Jenderal Hoegeng Iman Santoso Kepala Kepolisian Republik Indonesia 1968-1971.

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

ABSTRAK
JENDERAL HOEGENG IMAN SANTOSO
KEPALA KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA
1968-1971
Oleh:
Bonaventura
Universitas Sanata Dharma
2014
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis tiga
permasalahan pokok, yaitu: (1) latar belakang karier kepolisian Jenderal Hoegeng
Iman Santoso; (2) Prestasi karier Jenderal Hoegeng Iman Santoso selama
menjabat sebagai Kapolri; (3) Akhir karier kepolisian Jenderal Hoegeng Iman
Santoso.
Penelitian ini disusun berdasarkan metode penelitian historis faktual dengan

tahapan: pemilihan topik, pengumpulan sumber, verifikasi, interpretasi, dan
historiografi. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan multidimensional
yaitu psikologis dan politik dengan model penulisannya bersifat deskriptif
analisis.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) latar belakang keluarga yang
dimiliki oleh Hoegeng Iman Santoso memberikan andil bagi penumbuhan sikap
menghormati hukum bagi dirinya sehingga membentuk perilaku yang menjunjung
tinggi nilai kejujuran dan mengutamakan keadilan bagi setiap orang. (2)
Kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh Jenderal Hoegeng Iman Santoso
merupakan hasil gagasan orisinalnya terhadap permasalahan yang terkait dengan
kebutuhan dan keselamatan masyarakat Indonesia. (3) Profesionalitas kerja yang
ditunjukkan oleh Hoegeng Iman Santoso dengan prinsip kejujuran dan
memperjuangkan keadilan bagi semua orang demi membela yang benar, telah
membawa dirinya berada diakhir karier kepolisiannya.

viii

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN

TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

ABSTRACT
GENERAL HOEGENG IMAN SANTOSO
THE CHIEF REPUBLIC OF INDONESIA’S POLICE
1968-1971
By:
Bonaventura
Sanata Dharma University
2014
The aim of this research is to describe and analyze three main topics,
namely: (1) the background of General Hoegeng Iman Santoso’s carrier in police
forest; (2) the a chievement of General Hoegeng Iman Santoso during his job as
the chief of the Republic of Indonesia’s police; (3) the ending of General Hoegeng
Iman Santoso’s carrier.
This research used historical factual method. The stages of this method are
choosing the topic, collected the sources, verification, interpretation, and
histography. The approach used is multidimensional approach, namely,

psychological and political. The type of the writing was descriptive analysis.
The results of this research showed that (1) the family background of
General Hoegeng Iman Santoso made him become a respectful person who
upholds the values of honesty and prioritize justice for everyone. (2) The policies
done by General Hoegeng Iman Santoso were his original thoughts towards the
problem happened in a society. (3) His professionalism with the values of honesty
and justice for everyone to defend the right had brought him into great carrier in
police.

ix

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

JENDERAL HOEGENG IMAN SANTOSO
KEPALA KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA

1968-1971
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Sejarah

Oleh:
Bonaventura
NIM : 101314002

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2014

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN

TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

JENDERAL HOEGENG IMAN SANTOSO
KEPALA KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA
1968-1971
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Sejarah

Oleh:
Bonaventura
NIM : 101314002

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA
2014
i

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

ii

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI


iii

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

HALAMAN PERSEMBAHAN

Sebagai ungkapan kasih, skripsi ini saya persembahkan kepada:
x

Semua Pahlawan dan pejuang demokrasi Indonesia yang tersingkirkan,
terkhusus kepada (Alm) Jenderal Hoegeng Iman Santoso.

x

Kedua orang tua saya, Ayahanda Ignasius Aliong S.Pd dan Ibunda Edita

Afra S.Pd.

x

Kedua saudara saya, Meijolus Canter Borry S.Pd dan Yulius Jimmy
Fernandes S.Pd.

x

Kedua keponakan saya, Borneo Chelzo Constantino dan De Java franely
Barclay.

x

Sahabat-sahabat saya, Enda Engela Sari, Julianti, Antonia Maria Hersiwi,
dan Carolina Orin.

x

Kekasih saya, Budi Wijaya Kusuma dan orang-orang yang ingin melihat

saya sukses dikemudian hari.

iv

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

MOTTO

 Baik Menjadi Orang Penting, Tetapi Penting Menjadi Orang Baik.
(Hoegeng)

 Aku Tidak Bertanya Kapan Aku Mati, Tetapi Aku Selalu Bertanya
Berapa Banyak Yang Aku Perbuat Selama Aku Hidup (George
Washinton)


 Janganlah Berdoa Untuk Hidup Yang Mudah, Tetapi Berdoalah
Untuk Menjadi Manusia Yang Tangguh (John F. Kennedy)

 Jangan Khawatir Bila Anda Tidak Diakui, Tetapi Berusahalah Agar
Anda Layak Untuk Diakui (Abraham Lincoln)

v

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan
dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.


Yogyakarta, 16 Desember 2014
Penulis

Bonaventura

vi

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswi Universitas Sanata Dharma
Nama

: Bonaventura

Nomor Mahasiswa

: 101314002

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
JENDERAL HOEGENG IMAN SANTOSO
KEPALA KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA
1968-1971
Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada), dengan demikian saya
memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk
menyimpannya, mengalihkannya dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam
bentuk

pangkalan

data,

mendistribusikannya

secara

terbatas,

da n

mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis
tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya
selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini
yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal 16 Desember 2014

vii

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

ABSTRAK
JENDERAL HOEGENG IMAN SANTOSO
KEPALA KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA
1968-1971
Oleh:
Bonaventura
Universitas Sanata Dharma
2014
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis tiga
permasalahan pokok, yaitu: (1) latar belakang karier kepolisian Jenderal Hoegeng
Iman Santoso; (2) Prestasi karier Jenderal Hoegeng Iman Santoso selama
menjabat sebagai Kapolri; (3) Akhir karier kepolisian Jenderal Hoegeng Iman
Santoso.
Penelitian ini disusun berdasarkan metode penelitian historis faktual dengan
tahapan: pemilihan topik, pengumpulan sumber, verifikasi, interpretasi, dan
historiografi. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan multidimensional
yaitu psikologis dan politik dengan model penulisannya bersifat deskriptif
analisis.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) latar belakang keluarga yang
dimiliki oleh Hoegeng Iman Santoso memberikan andil bagi penumbuhan sikap
menghormati hukum bagi dirinya sehingga membentuk perilaku yang menjunjung
tinggi nilai kejujuran dan mengutamakan keadilan bagi setiap orang. (2)
Kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh Jenderal Hoegeng Iman Santoso
merupakan hasil gagasan orisinalnya terhadap permasalahan yang terkait dengan
kebutuhan dan keselamatan masyarakat Indonesia. (3) Profesionalitas kerja yang
ditunjukkan oleh Hoegeng Iman Santoso dengan prinsip kejujuran dan
memperjuangkan keadilan bagi semua orang demi membela yang benar, telah
membawa dirinya berada diakhir karier kepolisiannya.

