 2002), hlm. 125. tersebut sangat mempengaruhi keberhasilan pembelajaran matematika, meskipun ada beberapa peran yang dominan.

  Selain itu, dalam membahas keberhasilan pembelajaran matematika, yang harus diperhatikan kembali adalah terkait komponen pengajaran yakni tujuan pendidikan dan pengajaran, peserta didik, tenaga kependidikan, perencanaan pengajaran dan evaluasi pengajaran. Masing- masing komponen tersebut harus berjalan atau dijalankan dengan maksimal. Tujuan pendidikan dan pengajaran harus disiapkan sebelum proses pembelajaran itu dimulai. Komponen selanjutnya yang harus diperhatikan adalah peserta didik. Sebagai aktor utama pembelajaran, peserta didik harus dibimbing sedemikian rupa sehingga mereka siap dan mampu untuk mengikuti pembelajaran. Selain itu guru sebagai tenaga kependidikan utama harus menjadi sosok yang mampu menerapkan keempat kompetensi guru yakni pedagogik, profesional, sosial, dan personal.

  Untuk mengukur kelayakan komponen di atas, terdapat standar yang dapat dijadikan acuan sehingga suatu pembelajaran dikatakan efektif. Lebih lanjut beberapa komponen di atas diklasifikasikan dalam beberapa standar, yakni standar proses pembelajaran, standar tenaga pendidik, standar sarana dan prasarana pendidikan, serta standar evaluasi pendidikan. Proses pembelajaran harus memenuhi beberapa standar tersebut sehingga pembelajaran dikatakan berhasil.

  Dari beberapa komponen yang ada peran guru tetaplah sentral. Berhasil dan tidaknya sebuah pembelajaran di sekolah, termasuk pembelajaran matematika tidak akan pernah lepas dari peran seorang guru.

  Hal tersebut dikarenakan guru lah yang mengerti kondisi kelas dan peserta didik dalam mengikuti pelajaran. Meskipun sekarang telah berkembang banyak sekali model pembelajaran yang menuntut peserta didik untuk aktif dalam mencari bahan, memahami dan mengerjakan sendiri, tapi peran guru tetaplah sentral.

  Tanggung jawab seperti itu harus tetap ditanamkan kepada setiap benak guru. Hal ini disebabkan guru lah yang mengetahui apa yang menjadi kekurangan dan kelebihan peserta didik terkait mata pelajaran yang diampu, lebih-lebih terkait minat peserta didik untuk mempelajari matematika.

  Selain dari pihak peserta didik, seorang guru juga dapat mengetahui hambatan itu dari dirinya sendiri sebagai seorang pendidik. Tugas guru sangat kompleks dalam pembelajaran, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan juga evaluasi pembelajaran. Banyak hal yang sering terlewatkan oleh seorang guru, lebih-lebih pada tahap persiapan. Jika persiapan saja masih belum maksimal, maka proses pembelajaran pun akan tidak maksimal. Banyak hal yang dapat dijadikan refleksi para pendidik untuk meningkatkan prestasi pembelajaran matematika.

  Sisi lain yang dapat dilihat guru dalam pembelajaran adalah sarana prasarana. Sebagai pemegang peran sentral dalam suatu ruang kelas, seorang guru dapat merasakan, apakah sarana prasarana yang ada terkait pembelajaran matematika sudah memenuhi standar atau belum? Selain itu guru juga dapat melihat itu dari sikap peserta didik tersebut sudah merasa cukup atau tidak belajar dengan sarana prasarana yang ada. Selain dari faktor peserta didik , guru, dan sarana prasarana, masih banyak lagi faktor yang bisa diidentifikasi oleh guru demi keberhasilan proses belajar mengajar di kelas.

  Dalam subjek penelitian yang akan diteliti, yakni madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Winong kabupaten Pati, terdapat hambatan pembelajaran matematika yang harus segera diatasi. Peneliti mengasumsikan demikian karena dari data yang ada, hasil belajar mata pelajaran matematika masih rendah dibandingkan mata pelajaran bahasa Indonesia, bahasa Inggris dan Ilmu Pengetahuan Alam. Dalam hal ini mata pelajaran matematika dibandingkan dengan ketiga mata pelajaran tadi karena dilihat dari segi kepentingannya dalam Ujian Nasional (UN).

