S PAI 1000926 Chapter5

BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan
Dari hasil temuan dan pembahasan yang telah dilakukan, dapat
disimpulkan bahwa Tafsir Al-Mi bā

mengartikan akal sebagai potensi yang

menghalangi manusia melakukan keburukan yang dapat membawanya ke
dalam kedurhakaan. Akal pula yang dapat mengarahkan pemiliknya untuk
dapat menyingkap rahasia-rahasia atau hikmah-hikmah yang tersirat dalam
fenomena yang terjadi pada makhluk-Nya, yang pada akhirnya mengarahkan
manusia tersebut pada keyakinan dan ketaatan kepada Allah Swt. Sangat jelas
bahwa Tafsir Al-Mi bā

menguraikan kehendak Al-Qur`ān mengenai

aktivitas berakal atau berpikir (kognitif), atau berpikir empiris-sensual yang
berujung


pada

keyakinan

dan

ketaatan

kepada

Allah

Swt

serta

peningkatannya (afektif) atau empiris transendental. Bahkan dikatakan
bahwa seorang Nasrani yang dikenal pintar atau cerdas sekalipun dikatakan
tidak berakal karena kekafirannya itu. Oleh karena itu akal dalam Al-Qur`ān
yang ditafsirkan oleh Al-Mi bā mencakup daya pikir (kognitif), keimanan

juga ketaatan (afektif).
Akal merupakan potensi yang berhubungan, bahkan mempengaruhi
potensi-potensi lainnya. Akal dapat “mengaktifkan” kebermanfatan potensipotensi lainnya seperti pendengaran dan penglihatan. Karena potensi
pendengaran maupun penglihatan baru dapat dikatakan bermanfaat ketika
pemiliknya memahami, menghayati serta melakukan tindakan yang tepat
terhadap apa yang didengar ataupun dilihatnya.
Selain itu akal pula lah yang menjadikan manusia lebih mulia dari
pada binatang, sehingga jika seseorang tidak menggunakan akalnya dengan
baik, maka ia dinilai seperti atau bahkan lebih rendah daripada binatang.
Orang-orang yang enggan menggunakan akalnya sebagaimana pengertian di
atas, Allah janjikan azab atau kesukaran dalam hidupnya.
Qisthy Arifah, 2014
Konsep Akal Dalam Tafsir Al-Mi bā Dan Implikasinya Terhadap Pendidikan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

96

B. Rekomendasi
1. Pembaca
Peneliti merekomendasikan kepada pembaca, baik itu yang terjun

langsung di dunia pendidikan formal, maupun yang bertanggungjawab dalam
pendidikan nonformal, untuk mendidik tak hanya sekedar meningkatkan
aspek kognitif saja, tapi juga diintegrasikan dengan aspek afektif. Hal ini
karena pembinaan potensi akal tidak cukup memahami secara logika saja,
tetapi juga perlu ditindaklanjuti dengan perbaikan aspek afektif, berupa
keimanan dan akhlak.
2. Peneliti berikutnya
Penelitian ini belum dapat mengungkapkan konsep akal dalam AlQur`ān secara menyeluruh. Hal ini dikarenakan konsep akal yang dikandung
dalam Al-Qur`ān dinyatakan tidak hanya dengan redaksi ‘aqala-ya’qilu,
tetapi juga dengan redaksi-redaksi lainnya seperti tafakkara-yatafakkaru,
tadabbara-yatadabbaru,

dan

ul

al-bab.

Maka


dari

itu,

peneliti

merekomendasikan penelitian selanjutnya untuk membahas tentang akal
berdasarkan redaksi lainnya. Tentu akan jauh lebih baik ketika term-term
yang mengandung arti akal diintegrasikan dalam suatu penelitian, maka
penelitian tersebut akan lebih komprehensif.

Qisthy Arifah, 2014
Konsep Akal Dalam Tafsir Al-Mi bā Dan Implikasinya Terhadap Pendidikan
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu