PRODUKSI BIODIESEL DARI LUMPUR AKTIF BASAH DALAM KONDISI SUBKRITIS.

SEMINAR NASIONAL
L TEKNIK KIIMIA SOEBA
ARDJO BROTOHARDJO
ONO IX
Program Stu
udi Teknik Kimia UPN “V
Veteran” Jawaa Timur
Surabayya, 21 Juni 20012

PR
RODUKSI BIODIES
SEL DARI LUMPU
UR AKTIF
F BASAH DALAM
KONDIS
SI SUBKR
RITIS

1

Lien

L
Huong Hyunh1, Su
uryadi Ismaadji2 and Yi--Hsu Ju3
Dep
partment off Chemical Engineering
E
g, Cantho University,
U
3 Street, Cantho
3-2
C
Cityy,
V
Vietnam
2
C
Chemical
Enngineering Department,
D
W

Widya
Manddala Surabayya Catholic University
U
Kalijudan 37, Suurabaya 601114, Indonesiaa
a) 3
Departmennt of Chemical Engineerring, National Taiwan U
University off Science andd
Teechnology, 43,
4 Keelung Road, Sectioon 4, Taipei 10607, Taiw
wan
Em
mail : suryaddiismadji@yyahoo.com
Abstrak

Sebuah meto
ode baru dalam
m mengkonverrsi lumpur akttif basah menjaadi biodiesel diusulkan
d
dalaam
penelitiian ini. Air dig

gunakan sebaggai reagen hiddrolisis untuk meningkatkan ekstraksi lipid dalam lumppur
aktif daan sebagai kattalis untuk konnversi lipid muurni menjadi biodiesel
b
dalam
m kondisi subkkritis. Metode ini
i
mampu mencapai kon
nversi 90% darri FAME dalam
m waktu yang wajar tanpa m
memerlukan kaatalis asam/bassa.
Karenaa air digunakaan sebagai kattalis, proses penghilangan
p
air tidak lagi diperlukan. Oleh
O
karena ittu,
metode ini menguranggi biaya pengoolahan secara ssignifikan dala
am produksi bioodiesel dari lum
mpur aktif.
Kata
a Kunci : lumppur aktif, biodiiesel, transesteerifikasi in-situ,, air subkritis


AN
1. PENDAHULUA
Produksi kom
mersial biodieesel (BD) mennggunakan min
nyak sayur sebbagai bahan baku tidak hannya
k
bersaingg dengan solar tetapi juga meningkatkan
m
kkebutuhan masssal akan produuk
membuuat biaya BD kalah
pangan untuk dijadikkan bahan baakar sehingga penggunaan bahan baku nnon-pangan yang
y
murah dan
d
berlimppah sangatlah penting
p
untuk produksi
p
BD.

Penggunaan produk non-paangan, lemak kotoran
k
hewann atau limbah m
minyak gorengg, mikroalga dan
d
mikrobaa dapat membbantu menguraangi pemakaiaan minyak sayyur sebagai baahan baku sertta menghasilkkan
biodieseel dengan harga lebih muraah. Namun kellebihan area penanaman
p
ataau produksi microbial
m
oil juuga
dapat menggantikan
m
lahan yang dibutuhkan
d
unntuk tanaman non-pangan sehingga
s
tidakk merusak lahhan
tanamann pangan di maasa depan.
Saat ini, lum

mpur aktif (Acttivated Sludge, AS) dipertim
mbangkan sebaagai sumber prroduksi BD yanng
potensiaal. Pemanfaattan AS sebagaai bahan bakuu tidak hanyaa dapat menggurangi harga BD tetapi juuga
berkonttribusi dalam memecahkan
m
masalah
m
penangganan lumpur.
Dufreche dkkk. (2007) meeneliti produkssi BD dari AS
S dengan mettode methanolisis in situ attau
metode tidak langsun
ng yaitu mengeekstraksi lipid tterlebih dahuluu dilanjutkan rreaksi dengan metanol.
m
Metoode
methan
nolisis in situ pada
p
lumpur kering
k
menghaasilkan yield BD

