COOKIES BEBAS GLUTEN DAN BEBAS KASEIN (KAJIAN PROPORSI TEPUNG GARUT : TEPUNG KEDELAI : TEPUNG WORTEL).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.

Cookies
Cookies adalah makanan kering yang dibuat dari adonan lunak yang

mengandung bahan dasar terigu, pengembang, kadar lemak tinggi, renyah dan
bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur kurang padat. Cookies
merupakan produk pangan dengan ciri spesifik yang dipanggang dalam bentuk
potongan kecil, mempunyai tekstur atau konsistensi yang kering, renyah, awet,
nilai gizi yang cukup tinggi dan dapat langsung dikonsumsi. Pada dasarnya
proses pembuatan cookies dibagi menjadi 3 tahap yaitu pembuatan adonan,
pencetakan dan pemanggangan. Selama pencampuran terjadi penyerapan air
oleh protein terigu sehingga terbentuk gluten yang akan membentuk struktur
cookies dan mengalami pemantapan selama pemanggangan. Adanya proses
pengadukan menyebabkan shortening menjadi lunak karena adanya panas
selama proses pengadukan. Selain itu, pengadukan juga menyebabkan udara

yang terperangkap dalam jaringan tersebut terdesak oleh air yang menguap dan
menyebabkan pengembangan. Shortening dan kuning telur dalam adonan juga
dapat menurunkan terbentuknya gluten karena lemak menyelubungi tepung
sehingga menghambat kontak antara protein terigu dengan air. Adanya gula juga
dapat mengurangi terbentuknya gluten dengan adanya persaingan dengan
protein dalam memperoleh air (Matz, 1978).
Pada

tahap

awal

pemanggangan

terjadi

kenaikan

suhu


yang

menyebabkan melelehnya lemak sehingga konsistensi adonan menurun dan
adonan cookies mengalami penyebaran ditandai dengan perubahan diameter
dan ketebalan cookies. Ketika suhu mendekati titik didih air, protein dalam susu
dan putih telur terkoagulasi dan diikuti gelatinisasi pati sebagian karena
kandungan airnya yang rendah. Pada saat suhu didih air tercapai pembentukan
uap air meningkat diikuti kenaikan volum cookies. Pemantapan struktur cookies
diakhiri dengan gelatinisasi pati, koagulasi protein dan penurunan kadar air
(Indiyah, 1992).
Berdasarkan jenis adonan, cookies dibedakan menjadi dua yaitu adonan
lunak (soft dough) dan adonan keras (hard dough). Adonan lunak meliputi semua
jenis kue yang rasanya manis, sedangkan adonan keras meliputi kue yang agak

manis dan tidak manis (Whiteley, 1971). Cookies yang dihasilkan harus
memenuhi syarat mutu yang ditetapkan agar aman untuk dikonsumsi. Syarat
mutu cookies yang digunakan merupakan syarat mutu yang berlaku secara
umum di Indonesia berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 01-29731992), seperti tercantum pada tabel berikut ini:
Tabel 1. Syarat Mutu Cookies menurut SNI 01-2973-1992
Kriteria Uji

Klasifikasi
Kalori (Kalori/100 gram)
Minimum 400
Air (%)
Maksimum 5
Protein (%)
Minimum 9
Lemak (%)
Minimum 9.5
Karbohidrat (%)
Minimum 70
Abu (%)
Maksimum 1.5
Serat kasar (%)
Maksimum 0.5
Logam berbahaya
Negatif
Bau dan rasa
Normal dan tidak tengik
Warna

Normal
Sumber : Standar Nasional Indonesia (SNI 01-2973-1992)
Faktor penentu mutu cookies adalah kerenyahannya, oleh sebab itu
dalam pemakaian tepung yang ditekankan adalah sifat ekstensibilitas sehingga
adonan mudah dicetak. Bahan – bahan pembuatan cookies dibagi menjadi dua
menurut fungsinya yaitu bahan pembentuk struktur dan bahan pendukung
kerenyahan. Bahan pembentuk struktur meliputi tepung, susu skim dan putih
telur sedangkan pendukung kerenyahan meliputi gula, shortening, bahan
pengembang dan kuning telur (Matz, 1972).
Cookies terbuat dari bahan dasar tepung terigu atau tepung jenis lainnya.
Cookies mengandung banyak karbohidrat dan lemak sehingga perlu diperhatikan
kualitas mutu pada cookies. Mutu cookies ditentukan oleh dua kriteria, kriteria
bagian dalam dan kriteria bagian luar. Kriteria bagian dalam meliputi warna
daging, porositas, dan sifat tekstural sedangkan kriteria bagian luar meliputi
warna kulit, bentuk simetri, karakteristik kulit hingga volume cookies (Kramer dan
Twigg, 1973). Kadar air pada cookies dan kadar lemak juga menjadi faktor yang
penting terhadap mutu cookies dimana fungsi air dalam pembuatan cookies
sebagai pelarut dari beberapa bahan seperti gula, garam, dan susu (Winarno,
2002).


B. Garut (Maranta arundinaceae Linn.)
Tanaman garut (Maranta arundinaceae Linn.) secara taksonomi dapat
digolongkan ke dalam Kingdom Plantae, Divisio Magnoliophyta, Kelas Liliopsida,
Ordo Zingiberalis, Familia Marantaceae, Genus Maranta, dan Spesies Maranta
arundinaceae Linn. Secara umum masyarakat Jawa Barat (Sunda) menyebutnya
dengan patat sagu, irut, arut, garut, jelarut. Sedangkan di Amerika arrow-root.
Garut merupakan tanaman semak semusim yang memiliki tinggi 75-90 cm, umbi
atau rhizoma yang berwarna putih atau cokelat muda ini berukuran 20–45 cm
dengan diameter 2–5 cm. Batangnya semu, bulat membentuk rimpang berwarna
hijau, daunnya tunggal, bulat memanjang dengan ujung runcing berpelepah,
berbulu, dan berwarna hijau. Bunganya merupakan bunga majemuk berbentuk
tandan dengan kelopak bunga berwarna hijau sedang mahkotanya berwarna
putih. Tanaman garut memiliki akar serabut (Peter, 2007).
Umbi garut segar mengandung nutrisi yang cukup tinggi sebagai bahan
pangan, yaitu 19.4–21.7% pati, 1.0– 2.2% protein, 69–72% air, 0.6–1.3% serat,
1.3–1.4% kadar abu, serta sedikit gula (Rukmana 2000). Umbi tanaman garut
adalah sumber karbohidrat yang memiliki kandungan indeks glikemik rendah
(GI=14) dibanding jenis umbi-umbian yang lain sehingga sangat bermanfaat bagi
kesehatan terutama untuk penderita diabetes atau penyakit kencing manis
(Marsono, 2005). Kelebihan umbi garut yang lain adalah kandungan fosfor dan

besi yang lebih tinggi, yaitu sebesar 22 mg dan 2 mg tiap 100 g, dibandingkan
dengan tepung terigu sehingga sangat baik untuk pertumbuhan tulang dan gigi
bagi anak-anak dan usia lanjut (Direktorat Gizi Depkes, 2010). Tepung garut
mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan tepung ubi jalar dan ubi kayu
ditinjau dari sifat fisik dan kimiawi. Bentuk butiran pati yang oval atau bulat
panjang merupakan kelebihan dibanding tepung ubi jalar dan tepung ubi kayu
yang berbentuk kristal. Bentuk butiran oval menyebabkan butiran – butiran pati
mudah mengembang oleh adanya panas (Kumalaningsih, 1998). Granula pati
garut mempunyai ukuran sekitar 25 sampai 50 mikron. Pati garut itu sendiri
mengandung amilosa 20% dan 80% amilopektin (Kay, 1973). Selain itu pati garut
juga mempunyai daya kembang 54% dengan suhu gelatinisasi 70°C (Cecil,
1982).

