BUDAYA BELAJAR MATEMATIKA PADA SISWABERKESULITAN BELAJAR MATEMATIKA Budaya Belajar Matematika Pada Siswa Berkesulitan Belajar Matematika (Studi Etnografi di SMP Negeri 18 Surakarta).

BUDAYA BELAJAR MATEMATIKA PADA SISWA
BERKESULITAN BELAJAR MATEMATIKA
(Studi Etnografi di SMP Negeri 18 Surakarta)

Naskah Publikasi Ilmiah
Disusun Untuk Memenuhi Sebagai Prasyarat
Guna Mencapai Derajat Strata 1
Jurusan Pendidikan Matematika

Diajukan Oleh:
APRIYANTO NUGROHO
A 410 080 234

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2013

BUDAYA BELAJAR MATEMATIKA PADA SISWA BERKESULITAN
BELAJAR MATEMATIKA
Studi Etnografi Pada Siswa Kelas VIIG SMP Negeri 18 Surakarta

Tahun Ajaran 2012/2013

Oleh:
Apriyanto Nugroho
A410080234
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan budaya belajar
matematika pada siswa berkesulitan belajar matematika yang meliputi budaya
belajar siswa dalam pembelajaran matematika di dalam kelas bersama guru, dan
budaya belajar di luar kelas secara mandiri dan kelompok. Jenis penelitian
kualitatif dengan pendekatan etnografi. Informan adalah guru matematika, siswa
berkesulitan belajar matematika dan orang tua siswa. Teknik pengumpulan data
yang digunakan adalah angket, wawancara, observasi dan dokumentasi. Teknik
analisis data dilakukan secara interaktif. Keabsahan data digunakan teknik
trianggulasi. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut :
(1) Budaya belajar siswa berkesulitan belajar matematika dalam pembelajaran
matematika di kelas adalah sebagai berikut: siswa aktif, antusias dan rajin
mencatat. Interaksi siswa berkesulitan belajar matematika dalam pembelajaran di
kelas kurang berjalan dengan baik karena adanya rasa malu di depan temanteman sekelasnya. Guru selalu memotivasi siswa dan memberi kesempatan
kepada siswa untuk bertanya. Aspek yang dapat terpenuhi adalah aspek kognitif.

Guru menggunakan metode kontekstual, ceramah dan tanya jawab. (2) Budaya
belajar siswa berkesulitan belajar matematika di luar kelas secara mandiri
adalah sebagai berikut : siswa berkesulitan belajar matematika memanfaatkan
jam istirahat untuk membeli makanan dan bermain, intensitas belajar siswa
berkesulitan belajar matematika berkisar antara 30 – 120 menit dengan catatan
keesokan harinya ada pelajaran matematika. Selain itu juga mandiri dalam
mengerjakan tugas, melakukan pengulangan materi, berlatih mengerjakan soal
dan fokus dalam belajar. Keluarga pun ikut serta mendukung. (3) Budaya belajar
siswa berkesulitan belajar matematika di luar kelas secara berkelompok adalah
sebagai berikut : aktif, percaya diri dan tidak suka bergantung kepada yang lain.
Kata Kunci : Budaya Belajar, Kesulitan Belajar Matematika
Pendahuluan
Dalam tiga tahun terakhir, sebagian besar ketidaklulusan Ujian Nasional
tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) terjadi pada mata pelajaran