  Dari data yang ada, peneliti melihat bahwa nilai matematika di sekolah di atas masih rendah dibandingkan dengan ketiga mata pelajaran yang sudah disebutkan tadi. Nilai yang ada tidaklah terlalu berbanding jauh, tapi hal demikian patut untuk diteliti dan dijadikan pelajaran bagi beberapa pihak terkait. Jika nilai mata pelajaran yang lain dapat lebih tinggi, mengapa matematika tidak?

  Penguatan lain dari penelitian ini adalah ditemukannya peserta didik di MTsN Winong yang sebagian besar masih mengasumsikan matematika sebagai mata pelajaran mengerikan. Asumsi seperti ini tidak hanya ditemukan di sekolah tempat penelitian, namun di sekolah-sekolah lain juga hal ini masih menjadi hal yang wajar.

  Dari data yang ada peneliti ingin meneliti apa saja yang menjadi penyebab hasil belajar matematika peserta didik di daerah penelitian tersebut masih rendah. Tentunya banyak sekali yang bisa dianalisis dari keadaan ini, yakni dari pihak murid, guru, sarana prasarana dan faktor lain. Sedemikian pentingnya tema ini untuk dibahas mendorong peneliti untuk mengadakan penelitian yang terkait faktor-faktor penghambat guru dalam pelaksanaan pembelajaran matematika MTsN Winong kabupaten Pati tahun ajaran 2010/2011.

B. Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:

  1. Apa yang menjadi faktor-faktor penghambat guru MTsN Winong dalam pelaksanaan pembelajaran matematika tahun ajaran 2010/2011?

  2. Apa yang telah diusahakan oleh guru MTSN Winong untuk mengatasi hambatan-hambatan pelaksanaan pembelajaran matematika tahun ajaran 2010/2011?

  3. Apa yang dapat dijadikan solusi atas hambatan-hambatan pelaksanaan pembelajaran matematika MTsN Winong tahun ajaran 2010/2011?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

  Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

  1. Untuk mengetahui faktor-faktor penghambat guru MTsN Winong dalam pelaksanaan pembelajaran matematika.

  2. Untuk mengetahui usaha guru MTsN Winong dalam mengatasi hambatan-hambatan pembelajaran matematika.

  3. Untuk mengetahui dan merumuskan solusi atas penghambat pembelajaran matematika MTsN Winong Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

  1. Memberi gambaran tentang faktor-faktor penghambat yang dialami guru MTsN Winong dalam pelaksanaan pembelajaran matematika.

  2. Memberi gambaran tentang usaha yang telah dilakukan oleh guru MTsN Winong dalam mengatasi hambatan pelaksanaan pembelajaran matematika.

  3. Memberikan suatu rekomendasi kepada pihak terkait untuk mengatasi hambatan yang dialami guru matematika madrasah Tsanawiyah, khususnya di MTsN Winong.

BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Pustaka Dalam beberapa penelitian matematika, banyak disebutkan bahwa

  pembelajaran matematika masih menjadi hal yang sulit di mata sebagian besar peserta didik atau dalam kata lain masih menjadi momok. Namun, yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah apa yang menyebabkan matematika menjadi momok? Pertanyaan yang demikian masih belum terjawab.

  Menyikapi hal tersebut, seyogyanya semua permasalahan pembelajaran dikembalikan kepada guru. Hal itu dikarenakan gurulah yang paling mengetahui kondisi kelas, bagaimana keadaan peserta didik dalam mengikuti kelas, kemampuan guru itu sendiri, bahkan sarana prasarana yang ada. Hal ini sesuai dengan firman Allah:

                   Artinya: dan kami mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelalki yang kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang-orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu

  2 tidak mengetahui (Q,S, an-Nahl/16:43)

  Menanggapi rangkaian masalah di atas, peneliti menilik beberapa penelitian, di antaranya yakni skripsi yang telah disusun oleh I Crede Ketut Sunarya, mahasiswa Universitas Jember dengan judul Analisis

  Faktor Penghambat bagi Guru Sekolah Menengah Pertama dalam Meningkatkan Jenjang Pendidikan Formal di Kabupaten Tabanan. Hasil

  dari penelitian ini menyebutkan bahwa penghambat yang ada sangatlah 2 kompleks, namun yang paling dominan adalah terkait sarana prasarana.

