Lokalitas Dalam Karya Sastra Sebagai Upaya Pembentukan Identitas.

LOKALITAS DALAM KARYA SASTRA
SEBAGAI UPAYA PEMBENTUKAN IDENTITAS
Muhamad Adj i
1. Pembuka
Pembicaraan

sast ra

yang

memuat t ema

l okal it as

t ampaknya

memil iki

kecenderungan yang t inggi bel akangan i ni. Dal am Lomba Cerpen yang diadakan
ol eh Cr eat ive Wr it ing Inst it ut e (CWI) bekerj a sama dengan Deput i Bidang
Pemberdayaan Pemuda, Kement erian Negara Pemuda dan Ol ahraga baru-baru

ini, asumsi it u t erbukt i. Hal it u t erl ihat dari karya-karya

yang dinobat kan

sebagai pemenang. Pemenang pert ama, berj udul La Runduma, mengangkat
persoal an

adat ist iadat dari t anah But on. Begit u pul a j uara kedua

berjudul

Or ang-or ang Pos 327 karya Muhammad Nasir Age (karya penul i s ini pernah
masuk nominasi pada t ahun 2004) dan Abu Nipah karya Herman R (j uara ket iga)
yang mengungkap persoal an yang menghi nggapi masyarakat sipil akibat konf l ik
berkepanj angan di Aceh.

Kecenderungan

i ni sepert i mengul angi hal yang sama pada penyel enggaraan


l omba cerpen t ahun sebel umnya – wakt u it u CWI masih bekerj a sama dengan
Depdiknas-, di mana sebagi an besar karya pemenang dimuat i ol eh t ema-t ema
l okal . Ambil cont oh karya Azzura Dayana (pemenang kedua) yang mengangkat
persoal an akul t urasi budaya etnis Cina dari pesisi r Pal embang, at au Farizal
Sikumbang (pemenang ket iga) yang j uga mengungkap persoal an konf l ik Aceh.

Menj adi semakin menarik ket ika pada Kongres Cerpen Indonesia yang diadakan
di Pekanbaru 36-30 November 2005 yang l al u, l okal it as pada cerpen Indonesia
j uga menj adi perbincangan ut ama.

Ada benang merah yang menyambungkan

kedua f enomena di at as. Ini sepert i menandakan t it ik bal ik bahwa sudah
saat nya sast rawan kembal i ke akar budaya l okal .

Ada beberapa pert anyaan yang muncul dari fenomena ini. Mengapa semangat
l okal it as t iba-t iba menj adi sesuat u yang hingar bingar? Adakah semangat
l okal it as t el ah mengej awant ah secara genui ne dal am proses kreat if pengarang
Indonesia? Dan seberapa bernilai kah t ema-t ema l okal ini dal am karya sast ra?
Tidakkah hal ini berpret ensi memasung pengarang dal am dunianya sendi ri?


2. Lokalitas dan Fanatisme
Persoal an ident it as memang menj adi persoal an pent i ng dal am dunia yang
semakin menggl obal ini. Di t engah percampuranbauran budaya yang semaki n
t umpang

t indih,

semangat

l okalit as

sepert inya

menyeruakkan

kembal i

kesadaran akan sebuah ident it as. Tent u menj adi sebuah pert anyaan, seberapa
pent ingkah sebenarnya ident it as it u di t engah dunia yang yang dipahami kaum

Posmodernis penuh dengan real it as semu ini? Akan semakin rumit j awabannya
kal au kit a t ambah l agi dengan pernyat aan Shakespeare, “ What is a name?’

Memang, pada akhi rnya semangat l okal it as t idak bisa dipisahkan dari ident it as
kul t ural .

Ruang-ruang

primordial

yang

t erbent uk

dari

kesadaran

akan


kebersat uan kit a dengan ruang l ingkup sosial budaya t empat kit a l ahir dan
dibesarkan. Keprimordi al an ini pada akhirnya membuat kit a menengok kembal i
pada t empat kit a berpi j ak dan persoal an-persoal an kesehari an kit a yang sel ama
ini agak t erabaikan. Semangat lokal it as membuat kit a sadar t empat kit a
berpij ak.