1

matematika. Hal ini ditunjukkan

dengan beberapa pemberitaan di media di


beberapa daerah dari tahun ke tahun. Di tahun 2009 sebanyak 5088 siswa SMP
dan sederajat di Sumatera Barat tidak lulus UN dalam mata pelajaran matematika
(ujiannasional.org,2009). Sedangkan di Yogyakarta sebanyak 10.800 siswa
SMP/MTS/SMPT dinyatakan tidak lulus UN. Sebagian besar siswa gagal dalam
mata pelajaran Matematika dan Bahasa Inggris. Angka ketidaklulusan ini
merupakan angka terbesar kedua di Pulau Jawa (detiknews,2010). Pada tahun
berikutnya sekretaris panitia UN Sulawesi Barat, Syamsir Syam yang dikutip oleh
phinisinews (2011) mengatakan,” Sebanyak 1.620 siswa SMP/MTS/SMPT dari
total peserta sebanyak 18.207 se-Sulawesi Barat, dinyatakan tidak lulus Ujian
Nasional Tahun ajaran 2010-2011. Ia mengemukakan, rata-rata siswa yang gagal
UN pada mata pelajaran Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dan pelajaran
Bahasa Inggris.”
Tarmizi (2008) memberikan keterangan bahwa budaya belajar peserta didik
mempunyai keterkaitan dengan prestasi belajar, sebab dalam budaya belajar
mengandung kebiasaan belajar dan cara-cara belajar yang dianut oleh peserta
didik. Jadi budaya belajar yang baik mengandung suatu ketetapan, keteraturan
menyelesaikan tugas, konsentrasi yang baik, memanfaatkan waktu belajar, disiplin
dalam belajar kegigihan/keuletan dalam belajar, dan konsisten dalam menerapkan
cara belajar efektif. Demikian pula sebaliknya, budaya belajar yang kurang baik

akan membentuk siswa menjadi pribadi yang malas, bertindak semau-maunya,
dan ketidakteraturan dalam berbagai bidang.
Rusyan ( 2007: 11) mengatakan bahwa budaya belajar memberikan
sumbangan yang sangat besar dalam menyongsong era millenium baru, sebab
kemampuan yang dikembangkan melalui budaya belajar kita adalah kemampuan
jasmaniah dan rohaniah. Adapun kemampuan jasmaniah dan rohaniah tersebut
pengembangannya meliputi segi pengetahuan, ketrampilan, kecakapan, nilai-nilai
prikehidupan, sikap, dedikasi dan disiplin.
Dadan Wahidin (2009 :2) memaparkan bahwa terdapat beberapa cara
pandang mengenai budaya belajar, yaitu : 1) budaya belajar dipandang sebagai
sebuah sistem pengetahuan menyiratkan. 2) budaya belajar berfungs sebagai “pola

2

bagi kehidupan manusia” yang menjadikan pola tersebut sebagai blueprint atau
pedoman hidup yang dianut secara bersama sebagai sebuah pedoman. 3) budaya
belajar digunakan juga untuk memahami dan menginterprestasikan lingkungan
dan pengalaman. 4) budaya belajar juga dipandang sebagai proses adaptasi
manusia dengan lingkungannya baik berupa fisik maupun lingkungan sosial.
Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional Pasal 32 disebutkan bahwa : “ Pendidikan khusus ( pendidikan luar
biasa ) merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan
dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental,
sosial.” Ketetapan dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tersebut bagi anak
penyandang kelainan sangat berarti karena memberi landasan yang kuat bahwa
anak berkelainan perlu memperoleh kesempatan yang sama sebagaimana yang
diberikan kepada anak normal lainnya dalam hal pendidikan dan pengajaran
(Efendi, 2008: 1).
Namun tidak jarang kita temukan siswa yang secara fisik tidak terdapat
kelainan hanya saja hasil belajar yang didapatkan masih belum sesuai dengan
usaha yang dilakukan. Hal itu merupakan salah satu dari indikasi bahwa siswa
tersebut mengalami kesulitan belajar ( Jeanne Ellis Ormrod, 2009 : 234 )
Hal ini membuat peneliti tertarik melaksanakan penelitian tentang budaya
belajar matematika siswa berkesulitan belajar matematika. Adapun tujuan
dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi, menggambarkan
dan mengkaji : (1) budaya belajar matematika siswa berkesulitan belajar
matematika saat di kelas,

(2) budaya belajar matematika siswa berkesulitan


belajar matematika saat di luar kelas.
Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah kualitatif. Adapun tempat pelaksanaan peneitian
yaitu di SMP Negeri 18 Surakarta yang beralamat di Jl. Tembus Kadipiro
Kecamatan Mojosongo Kotamadya Surakarta. Penelitian ini dilaksanakan melalui
tiga tahap yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap penyelesaian.
Peneliti membutuhkan waktu selama enam bulan untuk menyelesaikan penelitian
ini.