  

Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, (Semarang: PT. Karya Toha Putra), hlm. 272. Hal ini dikarenakan masih banyak sekolah yang belum memiliki sarana prasarana yang layak bagi pendidikan.

  Penelitian di atas memiliki titik perbedaan dengan penelitian yang akan peneliti lakukan yakni dalam spesifikasinya. Penelitian yang peneliti usulkan memiliki spesifikasi dalam pembelajaran matematika.

  Penelitian lain yang peneliti tilik yakni skripsi yang telah disusun oleh Subaidi, mahasiswa Universitas Negeri Malang dengan judul

  

Identifikasi Faktor Pendukung dan Penghambat Guru Geografi SMA dan

MAN Kabupaten Sumenep dalam Mengimplementasikan KTSP.

  Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa faktor penghambat guru geografi adalah: (a) kesulitan guru geografi dalam perencanaan pembelajaran, yaitu kesulitan dalam menentukan alokasi waktu, menentukan kegiatan atau metode pembelajaran, tidak memiliki cukup waktu dalam menyusun Lembar Kerja Siswa (LKS), menentukan buku sumber yang memenuhi seluruh standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator, menentukan media yang dapat membangkitkan minat dan motivasi peserta didik serta jumlah media yang terbatas. (b) Dalam pelaksanaan pembelajaran guru geografi mengalami kesulitan karena kurangnya waktu yang disediakan, kurangnya sarana dan prasarana pendukung, jumlah siswa terlalu banyak, menata kursi dan meja peserta didik serta posisi guru (c) Dalam penilaian pembelajaran guru mengalami kesulitan dalam melakukan penilaian ranah psikomotorik (keterampilan), dalam menyusun instrumen penilaian kognitif guru Geografi kesulitan menentukan pedoman penilaian, jumlah siswa terlalu banyak dan terbatasnya waktu. Adapun dalam menyusun instrumen penilaian ranah afektif dan psikomotorik guru mengalami kesulitan dalam pemilihan aspek yang dinilai, penentuan indikator yang dinilai, jumlah peserta didik terlalu banyak, dan keterbatasan waktu.

  Selanjutnya adalah faktor pendukung guru geografi dalam mengimplementasikan KTSP, yaitu latar belakang pendidikan yang sesuai dengan bidang ajar, memiliki pengalaman mengajar yang cukup, pernah mengikuti kegiatan yang berkaitan dengan pembelajaran Geografi yang sesuai dengan KTSP, beban mengajar di bawah ketentuan yang ditetapkan pemerintah, dan tidak memiliki jabatan selain mengajar.

  Sedikit berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan, yakni hanya melihat dari sudut penghambatnya saja terhadap pembelajaran yang berbeda pula yakni matematika.

  Penelitian terakhir yang menjadi rujukan peneliti adalah skripsi yang telah disusun oleh Sumiyati, mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta dengan judul Pelaksanaan KTSP Pendidikan Agama Islam di

  

SD Muhammadiyah Program Khusus Kottabarat Surakarta (Studi Kasus

Peran Profesional Guru dalam Pengembangan Kontent dalam

Perencanaan, Pelaksanaan, dan Evaluasi Pembelajaran Tahun

  . Penelitian ini mendeskripsikan profesionalisme guru dalam

  2008/2009)

  pembelajaran Pendidikan Agama Islam mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Yang menjadi referensi di sini adalah tentang profesionalisme guru dalam pembelajaran. Titik perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan peneliti angkat adalah spesifikasi dan mata pelajaran yang akan diteliti yakni mata pelajaran matematika.

  Dari beberapa penelitian di atas menyebutkan bahwa peran guru dalam pembelajaran sangatlah penting. Begitu pula dalam pembelajaran matematika yang tergolong dalam ragam belajar abstrak. Begitu pentingnya peran guru dalam pembelajaran dan khususnya pembelajaran matematika mendorong peneliti untuk meneliti apa saja yang menjadi faktor penghambat guru dalam pembelajaran matematika.