viii

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

ABSTRACT
GENERAL HOEGENG IMAN SANTOSO
THE CHIEF REPUBLIC OF INDONESIA’S POLICE
1968-1971
By:
Bonaventura
Sanata Dharma University
2014
The aim of this research is to describe and analyze three main topics,
namely: (1) the background of General Hoegeng Iman Santoso’s carrier in police
forest; (2) the a chievement of General Hoegeng Iman Santoso during his job as
the chief of the Republic of Indonesia’s police; (3) the ending of General Hoegeng
Iman Santoso’s carrier.
This research used historical factual method. The stages of this method are
choosing the topic, collected the sources, verification, interpretation, and
histography. The approach used is multidimensional approach, namely,
psychological and political. The type of the writing was descriptive analysis.
The results of this research showed that (1) the family background of
General Hoegeng Iman Santoso made him become a respectful person who
upholds the values of honesty and prioritize justice for everyone. (2) The policies
done by General Hoegeng Iman Santoso were his original thoughts towards the
problem happened in a society. (3) His professionalism with the values of honesty
and justice for everyone to defend the right had brought him into great carrier in
police.

ix

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberi berkat dan rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul “Jenderal Hoegeng Iman Santoso Kepala Kepolisian Republik
Indonesia 1968-1971”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat
meraih gelar Sarjana Pendidikan di Universitas Sanata Dharma, Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Jurusan Ilmu Pendidikan Sosial, Program Studi
pendidikan Sejarah.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan
dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan
ucapan terima kasih kepada:
1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
2. Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Sanata Dharma yang
memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
3. Dr. Anton Haryono, M.Hum selaku dosen pembimbing yang telah sabar
membimbing, membantu, dan memberikan banyak pengarahan, saran serta
masukan selama penyusunan skripsi.
4. Drs. A. Kardiyar Wiharyanto, M.M selaku dosen Pembimbing Akademik
yang telah membimbing, membantu, dan memberikan banyak pengarahan
kepada penulis selama proses studi.

x

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

5. Seluruh dosen dan sekretariat program studi pendidikan sejarah yang telah
memberikan dukungan dan bantuan selama penulis menyelesaikan studi di
Universitas Sanata Dharma.
6. Kedua orang tua penulis, Ayahanda Ignasius Aliong, S.Pd dan Ibunda
Edita Afra, S.Pd yang telah banyak memberi dorongan spiritual dan
material sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di Universitas Sanata
Dharma.
7. Kedua kakak Penulis, Meijolus Canter Borry, S.Pd dan Yulius Jimmy
Fernandes, S.Pd yang telah memberikan dukungan selama menyelesaikan
skripsi.
8. Teman-teman seperjuangan di Pendidikan Sejarah angkatan 2010 yang
telah memberikan dukungan, bantuan, serta inspirasi dalam menyelesaikan
skripsi.
9. Pacar saya, Budi Wijaya Kusuma yang telah memberikan dukungan dan
inspirasi dalam penyusunan dan menyelesaikan skripsi ini.
10. Teman-teman HMPS yang telah memberikan dukungan dan semangat
dalam menyelesaikan skripsi.
11. Teman-teman kos Gang Surya no 7b, Jojo, Wanti, Anis, Tuta, Yayang,
septa, Icung, dan Mba dewi yang telah memberikan dukungan dan
semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.
12. Serta semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu yang turut
membantu penulis untuk menyelesaikan skripsi.

xi

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Semoga skripsi
ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca.

Yogyakarta, 16 Desember 2014
Penulis

Bonaventura

xii

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..........................................................................................
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING..................................................
HALAMAN PENGESAHAN...........................................................................
HALAMAN PERSEMBAHAN........................................................................
HALAMAN MOTTO.........................................................................................
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS..........................................................
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA..........................................
ABSTRAK...........................................................................................................
ABSTRACT.........................................................................................................
KATA PENGANTAR........................................................................................
DAFTAR ISI.......................................................................................................
DAFTAR GAMBAR..........................................................................................
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................
A. Latar Belakang..........................................................................................
B. Rumusan Masalah.....................................................................................
C. Tujuan Penulisan......................................................................................
D. Manfaat Penulisan....................................................................................
E. Tinjauan Kepustakaan..............................................................................
F. Landasan Teori.........................................................................................
G. Metodologi Penelitian Dan Pendekatan....................................................
H. Sistematika Penulisan...............................................................................
BAB II LATAR BELAKANG KARIER KEPOLISIAN JENDERAL
HOEGENG IMAN SANTOSO.........................................................
A. Masa Kecil Hoegeng Iman Santoso..........................................................
B. Hoegeng Iman Santoso Merintis Jalan Sebagai Polisi.............................
C. Karier Kepolisian Hoegeng Iman Santoso...............................................
BAB III PRESTASI KARIER KEPOLISIAN JENDERAL HOEGENG
IMAN SANTOSO............................................................................
A. Keteladanan Jenderal Hoegeng Iman Santoso..........................................
B. Prestasi Karier Kepolisian Jenderal Hoegeng Iman Santoso....................
1. Perubahan Nama Istilah Kepolisian....................................................
2. Buku Harian Terbuka Polri.................................................................
3. Hoegeng Membangun Civilian Police................................................
4. Penggunaan Helm Terhadap Pengendara Sepeda Motor...................
C. Jenderal Hoegeng Dalam Menangani Kasus Besar..................................
1. Kasus Sum Kuning Korban Penculikan Dan Pemerkosaan...............
xiii

i
ii
iii
vi
v
vi
vii
viii
ix
x
xiii
xv
1
1
6
7
7
8
11
21
24
26
26
30
35
46
46
51
54
54
55
56
58
59