3

Adapun populasi penelitian ini adalah siswa berkesulitan belajar
matematika. Sedangkan sampel penelitian adalah siswa yang diidentifikasi oleh
peneliti sebagai siswa berkesulitan belajar matematika di kelas VIIG SMP Negeri
18 Surakarta. Sampel penelitian dalam penelitian ini berjumlah lima siswa.
Untuk mendapatkan hasil yang relevan penelitian menggunakan beberapa metode
pungumpulan data. Antara lain angket, wawancara, observasi, dan studi
dokumenter. Untuk lebih jelasnya akan penulis uraikan sebagai berikut:
1. Angket
Menurut


Sugiyono

(2008:

199)

kuesioner

merupakan

teknik

pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat
pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya.
Metode ini digunakan peneliti untuk mendapatkan pengakuan-pengakuan
tentang karakteristik dari keperibadian siswa dan cara belajar siswa yang
berkesulitan belajar matematika baik di kelas maupun di luar kelas. Selain itu
juga untuk mencari tahu bagaimana tindakan yang dilakukan oleh orang tua
dan guru agar siswanya mendapatkan hasil belajar yang maksimal. Data yang

diperoleh dari metode ini digunakan untu menegaskan data yang diambil
dengan metode wawancara, observasi dan dokumentasi.
Dalam pelaksanaanya metode angket dilakukan dengan memberikan
kuesioner yang berupa pertanyaan tertutup kepada siswa yang diidentifikasi
sebagai siswa bekesulitan belajar dan siswa berprestasi sebagai pembeda.
Selain itu juga diberikan kepada guru matematika dan orang tua siswa.
2. Wawancara
Menurut Sugiono (2008 : 157 ) wawancara digunakan sebagai
teknik pengumpulan data, apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan
untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti. Dan juga apabila peneliti
ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah
respondennya sedikit atau kecil.
Dalam penelitian ini metode wawancara digunakan peneliti untuk
mendapatkan keterangan tentang cara belajar siswa bekesulitan belajar
metematika dalam pembelajaran metematika di kelas maupun di luar kelas.

4

Sedangkan yang diwawancarai yaitu siswa


yang diidentifikasi berkesulian

belajar matematika, guru matematika dan orang tua siswa. Data yang diperoleh
dengan wawancara dijadikan sebagai gambaran awal mengenai budaya belajar
matematika sisiwa berkesulitan belajar. Wawancara dilakukan secara
terstruktur dengan menggunakan pedoman wawancara.
3. Observasi
Menurut Nana Syaodih (2007: 220), metode observasi adalah suatu
teknik atau cara mengumpulkan data dengan jalan mengadakan pengamatan
terhadap kegiatan yang sedang berlangsung. Dalam pelaksanaan observasi ini
dilakukan untuk memperoleh data yang berupa kejadian-kejadian yang ada
pada proses belajar siswa yang diidentifikasi bekesulitan belajar matematika.
Data yang diperoleh berfungsi sebagai bukti bahwa siswa yang diamati telah
teridentifikasi bekesulitan belajar matematika. Agar observasi bejalan dengan
lancer maka peneliti menyiapkan pedoman observasi sebagai alat dalam
melakukan observasi.
4. Studi dokumenter
Dengan Studi dokumenter peneliti mengambil data berupa daftar nilai
siswa. Kemudian data tersebut dijadikan sebagai dasar untuk mengidentifikasi
siswa yang berkesulitan belajar metematika selain itu juga digunakan untuk

mengetahui suasana yang ada sekitar siswa baik suasana pembelajaran maupun
kondisi fisik dari sarana dan prasarana yang ada di lingkungan belajar siswa.
Dengan dokumentasi itu peneliti dapat mengetahui penyebab dari kesulitan
belajar matematika siswa.
Hasil dan Pembahasan
Budaya belajar merupakan suatu kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh
sebuah komunitas tertentu dalam hal ini adalah siswa dan guru. Kebiasaankebiasaan tersebut meliputi kebiasaan guru dalam pelaksanaan pembelajaran,
kebiasaan siswa dalam pembelajaran baik secara mandiri, kelompok, maupun di
dalam kelas bersama guru.
Pernyataan tersebut sesuai dengan teori yang disampaikan oleh Saekhan
(2008) bahwa inti pendidikan adalah pembelajaran. Dengan