B. Kerangka Teoritik 1. Pengertian Pembelajaran Matematika

  Sebelum mendefinisikan pembelajaran matematika, patut diketahui dulu masalah teori belajar. Hal ini dikarenakan, dari teori belajar akan diturunkan menjadi beberapa strategi dalam pembelajaran yang tentunya akan mempengaruhi keberhasilan suatu pembelajaran.

  3 Beberapa teori belajar menurut ahli:

  a. Teori Bruner Bruner sangat mendukung metode belajar dengan penemuan. Ia meyakini bahwa dalam mempelajari matematika seorang anak perlu secara langsung menggunakan bahan-bahan manipulatif. Bahan-bahan tersebut merupakan benda konkret yang dirancang khusus untuk siswa dalam usaha untuk memahami suatu konsep matematika.

  b. Teori Jean Piaget Ia meyakini bahwa perkembangan mental setiap pribadi melewati empat tahap, yaitu sensori motor, praoperasional, operasi konkret, dan operasi formal.

  Intelegensi sensori motor dipandang sebagai intelegensi

  • – praktis (practical intelligence) yang berfaidah bagi anak berusia 0 2 tahun untuk belajar berbuat terhadap lingkungannya sebelum ia mampu berpikir mengenai hal yang sedang ia perbuat. Anak pada periode ini belajar cara mengikuti dunia kebendaan secara praktis dan belajar menimbulkan efek tertentu tanpa memahami hal yang sedang ia perbuat kecuali hanya mencari cara melakukan perbuatan seperti di atas.

  Selanjutnya yakni tahap pra operasional. Tahap ini terjadi dalam diri anak ketika berumur 2 sampai 7 tahun. Perkembangan ini bermula pada saat anak telah memiliki penguasaan sempurna 3 mengenai objek permanen. Artinya anak tersebut sudah memiliki Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), hlm. 35. kesadaran akan tetap eksisnya suatu benda yang harus ada atau biasa ada, walaupun benda tersebut sudah ia tinggalkan, atau sudah tidak dilihat dan didengar lagi. Jadi, eksistensi benda tersebut berbeda dengan periode sensori motor, tidak lagi bergantung pada pengamatannya belaka.

  Tahap ketiga yakni operasi konkret. Selama tahap operasi konkret anak mengembangkan konsep dengan menggunakan benda-benda konkret untuk menyelidiki hubungan dan model- model abstrak. Pada tahap ini anak sudah berpikir logis, berpikirnya terjadi sebagai akibat adanya kegiatan anak memanipulasi benda-benda konkret. Piaget menekankan bahwa proses belajar merupakan suatu proses asimilasi dan akomodasi ke dalam struktur mental.

  Tahap terakhir yakni tahap operasi formal. Dalam perkembangan kognitif tahap ini, seorang remaja telah memiliki kemampuan mengoordinasikan baik secara serentak maupun berurutan dua ragam kemampuan kognitif, yakni: 1) kapasitas menggunakan hipotesis; 2) kapasitas menggunakan prinsip-prinsip abstrak. Dengan mampu berpikir hipotesis, yakni memikirkan sesuatu khususnya dalam hal pemecahan masalah dengan menggunakan anggapan dasar yang relevan dengan lingkungan yang ia respons. Sementara itu, dengan kapasitas menggunakan prinsip-prinsip abstrak, remaja tersebut akan mampu mempelajari materi-materi pelajaran yang abstrak seperti ilmu agama,

  4 matematika, dan ilmu abstrak lainnya.

4 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidiian dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2010), hlm. 73.

  c. Teori Dewey Dewey mengutamakan pada pengertian belajar bermakna.

  Artinya, anak didik yang belum siap jangan dipaksa belajar. Guru dan orang tua sebaiknya menunggu sampai anak didik siap belajar, atau guru dapat mengubah dan mengatur suasana belajar sehingga anak siap untuk belajar.