Bol eh j adi semangat yang dit ul arkan ol eh onomi daerah berpengaruh secara
psikol ogis t erhadap gencarnya

t ema-t ema

l okal

pada

cerpen

Indones
i a.


Kel el uasaan yang diberikan sist em pol it ik yang baru memberi kesempat an bagi
t erbukanya ruang-ruang t radisi l okal unt uk digal i dan diungkap l ebih int ens.
Pada era sebel umnya, l okal it as cenderung ‘ disari ng’ dengan mengat asnamakan
nasional i sme. Terl al u mengedepankan t ema-t ema l okal dianggap primordial
yang akan menaj amkan perbedaan. Sement ara perbedaan di anggap sebegai
benih-benih yang berpot ensi unt uk mencipt akan disi nt egrasi.

Tapi persoal annya, apakah penyeragaman merupakan suat u sol usi ? Konf l i kkonf l ik

di

daerah yang

bert ol ak

dari

kesimpul an it u. Pert ikaian masyarakat

perbedaan kul t ur

dari t radisi

menghancurkan

budaya yang berbeda

misal nya, j ust ru menandakan bahwa paradigma keseragaman yang dib angun
sel ama ini membuat kit a menj adi asing dengan perbedaan. Ket ika perbedaan
it u mewuj ud dal am real it as kesehari an, ki t a t idak siap unt uk menerimanya
sehingga mel ahi rkan kegamangan dal am bersikap.

Perspekt i f

yang sama,

ti ul ah

kuncinya ut amanya. Perspekt if

yang harus


seragam inil ah yang membuat kit a menj adi asi ng dengan yang perbedaan.
Sehingga, kit a ket i ka dihadapkan pada yang namanya perbedaan, kit a t erkej ut
dan kaget , hingga pada akhi rnya yang muncul adal ah si kap penol akan yang
berl ebihan. Karya sast ra yang mengangkat l okal it as, sebenarnya membuat kit a
bel aj ar mengenal ident it as kita, mengenal ident it as orang l ain, sehingga
meskipun perbedaan it u ada, kit a dapat memahaminya dengan bai k.

Semangat l okal it as ini memang perl u diapresiasi, t et api sekal igus perl u pul a
digarisbawahi.

Digarisbawahi,

j ika

semangat

l okal it as ini

pada


akhirnya

berpot ensi pada pengkot akan diri di dal am sat u bangunan yang t erbebas dari
int eraksi dengan yang l ain. Fokus yang t erl al u besar pada t ema-t ema l okal ,
j angan sampai membuat kit a abai t erhadap persoal an-persoal an l ain di l uar di ri
kit a. Jika kondi sinya begit u, t ak ubahnya j ika kit a ibarat kat ak di dal am
t empurung, sehi ngga dunia yang dipahami adal ah dunia t empurung yang
didiami. Kal au kit a pada akhirnya t erpaku pada kont eks it u saj a, mungki n
kekhawat iran t ersebut bisa dit erima dengan akal sehat .

Tapi

penggal ian t ema-t ema l okal

ini

perl u diapresiasi

dengan baik j ika


semangat i ni menumbuhkan semangat yang l ain. Tesisnya sement ara ini mest i
dibal ik, kesadaran kit a akan ident itas l okal semest inya akan menumbuhkan
penghargaan t erhadap ident it as yang l ain. Dal am art i, kit a memahami bahwa

perbedaan it u akan sel al u ada. Just ru pengenal an kit a t erhadap perbedaan
it ul ah yang membuat kit a menj adi l ebih arif t erhadap nil ai-nil ai di l uar budaya
kit a.