demikian

5

pembelajaran juga merupakan sebuah sistem terbuka yang dipengaruhi oleh
sesuatu yang ada di luar pembelajaran, seperti ideologi guru, kompetensi guru,
kualifikasi personal siswa, kelengkapan sarana, kebijakan politik dan teknologi
informasi.

Berdasarkan asumsi inilah, maka sistem dalam pembelajaran perlu didesain
secara utuh dan komprehensif agar proses pembelajaran benar-benar sesuai
idealisme yaitu mampu memberdayakan potensi siswa sehingga menjadi manusia
yang utuh baik dalam aspek kognitif (kualitas intelektual), affektif (kualitas
kepribadian), kualitas psikomotorik (keterampilan otot/ mekanik).
Adapun subyek dalam pembelajaran yang ada di sekolah adalah siswa
sehingga tugas utama siswa adalah belajar. Djamarah (2008 : 15) memberikan
definisi tentang belajar yaitu kegiatan yang kita lakukan untuk memperoleh
sejumlah ilmu pengetahuan. Dalam belajar, kita tidak dapat melepaskan diri dari
beberapa hal yang dapat mengantarkan kita berhasil dalam belajar. Banyak orang
belajar dengan susah payah, tetapi tidak mendapat hasil apa-apa. Hanya kegagalan
dan kegagalan yang ditemui. Penyebabnya tidak lain karena belajar tidak teratur,
tidak disiplin, kurang bersemangat, tidak tahu cara berkonsentrasi dalam belajar,
mengabaikan masalah waktu untuk belajar, dan kurangnya istirahat.
Berdasarkan hasil penelitian di SMP Negeri 18 Surakarta bahwa
pembelajaran masih terpusat kepada guru. Pengoptimalan keaktifan siswa hanya
sebatas mengerjakan soal, menunjukkan hasil pekerjaannya di depan temanteman, dan menanyakan apa yang masih kurang jelas kepada guru matematika.
Bahkan sering kali mereka tidak berani mengajukan pertanyaan kepada guru
matematika setelah diberikan tawaran untuk bertanya. Namun mereka mengambil
kesempatan untuk bertanya ketika guru sedang berkeliling kelas untuk memeriksa
pekerjaan mereka dari bangku ke bangku. Hal ini disebabkan adanya perasaan
malu apabila nantinya akan menjadi pusat perhatian teman-teman sekelas.
Mereka juga sering kali membuat catatan saat pembelajaran berlangsung.
Mencatat penjelasan guru dalam pembelajaran merupakan salah satu strategi
belajar yang memerlukan keaktifan. Siswa akan membaca tulisan yang ada di
papan tulis, kemudian menyimpannya di dalam pikiran mereka, dan menuangkan