  Dalam pembelajaran matematika pada dasarnya sama dengan pembelajaran mata pelajaran yang lain, namun selebihnya matematika mempunyai karakteristik tersendiri yakni:

  a. Matematika Disajikan dalam Pola yang Ketat Pola ketat yang dimaksud adalah matematika mempunyai jawaban- jawaban yang pasti, meski dapat ditempuh dalam berbagai cara.

  Pola ketat seperti itu mendorong peserta didik untuk teliti dalam mempelajari dan menyelesaikan soal matematika.

  b. Matematika Berkembang dan Digunakan Lebih Luas dari pada Ilmu-Ilmu Lain Matematika tidak berdiri sendiri, bahkan digunakan lebih luas di beberapa disiplin ilmu lain, seperti Fisika dan Kimia.

  5

  c. Matematika Lebih Terkonsentrasi pada Konsep Pembelajaran matematika harus ditekankan dalam dataran konsep.

  Jika konsep sudah dipahami, maka akan sangat mudah untuk mengerjakan soal dengan berbagai macam gaya. Oleh karenanya, pematangan konsep perlu ditekankan sebelum selanjutnya memberikan contoh kepada peserta didik.

  Untuk keberhasilan suatu pembelajaran, kita harus tahu ragam belajar apa yang sesuai dengan mata pelajaran yang dipelajari.

  6 Dalam pembelajaran, dikenal berbagai macam tipe sebagai berikut: 5

  a. Ragam Abstrak

  Abdul Halim Fathani, Matematika Hakikat dan Logika, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2009), 6 hlm. 20.

  Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rajawali Pers, 2002), hlm. 125.

  Belajar abstrak adalah belajar yang menggunakan cara-cara berpikir abstrak. Tujuannya adalah untuk memperoleh pemahaman dan pemecahan masalah-masalah yang tidak nyata. Dalam mempelajari hal-hal yang abstrak diperlukan peranan akal yang kuat di samping penguasaan atas prinsip, konsep, dan generalisasi. Termasuk dalam jenis ini misalnya belajar matematika, kimia, kosmografi, astronomi, dan juga sebagian materi bidang agama seperti tauhid.

  b. Ragam Keterampilan Belajar keterampilan adalah belajar dengan menggunakan gerakan-gerakan motorik yakni yang berhubungan dengan urat-urat syaraf dan otot-otot. Contoh: olahraga, menulis, musik, menari, dan sebagainya.

  c. Ragam Sosial Belajar sosial adalah belajar memahami masalah-masalah dan teknik-teknik untuk memecahkan masalah. Belajar sosial juga dapat diartikan sebagai belajar yang mengatur dorongan nafsu pribadi demi kepentingan bersama dan memberi peluang orang lain untuk memenuhi kebutuhannya secara berimbang dan proporsional. Contoh: pelajaran Agama dan PPKN.

  d. Ragam Pemecahan Masalah Belajar pemecahan masalah pada dasarnya adalah belajar menggunakan metode-metode ilmiah atau berpikir secara sistematis, logis, teratur, dan teliti. Dalam hal ini, hampir semua bidang studi dapat dijadikan sarana belajar pemecahan masalah.

  Untuk keperluan ini, guru (khususnya yang mengajar eksakta, seperti matematika dan IPA) sangat dianjurkan menggunakan model dan strategi mengajar yang berorientasi pada cara pemecahan masalah.

  e. Ragam Rasional

  Belajar rasional adalah belajar dengan menggunakan kemampuan berpikir secara logis dan sistematis (sesuai dengan akal sehat).

  f. Ragam Kebiasaan Belajar kebiasaan adalah proses pembentukan kebiasaan- kebiasaan yang telah ada.

  g. Ragam Apresiasi Belajar apresiasi adalah belajar mempertimbangkan arti penting atau nilai suatu objek. Bidang-bidang studi yang dapat menunjang tercapainya tujuan belajar apresiasi antara lain Bahasa dan Sastra, Kerajinan Tangan, Kesenian, dan Menggambar.

  h. Ragam Pengetahuan Belajar pengetahuan (studi) ialah belajar dengan cara melakukan penyelidikan mendalam terhadap objek pengetahuan tertentu. Contohnya yakni eksperimen terkait materi yang dipelajari, misalnya eksperimen materi Gerak dalam mata pelajaran Fisika.