B tertinggi (6,23%). Mond
dala dkk. (20009)
menelitti produksi BD
D dari AS. Yield BD maksimuum yang dihassilkan adalah 2,5%
2
pada suhu
u 75°C, 5% (v//v)
asam suulfat dan perbaandingan metan
nol terhadap massa
m
lumpur addalah 12:1.
Ide untuk mengkonversi
m
laangsung AS bbasah menjadi BD diusulkann oleh Revellaame dkk. (2001).
Namun
n, hasilnya mennunjukkan bahhwa biaya reaaksi in situ paada lumpur basah lebih tingggi dibandingkkan
mengguunakan lumpurr kering karenaa jumlah metannol dan katalis yang
y
dibutuhkkan lebih tinggii.
Meskipun tellah ada kemaju

uan dalam pennggunaan AS untuk
u
produksi BD, namun peerkembangannnya
masih jauh
j
kalah berrsaing dari sollar. Disampingg yield BD yaang dihasilkan sedang, ekstrrak lipid rendaah,
kandun
ngan air tinggi dalam lumpurr, serta kompoosisi komplekss dari lipid yanng diekstraksi juga merupakkan
faktor yang
y
mengham
mbat komersialiisasi produksi B
BD dari AS.

A.3-1

SEMINAR NASIONAL
L TEKNIK KIIMIA SOEBA
ARDJO BROTOHARDJO
ONO IX

Program Stu
udi Teknik Kimia UPN “V
Veteran” Jawaa Timur
Surabayya, 21 Juni 20012
Dengan mennggunakan preetreatment subbkritis air (Sub
bcritical Water, SCW), Huyynh dkk. (20110)
d netral yang ddiekstraksi darii AS sebanyakk hampir empaat kali lipat. Jika
berhasill meningkatkaan jumlah lipid
SCW mampu
m
mengk
katalisis reaksi in situ antaraa AS dan mettanol, masalahh dalam produksi BD dari AS
A
seperti kadar air yanng tinggi dalam
m lumpur, keebutuhan katallis asam/basa dan kadar lip
pid rendah dappat
ngi atau bahkann dihilangkan. Tujuan peneliitian ini adalah
h untuk meneliiti kemungkinaan menggunakkan
dikuran
SCW pada reaksi in situ antara AS dan

d metanol.
2. ME
ETODOLOGI PENELITIAN
N
2.1. Ba
ahan
AS diperoleh
h dari Uni-President Enterprises Corp. Ltd
d. (Taoyuan, Taaiwan). Standaar dari campurran
fatty accid methyl esteer (FAME) dipperoleh dari S
Supelco (Belleffonte, PA, USA
A). Semua pelarut dan reaggen
yang diigunakan adalaah HPLC atau analytical
a
gradde.
2.2. Reaksi
R
antara AS
A Basah den
ngan Metanol dibawah

d
Kondisi Subkritis
AS kering (1
( g) dilarutkaan dalam aquaades (5 ml) dan
d metanol (330 ml) dalam sebuah reaktoor.
Nitrogeen digunakan untuk
u
menjagaa campuran daalam kondisi caair. Gambar 1 adalah diagraam skematik daari
sistem reaksi.
r

 

6

P T
2

2

1

3
4
5

ar 1. Diagram
m skematik pen
nyusunan reakttor: (1) tabungg nitrogen, (2)) needle valve,, (3) reaktor, (4)
(
Gamba
pemanaas listrik, (5) peengaduk magnet, (6) rupture disc, (P) presssure gauge, (T)) termokopel
Setelah reaksi, uap dalam reaktor dikeluuarkan, dikumppulkan dan dikkondensasikan.. Cairan tersebbut
d kali dengann heksan dan semua
s
fase org
ganik pada lapiisan atas digabbungkan. Hekssan
kemudiian diekstrak dua
ditambaahkan ke residdu lumpur dann campuran diiaduk selama 15 menit. Cam
mpuran kemuddian difilter dan
d
dicuci dengan
d
heksan
n. Semua supeernatant digabuungkan dan dikeringkan
d
denngan penambaahan magnesiuum
sulfat untuk
u
menyerap
p air. Massa produk
p
ditimbaang setelah hek
ksan dipisahkaan. Konversi FA
AME ditentukkan
dengan analisis produuk menggunakaan gas kromatoografi suhu tingggi.
2.3. ANALISIS
A
GA
AS KROMATO
OGRAFI
Analisis lipidd netral yang tiidak bereaksi ddalam produk dilakukan
d
denggan gas kromattografi Shimaddzu
GC 17A
A (Kyoto, Jepang) yang dileengkapi dengaan injektor spliit-split dan flaame ionization detector (FID
D).
Pemisahhan dilakukan pada kolom nonpolar
n
DB-55HT (5% fenil-methylpolysilloxane) (15 m x 0,32 mm i.d.,
ketebalaan film 0,1 µm
m) (Agilent tecchnologies, Pallo Alto, Califoornia). Injektorr dan suhu deteektor diatur paada
suhu 3770oC. Suhu kollom di atur sebbesar 80oC, lallu ditingkatkann menjadi 365oC dengan lajuu 15oC/menit dan
d
ditahan
n selama 8 men
nit. N2 adalah gaas pembawa deengan kecepataan linier 30 cm
m/detik pada suuhu 80oC.