Tepung garut diperoleh dari umbi garut melalui proses penepungan. Umbi
garut merupakan salah satu sumber karbohidrat yang tidak mengandung gluten,
tetapi kandungan gizi dan sifat fisiko kimianya mirip dengan tepung terigu.
Dengan demikian tepung garut dapat dimanfaatkan menjadi pengganti tepung
terigu. Selain itu umbi garut memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi sebagai
bahan pangan yaitu 1,0% protein, 0,2% lemak, 24% karbohidrat, 0,6% - 1,3%
serat, 1,3% – 1,4% kadar abu, 1,7% zat besi, 3% fosfor dan 2,8% kalsium

(Temala, D.M dan Rustanti, N., 2012).
Tepung garut dipilih karena mempunyai sifat dan kandungan zat gizi
yang tidak jauh berbeda dengan tepung terigu maupun beras giling. Daya cerna
pati yang tinggi sebesar 84,35 %, kadar amilosa yang rendah sebesar 29,6731,34 %, dan daya kembang yang tinggi 54 % menjadikan biskuit lebih lembut,
renyah, dan mudah dicerna. Namun, kadar protein relatif rendah sehingga perlu
ditambahkan sumber protein untuk melengkapi kandungan zat gizi pada cookies
(Qurrota dan Wirawani, 2013).
Tepung atau pati garut dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku produk
pangan seperti roti, kue kering (cookies), cake, mie, makanan ringan, dan aneka
makanan tradisional. Tepung garut dapat digunakan sebagai campuran tepung
terigu pada industri makanan, misalnya pada pembuatan roti tawar dengan
proporsi tepung garut 10–20%, pada mie sebesar 15–20%, bahkan pada kue
kering sampai 100% (Rukmana, 2000).
C. Tepung Kedelai
Tepung kedelai sering dikenal sebagai soy flour dan grit. Bahan tersebut
biasanya mengandung 40-50% protein, bergantung pada kadar lemaknya.
Berdasarkan kadar lemaknya, dikenal dua macam bentuk produk tepung masing
– masing tepung kedelai berlemak penuh dan berlemak rendah (Winarno, 1993).
Tepung kedelai terbuat dari kedelai yang diolah dan digiling atau ditumbuk
menjadi bentuk tepung. Penggunaan panas dalam pengolahan diperlukan untuk

peningkatan nilai gizi, daya tahan simpan dan meningkatkan rasa (Hermana,
1985).
Diantara jenis kacang – kacangan, kedelai memiliki prospek yang baik
untuk dikembangkan karena mengandung protein yang tinggi. Disamping
memiliki protein tinggi, kedelai mengandung serat atau dietary fiber, vitamin dan

mineral. Secara kualitatif protein kedelai tersusun dari asam-asam amino
esensial yang lengkap dan baik mutunya kecuali asam amino bersulfur yang
merupakan faktor pembatas pada kedelai (Afandi, 2001).
Tepung kedelai dibuat dari biji kedelai yang dikeringkan kemudian
ditepungkan menjadi bubuk halus. Kadar proteinnya cukup tinggi yaitu 35 – 38 %
dan dalam bentuk tepung 41,7 %. Pembuatan kedelai menjadi tepung
meningkatkan daya cerna protein karena mengurangi zat antinutrisi seperti asam
fitat dan antitripsin. Kedelai juga mengandung kalsium dan zink yang cukup tinggi
sehingga dapat melengkapi zat gizi pada cookies. Fortifikasi tepung kedelai
dapat mempengaruhi sifat adonan dan kualitas produk yang dihasilkan seperti
absorbsi air dan warna (Koswara,1995). Penelitian sebelumnya menunjukkan
protein yang tinggi pada tepung kedelai meningkatkan daya serap air pada
biskuit sehingga lebih tahan disimpan. Namun, peningkatan protein juga
menyebabkan tekstur biskuit menjadi keras (Qurrota dan Wirawani, 2013).

Kandungan gizi tepung kedelai per 100 g, energy 450 kcal 1870 kJ (Anonim,
2013).
Tabel 2. Kandungan gizi tepung kedelai per 100 gram bahan
Bahan Penyusun
Carbohydrates
- Sugars
- Dietary fiber
Fat
- saturated
- monounsaturated
- polyunsaturated
Protein
Water
Vitamin A
Vitamin B6
Vitamin B12
Vitamin C
Vitamin K
Calcium
Iron

Magnesium
Phosphorus
Potassium
Sodium
Zinc

Sumber : USDA Nutrient database (2013)

Kandungan Gizi
30.16 g
7.33 g
9.3 g
19.94 g
2.884 g
4.404 g
11.255 g
36.49 g
8.54 g
equiv. 1 μ g 0%
0.377 mg 29%

0 μ g 0%
6.0 mg 10%
47 μ g 45%
277 mg 28%
15.70 mg 126%
280 mg 76%
704 mg 101%
1797 mg 38%
2 mg 0%
4.89 mg 49%

Kandungan protein yang tinggi dari tepung kedelai dan kandungan lisin
yang tinggi menunjang penggunaannya sebagai bahan pelengkap untuk
memperbaiki nilai gizi dari produk cookies (Diser, 1961 dalam Smith & Circle,
1972). Secara umum kedelai merupakan sumber vitamin B, karena kandungan
vitamin B1, B2, Niasin, Piridoksin dan golongan vitamin B lainnya banyak
terdapat didalamnya (Shurpalekar et. Al, 1961 dalam Koswara, 1995). Hasil
penelitian Tsen et al. (1971), menunjukkan bahwa penggunaan 12% tepung
kedelai pada roti dapat meningkatkan kandungan protein dan asam amino lisin
menjadi dua kali lebih besar daripada roti gandum.
Tepung kedelai dibuat dari biji kedelai yang dikeringkan kemudian
ditepungkan menjadi bubuk halus. Kadar proteinnya cukup tinggi yaitu 35 – 38 %
dan dalam bentuk tepung 41,7 %. Pembuatan kedelai menjadi tepung
meningkatkan daya cerna protein karena mengurangi zat antinutrisi seperti asam
fitat dan antitripsin. Kedelai juga mengandung kalsium dan zink yang cukup tinggi
sehingga dapat melengkapi zat gizi pada cookies. Penelitian sebelumnya
menunjukkan protein yang tinggi pada tepung kedelai meningkatkan daya serap
air pada biskuit sehingga lebih tahan disimpan. Namun, peningkatan protein juga
menyebabkan tekstur biskuit menjadi keras (Qurrota dan Wirawani, 2013).

D.

Wortel (Daucus carrota L)
Wortel (Daucus carrota L) merupakan sayuran umbi semusim berbentuk

rumput. Wortel memiliki batang pendek yang hampir tidak tampak. Akarnya
berupa akar tunggang yang tumbuh membengkok, membesar, dan memanjang
menyerupai umbi. Umbi wortel berwarna kuning kemerahan yang di sebabkan
kandungan karoten yang tinggi. Kulitnya tipis. Teksturnya agak keras dan
renyah. Rasanya gurih dan agak manis (Berlian Nur et al. 2003).