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

a. Kronologi Kasus Sum Kuning......................................................
b. Kapolri Hoegeng Iman Santoso Bertindak...................................
2. Kasus Penyelundupan Mobil Mewah Oleh Robby Tjahjadi..............
a. Robby Tjahjadi Dan Penyelundupan Mobil Mewah....................
b. Hoegeng Dalam Menjerat Kasus Robby Tjahjadi........................
c. Robby Tjahjadi Diringkus Oleh Bakolak.....................................
BAB IV AKHIR KARIER KEPOLISIAN JENDERAL HOEGENG
IMAN SANTOSO...........................................................................
A. Hoegeng Iman Santoso Diberhentikan Sebagai Kapolri..........................
B. Kehidupan Hoegeng Iman Santoso Semasa Pensiun...............................
C. Hoegeng Iman Santoso Dan Petisi 50......................................................
BAB V
KESIMPULAN...............................................................................
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................
LAMPIRAN........................................................................................................

xiv

61
68
71
73
75
78
80
80
83
86
96
98
101

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Struktur Organisasi Polri............................................................ 20

xv

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Sebagai penegak hukum, polisi dituntut tegas, konsisten dalam tindakan,
dan etis dalam sikap. Berbeda dengan seorang guru atau pendidik, polisi
menghadapi masyarakat yang sangat luas. Kearifan seorang polisi harus lebih dari
sekedar kearifan seorang guru di sekolah. Kearifan seseorang berkolerasi erat
dengan kemampuannya mengendalikan emosi. Semakin tinggi kearifan seseorang,
semakin tinggi pula kemampuannya dalam mengendalikan emosi. Polisi yang
setiap hari dihadapkan dengan berbagai macam permasalahan yang terjadi di
tengah masyarakat, sangat perlu memiliki kestabilan emosi yang baik. Menjadi
polisi perlu sejumlah persyaratan dan kriteria. Kriteria polisi yang baik sekurangkurangnya ada tiga, antara lain memiliki kepribadian yang tegas, tidak emosional,
dan berpendidikan yang memadai. Jika ketiga kriteria tersebut tidak terpenuhi
dengan baik, maka polisi akan mudah terjebak pada hal-hal yag kurang simpatik.1
Keadaan masyarakat Indonesia yang amat kompleks menuntut kepolisian
yang profesional, kepolisian yang memiliki kemampuan menganalisis dan
mengatasi masalah-masalah ketertiban dan keamanan umum dalam masyarakat
yang sedang mengalami perubahan cepat. Keadaan masyarakat Indonesia masa
kini jauh berbeda dengan keadaan masyarakat Indonesia pada masa kolonial

1

Anton Tabah, Menatap dengan Mata Hati Polisi Indonesia, Jakarta, PT Gramedia Pustaka
Utama, 1991, hlm. 23.

1

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
2
Hindia Belanda. Kemampuan polisi, terlebih lagi kemampuan profesional para
pejabat atasannya, harus jauh lebih besar, lebih luas cakupannya dan lebih
mendalam pengetahuannya daripada anggota-anggota kepolisian dalam masa
jajahan Hindia Belanda.2
Polisi menjadi bagian yang tidak terpisahkan bagi masyarakat, disebabkan
oleh kebutuhan dasar masyarakat akan keamanan dan ketertiban. Masyarakat
tidak akan bisa membangun kehidupan yang baik, apabila di masyarakat tidak
dijumpai suatu tingkat keamanan tertentu.3 Polisi sangat dibutuhkan terutama saat
instabilitas, kriminalitas, dan kekerasan komunal merebak. Realita di lapangan
menunjukkan bahwa praktik-praktik kepolisian di Indonesia hingga saat ini,
cenderung mengisolasikan aparat kepolisian dari masyarakat yang dilayaninya,
yang tentunya berdampak pada kinerja kepolisian untuk melakukan pengendalian
kejahatan dengan lebih efisien. Oleh karena itu, penerapan Community Policing
sangat dibutuhkan untuk memberikan ruang bagi para aparat penegak hukum
tersebut untuk memperbaiki kembali hubungannya dengan masyarakat.
Kemitraan adalah salah satu wujud nyata komunikasi antara kedua belah
pihak, terlebih pihak kepolisian sebagai pihak yang paling berperan dalam
mewujudkan kemitraan, perlu menerapkan strategi komunikasi yang tepat.
Melalui media massa, kita sering menyaksikan berbagai tindakan polisi yang
sangat kurang terpuji. Berikut ini salah satu contoh kasus yang mengakibatkan
citra polisi menjadi buruk di kalangan masyarakat. Tindakan kekerasan yang
dilakukan oleh polisi, menceritakan mahasiswa Universitas Hassanudin yang
2
3

Harsja W. Bachtiar, Ilmu Kepolisian, Jakarta, PT Grasindo, 1994, hlm. 10.
Satjipto Rahardjo, Anton Tabah, 1993, Polisi Pelaku dan Pemikir, Jakarta, PT Gramedia
Pustaka Utama, hlm. 113.

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
3
melakukan demonstrasi dan berakhir rusuh. Dalam aksi ini, mereka menutup jalan
sehingga menyebabkan kemacetan lalu lintas dan merusak satu mobil polisi.
Tameng dan pentungan yang digunakan polisi berhasil membubarkan dan
mendorong mundur massa, namun aksi saling lempar hingga ricuh tidak dapat
terhindarkan dan satu mahasiswa Universitas Hassanudi berhasil tertangkap dan
dikeroyok aparat.4
Di tengah hubungan polisi dan masyarakat yang fluktuatif, ada baiknya
kita mengenang keteladanan Jenderal Hoegeng Iman Santoso yang memaknai jati
dirinya sebagai polisi dan perannya di tengah masyarakat. Keteladanan seperti ini
wajib dikembangkan oleh kepolisian terutama dalam menghadapi berbagai
tudingan terhadap kekurangan dan kelemahan polisi sekarang ini. Kisah
keteladanan Jenderal Hoegeng Iman Santoso tersebut bukan untuk kalangan polisi
saja, tetapi masyarakat umum pun dapat belajar dari kisah kehidupan Hoegeng.
Pada saat ini wabah korupsi, kolusi, dan nepotisme menggejala di tengah
masyarakat dari berbagai lapisan, dari atas sampai ke bawah, dan dari pusat
sampai ke daerah. Budaya korupsi itu dapat ditangkal dengan menerapkan nilainilai kejujuran, kerja keras, dan kesederhanaan seperti yang tercermin dalam
tingkah laku Jenderal Hoegeng Iman Santoso.
Sayangnya nilai-nilai luhur itu kian memudar pada berbagai komponen
bangsa. Di tengah terjadinya krisis kepercayaan kepada Polri dan birokrasi,
Hoegeng tampil sebagai seorang yang pantas dipercaya. Hoegeng memang
seorang polisi yang senantiasa hidup jujur, bersahaja, dan pantas diteladani.
4