A.3-2

SEMINAR NASIONAL
L TEKNIK KIIMIA SOEBA
ARDJO BROTOHARDJO
ONO IX
Program Stu
udi Teknik Kimia UPN “V
Veteran” Jawaa Timur
Surabayya, 21 Juni 20012
2.4 Pen
nentuan Kand
dungan FAME
E
Analisis FAME dilakukann dengan mennggunakan gass kromatografi Shimadzu GC 2010 (Kyotto,
Jepang)) yang dilenggkapi dengan detektor FID
D dan kolom
m RTX-2330 10% cyanoprropylphenyl-900%
biscyan
nopropyl polyssiloxane (30mxx0.25 mm i.d.., Restek, Belllefonte, PA). Kondisi
K
operassi : injektor dan
d
detektor suhu diatur pada
p
suhu 250oC; suhu kolom
m diatur pada suuhu 150oC, ditahan selama 5 menit kemudiian
dinaikkkan menjadi 2445oC dengan laj
aju 5oC/menit, dditahan selamaa 10 menit. Injeeksi dilakukann dalam cara spplit
(rasio spplit 1:50) meng
ggunakan N2 sebagai gas pem
mbawa dengann kecepatan liniier 30 cm/detikk.
3. HAS
SIL DAN PEM
MBAHASAN
AS dipertimbbangkan sebaggai bahan bakuu potensial un
ntuk produksi BD
B karena meengandung kaddar
lipid yaang tinggi dan ketersediaannyya yang melim
mpah. Namun, biaya
b
tinggi paada proses prettreatment sepeerti
pengeriingan dan yieldd BD yang tidaak terlalu tingggi merupakan hambatan utam
ma pada pengggunaan AS untuuk
produkssi BD.
Pada sintesis ester in situ, lipid diekstrakksi dan di-transsesterifikasi secara bersamaan
n (Carrapiso annd
Garcia, 2000). Selain
n itu, pada prooses in situ, liipid mengalam
mi efek sampinng lebih sedik
kit dibandingkkan
prosedu
ur konvensionaal. Namun, disamping semuaa keuntungan tersebut, sintesis in situ haruss dilakukan paada
bahan dengan
d
kadar air rendah, ataau setelah air dihilangkan sampai batas teertentu (Carrap
piso dan Garcia,
2000).
Dufreche dkkk (2007) melaaporkan bahwaa transesterifik
kasi in situ padda AS menghaasilkan yield B
BD
tertingggi diantara sem
mua metode yanng diuji karenaa reagen dapatt menjangkau ssemua oil dalam
m lumpur bukkan
hanya pada
p
oil yang diekstrak, nam
mun penguranggan kadar air dalam
d
AS (98%
% berat) samppai batas tertenntu
(5% maassa) yang dipperlukan dalam
m proses in sittu dapat meningkatkan hargga BD sebesarr 55%. Besarnnya
jumlah energi yang dibutuhkan
d
untuuk pengeringann AS berpengaaruh pada peniingkatan biayaa pengolahan dan
d
B
Menurut Revellame dkk
d
(2011), uuntuk substratt dengan kadaar air tinggi seperti lumpuur,
harga BD.
meninggkatkan jumlah
h metanol munngkin lebih ekoonomis diband
ding menguranggi kadar air seerendah mungkkin
sehinggga konversi reaaksi yang tingggi dapat dicappai. Namun, peenulis gagal m
mencapai targett harga BD yanng
wajar karena
k
besarnyya jumlah metanol (30 ml/g lumpur kerin
ng) dan katalis (10% dari tootal volum) yanng
dibutuh
hkan.
Air pada konndisi atmosferiik memiliki effek buruk padaa esterifikasi dan
d air juga meerupakan produuk
reaksi. Namun,
N
dibaw
wah kondisi sub
bkritis, air munngkin bermanfaaat karena merrupakan kataliss asam-basa yanng
efisien yang menerim
ma disosiasi tin
nggi secara terrus menerus. SCW
S
digunakaan sebagai reaggen yang efisiien
untuk meningkatkan
m
kadar
k
lipid yanng terekstrak daari AS (Huynh
h dkk., 2010). L
Levine dkk. (2010) juga suksses
dalam penggunaan
p
SC
CW untuk mennghidrolisis lippid intraseluler,, sel gabungan, menjadi sebuuah padatan yanng
mudah disaring yang menyimpan liipid untuk prodduksi BD dari mikroalga bassah. Dalam stu
udi ini, air dalaam
AS bassah bekerja sebbagai katalis untuk
u
memunggkinkan konveersi langsung dari AS menj
njadi BD denggan
melaku
ukan reaksi di bawah
b
kondisi SCW dan metaanol (SCW-SC
CM).
Proses transeesterifikasi in situ dilakukann pada AS baasah (kadar airr 85% berat) dibawah
d
konddisi
SCW-S
SCM. Perbanddingan jumlah metanol terhaddap lumpur addalah 30 (ml/g) berdasarkan studi Revellam
me
dkk (20
011). Hasil yan
ng diperoleh kemudian
k
dibanndingkan denggan yield BD m
maksimum yanng diperoleh daari
proses transesterifikasi in situ konv
vensional berkkatalis asam paada AS kering. Yield BD yaang signifikan (g
FAME//g AS) dapat dicapai
d
dalam waktu reaksi yyang wajar deengan menggunnakan metode ini seperti yanng
ditunjukkkan pada Tabbel 1.
Table 1. Biodiesel yield dan komposisi
k
bioodiesel mentah
h yang diperroleh dari SC
CW-SCM in-siitu
transestterification lum
mpur aktif (855 wt. % H2O) pada 175oC, 3.5
3 MPa. Reakksi dilakukan pada suhu 55oC
dengan perbandingan methanol terhhadap lumpur oof 25 (mL/g) dan
d konsentrasi H2SO4 sebesaar 4% selama 24
jam
FAME yield 
Waaktu (jam) 