Tanaman

wortel (Daucus carrota L) memiliki kandungan gizi yang banyak diperlukan oleh
tubuh terutama sebagai sumber vitamin A. Umbi wortel banyak mengandung
vitamin A yang disebabkan oleh tingginya kandungan karoten yakni suatu
senyawa kimia pembentuk vitamin A.
Senyawa ini pula yang membuat umbi wortel berwarna kuning
kemerahan. Selain vitamin A, wortel memiliki kandungan gizi yang lain.
Berdasarkan angka yang tercantum dalam daftar komposisi bahan makanan

yang di susun Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. Kandungan gizi wortel
tertera pada tabel berikut:
Tabel 3. Komposisi Kandungan Gizi Wortel Per 100 gr Bahan.
Bahan penyusun
Kalori (kal)
Karbohidrat (g)
Lemak (g)
Protein (g)
Kalsium (mg)
Fosfor (mg)
Besi (mg)
Vitamin A (SI)
Vitamin B (mg)
Vitamin C (mg)
Air (g)
Bagian yang dapat dimakan (%)

Kandungan gizi
42,00
9
0,2
1
33
35
0,66
835
0,6
1,9
88,20
88,00

Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI, 1979
E. Tepung Wortel
Tepung wortel adalah produk awetan yang dapat dijadikan alternatif
untuk

memperpanjang

umur

simpan,

memudahkan

penyimpanan

dan

transportasi, memperluas jangkauan pemasaran dan mudah diolah menjadi
produk-produk

lain.

Pembuatan

tepung

wortel

akan

meningkatkan

keanekaragaman pemanfaatan wortel dan menjadikan wortel sebagai sumber
provitamin A dan pewarna pangan. Dalam bentuk tepung daya simpannya akan
meningkat, transportasi dan penggunaan selanjutnya lebih mudah dari pada
dalam bentuk segar. Sebagai sumber provitamin A dan pewarna pangan, tepung
wortel dapat ditambahkan antara lain pada makanan bayi, saus, sup, dan
sebagai bahan pembuat kue (Anonim, 2011 ).
Pada umumnya umbi-umbian dan buah-buahan mudah mengalami
pencoklatan setelah dikupas. Hal ini disebabkan oksidasi dengan udara sehingga
terbentuk reaksi pencoklatan oleh pengaruh enzim yang terdapat dalam bahan
pangan tersebut (browning enzymatic). Pencoklatan karena enzim merupakan
reaksi antara oksigen dan suatu senyawa phenol yang dikatalisis oleh polyphenol
oksidase. Untuk menghindari terbentuknya warna coklat pada bahan pangan
yang akan dibuat tepung dapat dilakukan dengan mencegah sedikit mungkin
kontak antara bahan yang telah dikupas dan udara dengan cara merendam

dalam larutan air/larutan garam 1% dan/atau proses blansir (Widowati et al.
2001).
Tahapan

proses

pembuatan

tepung

wortel

diantaranya

adalah

menyiapkan wortel organik segar, mencuci wortel segar untuk menghilangkan
kotoran tanah, mengiris wortel dengan ketebalan 1, 2, 3 mm dengan
menggunakan cutter. Kemudian memasukkan hasil irisan wortel ke dalam
loyang, menimbang bahan untuk mengetahui berat bahan, mengeringkan irisan
wortel dengan menggunakan cabinet dryer, dengan suhu 45 ⁰C selama 24 jam,
setelah wortel kering kemudian dihaluskan dengan menggunakan grinder hingga
merata, mengayak hasil wortel yang telah dihaluskan dengan menggunakan
ayakan 80 mesh dan tepung wortel yang halus siap untuk digunakan untuk
melakukan analisa kadar air, kadar serat, total karoten, rendemen (Amirudin, C.,
2013).
Tabel 4. Komposisi kimia tepung wortel
Komponen
Jumlah
6,7
Kadar Air (%)
13,5
Kadar Pati (%)
7,7
Kadar Protein (%)
1,15
Kadar Lemak (%)
24,35
Kadar Serat (%)
51,5
Kadar β-karoten (mg/gr)
Sumber : Nuansa (2008)
F.

Bahan-Bahan Cookies

1.

Fruktosa
Gula merupakan bahan yang banyak digunakan dalam pembuatan

cookies. Jumlah gula yang ditambahkan biasanya berpengaruh terhadap tesktur
dan penampilan cookies. Fungsi gula dalam proses pembuatan cookies selain
sebagai pemberi rasa manis, juga berfungsi memperbaiki tesktur, memberikan
warna pada permukaan cookies, dan mempengaruhi cookies. Meningkatnya
kadar gula di dalam adonan cookies, akan mengakibatkan cookies menjadi
semakin keras. Dengan adanya gula, maka waktu pembakaran harus sesingkat
mungkin agar tidak hangus karena sisa gula yang masih terdapat dalam adonan
dapat mempercepat proses pembentukan warna. Jenis gula yang umum
digunakan yaitu gula bubuk (icing sugar) untuk adonan lunak dan gula kastor
(gula pasir yang halus butirannya). Jenis gula lain yang dapat digunakan untuk

memberikan karakteristik flavor yang berbeda, antara lain: madu, brown sugar,
molase, malt dan sirup jagung (Faridah 2008).
Selain gluten dan kasein, penderita autisme juga disarankan untuk
mengurangi konsumsi gula agar sistem pencernaan anak tidak semakin buruk.
Yang harus dihindari adalah glukosa, yaitu jenis gula yang terdapat pada gula
pasir dan makanan olahan yang manis – manis, seperti permen, cokelat, sirup,
minuman buah olahan pabrik, dan lainnya. Jenis gula yang aman adalah gula
yang berasal dari buah – buahan atau gula fruktosa. Jenis ini tidak berbahaya
karena didalam perut, fruktosa harus menjalani proses pemecahan atau
pencernaan lebih lanjut (Nakita, 2002).
Komponen fruktosa yang paling membedakan dibanding dengan pemanis
lain adalah tingkat kemanisannya yang tinggi. Selain kelebihan ini, karakter
khusus yang lain (yaitu kemudahan untuk dimetabolisme dan kelarutan yang
tinggi) dapat dipertimbangkan oleh teknologi pangan atau bidang kesehatan
untuk digunakan dalam formulasi produk (Nabors and Ronet, 1991).
2.

Minyak jagung
Lemak merupakan salah satu komponen penting dalam pembuatan

cookies. Kandungan lemak dalam adonan cookies merupakan salah satu faktor
yang berkontribusi pada variasi berbagai tipe cookies. Di dalam adonan, lemak
memberikan fungsi shortening dan fungsi tekstur sehingga cookies/biskuit
menjadi lebih lembut. Selain itu, lemak juga berfungsi sebagai pemberi flavor.
Selama proses pencampuran adonan, air berinteraksi dengan protein tepung
terigu dan membentuk jaringan teguh serta berpadu. Pada saat lemak melapisi
tepung, jaringan tersebut diputus sehingga karakteristik makan setelah
pemanggangan menjadi tidak keras, lebih pendek dan lebih cepat meleleh di
dalam mulut (Faridah 2008).
Pada penderita autisme lemak yang harus dihindari adalah lemak yang
mengandung kasein susu seperti mentega. Sebagai bahan pengganti mentega
dapat digunakan minyak kelapa (Danuatmaja, 2004). Minyak jagung diperoleh
dengan jalan mengekstrak bagian lembaga. Sistem ekstraksi yang digunakan
biasanya sistem pres (pressing) atau kombinasi sistem pres dan pelarut
menguap (pressing and solvent extraction). Minyak jagung mempunyai nilai gizi
yang sangat tinggi yaitu sekitar 250 kilo kalori/ons. Selain itu juga minyak jagung

mengandung sitosterol dan terdapat banyak asam lemak esensial yang
dibutuhkan pada pertumbuhan badan. Kandungan nutrisi minyak jagung dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5. Nutrisi Minyak jagung per 100 gram
Komponen
Jumlah
98,6
Total gliserida
13
Asam lemak jenuh
10
Palmitat
3
Stearat
86
Asam lemak tak jenuh
56
Linoleat
30
Oleat
Sumber : Ketaren. S (1986)
3.

Kuning telur
Telur yang ditambahkan berperan menghasilkan produk cookies yang

lebih baik, dapat memperbaiki proses creaming, pemberian flavor yang khas
serta kenaikan nilai gizi ( Matz, 1972). Telur berpengaruh terhadap tekstur
produk cookies sebagai hasil dari fungsi emulsifikasi, pelembut tekstur, dan daya
pengikat. Penggunaan kuning telur memberikan tekstur cookies yang lembut,
tetapi struktur dalam cookies tidak sebaik jika digunakan keseluruhan bagian
telur. Merupakan pengikat bahan-bahan lain, sehingga struktur cookies lebih
stabil. Telur digunakan untuk menambah rasa dan warna. Telur juga membuat
produk lebih mengembang karena menangkap udara selama pengocokan. Putih
telur bersifat

sebagai

pengikat/pengeras.

Kuning

telur bersifat

pengempuk (Faridah 2008).
Tabel 6. Komposisi kimia kuning telur
Komponen
Kuning Telur
49,4
Kadar air (%)
16,3
Kadar protein (%)
31,9
Kadar Lemak (%)
0,7
Kadar karbohidrat (%)
Sumber : Anonymous (1996)

sebagai

4.

Garam
Garam yang umum dipakai dalam susunan makanan sehari – hari atau

dalam pengolahan makanan ringan adalah garam dapur dengan nama kimia
Natrium Klorida (NaCl) (Winarno, 2002). Fungsi garam atau natrium klorida pada
bahan pangan secara umum adalah sebagai pembentuk rasa asin dan penguat
rasa disamping menekan respon rasa manis, asam dan pahit (Wellington, 1993).
Garam ditambahkan dengan kadar 1 – 2,5% dari berat tepung dan pada
umumnya lebih mendekati 1% daripada 2,5%. Beberapa tujuan penambahan
garam dalam pembuatan produk biskuit antara lain memberikan cita rasa produk,
memperkuat cita rasa bahan dan menghilangkan cita rasa hambar atau cita rasa
yang kurang dari bahan lain (Wellington, 1993).
G. Metode Pembuatan Cookies
Menurut Farida.,dkk (2008) proses pembuatan cookies meliputi tiga tahap
yaitu :
1.

Pembuatan /Pencampuran Adonan
Pembuatan

adonan

diawali

dengan

proses

pencampuran

dan

pengadukan bahan-bahan. Ada dua metode dasar pencampuran adonan, yaitu
metode krim (creaming method) dan metode all in, namun yang paling umum
adalah metode krim. Metode krim lemak, gula, garam dan bahan pengembang
dicampur sampai terbentuk krim homogen dengan menggunakan mixer,
Tambahkan telur dan dikocok dengan kecepatan rendah dan selama
pembentukan krim ini dapat ditambahkan bahan pewarna dan essence. Pada
tahap akhir ditambahkan susu dan tepung secara perlahan kemudian dilakukan
pengadukan sampai terbentuk adonan yang cukup mengembang dan mudah
dibentuk. Sementara itu pembuatan cookies dengan metode all in semua bahan
dicampur secara langsung bersama tepung. Pencampuran ini dilakukan sampai
adonan cukup mengembang.
Pada saat proses pembuatan adonan, ada persaingan pada permukaan
tepung antara fase air dari tepung dan lemak. Air dan larutan gula berinteraksi
dengan protein tepung untuk membentuk gluten membentuk jaringan yang kuat
dan plastis. Pada saat beberapa lemak tertutup oleh tepung, jaringan ini terputus,
sehingga produk menjadi tidak keras setelah dipanggang, dan mudah leleh di
dalam mulut. Jika kandungan lemak dalam adonan sangat tinggi, hanya sedikit

air yang diperlukan untuk membuat konsistensi adonan sesuai yang diinginkan,
gluten yang terbentuk hanya sedikit, proses gelatinisasi juga berkurang sehingga
terbentuk tekstur yang sangat lembut. Selain itu lemak juga turut berperan dalam
menentukan rasa dari cookies/biskuit. Selama pembentukan adonan waktu
pencampuran harus diperhatikan untuk mendapatkan adonan yang homogen
dan dengan pengembangan gluten yang diinginkan.
2.

Pengolahan atau pencetakan cookies
Cara pengolahan atau pencetakan cookies dapat dibagi atau di

klasifikasikan menjadi 6 jenis yaitu:
a. Molded cookies, yaitu adonan yang dibentuk dengan alat atau dengan
tangan
b. Pressed cookies, yaitu adonan yang dimasukkan kedalam cetakan semprit
dan baru setelah itu disemprotkan di atas loyang
c. Bar cookies, yaitu adonan yang dimasukkan kedalam Loyang pembakaran
yang sudah dialas kertas roti dengan ketebalan ½ cm, dimasak setengah
matang lalu dipotong bujur sangkar kemudian dibakar kembali sampai
matang
d. Drop cookies, yaitu adonan yang dicetak dengan menggunakan sendok teh
kemudian di drop diatas loyang pembakaran
e. Rolled cookies, yaitu adonan diletakkan di atas papan atau meja kerja
kemudian digiling dengan menggunakan rolling pin lalu adonan dicetak
sesuai dengan selera
f.

Ice box/ refrigerator, yaitu adonan cookies dibungkus dan disimpan dalam
refrigerator setelah agak mengeras adonan diambil sedikit sedikit sudah bisa
untuk dicetak/potong atau dibentuk sesuai dengan selera.
Pencampuran dan pengadukan dengan metode krim baik untuk cookies

yang

dicetak,

karena

menghasilkan

adonan

yang

bersifat

membatasi

pengembangan gluten yang berlebihan. Adonan kemudian digiling menjadi
lembaran (tebal + 0.3 cm), dicetak sesuai keinginan dan disusun pada loyang
yang telah diolesi lemak, kemudian dipanggang dalam oven. Penggilingan
(pelempengan) dan pencetakan adonan sebaiknya dilakukan sesegera mungkin
setelah adonan terbentuk. Penggilingan dilakukan berulang agar dihasilkan
adonan yang halus dan kompak, serta memiliki ketebalan yang seragam.

3.

Pembakaran cookies
Setiap jenis cookies memerlukan suhu dan lama pembakaran yang

berbeda untuk memperoleh hasil yang maksimal. Semakin besar cookies yang
dicetak semakin lama pembakarannya dan suhu pembakaran tidak boleh terlalu
panas. Suhu pembakaran pada cookies yang umum 160-200oC dengan lama
pembakaran 10 -15 menit, atau lebih lama. Pengaruh gula pada cookies adalah
semakin sedikit kandungan gula dan lemak dalam adonan, suhu pemanggangan
dapat dibuat lebih tinggi (177 – 204 oC). Suhu dan lama waktu pemanggangan
akan mampu mempengaruhi kadar air cookies dimasukkan karena bagian luar
akan terlalu cepat matang. Hal ini dapat menghambat pengembangan dan
permukaan cookies yang dihasilkan menjadi retak-retak. Selain itu adonan juga
jangan mengandung terlalu banyak gula karena akan mengakibatkan cookies
terlalu keras atau terlalu manis. Cookies yang dihasilkan segera didinginkan
untuk menurunkan suhu dan pengerasan cookies akibat memadatnya gula dan
lemak.

H.

Analisa Keputusan
Keputusan ialah suatu kesimpulan dari suatu proses untuk memilih

tindakan yang terbaik dari sejumlah alternative yang ada. Pengambilan
keputusan adalah proses yang mencakup semua pikiran dan kegiatan yang
diperlukan guna membuktikan dan memperlihatkan pilihan yang terbaik (Siagian,
1987).
Analisis keputusan pada dasarnya adalah suatu prosedur yang logis dan
kuantitatif yang tidak hanya menerangkan pengambilan keputusan, tetapi juga
merupakan suatu cara untuk membuat keputusan (Mangkusubroto dan Listiani,
1987).
Analisis keputusan adalah dasar untuk memilih alternative terbaik yang
dilakukan membandingkan antara aspek kualitas, kuantitas dan aspek finanscial
dari produk es krim dengan perlakuan substitusi buah merah dan penggunaan
CMC sebagai penstabil.

I.

Analisa Finansial
Analisis finansial adalah analisis yang melihat proyek dari sudut

lembaga atau menginvestasikan modalnya kedalam proyek (Pudjotjiptono, 1984).
Analisis kelayakan adalah analisis yang ditujukan untuk meneliti suatu proyek
layak atau tidak layak untuk proyek tersebut harus dikaji, diteliti dari beberapa
aspek tertentu sehingga memenuhi syarat untuk dapat berkembang atau tidak
(Tiomar, 1994).
Benefit atau laba yang diperoleh perusahaan sering dipakai untuk
menilai atau sukses tidaknya manajemen perusahaan, sedangkan besarnya laba
tersebut terutama dipengaruhi oleh biaya produksi, harga jual produk dan volume
penjualan (Muljadi, 1986).
Dalam rangka mencari suatu ukuran menyeluruh tentang layak tidaknya
suatu proyek yang dikembangkan, maka digunakan beberapa kriteria yang
digunakan dapat dipertanggung jawabkan penggunaannya adalah :
1. Break Event Point (BEP)
2. Net Present Value (NPV)
3. Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C Ratio)
4. Payback Period
5. Internal Rate of Return (IRR)
1)

Break Even Point (BEP) (Susanto dan Saneto, 1994)
Studi kelayakan merupakan pekerjaan membuat ramalan atau taksiran

yang didasarkan atau anggapan-anggapan yang tidak terlalu bisa dipenuhi.
Konsekuensinya ialah bisa terjadi penyimpangan-penyimpangan. Salah satu
penyimpangan itu ialah apabila pabrik berproduksi dibawah kapasitasnya. Hal ini
menyebabkan

pengeluaran

yang

selanjutnya

mempengaruhi

besarnya

keuntungan.
Suatu analisis yang menunjukkan hubungan atara keuntungan, volume
produksi dan hasil penjualan adalah penentuan Break Even Point (BEP). BEP
adalah salah satu keadaan tingkat produksi tertentu yang menyebabkan
besarnya biaya produksi keseluruhan sama dengan besarnya nilai atau hasil
penjualan atau laba. Jadi pada keadaan tertentu tersebut perusahaan tidak
mendapatkan keuntungan dan juga tidak mengalami kerugian.

Untuk memperoleh keuntungan perusahaan tersebut harus ditingkatkan
dari penerimaannya harus berada di atas titik tersebut. Penerimaan dari
penjualan dapat ditingkatkan melalui 3 cara, yaitu menaikkan harga jual perunit,
menaikkan volume penjualan, dan menaikkan harga jualnya.
Penentuan BEP dapat dikerjakan secara aljabar atau grafik. Dalam
penentuan BEP secara aljabar didasarkan atas hubungan antara nilai penjualan,
biaya produksi keseluruhan (biaya tetap + biaya tidak tetap) dan volume
produksi. Volume penjualan pokok dapat ditentukan dengan persamaan sebagai
berikut :
BEP =

FC
P − VC

Keterangan:
Po

= Produk pulang/pokok

FC

= Biaya tetap

VC

= Biaya tidak tetap persatuan produk (Rp)

Rumus untuk mencari titik impas adalah sebagai berikut:
a. Biaya Titik Impas
BEP =

Biaya Tetap
1 − (biaya tidak tetap/pendapatan)

b. Presentase
Titik impas:
BEP (%) =

BEP (Rp )
× 100%
Pendapatan

c. Kapasitas Titik Impas
Kapasitas titik impas adalah jumlah produksi yang harus dilakukan untuk
mencapai titik impas. Rumus kapasitas titik impas adalah sebagai berikut:
Kapasitas Titik Impas = Persen Titik Impas × Pendapatan

2)

Net Present Value (NPV) (Susanto dan Saneto, 1994)

Net Present Value (NPV) adalah selisih antara nilai penerimaan sekarang
dengan niali biaya sekarang. Bila dalam analisia diperoleh nilai NPV lebih besar
dari 0 (nol), berarti nilai proyek layak untuk dilaksanakan, jika dalam perhitungan
diperoleh nilai NPV lebih kecil dari 0 (nol), maka proyek tersebut tidak layak
untuk dilaksanakan (Susanto dan Saneto, 1994). Rumus NPV adalah :
n

NPV =

B '−Ct

∑ (1 + i )t
t−2

Keterangan:
Bt

= Benefit sosial kotor sehubungan dengan suatu proyek pada tahun t

Ct

= Biaya sosial kotor sehubungan dengan proyek pada tahun t

t

= 1, 2, 3,………n

n

= Umur ekonomi dari pada proyek.

i

= Sosial discount rate

3)

Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C Ratio) (Susanto dan Saneto, 1994)
Merupakan perbandingan antara penerimaan kotor dengan biaya kotor

yang telah dirupiahkan sekarang (present value) (Susanto dan Saneto, 1994).
Nilai B/C Ratio =

4)

Pendapatan
Biaya Produksi

Payback Period (Susanto dan Saneto,1994)
Merupakan

perhitungan

jangka

waktu

yang

dibutuhkan

untuk

pengambilan modal yang ditanam pada proyek. Nilai tersebut dapat berupa
prosentase maupun waktu (baik tahun maupun bulan). Payback period tersebut
harus lebih kecil dari nilai ekonomis. Rumus penentuannya adalah sebagai
berikut:

PP =

1
Ab

Keterangan:
I

= Jumlah modal

Ab

= Penerimaan bersih perbulan

5) Internal Rate of Return (IRR) (Susanto dan Saneto,1994)

Internal Rate of Return merupakan tingkat bunga yang menunjukkan
persamaan antara interval penerimaan bersih sekarang dengan jumlah investasi
(modal) awal dari suatu proyek yang sedang dikerjakan. Criteria ini memberikan
pedoman bahwa proyek akan dipilih apabila nilai IRR lebih besar dari suku
bunga yang berlaku, sedangkan bila IRR lebih kecil dari suku bunga yang
berlaku maka proyek tersebut dinyatakan tidak layak untuk dilaksanakan.
IRR = 1 +

NPV
(I" – i')
NPV'−NPV"

Keterangan:

J.

NPV'

= NPV positif hasil percobaan nilai

NPV”

= NPV negatif hasil percobaan nilai;

I

= Tingkat bunga

Landasan Teori
Cookies adalah makanan ringan yang disukai oleh banyak orang dari

berbagai kalangan baik usia muda sampai tua, tak terkecuali anak penyandang
autisme. Cookies biasanya dari adonan lunak yang mengandung bahan dasar
terigu, pengembang, kadar lemak tinggi, renyah dan apabila dipatahkan
penampang teksturnya kurang padat. Faktor penentu mutu cookies adalah
kerenyahannya, oleh sebab itu dalam pemakaian tepung yang ditekankan adalah
sifat ekstensibilitas sehingga adonan mudah dicetak. Karakteristik cookies pada
umumnya ditentukan dari tekstur renyah, bentuk, ketebalan, kadar air, struktur
(berpori besar/kecil) dan juga warna ( Matz, 1972). Menurut Kramer dan Twigg
(1973), mutu cookies ditentukan oleh dua kriteria, kriteria bagian dalam dan
kriteria bagian luar. Kriteria bagian dalam meliputi warna daging, porositas, dan
sifat tekstural sedangkan kriteria bagian luar meliputi warna kulit, bentuk simetri,
karakteristik kulit hingga volume cookies.
Tepung garut mempunyai sifat dan kandungan zat gizi yang tidak jauh
berbeda dengan tepung terigu maupun beras giling. Daya cerna pati yang tinggi
sebesar 84,35 %, kadar amilosa yang rendah sebesar 29,67 - 31,34%, dan daya
kembang yang tinggi 54 % menjadikan biskuit lebih lembut, renyah, dan mudah
dicerna. Namun, kadar protein relatif rendah sehingga perlu ditambahkan sumber
protein untuk melengkapi kandungan zat gizi pada cookies (Qurrota dan
Wirawani, 2013).

Untuk meningkatkan kandungan protein produk maka diperlukan adanya
penambahan sumber protein dari jenis kacang – kacangan. Tepung kedelai
dibuat dari biji kedelai yang dikeringkan kemudian ditepungkan menjadi bubuk
halus. Kadar proteinnya cukup tinggi yaitu 35 – 38 % dan dalam bentuk tepung
41,7 %. Penelitian sebelumnya menunjukkan protein yang tinggi pada tepung
kedelai meningkatkan daya serap air pada biskuit sehingga lebih tahan disimpan.
Namun, peningkatan protein juga menyebabkan tekstur biskuit menjadi keras
(Qurrota dan Wirawani, 2013). Menurut Girinda (1990) dalam Sriwahyuni (2000)
menyatakan bahwa protein akan menggumpal oleh pemanasan, sehingga
selama proses pemanggangan dalam oven sebagian air akan teruapkan, pati
tergelatinisasi dan protein menggumpal. Semakin banyak konsentrasi protein
maka semakin banyak pula protein yang menggumpal dan cookies menjadi sulit
dipatahkan.
Kadar vitamin A pada cookies dapat ditingkatkan dengan pengkayaan
menggunakan

wortel.

Pembuatan

tepung

wortel

akan

meningkatkan

keanekaragaman pemanfaatan wortel dan yang lebih penting adalah untuk
menjadikannya sebagai sumber provitamin A dan pewarna pangan (Amirrudin,
Chaerah.

2013).

Penelitian

sebelumnya

menunjukkan

bahwa

dengan

penambahan tepung wortel sebanyak 5% - 15% memberikan hasil terbaik dalam
segi rasa, aroma, maupun tekstur dan juga biskuit mengalami peningkatan
kandungan vitamin A (Febrina dan Yusi, 2012).
Telur yang ditambahkan berperan menghasilkan produk cookies yang
lebih baik, dapat memperbaiki proses creaming, pemberian flavor yang khas
serta kenaikan nilai gizi. Telur berpengaruh terhadap tekstur produk cookies
sebagai hasil dari fungsi emulsifikasi, pelembut tekstur, dan daya pengikat (
Matz, 1972).
Dalam penelitian tentang pembuatan biskuit dan crackers bebas gluten
dan kasein bagi penderita autisme (kajian proporsi pati garut : tepung kacang
hijau : tapioka) menunjukkan hasil proporsi terbaik dengan penambahan tepung
garut 65 % menunjukkan kualitas sensoris terbaik pada produk biskuit
(Kurniawati. E, 2007), sedangkan pada penelitian cookies bebas gluten dan
kasein menggunakan penambahan tepung garut sebanyak 85%, 80%, 70%,
65%, 60% dan 55%. Pada penelitian kontribusi mp-asi biskuit substitusi tepung
garut, kedelai, dan ubi jalar kuning terhadap kecukupan protein, vitamin a,

kalsium, dan zink pada bayi hasil proporsi terbaik dengan penambahan tepung
kedelai 25 % menunjukkan biskuit mempunyai sifat fisik yang baik dilihat dari
daya serap air dan tingkat kekerasan (Qurrota dan Wirawani, 2013), sedangkan
pada penelitian cookies bebas gluten dan kasein ini proporsi penambahan
tepung kedelai yaitu 10%, 20%, 30%. Pada penelitian pengaruh penambahan
tepung wortel terhadap daya terima dan kadar vitamin A pada biskuit
menunjukkan bahwa biskuit dengan penambahan tepung wortel sebanyak 5%
dan 15% disukai dalam segi rasa, aroma, maupun tekstur (Febrina dan Yusi,
2012), sedangkan pada penelitian cookies bebas gluten dan kasein ini
menggunakan penambahan tepung wortel sebanyak 5%, 10%, dan 15%.
K.

Hipotesis
Perbedaan formulasi antara tepung garut, tepung kedelai dan tepung

wortel akan berpengaruh terhadap kualitas cookies yang dihasilkan.

BAB III
BAHAN DAN M ETODE

BAB III
BAHAN DAN METODE
A. Tempat Dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Pengolahan Pangan,
Laboratorium Analisa Pangan, Laboratorium Uji Inderawi Program Studi
Teknologi Pangan UPN Veteran Jatim serta Laboratorium Nutrisi dan Makanan
Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Laboratorium Pengujian Mutu
dan Keamanan Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya
Malang, Laboratorium Chem-mix Pratama, Bantul Yogyakarta mulai bulan Maret
2014 sampai dengan Juli 2014.
B. Bahan Penelitian
Bahan – bahan yang digunakan dalam pembuatan cookies adalah tepung
garut, tepung GASOL kedelai, tepung wortel, kuning telur, gula fruktosa, garam
dan minyak jagung. Bahan – bahan ini diperoleh dari toko bahan – bahan roti di
daerah Surabaya.
Bahan yang digunakan untuk analisa adalah aquades, ether, alkohol,
HCl, KOH, H2SO4, NaOH, K2SO4, asam borak, indikator BCG, petroleum ether,
Fehling A, Fehling B, reagen anthrone, tablet Kjeldahl, indikator pp. Bahan kimia
tersebut diperoleh dari Toko Kimia di Surabaya.
C. Alat Penelitian
Alat – alat yang digunakan untuk pembuatan cookies dalam penelitian ini
adalah timbangan digital, mixer, cetakan, loyang, oven. Peralatan yang
digunakan untuk analisa adalah timbangan analitik, gelas piala 250 ml, kertas
saring, erlenmeyer 250 ml dan 500ml, tabung vortex, pendingin balik, penangas
air, labu takar, labu ukur, botol timbang, gelas ukur, corong kaca,
spektrofotometer, waterbath, pipet tetes, lemari asam, oven, desikator, labu
kjedhal, kondensor, alat soxhlet, tabung reaksi, thimble.
D. Metodologi Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL)
faktor tunggal (monofaktor). Perlakuan proporsi tepung sebanyak 7 level

perlakuan dan masing – masing level dilakukan ulangan sebanyak 3 kali,
sehingga akan diperoleh satuan percobaan sebanyak 21 unit percobaan. Data
yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan analisa ragam (ANOVA). Bila
terdapat perbedaan nyata antara perlakuan dilanjutkan dengan uji Tukey
(Gasperz, 1994).
1.

Peubah berubah

Proporsi Tepung Garut, Tepung Kedelai dan Tepung Wortel

2.

K

= 100 : 0 : 0

P1

= 85 : 10 : 5

P2

= 80 : 10 : 10

P3

= 70 : 20 : 10

P4

= 65 : 20 : 15

P5

= 65 : 30 : 5

P6

= 60 : 30 : 10

P7

= 55 : 30 : 15

Peubah tetap
a. Berat tepung total

= 100 g

b. Berat gula fruktosa

= 25 g

c. Berat minyak jagung

= 30 g

d. Berat kuning telur

= 35 g

e. Berat garam

= 1,0 g

f.

= 10 ml

Air

g. Tebal cookies

= 3 mm

h. Waktu pemanggangan = 15 menit
i.

Suhu pemanggangan

= 180 °C

E. Parameter yang Diamati
1.

Parameter untuk analisa bahan baku (tepung wortel)
a. Kadar air metode pemanasan ( Sudarmadji, S. 1984 )
b. Kadar serat kasar ( Sudarmadji, S. 1984 )
c. Kadar β-karoten ( AOAC, 1995 )
d. Rendemen ( Hartanti, 2003 )

2.

Parameter untuk analisa produk cookies
a. Rendemen ( Hartanti, 2003 )
b. Kadar protein metode mikro kjedahl ( AOAC, 1995 )
c. Kadar lemak metode soxhlet ( AOAC, 1995 )
d. Kadar serat kasar ( AOAC, 1995 )
e. Kadar air metode pemanasan ( Sudarmadji, S. 1984 )
f.

Kadar pati metode hidrolisis asam ( Sudarmadji, S. 1984 )

g. Total gula metode anthrone ( Apriyantono, 1989 )
h. Daya patah ( Burne,1976 )
i.

Kadar β-karoten ( AOAC, 1995 )

j.

Analisa organoleptik (rasa, warna, aroma, tekstur) dengan uji hedonik
atau kesukaan metode friedman ( Rahayu, 2001 )

F. Prosedur Penelitian
a. Proses Pembuatan Tepung Wortel
1) Wortel segar dilakukan pengupasan dan pencucian untuk menghilangkan
kotoran tanah
2) Wortel yang telah dikupas kemudian diiris dengan ketebalan ± 3 mm
dengan menggunakan pisau
3) Wortel iris ditimbang untuk mengetahui berat bahan.
4) Pengeringan irisan wortel dengan suhu 45 ⁰C selama 24 jam dalam
Cabinet dryer.
5) Wortel kering kemudian dihaluskan dengan menggunakan grinder hingga
merata.
6) Hasil irisan wortel yang telah dihaluskan, kemudian diayak dengan
menggunakan ayakan 80 mesh.
7) Tepung wortel yang halus siap digunakan da dilakukan analisa kadar air,
kadar serat kasar, rendemen dan kadar β – karoten.
b. Proses Pembuatan Cookies
1) Persiapan bahan-bahan
Tahap-tahap persiapan dimulai dengan penimbangan bahan-bahan
antara lain: Tepung garut 100, 85, 70, 65, 60, 55, 50 gram dan tepung
kedelai 10, 20, 30 gram, tepung wortel 5, 10, 15 gram, gula fruktosa 20

gram, garam 1,0 gram, minyak jagung 20 gram, kuning telur 35 gram, air
10 ml.
2) Proses selanjutnya adalah proses penyangraian tepung campuran yang
terdiri dari tepung garut dan tepung kedelai pada suhu 90 °C selama 15
menit. Proses penyangraian tepung ini dimaksudkan untuk menurunkan
kadar air tepung dan membentuk flavour yang khas.
3) Gula fruktosa, kuning telur, minyak jagung di campur dengan mixer
berkecepatan tinggi sampai campuran menjadi mengembang.
4) Masukan campuran tepung garut, tepung kedelai dan tepung wortel lalu
aduk

dengan

kecepatan

rendah

sampai

halus

dan

homogen.

Pencampuran ini bertujuan untuk meratakan pendistribusian bahan –
bahan yang digunakan untuk memperoleh adonan dengan konsistensi
yang halus. Adonan yang diperoleh juga harus bersifat kohesif dan relatif
tidak lengket sehingga mudah untuk dibentuk.
5) Adonan dipipihkan dengan roller ketebalan ± 3 mm, kemudian adonan
dicetak dengan menggunakan cetakan.
6) Pemanggangan dilakukan dengan loyang yang telah diolesi margarine,
pemanggangan dilakukan pada suhu 180ºC selama 15 menit.
7) Analisa produk akhir
Cookies yang dihasilkan dilakukan analisa terhadap rendemen, kadar air,
kadar pati, kadar protein, kadar serat, kadar lemak, total gula, daya patah,
total karoten dan uji organoleptik (rasa, aroma, warna dan tekstur).

Wortel segar

Pencucian dan pengupasan

Pengirisan dengan ketebalan
± 3 mm

Menimbang bahan

Mengeringkan dengan suhu
45 °C, 24 jam

Digiling dengan
menggunakan blender kering

Diayak dengan ayakan 80
mesh

Tepung Wortel

Analisa tepung wortel
•Kadar air cara pemanasan ( Sudarmadji, S. 1984 )
•Kadar serat kasar ( AOAC, 1995 )
•Kadar β-karoten ( AOAC, 1995 )
•Rendemen ( Hartanti, 2003 )

Gambar 1. Diagram Alir Pembuatan Tepung Wortel (Amiruddin, C. 2013)

Gula fruktosa 20 gram
Minyak jagung 20 gram
Kuning telur 35 gram
Garam 1 gram

Di campur dengan mixer
berkecepatan tinggi, ± 3
menit

Air 10 ml

Diaduk dengan kecepatan
rendah, ± 4 menit

T. Garut : T. Kedelai : T.Wortel
100 : 0 : 0
(K1)
85 : 10 : 5
(A1)
80 : 10 : 10
(A2)
70 : 20 : 10
(A3)
65 : 20 :15
(A4)
65 : 30 : 5
(A5)
60 : 30 : 10
(A6)
55 : 30 : 15
(A7)

Diamkan ± 10 menit

Dipipihkan dan dicetak
dengan cetakan kue
(tebal ±3 m)

Dioven
(T= 180 °C, ± 15 menit)

Cookies

Analisa cookies
a. Kadar protein ( AOAC, 1995 )
b. Kadar lemak ( AOAC, 1995 )
c. Kadar serat kasar ( AOAC, 1995 )
d. Kadar air ( Sudarmadji, S. 1984 )
e. Kadar pati ( Sudarmadji, S. 1984 )
f. Total gula ( Apriyantono, 1989 )
g. Daya patah ( Burne, 1976 )
h. Kadar β-karoten ( AOAC, 1995 )
i. Rendemen ( Hartanti, 2003 )
j. Uji organoleptik (rasa, aroma, warna
dan tekstur)

Gambar 2. Diagram Alir Pembuatan Cookies

BAB IV
HASIL DAN PEM BAHASAN

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan cookies bebas gluten
dan kasein adalah tepung garut, tepung kedelai dan tepung wortel.
Tabel 7. Komposisi kimia t. garut, t. kedelai dan hasil analisa tepung wortel
No
Parameter
Tepung
Tepung
Tepung wortel
garut
kedelai
Hasil
Literatur
analisa
6,7**
11,77
6,6*
7,0*
1. Kadar air (%)
13,5**
9,3*
46,8*
2. Kadar pati (%)
7,7**
41,7*
2,5*
3. Kadar protein (%)
1,15**
27,1*
1,4*
4. Kadar lemak (%)
24,35**
25,68
3,2*
6,0*
5. Kadar serat kasar (%)
51,5**
57,89
6. Kadar β-karoten
(mg/gr)
Sumber : Widaningrum (2005)*, Nuansa (2008)**
Berdasarkan literatur komposisi kimia tepung garut dan tepung kedelai
pada tabel diatas dapat dilihat bahwa tepung garut yang akan digunakan
untuk pembuatan cookies memiliki komponen pati sebagai komponen
terbesar penyusunnya sedangkan pada tepung kedelai memiliki komponen
protein yang besar. Hal tersebut dapat menyokong kekurangan protein pada
tepung garut.
Tepung wortel merupakan salah satu dari bahan baku pembuatan
cookies bebas gluten dan kasein. Analisa yang dilakukan pada bahan yaitu
kadar air, kadar serat kasar dan kadar β-karoten. Kadar air, kadar serat
kasar dan kadar

β-karoten tepung wortel pada penelitian ini berbeda

dengan literatur. Hal ini mungkin karena perbedaan varietas, tempat tumbuh
maupun cara budidaya. Selain itu perbedaan proses pembuatan tepung
wortel sehingga menghasilkan tingkat kemurnian tepung wortel yang
berbeda. Faktor – faktor komposisi dalam organisme sangat kompleks dan
bervariasi, dipengaruhi oleh faktor genetik, lingkungan dan perlakuan yang
diberikan. Ketiga faktor tersebut akan berpengaruh pada komposisi
penyusunnya (Makfoel, 1982).

B. Karakteristik Kimia Mutu Cookies
Pada penelitian ini cookies dibuat dari tepung campuran (tepung garut,
tepung kedelai dan tepung wortel) sebagai alternatif bahan baku non terigu
sehingga dapat diterima oleh masyarakat. Dalam hal ini proporsi tepung
garut, tepung kedelai dan tepung wortel diduga menentukan mutu cookies
yang dihasilkan. Mutu cookies ditentukan dari beberapa parameter kimia
yaitu kadar air, protein, lemak, serat kasar, pati, daya patah dan total gula.
A. Kadar Air
Rerata kadar air cookies pada perlakuan proporsi tepung garut :
tepung kedelai : tepung wortel antara 6,63% sampai 10,22%. Hasil analisis
ragam menunjukkan bahwa proporsi tepung garut : tepung kedelai : tepung
wortel berpengaruh nyata (p ≤ 0,05) terhadap kadar air cookies, dapat dilihat
pada lampiran 3.
Kadar air digunakan untuk melihat kandungan air dalam bahan pangan
per satuan bobot bahan. Banyak sedikitnya kadar air pada suatu bahan
tergantung dari bagaimana air itu terikat dengan makromolekul (protein dan
karbohidrat) (Syarief dan Irawati, 1988). Kadar air cookies merupakan
karakteristik penting, terutama hubungannya dengan umur simpan. Cookies
dengan kadar air tinggi akan memiliki daya simpan yang pendek (Bennion,
1980).
12
9,43

9,52

9,67

9,27

9,36

A2

A3

A4

A5

A6

Kadar air (%)

10
8

6,41

6,63

K1

A1

10,22

6
4
2
0
A7

Keterangan :
Proporsi T. garut : T. kedelai : T. w ort el
- T. garut :T. kedelai:T. wortel = 100 : 0 : 0 (K1) - T. garut:T. kedelai:T. wortel = 65 : 20 : 15 (A4)
- T. garut:T. kedelai:T. wortel = 85 : 10 : 5 (A1) - T. garut:T. kedelai:T. wortel = 65 : 30 : 5 (A5)
- T. garut:T. kedelai:T. wortel = 80 : 10 : 10 (A2) - T. garut:T. kedelai:T. wortel = 60 : 30 : 10 (A6)
- T. garut:T. kedelai:T. wortel = 70 : 20 : 10 (A3) - T. garut:T. kedelai:T. wortel = 55 : 30 : 15 (A7)

Gambar 3. Pengaruh proporsi tepung garut : tepung kedelai : tepung wortel
terhadap kadar air cookies.

Pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan antara
perlakuan kontrol dengan perlakuan proporsi tepung. Kadar air perlakuan
kontrol sebesar 6,41%, lebih rendah dibandingkan dengan kadar air pada
perlakuan – perlakuan proporsi tepung. Cookies dengan perlakuan proporsi
tepung memiliki kadar air terendah terdapat pada proporsi tepung garut :
tepung kedelai : tepung wortel 85%:10%:5% dan kadar air tertinggi terdapat
pada proporsi tepung garut : tepung kedelai : tepung wortel 55%:30%:15%.
Semakin rendah proporsi tepung garut, diikuti dengan semakin tinggi
proporsi tepung kedelai dan tepung wortel yang ditambahkan, maka kadar
air produk semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena tepung garut memiliki
kandungan pati yang besar, tepung kedelai mengandung protein yang besar,
dan tepung wortel memiliki kandungan serat yang tinggi.
Pati dalam tepung garut, mempengaruhi penurunan kadar air cookies.
Hal ini disebabkan karena air yang terikat oleh pati termasuk jenis air yang
terikat lemah sehingga air dapat teruapkan selama proses pemanggangan.
Peningkatan proporsi tepung kedelai dalam cookies memberikan pengaruh terhadap

daya serap air dan tingkat kekerasan biskuit. Daya serap air merupakan
salah satu sifat hidrasi protein yaitu kemampuan protein menahan air dalam
suatu sistem pangan. Semakin tinggi kadar protein pada biskuit akan
meningkatkan daya serap air. Tepung wortel juga mempengaruhi kadar air
produk. Hal ini disebabkan karena tepung wortel yang memiliki kadar serat
kasar sebesar 25,68%.
Menurut Lowe (1993), kadar protein tepung garut lebih rendah dan
kadar pati lebih tinggi sehingga kemampuan menahan air rendah dimana
protein mampu menyerap 200% dari beratnya sedangkan pati hanya 30%
sehingga air banyak yang menguap selama proses pemanggangan.
Protein kedelai memiliki kemampuan daya serap air yang tinggi karena
bersifat hidrofilik (suka air) dan mempunyai celah-celah polar seperti gugus
karboksil dan amino yang dapat mengion. Adanya kemampuan mengion ini
menyebabkan daya serap protein kedelai dipengaruhi oleh pH makanan
(Koswara 1995). Menurut Winarno (2002), struktur protein ada di dalam
asam amino-asam amino yang terdiri dari gugus amino (atom nitrogen dan
atom hidrogen), gugus karboksil, dan juga gugus R (yang merupakan rantai
cabang). Adanya penyerapan air diakibatkan gugus karboksil pada protein.

Air yang terdiri dari dua atom hidrogen dan satu atom oksigen, akan diserap
oleh asam amino yang salah satu bagian molekulnya memiliki gugus
karboksil. Semakin banyak protein yang dikandung di dalam tepung kedelai,
maka semakin banyak gugus karboksil yang ada sehingga kebutuhan akan
air semakin banyak.
Menurut Winarno (1997), serat kasar mempunyai kemampuan untuk
mengikat air yang tinggi. Laidler (1980) dalam Sutrisno, dkk (1995)
mengemukakan bahwa pada serat kasar dapat terbentuk ikatan hidrogen
secara intramolekuler, yaitu antara gugus OH- suatu molekul dengan gugus
OH- pada molekul yang lain. Hal ini menyebabkan berkurangnya kelarutan
dalam air. Kebanyakan OH- tersebut tidak dapat membentuk ikatan hidrogen
pada molekul air sehingga pada saat pengeringan air akan lebih mudah
terlepas. Jadi, semakin lama pengeringan kadar air akan menurun dan kadar
serat kasar yang terukur akan semakin meningkat.
B. Kadar Protein
Rerata kadar protein cookies dengan perlakuan proporsi tepung garut :
tepung kedelai : tepung wortel antara 6,2% sampai 11,4%. Hasil analisis
ragam menunjukkan bahwa proporsi tepung garut : tepung kedelai : tepung
wortel berpengaruh nyata (p ≤ 0,05) terhadap kadar protein cookies, dapat

Kadar protein (%)

dilihat pada lampiran 4.

12
10
8
6
4
2
0

8,44
6,2

9,217

10,533

11,363

11,4

6,293

3,32

K1
A1
A2
A3
Proporsi T. garut
Keterangan :
- T. garut:T. kedelai:T. wortel = 100 : 0 : 0 (K1)
- T. garut:T. kedelai:T. wortel = 85 : 10 : 5 (A1)
- T. garut:T. kedelai:T. wortel = 80 : 10 : 10 (A2)
- T. garut:T. kedelai:T. wortel = 70 : 20 : 10 (A3)

A4
A5
A6
: T. kedelai : T. wortel

A7

- T. garut:T. kedelai:T. wortel = 65 : 20 : 15 (A4)
- T. garut:T. kedelai:T. wortel = 65 : 30 :