  Sesuai dengan macam-macam ragam belajar di atas, matematika lebih dominan menempati ragam belajar abstrak. Hal ini menjadi catatan bahwa matematika harus disajikan secara menarik dan suatu pendekatan yang nyata agar peserta didik mampu memahami isi dari matematika itu sendiri.

  Pembelajaran adalah salah satu usaha dalam pendidikan untuk mencerdaskan anak didik, merekalah tujuan dari pembelajaran tersebut. Oleh karenanya, seperti apa pun pembelajaran didesain, maka harus memperhatikan peserta didik untuk tidak kehilangan kebebasannya.

  Education is thus a fostering, a nurturing, a cultivating process.

  7 7 John Dewey, Democracy and Education: An Introduction to the Philosophy of Education, ( New York: The Mac Millan An Company, 1964), hlm.10.

  Cuplikan di atas berarti bahwa pendidikan adalah usaha membina, memelihara dan membudayakan peserta didik untuk belajar. Dengan demikian pendidikan harus disajikan sebagaimana kita memelihara dan membina, bukan dengan paksaan dan instruksi.

  The process of Education finds its genesis and purpose in the child. The position isi n direct opposition to the tradisional approach to the Education. The tradisional school started with a body of organized subject matter and the sought to impose this corpus of learning on the student whether he desired it or not. The progressives reversed this mode by Putting the child at the focal point of the school. Yhen they sough to develop a curriculum and teaching method that stemmed from the student’s needs, interest, and initiative .

8 Asal mula dari tujuan pendidikan adalah pada peserta didik.

  Keadaan ini merupakan wujud perlawanan langsung terhadap pendidikan dengan pendekatan tradisional. Sekolah tradisional dimulai dengan masing-masing anak didik untuk mengorganisasikan bahan pelajaran, apakah ia tertarik atau tidak. Sebaliknya progesivisme menempatkan peserta didik pada titik utama di sekolah. Mereka mencoba mengembangkan sebuah kurikulum dan metode pengajaran yang berasal dari kebutuhan siswa, minat, dan juga inisiatif.

8 George R. Kningt, Issues and Alternatives in Educational Philosophy, (Mechighan: Andrews University Press Borrien Springs, 1982), hlm.82.

2. Standar Pembelajaran Efektif

  Mata pelajaran matematika yang masuk dalam ragam belajar abstrak harus disajikan dengan baik, yakni dengan memperhatikan standar pembelajaran yang efektif. Berikut beberapa standar pembelajaran efektif: a. Standar Proses Pembelajaran

  Melakukan pembelajaran di kelas berarti membelajarkan siswa secara terkondisi. Peserta didik belajar dengan mendengar, menyimak, melihat, meniru apa-apa yang diinformasikan oleh guru atau fasilitator di depan kelas. Dengan belajar seperti ini peserta didik memiliki perilaku sesuai tujuan yang telah dirancang guru

  9 sebelumnya.

  Kemudian mengenai standar proses pembelajaran, disebutkan dalam peraturan pemerintah (PP). No. 19 tahun 2005, pasal 19 ayat 1 bahwa: proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Selanjutnya dipertegaskan dalam pasal 20 bahwa proses pembelajaran harus direncanakan dengan perencanaan yang meliputi tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar.

  b. Standar Tenaga Pendidik Seorang guru sebagai pendidik di kelas harus memiliki standar tertentu. Hal ini dimaksudkan agar kegiatan belajar mengajar di kelas berlangsung secara tepat. Meskipun seorang peserta didik harus aktif dalam kelas, tapi peranan guru sangatlah sentral.

9 Martinis Yamin, Profesionalisasi Guru dan Implementasi KTSP, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2007), hlm. 72.