Suginto, “Demonstrasi mahasiswa Universitas Hasannudin”, Kompas, Rabu, 19 Desember,
2008, hlm. 5

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
4
Mantan Presiden Abdurrahman Wahid pernah mengatakan hanya ada tiga polisi
jujur di Indonesia. Ketiganya adalah patung polisi, polisi tidur, dan Jenderal
Hoegeng Iman Santoso. Ini semacam sindiran bahwa sulit mencari polisi jujur di
negeri ini.5
Hoegeng Iman Santoso menempuh pendidikan di Hollandsch Inlandsche
School, kemudian melanjutkan ke Meer Uitgebreid Lager Onderwijs pada tahun
1934 dan menempuh sekolah setingkat SMA di AMS Westers Klasiek pada tahun
1937. Setelah itu, Hoegeng belajar ilmu hukum di Rechts Hoge School Batavia
pada tahun 1940. Sewaktu pendudukan Jepang, Hoegeng mengikuti latihan
kemiliteran nippon pada tahun 1942 dan Koto Keisatsu Ka I-Kai pada tahun
1943, dari situ lah Hoegeng memulai kariernya sebagai agen polisi. Hoegeng
pernah menjabat sebagai Kapolsek Jomblang Semarang pada tahun 1945. Menjadi
Kepala Dinas Pengawasan Keamanan Negara di Polda Jawa Timur pada tahun
1952 sampai dengan 1955.
Pada tahun 1955 sampai dengan 1959, Hoegeng ditugaskan menjadi
Kepala Direktorat Reskrim Kantor Polisi Sumatera Utara untuk menangani kasus
korupsi di Medan yang melibatkan petinggi-petinggi militer di Kodam.6 Hoegeng
juga pernah menjadi Kepala Jawatan Imigrasi pada tahun 1960 sampai dengan
tahun 1965. Atas reputasinya yang sangat mengesankan, Hoegeng diangkat
Presiden Soekarno menjabat sebagai Menteri Iuran Negara pada tahun 1966
sampai dengan tahun 1967 dalam kabinet yang disebut Kabinet Seratus Menteri.
5
6

Aris Santoso, Hoegeng Oase di Tengah Keringnya Penegakan Hukum di Indonesia,
Yogyakarta: PT Bentang Pustaka, 2014, hlm. 5.
Yusra, Abrar dan Ramadhan KH, Hoegeng Polisi Idaman dan Kenyataan, Jakarta: PT Sinar
harapan, 1993, hlm 209.

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
5
Hoegeng pernah menjabat sebagai Deputi Operasi Menteri Muda Panglima
Angkatan Kepolisian atau yang biasa disingkat Menpangak pada tahun 1967
sampai dengan tahun 1968. Pada tanggal 1 Mei 1968, pangkatnya naik menjadi
Komisaris Jenderal dan tidak lama setelah pengangkatannya tersebut, Hoegeng
dilantik oleh Presiden Soekarno menjadi Panglima Angkatan Kepolisian Republik
Indonesia atau jabatan Kepala Kepolisian Republik Indonesia.
Selama menjabat sebagai Kapolri, Hoegeng merupakan sosok yang tegas
dan bijaksana. Hoegeng tidak pernah merasa malu turun tangan mengambil alih
tugas teknis seorang agen polisi yang kebetulan sedang tidak ada atau tidak di
tempat. Dalam persepsinya tentang kehormatan, kewajiban, dan tanggung jawab
polisi, maka keinginannya yang pertama adalah memulai menegakkan citra ideal
seorang polisi dari diri sendiri. Beriringan dengan itu, ia menaikkan pula citra
seorang komandan polisi yang baik. Hoegeng mempunyai strategi dalam
kebijakkannya, salah satunya yaitu menjalin hubungan baik dengan pers dan
memberikan pemberitaan yang transparan terkait agenda di Polri, termasuk segala
macam aspirasi publik, baik berupa masukan, kritik atau pujian terhadap Polri.
Selama menjabat sebagai Kapolri, ada dua kasus besar yang menggemparkan
masyarakat. Pertama kasus Sum Kuning yaitu pemerkosaan terhadap seorang
penjual jamu dan yang kedua adalah kasus penyelundupan mobil-mobil mewah
bernilai miliaran rupiah yang dilakukan oleh Robby Tjahjadi. Hoegeng
diberhentikan dari jabatannya sebagai Kapolri pada tanggal 2 Oktober 1971 dan
digantikan oleh Komisaris Jenderal Polisi Drs. Mohamad Hasan. Pemberhentian
Hoegeng menjadi sebuah tanda tanya besar, dikarenakan masa jabatannya sebagai

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
6
Kapolri saat itu belum selesai. Berbagai spekulasi muncul berkaitan dengan
pemberhentiannya, antara lain dikarenakan kebijakannya selama menjabat sebagai
Kapolri dinilai sangat kontroversi.7
Di masa Orde Baru, Hoegeng Iman Santoso adalah tokoh militer Indonesia
yang merupakan salah satu anggota dalam penandatangan Petisi 50, sebuah
dokumen yang berisi tentang keprihatinan terhadap pemerintahan Presiden
Soeharto yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan semangat UUD 1945.8
Hoegeng dan anggota kelompok Petisi 50 lainnya kemudian dianggap sebagai
penyakit bagi pemerintah Presiden Soeharto. Dampaknya adalah mereka yang
menandatangani isi dokumen tersebut mengalami kematian perdata tanpa proses
pengadilan. Pencabutan hak-hak perdata yang dilakukan Presiden Soeharto untuk
melumpuhkan kelompok Petisi yang dinamai dissident (pembangkang). Selain
mematikan bisnis dengan cara menghentikan kredit perbankan, cara lain yang
dilakukan adalah mereka dicekal, tidak diperbolehkan pergi ke luar negeri dan
mencegah mereka tampil di depan publik atau media massa. Hoegeng pun
merasakan dampak dari keikutsertaannya dalam penandatanganan Petisi 50
tersebut.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang di atas, dapat ditarik beberapa
permasalahan sebagai berikut:
1.
7
8

Bagaimana latar belakang karier kepolisian Jenderal Hoegeng Iman Santoso?

Ibid, hlm. 368.
A. Makmur Makka, Koridor Menuju Demokrasi, Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama, 1994,
hlm. 92.