6

kembali dalam bentuk catatan. Selain itu catatan merupakan salah satu media
penyimpanan yang dijadikan alternatif karena keterbatasan ingatan yang dimiliki
oleh siswa.
Setiap orang memiliki cara sendiri untuk memahami apa yang telah
diterimanya. Termasuk juga para siswa yang memilki gaya belajar yang berbeda
satu dengan yang lain. Sebagian siswa lebih suka guru mereka mengajar dengan
cara menuliskan segalanya di papan tulis. Dengan begitu mereka bisa membaca
untuk kemudian mencoba memahaminya.
Akan tetapi, sebagian siswa lain lebih suka guru mereka mengajarkan
dengan cara menyampaikannya secara lisan dan mereka mendengarkan untuk bisa
memahaminya. Sementara itu, ada siswa yang lebih suka membentuk kelompok
kecil untuk mendiskusikan pertanyaan atau latihan soal yang menyangkut
pelajaran tersebut. (Hamzah B.Uno, 2006: 180)
Dalam belajar kelompok, siswa berkesulitan belajar matematika cenderung
tidak mempunyai masalah meskipun di sekeliling mereka adalah siswa yang
mempunyai kemampuan di atas mereka. Sehingga hal itu tidak menghalangi
mereka untuk tetap turut serta bertanggung jawwab dan bekerja sama dalam
mengemban tugas kelompok yang diberikan oleh guru.
Salah satu tujuan dari pembentukan kelompok dalam pembelajaran yaitu
agar siswa dapat mengembangkan potensi yang dimiliknya secara bersama-sama
dalam satu kelompok. Tanggung jawab yang mereka emban bersama akan
mengundang keaktifan dan kreatifitas yang ada pada mereka untuk ditunjukkan
kepada teman-temannya. Dengan demikian secara tidak langsung interaksi antara
siswa dengan siswa dapat berjalan dengan tanpa batasan.
Selaras dengan pendapat Djamarah (2008 : 85) bahwa pemberian tugas
kepada kelompok bertujuan untuk membuat siswa belajar secara aktif dan kreatif.
Namun hal ini dapat berjalan dengan baik apabila setiap anggota mempunyai
tanggung jawab yang besar dalam kelompoknya. Apabila terdapat anggota yang
tidak mempunyai tanggung jawab, dia akan membiarkan temannya untuk
mengerjakan tugas kelompok tersebut. Sedangkan dia hanya menganggur saja.
Dengan demikian tujuan dari belajar kelompok tidak dapat tercapai

7

Penutup
Berdasarkan uraian diatas, Rasa malu yang dimiliki siswa kepada temantemannya tidak dapat menghalangi siswa tersebut untuk menanyakan hal-hal yang
perlu untuk ditanyakan kepada guru. Selain itu sikap belajar yang mereka
tunjukan di dalam kelas merupakan sikap belajar yang dimiki oleh siswa yang
baik. Adapun pembuatan catatan sebagai media penyimpanan kedua setelah otak
mereka, adalah salah satu bentuk cara belajar yang mereka anggap sangat berguna
dalam membantu ingatan yang dimilikinya. Dengan demikian usaha yang mereka
lakukan dalam pembelajaran bersama dengan guru matematika merupakan usaha
yang cukup maksimal meskipun hasil belajar yang mereka dapatkan kurang sesuai
dengan usaha mereka.
Sikap aktif yang ditunjukkan oleh siswa dalam belajar kelompok adalah
sikap yang harus dimiliki oleh setiap anggota kelompok. Apabila salah satu
anggota tidak aktif maka dapat dikatakan bahwa tujuan dari pembentukan belajar
kelompok belum tercapai meskipun tugas yang diberikan dapat diselesaikan.
Adapun melakukan pembicaraan diluar pembelajaran yang dilakukan dalam
belajar kelompok, tidak akan menjadi masalah apabila setiap anggota kelompok
mempunyai kesadaran akan tanggung jawab yang diberikan kepada kelompok
tersebut.
Setiap siswa memiliki cara belajar yang berbeda. Hal itu sangat wajar
karena tidak semua siswa merasa nyaman dengan cara belajar yang diterapkan
oleh temannya. Selain itu kebiasaan belajar yang dilakukan oleh setiap siswa
adalah ciri khas yang dimiliki oleh mereka untuk memperoleh hasil belajar yang
maksimal.
Saran untuk Kepala Sekolah alangkah lebih baik apabila dapat
mengupayakan penambahan pengadaan fasilitas yang dapat dimanfaatkan untuk
menunjang proses kegiatan belajar mengajar. Dan hendaknya guru terus
mengembangkan metode-metode baru dalam pembelajaran, sehingga siswa tidak
merasa jenuh dalam belajar. Selain itu sebaiknya dalam pembelajaran di kelas,

8

guru hanya sebagai fasilitator. Sehingga siswa dituntut untuk belajar sendiri secara
aktif.
Siswa hendaknya memiliki motivasi, lebih fokus dan lebih aktif dalam
kegiatan pembelajaran baik di dalam kelas maupun di luar kelas, secara mandiri
maupun secara kelompok. Selain itu sikap saling bekerja sama dalam peningkatan
kualitas pembelajaran harus dijaga.