  Tenaga pendidik atau guru adalah penyampai atau pentransfer ilmu yang telah dimiliki oleh guru tersebut, dan dalam hal ini matematika. Al-

  Qur’an menegaskan hal serupa ketika Allah menyuruh nabi Muhammad untuk menyampaikan materi kepada umatnya. Sebagaimana yang terdapat pada firman Allah sebagai berikut:

                              Artinya: hai rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari tuhanmu, dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk

  10 kepada orang-orang yang kafir. (Q.S. al-Maidah/5:67)

  Dalam PP. No. 19 tahun 2005, pasal 28 ayat 3 disebutkan bahwa guru sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini harus memiliki

  

11

  empat kompetensi meliputi: 1) Kompetensi pedagogik

  Seorang guru harus mampu mendidik anak dalam lingkungan pendidikan yang mendukung. Selebihnya, meniru ungkapan yang ditulis oleh Max A Sobel dan Evan M.Maletsky bahwa:

  Guru harus mengetahui perlengkapan mereka, Guru harus mengenal murid yang sedang mereka ajar, Selain itu, guru harus mengetahui bagaimana mengajar

  12 secara menarik.

  10 Departemen Agama RI, Al- 11 Qur’an dan Terhjemahnya, hlm.119. 12 Martinis Yamin, Profesionalisasi Guru dan Implementasi KTSP, hlm. 80.

  Max A. Sobel dan Evan M.Maletsky, Mengajar Matematika, (Jakarta: Airlangga, 2002), hlm.1.

  2) Kompetensi kepribadian Seorang guru harus memiliki kepribadian baik yang patut dicontoh oleh anak didiknya.

  3) Kompetensi profesional Seorang guru harus mampu melakukan transfer of knowledge atas bidang (mata pelajaran) yang dikuasainya.

  4) Kompetensi sosial Seorang guru harus mampu bersosialisasi dengan baik terhadap semua pihak, terlebih adalah peserta didik di kelas.

  c. Standar Sarana dan Prasarana Pendidikan Sarana pendidikan adalah segala sesuatu yang meliputi peralatan dan perlengkapan yang langsung digunakan dalam proses pendidikan di sekolah, seperti gedung, ruangan, meja, kursi, alat peraga, dan perangkat pelajaran. Sedangkan prasarana adalah semua komponen yang secara tidak langsung menunjang jalannya proses belajar mengajar di sebuah lembaga pendidikan, seperti jalan menuju

  13 sekolah, halaman sekolah, dan tata sekolah.

  Lebih lanjut dijelaskan dalam Standar Nasional Pendidikan (SNP) Peraturan Pemerintah No. 19 TAHUN 2005 pasal 42 bahwa setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. Setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat olah raga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat

13 Ara Hidayat dan Imam Machali, Pengelolaan Pendidikan, (Bandung: Pustaka Educa, 2010), hlm. 239.

  berekreasi, dan ruang atau tempat lain yang diperlukan untuk

  14 menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.

  Kebutuhan akan sarana prasarana menjadi sangat penting untuk menunjang kegiatan belajar mengajar. Lebih-lebih pada pembelajaran matematika yang sifatnya adalah abstrak. Oleh karenanya, standar sarana prasarana pendidikan matematika juga harus diperhatikan.

  d. Standar Evaluasi Pendidikan Dalam kegiatan belajar mengajar di kelas, yang menjadi penilai adalah seorang guru. Hal ini dikarenakan guru adalah satu- satunya individu yang mengetahui tentang perkembangan peserta didik di kelas.

  Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 58 ayat 1 bahwasannya evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil

  15 belajar peserta didik secara berkesinambungan.

  Secara umum, penilaian di kelas yang disusun secara berencana dan sistematis oleh guru harus memiliki empat fungsi, yakni fungsi motivasi, belajar tuntas, efektivitas pengajaran, dan

  16 umpan balik.

  1) Fungsi motivasi: penilaian harus dirancang sedemikian rupa sehingga peserta didik terdorong untuk terus belajar dan merasa kegiatan tersebut menyenangkan dan menjadi kebutuhannya. 2) Fungsi belajar tuntas: jika suatu kemampuan belum dikuasai 14 peserta didik, penilaian harus terus dilakukan untuk 15 Lihat Standar Nasional Pendidikan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005.