Komposisi biodiesel mentah 

(g FAME //g lumpur 
keriing) 

FFA 

FA
AME 

Lain‐lain



20.53 ±
± 0.95a 

43.71± 0.03

52.766 ± 0.23 

3.54 ± 0.25




44.56 ±
± 2.65 

15.52 ± 1.47

80.899 ± 3.10 

3.59 ± 0.16


24 

45.58 ±
± 3.52 

5.75 ± 0.59

89.433 ± 0.72 

4.82 ± 0.14


A.3-3

SEMINAR NASIONAL
L TEKNIK KIIMIA SOEBA
ARDJO BROTOHARDJO
ONO IX
Program Stu
udi Teknik Kimia UPN “V
Veteran” Jawaa Timur
Surabayya, 21 Juni 20012
Yield FAME
F
tertingg
gi (45,6% berat berdasarkann berat AS keering atau 7,6%
% berat berdasarkan berat AS
A
basah) diperoleh
d
setellah 24 jam. Unntuk waktu reakksi 8 jam atau lebih, kandunggan FAME dalaam produk dappat
mencappai lebih dari 80%. Meskipuun masih terdaapat sejumlah asam lemak bbebas (Free Fatty Acid, FFA
A)
setelah 8 jam reaksi, yield FAME yang
y
dicapai seetelah reaksi 8 jam (44,56% berat) tidak jaauh berbeda daari
yang diihasilkan pada 24 jam reaksii (45,58% beraat). Gambar 2 menunjukkan kromatogram GC dari produuk
hasil ko
onversi in situ SCW-SCM AS
A basah menjjadi BD serta kromatogram
k
AS
dari produk haasil konversi A
basah menjadi
m
BD deengan katalis H2SO4.
H
Perbeddaan yang paling signifikan antara hasil dari
d metode yanng
diusulk
kan dengan meetode konvensional berkataliss H2SO4 adalaah adanya FFA
A dalam produuk hasil reaksi in
situ SC
CW-SCM. Hal ini dikarenakkan metanolisiis dari lipid netral atau hidrrolisis ester teerjadi bersamaaan
begitu tercapainya SCW; namun penggunaan
p
m
metanol berlebbih mendukungg pembentukaan FAME. Haasil
ng kinetika trannsesterifikasi in
i situ pada AS.
A
penelitiian ini sesuai dengan study Mondala dkk (2009) tentan
Merekaa melaporkan bahwa reaksi sempurna diccapai setelah 24 jam; laju raksi menurunn dan mencappai
kesetim
mbangan pada waktu
w
reaksi leebih dari 8 jam.
uV(x10
00,000)