3. Perbenturan Lokal-Global
Dal am sebuah essai nya, Sapardi Dj oko Damono pernah menyat akan bahwa
gl obal isasi adal ah keadaan (at au sebuah kesadaran?) bahwa kit a hidup di suat u
gl obe ‘ dunia’ yang t idak l agi bisa dipi sahkan ol eh pagar apa pun. Konsep it u
menyat akan bahwa dal am semua bidang kegiat an manusi a sekarang i ni j arak
bol eh dikat akan t el ah t erhapus, suat u kenyat aan yang j el as diakibat kan ol eh
perkembangan t eknol ogi yang t idak t erbayangkan ol eh sebagian besar kit a.

Jika t idak ada l agi pagar apa pun yang membat asi diri kit a, l al u di manakah
sebenarnya ranah hidup kit a? Dari sinil ah keberakaran menj adi sesuat u yang
pent ing. Meskipun dunia di sadari sebagai dunia yang sat u, t idak t erbant ahkan

bahwa masing-masing masyarakat

memil i ki

kehidupan. Namun sej auh mana hal

keunikan dal am

it u disa
d ari,

set i ap

aspek

it u yang masih perl u

dipert anyakan. Karena bagaimanapun, kesadaran it ul ah yang akan membent uk
ident it as. Tanpa kesadaran t ersebut , maka ident it as kit a adal ah ident it as
massal , dal am hal ini adal ah ident it as gl obal yang mengusung ‘ keuniversal an’ .

Kesadaran akan ident it as kul t ural bukan berart i penol akan t erhadap gl obal isasi,
t api l ebih pada pengakuan t erhadap kekhasan yang kit a mil iki sebagai upaya
bert ahan t erhadap kecenderungan unt uk menj adi ‘ sat u’ ident it as dengan
kebudayaan l ai n.

Sebenarnya kesadaran akan ident it as kul t ural ini bukanl ah

sesuat u hal yang baru. Pada karya-karya sast ra pascakol onial , ident it as kul t ural
masyarakat negara-negara bekas j aj ahan – t erut ama dal am perbent uran dengan
ident it as kul t ural negara-negara

imperial is - menj adi t ema yang sering

diangkat . Ini dal am hubungannya dengan “kebert ahanan” mereka t erhadap
pengaruh budaya di l uar ident it as kul t ural mereka.

Pada akhi rnya, kit a bisa mel ihat bahwa t ema-t ema l okal ini berangkat dari
kepedul ian akan ident it as. Di t engah serbuan budaya gl obal , t umbuhnya
kesadaran l okal it as memuncul kan ‘ daya t awar’ yang l ebi h t erhadap budaya
l ain. Dunia gl obal membuat bat as-bat as t radisi menj adi absurd, membuat kit a
t idak sadar, anak kandung t radisi mana kit a? Pikiran kit a t erl al u sering
mencecap yang l ain sehi ngga t idak l agi menj adi soal apakah yang kit a cecap.
Juga t idak l agi menj adi soal si apakah diri ki t a. Pengenal an t erhadap ident it as
kul t ural , membuat kit a memahami t erhadap posisi kit a, sert a menj adi l ebi h
arif t erhadap posi si yang l ain. Dengan

adanya pemahaman t erhadap t radisi

l okal , kit a dapat memahami posisi kit a pada saat berhadapan dengan ident it as
yang l ain, t idak menj adi sosok yang ambigu, t erapung, dan t erombang-ambing
ol eh konst ruksi-konst ruksi ident it as di l uar di ri kit a.

4. Penutup
Lokal it as dal am cerpen membuat khasanah dunia menj adi l ebih beragam. Duni a
akhirnya dipahami t idak hanya berupa duni a yang ‘ sat u’ dan universal , t api
dunia yang t erdiri dari beragam budaya. Dunia yang membuat kit a memahami
bahwa begit u banyak t he ot her s –meminj am ist il ah Edward W. Said - di l uar
kit a.

Mudah-mudahan

dengan menguat nya

kembal i

t radisi

cerp en

yang

mengangkat l okal it as, kit a j adi l ebih memahami t radisi kul t ural kit a. Juga
t radisi di l uar kit a.