  Peraturan pemerintah No. 19 Tahun 2005, standar nasional pendidikan, (bandung: fokus media, 2005), hlm. 125 16 Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran, Mengembangkan Standar Kompetensi Guru , (Bandung: PT. Rosda, 2006), hlm. 188. mengetahui apakah semua atau sebagian besar peserta didik telah menguasai kemampuan tersebut. 3) Fungsi indikator efektifitas pengajaran: penilaian yang baik harus dapat digunakan untuk melihat seberapa jauh proses belajar mengajar telah berhasil. 4) Fungsi umpan balik: hasil penilaian harus dianalisis oleh guru sebagai bahan umpan balik bagi peserta didik dan guru itu sendiri.

  Evaluasi dikatakan tepat jika memenuhi keempat fungsi di atas, tidak semata-mata hanya untuk mendapatkan nilai di lembar penilaian. Selebihnya, evaluasi yang standar harus dilakukan secara bulat dengan memperhatikan beberapa aspek yang dikembangkan dalam pembelajaran yakni ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ketiga ranah tersebut adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dalam pembelajaran.

  Pernyataan di atas merujuk pada Benjamin S. Bloom dan kawan-kawannya bahwa taksonomi (pengelompokan) tujuan pendidikan harus senantiasa mengacu pada tiga jenis domain yang melekat pada diri peserta didik, yaitu: (1) Ranah proses berpikir (cognitive domain), Ranah nilai atau sikap (affective domain), dan Ranah keterampilan (psychomotor domain). Dalam konteks evaluasi hasil belajar, maka ketiga domain itulah yang harus dijadikan sasaran dalam setiap kegiatan evaluasi hasil belajar, yaitu: (1) Apakah peserta didik sudah dapat memahami semua bahan atau materi pelajaran yang telah diberikan kepada mereka? (2) Apakah peserta didik sudah dapat menghayatinya? (3) Apakah materi pelajaran yang telah diberikan itu sudah dapat diamalkan secara

  17

  konkret dalam praktek atau dalam kehidupannya sehari-hari?

17 Anas Sudjiono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Pers, 1995), hlm.

  49

  Pembagian ketiga domain oleh S. Bloom dan kawan-kawan sangat patut diperhatikan oleh kalangan pendidik. Hal ini menjadi PR bersama dan dapat dilihat dari protes sebagian masyarakat yang menyatakan bahwa pendidikan kita saat ini hanya mengutamakan aspek kognitif saja. Jika demikian, maka yang terjadi adalah peserta didik hanya akan menjadi anak yang pandai dalam menyelesaikan soal-soal di sekolah, tapi tidak cerdas dalam menyelesaikan permasalahan kehidupan. Oleh karenanya ketiga domain atau ranah tadi harus diperhatikan oleh pendidik dalam evaluasinya.

  Untuk mengaplikasikan evaluasi yang standar sesuai kriteria- kriteria di atas, maka perlu dilakukan langkah-langkah dalam

  18

  evaluasi belajar, yaitu: 1) Menyusun rencana evaluasi belajar

  Tahapan dalam perencanaan adalah tahapan yang perlu dipersiapkan secara matang, karena jalannya evaluasi akan ditentukan oleh tahapan ini. Yang perlu direncanakan dalam tahap persiapan adalah: a) Merumuskan tujuan diadakannya evaluasi

  b) Menetapkan aspek-aspek yang akan dievaluasi; misalnya apakah aspek kognitif, aspek afektif ataukah aspek psikomotorik

  c) Memilih dan menentukan teknik dan pelaksanaan yang akan dipergunakan di dalam pelaksanaan evaluasi, misalnya apakah evaluasi itu akan dilaksanakan dengan teknik tes atau nontes, pelaksanaannya dengan observasi, wawancara atau menyebar angket?

  d) Menyusun alat-alat pengukur yang akan dipergunakan dalam pengukuran dan penilaian hasil belajar peserta 18 didik.

  Anas Sudjiono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, hlm. 59 e) Menentukan tolok ukur norma atau kriteria yang akan dijadikan pegangan atau patokan dalam memberikan interprestasi terhadap data hasil evaluasi.

  f) Menentukan frekuensi dari kegiatan evaluasi hasil belajar itu sendiri (kapan dan seberapa kali evaluasi belajar tersebut akan dilaksanakan). 2) Menghimpun data