FAME 
C16:0 

7.5

1h
FFA
C18

FFA
C16:0 

5.0

 

FAME 
C18

2.5

FAME 
C14:0 

FFA
C14:0 

0.0
2.5
uV(x10
00,000)

5.0

7.5

10.0

12.5

15
5.0

min

8h

FAME 
C16:0 

7.5

5.0

2.5

FAME 
C14:0  FFA
C14:0 

FAME 
C18
FFA
C
C16:0 
FFA
C18

0.0
2.5
uV(x10
00,000)

5.0

7.5

7.5

10.0

12.5

15
5.0

min

24h

FAME 
C16:0 
FAME 
C18

5.0

2.5

FAME 
C14:0 

FFA
C16:0 

0.0
2.5

5.0

7.5

10.0

12.5

15.0

min

uV(x1,000,000)

FAME 
F
C
C16:0 

3.0

24h; H2SO4 catalyzed

2.5
2.0
1.5
1.0

FAME 
C14:0 

0.5

FAME 
C18

0.0
2.5

5.0

7.5

A.3-4

10.0

12.5

15.0

min

SEMINAR NASIONAL
L TEKNIK KIIMIA SOEBA
ARDJO BROTOHARDJO
ONO IX
Program Stu
udi Teknik Kimia UPN “V
Veteran” Jawaa Timur
Surabayya, 21 Juni 20012
uV(x100,000)

F
FAME 
C16:0 
C

7.5

1h
FFA
C18

FFA
C16:0 
C

5.0

 

FAME 
C18

2.5

FAME 
C14:0 

FFA
C14:0 

0.0
2.5
0,000)
uV(x100

5.0

7.5

10
0.0

12.5

15.0
0

min

8h

F
FAME 
C16:0 
C

7.5

5.0

2.5

FAME 
C14:0  FFA
C14:0 

FAME 
C18
F
FFA
C1
16:0 
FFA
C18

0.0
2.5
uV(x10
00,000)

5.0

7.5

7.5

10
0.0

12.5

15.0
0

min

24h

FAME 
C16:0 
FAME 
C18

5.0

2.5

FAME 
C14:0 

FFA
C16:0 
C

0.0
2.5

5.0

7.5

1
10.0

12.5

15
5.0

min

uV(x1,000,000)