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
7
2.

Bagaimana prestasi karier Jenderal Hoegeng Iman Santoso selama menjabat
sebagai Kapolri?

3.

Bagaimana akhir karier kepolisian Jenderal Hoegeng Iman Santoso?

C. Tujuan Penulisan
Sesuai dengan masalah yang dikemukakan, maka tujuan yang hendak
dicapai dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:
1.

Mendeskripsikan latar belakang karier kepolisian Jenderal Hoegeng Iman
Santoso.

2.

Mengidentifikasi prestasi karier kepolisian Jenderal Hoegeng Iman Santoso
selama menjabat sebagai Kepala Kepolisian Republik Indonesia (1968-1971).

3.

Mengidentifikasi akhir karier kepolisian Jenderal Hoegeng Iman Santoso.

D. Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan ini adalah sebagai berikut:
1.

Bagi Universitas Sanata Dharma
Untuk melaksanakan salah satu Tridharma perguruan tinggi khususnya

bidang penelitian yaitu untuk ilmu pengetahuan sosial. Penulisan ini juga dapat
dimanfaatkan sebagai sumber refrensi bagi rekan-rekan mahasiswa. Selain itu
juga dapat dimanfaatkan untuk contoh dalam penulisan skripsi bagi mahasiswa
selanjutnya.

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
8
2.

Bagi Dunia Keguruan Dan Ilmu Pendidikan
Untuk menambah wawasan dan pengetahuan sejarah Indonesia pada era

Orde Baru, khususnya pada masa kepemimpinan Hoegeng Iman Santoso selama
menjabat sebagai Kepala Kepolisian Republik Indonesia tahun 1968-1971.
3.

Bagi Masyarakat Luas
Dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang keteladanan

Jenderal Hoegeng Iman Santoso selama menjabat sebagai Kapolri tahun 19681971. Masyarakat dapat mengetahui bagaimana keteladanan Hoegeng yang
menjadi panutan polisi di Indonesia.

E. Tinjauan Pustaka
Penelitian ini disusun dengan menggunakan sumber buku. Buku-buku
pokok yang menunjang dalam penulisan skripsi ini antara lain:
1.

Hoegeng, Polisi Idaman dan Kenyataan9.
Buku ini merupakan sebuah kumpulan cerita atau kisah pribadi Hoegeng

sejak ia kecil, remaja, dewasa, sampai masa senjanya. Di dalam buku ini,
Hoegeng menceritakan perjalanan hidupnya dengan bantuan Yusra dan Ramadhan
KH sebagai penulis buku. Hoegeng bercerita tentang pengalaman, karya dan
baktinya, secara apa adanya. Buku ini juga membahas tentang karier awal
kepolisian Hoegeng selama menempuh pendidikan di sekolah kepolisian
Sukabumi, hingga akhirnya ia mengikuti kursus kepolisian di masa pendudukan
Jepang. Hoegeng pun semakin mantap dengan pilihannya sebagai polisi dan
9

Abrar Yusra dan Ramadhan KH, 1993, Hoegeng Polisi Idaman Dan Kenyataan, Jakarta: PT
Sinar harapan.

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
9
karier kepolisiannya pun semakin memuncak. Hoegeng bercerita tentang jabatanjabatan yang pernah diemban hingga pada akhirnya ia menjabat sebagai Kapolri,
dan berbagai macam kasus yang menggemparkan pada masa kepemimpinannya
sebagai Kapolri. Kasus besar tersebut yaitu kasus Sum Kuning dan penyeludupan
mobil-mobil mewah yang dilakukan oleh Robby Tjahjadi.
2.

Hoegeng Oase di Tengah Keringnya Penegak Hukum di Indonesia10.
Buku karangan Aris Santoso berisi tentang sekilas perjalanan hidup

Hoegeng Iman Santoso dan dapat membantu menjawab permasalahan pertama,
kedua dan ketiga. Buku ini juga menceritakan tentang keteladanan Hoegeng
selama menjabat sebagai kepala Direktorat DPKN (Dinas Pengawasan Keamanan
Negara) hingga menjadi Kapolri. Selain itu, buku ini juga menceritakan karier
kepolisian Hoegeng di dalam bayang-bayang kekuasaan Presiden Soeharto dan
keikutsertaan Hoegeng dalam penandatanganan sebuah dokumen yang berisi
tentang ungkapan keprihatinan terhadap masa pemerintahan Presiden Soeharto
yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan semangat Undang-Undang
1945. Dokumen tersebut dikenal dengan Petisi 50.
3.

Hoegeng, Polisi dan Menteri Taladan11
Jika kedua buku sebelumnya berkisah tentang Hoegeng sebagai polisi,

maka buku ini lebih banyak bercerita tentang Hoegeng sebagai seorang pejabat
birokrasi. Buku karangan Suhartono ini dibuat sederhana yang didasarkan pada
cerita yang diungkapkan oleh seorang mantan asisten yang bernama Soedharto
10

11

Aris Santoso, 2014, Hoegeng Oase di Tengah Keringnya Penegakan Hukum di Indonesia,
Yogyakarta: PT Bentang Pustaka.
Suhartono, 2013, Hoegeng Polisi Dan Menteri Teladan, Jakarta: PT Kompas Media
Nusantara.

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
10
Martopoespito yang berkisah setelah 48 tahun kemudian. Buku ini membantu
menjawab

permasalahan

kedua

dan

ketiga.

Soedharto

Martopoespito

menceritakan secara kronologis yang berdasarkan perjalanan hidupnya sejak ia
menjadi sekretaris Hoegeng yang pada saat itu menjabat sebagai Menteri atau
Sekretaris Presidium Kabinet. Meskipun ditunjuk sebagai menteri, Hoegeng tetap
tidak merubah sikap dan prinsip hidupnya. Ia menjaga nama baik, citra, dan
integritasnya dan juga korpsnya sebagai Bhayangkara sejati.
4.