9

Daftar Pustaka
Djamarah, Syaiful Bachri. 2008. Rahasia Sukses Belajar. Jakarta : Rineka Cipta.
Efendi, Mohammad. 2008. Pengantar Psikopedagogik Anak Berlainan. Jakarta.
Bumi Aksara.
Ormrod, Jeanne Ellis. 2009. Psikologi Pendidikan Membantu Siswa Tumbuh dan
Berkembang. Jilid 1. Jakarta : Erlangga.
Rusyan. 2007. Kemampuan Dasar Guru dalam Proses Belajar Mengajar.
Bandung : Remaja Rosdakarya.
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2007. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung :
Remaja Rosdakarya.
Tarmizi.

2008.
Budaya
Belajar
siswa.
http://tarmizi.wordpress.com/2008/11/19/budaya-belajar-siswa. Diakses
pada tanggal 7 Maret 2012.

Uno, Hamzah B. 2006. Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta:
Bumi Aksara.
Wahidin. 2009. Konsep, Tranmisi dan Perubahan Budaya Belajar.
http://makalahkumakalahmu.wordpress.com/2009/03/29/konseptranmisidan-perubahan-budaya-belajar/. Diakses pada tanggal 5 Maret 2012.
http://www.detiknews.com.
http://www.phinishinews.com.
http://www.ujiannasional.com.

10

Dokumen yang terkait

BUDAYA BELAJAR MATEMATIKA PADA SISWABERKESULITAN BELAJAR MATEMATIKA Budaya Belajar Matematika Pada Siswa Berkesulitan Belajar Matematika (Studi Etnografi di SMP Negeri 18 Surakarta).

0 1 14

PENDAHULUAN Budaya Belajar Matematika Pada Siswa Berkesulitan Belajar Matematika (Studi Etnografi di SMP Negeri 18 Surakarta).

0 1 5

BUDAYA BELAJAR MATEMATIKA SEKOLAH ALTERNATIF (Studi Etnografi di SMP Alternatif Bumi Madania Salatiga).

0 1 10

BUDAYA BELAJAR MATEMATIKA SISWA PROGRAM AKSELERASI (Studi Etnografi di SMP Negeri 1 Boyolali).

0 5 11

BUDAYA BELAJAR MATEMATIKA PADA SISWA BUDAYA BELAJAR MATEMATIKA PADA SISWA SEKOLAH LUAR BIASA TUNARUNGU (SLB-B) (Studi Etnografi di Kelas VII SLB-B YPPLB Ngawi Tahun 2011.

0 0 12

EFEKTIVITAS PERMAINAN MATEMATIKA TERHADAP PRESTASIBELAJAR PADA SISWA BERKESULITAN BELAJAR MATEMATIKA EFEKTIVITAS PERMAINAN MATEMATIKA TERHADAP PRESTASI BELAJAR PADA SISWA BERKESULITAN BELAJAR MATEMATIKA KELAS III SEKOLAH DASAR.

0 1 14

BUDAYA BELAJAR MATEMATIKA SISWA HOMESCHOOLING (Studi Etnografi pada Homeschooling Budaya Belajar Metematika Siswa Homeschoolng (Studi Etnografi pada Homeschooling Kak Seto (HSKS) Solo).

0 0 13

SIKAP BELAJAR MATEMATIKA SISWA RSBI Sikap Belajar Matematika Siswa RSBI(Studi Kasus SMP Negeri 1 Surakarta).

0 1 13

BUDAYA BELAJAR MATEMATIKA SISWA RINTISAN SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL Budaya Belajar Matematika Siswa Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (Studi Etnografi Di SMPN2 Rintisan Sekolah Bertaraf Internasioanl Demak).

0 3 16

BUDAYA BELAJAR MATEMATIKA PADA SISWA SEKOLAH LUAR BIASA TUNANETRA (SLB-A) Budaya Belajar Matematika Pada Siswa Sekolah Luar Biasa Tunanetra (SLB-A) (Studi Etnografi Di SLB-A YKAB Surakarta).

0 4 14