FA
AME 
C1
16:0 

3.0

24h; H2SO4 catalyzed
c

2.5
2.0
1.5
1.0

FAME 
C14:0 

0.5

FAME 
C18

0.0
2.5

5.0

7.5

10.0

12.5

15
5.0

min

SCM dan in-situ transesterifiication dengan katalis asam dan
d lumpur aktiif
Figure 2. Kromatograam dari SCW-S
Yield BD yaang diperoleh pada penelitiaan ini (45,6% berat)
b
jauh lebbih tinggi dibaandingkan 3,933%
R
dkk
k. (2010). Hal ini
i
yang diilaporkan oleh Revellame dkkk. (2011) dan 44,79% yang dillaporkan oleh Revellame
mungkiin disebabkan oleh perbedaaan jenis lumpuur serta metodee yang digunakkan. AS yang digunakan paada
penelitiian ini diperooleh dari pabrrik pengolahann makanan dan limbah caair yang diyakkini mendukunng
pertumbbuhan dan akuumulasi lipid pada
p
mikroorgaanisme. Dalam
m penelitian inii, SCW bekerja sebagai kataalis
serta reagen hidrolisiss untuk meninggkatkan jumlahh lipid yang daapat diekstrak ddari AS. Dengaan menggunakkan
metode yang diusulkaan dalam penellitian ini, adanyya air dalam caampuran reaksii ternyata menjjadi keuntungaan.
Meskipun yield
y
BD yang diperoleh denngan reaksi in situ SCW-SC
CM tidak dapatt mencapai yieeld
mun (58,9% berrat) yang dapaat dicapai denggan reaksi berk
katalis H2SO4, metode yang diusulkan dalaam
maksim
penelitiian ini memiiliki keuntunggan dibandinggkan metode konvensional yaitu : (i) Lumpur bassah
(mengaandung 85% airr) dapat langsuung digunakan sehingga penggeringan tidak diperlukan, haal ini menguranngi
biaya produksi
p
BD secara
s
signifikkan. (ii) Tidak membutuhkann asam/basa sehingga
s
tahapp pemisahan dan
d
pencuciian dalam produksi BD secaara konvensionnal dapat dihillangkan. (iii) T
Tidak perlu kh
hawatir terhaddap
kegagallan BD memeenuhi spesifikaasi belerang kkarena kontam
minasi dari orgganic-sulfur pada penggunaaan
H2SO44. (iv) Proses inni ramah lingkuungan karena m
menghasilkan sedikit/tidak
s
adda limbah cair.
4. KES
SIMPULAN
Trannsesterifikasi inn situ SCW-SC
CM telah berhhasil digunakan
n pada konverssi langsung AS
S basah menjaadi
BD. SC
CW sangat flekksibel digunakaan untuk meninngkatkan yield
d ekstraksi lipid sekaligus meendukung prosses
transestterifikasi. Metoode ini mengh
hasilkan yield B
BD yang cukuup tinggi. Metoode ini sangat sederhana, dappat
bersaingg, bahan baku ramah lingkun
ngan dan sangaat menjanjikann untuk digunaakan pada bahaan baku berkaddar
air tingg
gi seperti mikrroalga.

A.3-5

SEMINAR NASIONAL
L TEKNIK KIIMIA SOEBA
ARDJO BROTOHARDJO
ONO IX
Program Stu
udi Teknik Kimia UPN “V
Veteran” Jawaa Timur
Surabayya, 21 Juni 20012
DAFTA
AR PUSTAKA
A
Carrapiiso, A. I.,Garcíía, C., 2000. Development
D
inn Lipid Analysis: SOme New
w Extraction Teechniques and in
situ Transestterification. Lippids. 35, 1167--1176.
Dufrech
he, S., Hernanndez, R., Frencch, T., Sparks,, D., Zappi, M.,Alley,
M
E., 20007. Extraction of lipids froom
municipal waastewater plannt microorganissms for producction of biodiessel. J. Am. Oil. Chem. Soc. 84,
8
181-187.
Huynh,, L.-H., Kasim
m, N. S.,Ju, Y.-H., 2010. Extrraction and anaalysis of neutrral lipids from activated sluddge
with and withhout sub-criticcal water pre-treatment. Bioreesource Technool. 101, 8891-88896.
Levine,, R. B., Pinnarrat, T.,Savage,, P. E., 2010. Biodiesel
B
Prod
duction from W
Wet Algal Bioomass through in
Situ Lipid Hy
ydrolysis and Supercritical
S
T
Transesterification. Energy Fuuels. 24 5235–5
5243.
Mondalla, A., Liang, K., Toghiani, H., Hernanddez, R.,French,, T., 2009. Biiodiesel produ
uction by in siitu
transesterificcation of municcipal primary aand secondary sludges. Bioresour Technol. 100, 1203-1210.
Revellaame, E., Hernaandez, R., Freench, W., Holm
mes, W.,Alley
y, E., 2010. Biiodiesel from activated sluddge
through in situ transesterification. J. Chem
m. Technol. Biotechnol. 85, 6614-620.
Revellaame, E., Hernaandez, R., Freench, W., Hollmes, W., Alley, E.,Callahaan ll, R., 2011
1. Production of
biodiesel from
m wet activateed sludge. J. Chhem. Technol. Biotechnol. 866, 61-68.

A.3-6