Pak Hoegeng, Polisi Profesional dan Bermartabat12.
Buku karangan Aris santoso dan Ery Sutrisno ini menceritakan perjalanan

hidup dan karier Hoegeng Iman Santoso, mulai dari masa kecil hingga ia menjadi
Kepala Kepolisian Republik Indonesia. Di dalam buku ini dideskripsikan,
Hoegeng merupakan sosok yang tidak hanya bersih untuk dirinya sendiri, tapi
juga berusaha melakukan perubahan di lingkungan tempat kerjanya agar menjadi
lingkungan yang betul-betul bersih serta kebijakan dan ketegasan Hoegeng dalam
menangani kasus-kasus yang terjadi pada masa kepemimpinannya. Buku ini juga
bercerita tentang karier Hoegeng di zaman transisi Orde Lama menuju Orde Baru
yang beriringan dengan setengah dekade pertama pemerintahan Soeharto. Sikap
dan perilaku Hoegeng di mata para sahabat juga menjadi bagian dalam
pembahasan, berisi kekaguman dan kebanggaan para sahabat terhadap perjalanan
karier Hoegeng selama menjadi polisi yang jujur, tegas, dan bijaksana.

12

Aris Santoso,Ery Sutrisno, 2004, Pak Hoegeng Polisi Profesional dan Bermartabat, Jakarta:
Adrianus Noe Center.

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
11
F. Landasan Teori
1.

Pengertian Kejujuran
Kejujuran merupakan bagian dari sifat positif manusia dan merupakan

bagian dari harga diri yang harus dijaga, karena memiliki nilai yang sangat
tinggi.13 Kata jujur adalah kata yang digunakan untuk menyatakan sikap
seseorang. Ketika seseorang berhadapan dengan suatu fenomena, maka seseorang
itu akan memperoleh gambaran tentang suatu fenomena tersebut. Jika seseorang
tersebut menceritakan informasi tentang gambaran yag ia dapatkan kepada orang
lain tanpa ada perubahan dan sesuai dengan realita, maka sikap yang seperti itulah
yang disebut dengan jujur. Fenomena yang terjadi boleh saja yang berupa suatu
peristiwa yang memiliki hubungan satu sama lain sesuai realita. Selain itu, jika
seseorang memberikan berita atau informasi sebelum terjadinya peristiwa atau
fenomena, misalkan seseorang tersebut mengatakan ia akan hadir dalam
pertemuan di sebuah acara bulan depan , jika memang ia hadir pada waktu dan
tempat yang telah di sampaikannya, maka seseorang itu bersikap jujur. Dengan
kata lain jujur juga berkaitan dengan janji. Di sini jujur berarti mencocokan atau
menyesuaikan ungkapan (informasi) yang disampaikan dengan realisasi
(fenomena).14
2.

Kepolisian Republik Indonesia
Kepolisian tumbuh dan berkembang bersamaan dengan tumbuh dan

berkembangnya peradaban manusia. Ketika kelompok manusia mulai merasakan
perlunya keamanan, ketentraman, dan mempertahankan kehidupannya, pada saat
13
14

http://kalimatmotivasiku.blogspot.com/2013/01/pengertian-dan-arti-sebuah-kejujuran.html
http://laras-dewantari.blogspot.com/2012/04/normal-0-false-false-false-in-x-none-x.html

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
12
itulah fungsi polisi tumbuh dan berkembang. Fungsi polisi semakin jelas
manakala ancaman sosial kemanusiaan semakin nyata.15 Kata polisi berasal dari
politeia, suatu judul buku yang ditulis oleh Plato seorang filsuf Yunani kuno.
Diceritakan bahwa negara kota itu satu komune yang hidup dalam keteraturan.
Berbeda dengan orang Barbar yang berlaku hukum rimba. Keteraturan di negara
kota seperti yang kuat harus melindungi, yang lemah harus dilindungi, hingga
semua boleh berpendapat, tetapi pendapat yang terbanyak menjadi kebijaksanaan
dan lain-lain, itu semua disepakati warga negara kota. Aturan-aturan itu yang
kemudian disebut hukum saat ini.
Dari kata politeia itu kemudian timbul kata politik yang dimaksudkan
sebagai tata cara mengatur sistem pemerintahan, kata polisi yang mengatur
penegakan peraturan, kata policy atau kebijakan dan sebagainya. Pengembangan
dari semua itulah yang melahirkan negara dengan atribut dan peraturannya pada
masa ini.16 Sampai kurun waktu ratusan tahun, penyelenggaraan negara itu masih
disebut politeia. Istilah yang sama dipakai di zaman Romawi kuno yang politeia
diartikan sebagai tata negara atau urusan kenegaraan bahkan keseluruhan sistem
pemerintahan negara. Lama kelamaan setelah fungsi kenegaraan dikenali berdiri
sendiri-sendiri, kata politeia itu tinggal diartikan sebagai fungsi polisi seperti yang
ada sekarang. Sampai saat ini polisi yang ada di Italia disebut politia, yang di
Perancis disebut la police, Inggris menyebutnya police, Belanda politie dan
Jerman polizei. Indonesia mengikuti tradisi Belanda menyebutnya dengan kata
polisi atau politie dieja dengan ejaan Indonesia. Di Malaysia mengikuti tradisi
15
16

Kunarto, Etika Kepolisian, Jakarta: PT Cipta Manunggal, 1997, hlm.42.
Ibid, hlm. 52.

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
13
Inggris dengan ejaan melayu; polis. Kata ini pada masa modern pun diartikan
secara bervariasi, walaupun hakekatnya serupa.17
Berdasarkan sejarahnya, polisi atau fungsi kepolisian di Indonesia sudah
terbentuk pada masa sebelum penjajahan. Di masa nusantara masih berbentuk
kerajaan-kerajaan, polisi memiliki sejarah yang sangat panjang. Pada waktu itu,
berbagai kerajaan di nusantara sudah mempunyai satuan khusus yang berperan
sebagai penjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.18 Perkembangan Polisi
Republik Indonesia tidak lepas dari sejarah perjuangan kemerdekaan Republik
Indonesia sejak Proklamasi. Pada masa kolonial Belanda, pembentukan pasukan
keamanan diawali oleh pembentukan pasukan-pasukan jaga yang diambil dari
orang-orang pribumi untuk menjaga aset dan kekayaan orang-orang Eropa di
Hindia Belanda. Pada tahun 1867 sejumlah warga Eropa di Semarang, merekrut
78 orang pribumi untuk menjaga keamanan mereka.19
Wewenang operasional kepolisian ada pada residen yang dibantu asisten
residen. Rechts Politie dipertanggungjawabkan pada Procureur Generaal (jaksa
agung). Pada masa Hindia Belanda terdapat bermacam-macam bentuk kepolisian,
seperti Veld Politie (Polisi Lapangan) , Stands Politie (Polisi Kota), Cultur Politie
(Polisi Pertanian), Bestuurs Politie (Polisi Pamong Praja), dan lain-lain. Sejalan
dengan administrasi negara waktu itu, pada kepolisian juga diterapkan perbedaan
jabatan bagi bangsa Belanda dan pribumi. Pada dasarnya pribumi tidak
diperkenankan menjabat Hood Agent (Bintara), Inspekteur van Politie, dan
17
18
19

Kunarto, Merenungi Kritik terhadap Polri, Jakarta: PT Cipta Manunggal, 1995, hlm.2.
Erma Yulihastin, Bekerja Sebaga Polisi, Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama, 2008, hlm. 5.
Marieke Bloembergen, Polisi Zaman Hindia Belanda, Jakarta: PT Kompas Media Nusantara,
2011, hlm. 27.

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
14
Commisaris van Politie. Pribumi selama menjadi agen polisi diciptakan jabatan
seperti Mantri Polisi, Asisten Wedana, dan Wedana Polisi. Kepolisian modern
Hindia Belanda yang dibentuk antara tahun 1897-1920 merupakan cikal bakal dari
terbentuknya Kepolisian Negara Republik Indonesia saat ini.20
Pada permulaan berdirinya Negara Republik Indonesia, status Kepolisian
Negara Republik Indonesia masih memiliki kesamaan dengan kepolisian zaman
Hindia Belanda. Pada masa pemerintahan kolonial, dinas polisi umum secara
admininistratif merupakan bagian dari Binnenlands Bestuur (Departement
Pemerintahan Dalam Negeri) yang bertugas menyelenggarakan urusan pegawai,
pendidikan, persenjataan, dan pelatihan kesatuan, tetapi tidak memiliki hak dalam
mencampuri pelaksanaan oprasional. Dalam hal ini secara administratif,
kepolisian negara Republik Indonesia berada di bawah kementerian dalam negeri
dan secara operasional, kewenangan kepolisian berada di bawah jaksa agung.
Selain itu kembalinya jawatan kejaksaan ke dalam lingkungan kementerian
kehakiman tidak menegaskan kedudukan jaksa agung yang masih memiliki peran
sama, yaitu sebagai Procureur General yang berwenang terhadap polisi preventif
maupun reprentif.21
Organisasi Kepolisian, merupakan organisasi yang umumnya memiliki
etika yang menunjukkan perlunya bertingkah laku sesuai dengan peraturanperaturan dan harapan yang memerlukan kedisiplinan dalam melaksanakan
tugasnya sesuai misi yang diembannya. Mempunyai aturan intern dalam rangka
meningkatkan kinerja, profesionalisme, budaya organisasi serta untuk menjamin
20
21

Ibid, hlm. 65.
Dr. G. Ambar Wulan, Polisi Dan Politik, Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2009, hlm. 85.

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
15
terpeliharanya tata tertib dan pelaksanaan tugas sesuai tujuan, peranan, fungsi,
wewenang dan tanggung jawab dimana mereka bertugas dan semua itu demi
untuk masyarakat. Etika adalah persoalan kehidupan manusia. Tidak bertingkah
laku semata-mata menurut naluri atau dorongan hati, tetapi bertujuan dan bercitacita dalam satu komunitas. Etika Kepolisian adalah serangkaian aturan dan
peraturan yang ditetapkan untuk membimbing petugas dalam menentukan, apakah
tingkah laku pribadi benar atau tidak.22 Etika Polri yang dimaksud telah
dituangkan dalam UU Nomor 2 tahun 2002 pasal 34 dan pasal 35. Pasal tersebut
mengamanatkan agar setiap anggota Polri dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya harus dapat mencerminkan kepribadian bhayangkara negara
seutuhnya. Mengabdikan dirinya sebagai alat negara sebagai penegak hukum,
yang tugas dan wewenangnya bersangkut paut dengan hak dan kewajiban warga
negara secara langsung. Diperlukan kesadaran dan kecakapan teknis yang tinggi,
oleh karena itu setiap anggota Polri harus menghayati dan menjiwai etika profesi
kepolisian dalam sikap dan perilakunya.23
Reorganisasi kepolisian melalui Penetapan Pemerintah No. 11/SD/1946
yang diberlakukannya sejak 1 juli 1946 menjadi suatu momentum perubahan
terhadap pembentukan kepolisian nasional. Sejak itu jawatan kepolisian negara
Republik Indonesia secara langsung berada di bawah perdana menteri yang
memudahkan untuk melaksanakan kewenangan tugas kepolisian di seluruh
wilayah Republik Indonesia. Revolusi yang melingkupi tugas polisi negara
Republik Indonesia dengan perubahan-perubahan wilayah kepolisian sebagai
22
23

Kunarto, Etika Kepolisian, Jakarta: Cipta manunggal, 1997, hlm. 91.
Wik Djatmika, Di bawah panji panji Tribrata, Jakarta: PTIK Press, 2007, hlm.17.

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
16
dampak kebijakan diplomasi yang dilakukan pihak pemerintah Republik
Indonesia dengan pihak Belanda, menyebabkan secara de facto polisi Republik
Indonesia memiliki keterbatasan kewenangan dalam melaksanakan tugasnya
sebagai penjamin keamanan dan ketertiban. Di samping itu, revolusi telah
membawa akibat terhadap perubahan kondisi dalam negeri, seperti munculnya
pergolakan-pergolakan politik oleh adanya pertentangan ideologi sehubung
dengan strategi revolusioner yang terjadi saat itu. Belanda melakukan seranganserangan militer dan menciptakan gangguan-gangguan keamanan secara sengaja,
berupa

tindakan

kriminalitas

maupun

kekacauan-kekacauan

dari

si si

perekonomian. Adapun strategi-strategi Belanda tersebut dimaksudkan untuk
memperlemah Pemerintahan Republik Indonesia dimata dunia luar.24
Tap MPRS No. II dan III tahun 1960 menyatakan bahwa ABRI terdiri atas
angkatan perang dan polisi negara. Berdasarkan Keppres No. 21/1960 sebutan
Menteri Muda Kepolisian ditiadakan dan selanjutnya disebut Menteri Kepolisian
Negara bersama angkatan perang lainnya dan dimasukkan dalam bidang
keamanan nasional. Tanggal 19 Juni 1961, DPR-GR mengesahkan UU Pokok
kepolisian No. 13/1961. Dalam UU ini dinyatakan bahwa kedudukan Polri
sebagai salah satu unsur ABRI yang sama sederajat dengan TNI AD, AL, dan AU.
Karena pengalaman yang pahit dari peristiwa G30S/PKI yang mencerminkan
tidak adanya integrasi antar unsur-unsur ABRI, maka untuk meningkatkan
integrasi ABRI, pada tahun 1967 dengan SK Presiden No. 132/1967 tanggal 24
Agustus 1967 ditetapkan pokok-pokok organisasi dan prosedur bidang pertahanan

24

Ibid, Hlm. 87.

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
17
dan keamanan yang menyatakan ABRI merupakan bagian dari organisasi
Departemen Hankam meliputi Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan
Udara yang masing-masing dipimpin oleh Panglima Angkatan dan bertanggung
jawab atas pelaksanaan tugas dan kewajibannya kepada Menteri Pertahanan dan
Keamanan.
Jenderal Soeharto sebagai Menteri Pertahanan dan Keamanan yang pertama.
Eksistensi kepolisian menurut undang-undang kepolisian, dilihat dari tugas dan
wewenang kepolisian yang dirumuskan secara tersebar dalam beberapa peraturan
perundang-undangan, baik yag mengatur secara khusus maupun secara umum,
kepolisian menjadi suatu lembaga yang memiliki fungsi vital, artinya fungsi
tersebut melekat dalam kehidupan manusia.25 Menurut Undang-undang No. 13
tahun 1961 tentang ketentuan-ketentuan pokok kepolisian Republik Indonesia
tercatat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1961 No. 245
merupakan undang-undang yang pertama kali mengatur secara terperinci tentang
tugas dan wewenang Kepolisian. Sebelumnya tugas dan wewenang kepolisian
banyak diatur secara khusus dalam bentuk Ordanantie yang tersebar, seperti
dalam HIR (Herziene Inlandsch Reglement), Keputusan Presiden atau keputusan
Perdana Menteri maupun keputusan Menteri.
Undang-undang No. 13 tahun 1961 menetapkan bahwa Kepolisian negara
memiliki tugas pokok atau tugas utama dan tugas tambahan. Tugas utama yakni
menjaga dan memelihara keamanan dalam negeri terhadap ancaman yang
datangnya dari dalam dengan melalui penegak hukum, sedangkan tugas tambahan
25

Dr. Sadjijono,SH,M.hum, Hukum Kepolisian Polri dan Good Governance, Jakarta: Laksbang
Mediatama, 2008, hlm 156.

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
18
sebagai bagian dari angkatan bersenjata yang sewaktu-waktu ikut berperang
bersama-sama dengan angkatan bersenjata yang lain (Angkatan Darat, Angkatan
Laut, Angkatan Udara). Berdasarkan pasal 2 Undang-undang No. 13 tahun 1961,
tugas-tugas utama atau tugas pokok kepolisian negara dapat diuraikan secara
terperinci sebagai berikut:
1.

Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;
a. Mencegah dan memberantas menjalarkan penyakit-penyakit masyarakat.
b. Memelihara keselamatan negara terhadap gangguan dari dalam.
c. Memelihara keselamatan orang, benda, dan masyarakat termasuk memberi
perlindungan dan pertolongan.
d. Mengusahakan ketaatan warga negara dan masyarakat terhadap peraturanperaturan negara.
2.

Dalam bidang menurut ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang
Hukum Acara Pidana dan lain-lain peraturan negara.

3.

Mengawasi

aliran-aliran

kepercayaan

yang

dapat

membahayakan

masyarakat dan negara.
4.

Melaksanakan tugas-tugas khusus lain yang diberikan kepadanya oleh
suatu peraturan negara. 26
Dari uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa tugas kepolisian pada

pokok atau utamanya bersangkut-paut dengan penegakan hukum, pemeliharaan
ketertiban dan keamanan umum, sehingga tugas-tugas yang dimaksud dapat
diuraikan meliputi tugas bidang penegakan hukum sebagai penyelidik dan
penyidik (yustisi),27 tugas sosial dan kemanusian, tugas pendidikan kesadaran
26
27

Ibid, hlm. 161.
Tugas Yustisi adalah melakukan segala usaha dan kegiatan untuk membantu tugas kehakiman
guna memberantas perbuatan-perbuatan yang dapat dipidana yang telah dilakukan, dengan cara

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
19
hukum, dan tugas menjalankan pemerintahan terbatas. Selain tugas khusus atau
tugas tambahan di atas masih ada pembebanan tugas tambahan yang diuraikan
dalam keputusan Menhankam atau pangab tanggal 1 agustus 1970 No. Kep. / A/
385/ VIII/ 1970 dalam pasal 3 terdiri dari:
1.

Ikut serta secara fisik di dalam pertahanan dan ikut serta di dalam
pengamanan usaha pertahanan guna mencaai potensi maksimal dari rakyat
dalam sistem pertahanan rakyat semesta, menurut etentuan-ketentuan
Menhankam atau Pangab.

2.

Menyiapkan komponen-komponen untuk kepentingan pertahanan apabila
diperlukan.28
Polri merupakan lembaga independen yang berkedudukan langsung di

bawah Presiden. Struktur polri dibentuk berdasarkan kebutuhan untuk
merealisasikan fungsi utama kepolisian. Fungsi utama kepolisian mencakup dua
hal mendasar, yakni fungsi menegakkan hukum dan fungsi menjaga atau
memulihkan keamanan dan ketertiban. Selain fungsi utama kepolisian, juga
dibutuhkan fungsi pendukung atau penunjang. Untuk itulah dibentuk bidangbidang yang dapat merealisasikan fungsi pendukung tersebut agar organisasi
kepolisian dapat berjalan dengan baik.
Struktur Polri adalah jenjang organisasi Polri yang tersusun dari tingkat
kewilayahan. Pelaksanaan tugas Polri terbagi menjadi tiga, yaitu petugas lapangan
(worker) yang pada umumnya diemban oleh pegawai Polri setingkat golongan II
(Bintara), penyelidik lapangan (supervisor) yang pada umumnya diemban oleh

28

menangkap, memeriksa, menahan, menggeledah, menyita, membuat berita acara pemeriksaan
pendahuluan dan melakukan pemberkasan selanjutnya menyerahkan kepada Jaksa Penuntut.
Ibid., Hlm. 162.

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
20
pegawai Polri setingkat golongan III (Perwira), manajer atau eksekutif yaitu para
pejabat yang berada di atasnya.
Organisasi Polri Tingkat Pusat disebut Markas Besar Kepolisian Negara
Republik Indonesia (Mabes Polri), sedangkan organisasi Polri Tingkat
Kewilayahan disebut Kepolisian Negara Republi