Perlu Psikotes Dalam SNMPTN.

-----

-

Pikiran Rakyat

o Senin o Selasa

2
18
, ) Jan
"'----

3
19

,

- - -- -- - - -

Peb


4

20

o Mar
-.-

5

21

0

0
6

Apr

0


Rabu
7

22

0

8

23

Mei

0

Kamis

- 9


10

.

24

25

(1
Jul
,. Jun
-- .-----.--

Jumat

@
0

.


26

27

Ags

OSep

-----

0 ---Minrrgu

Sabtu

12

13

14
28


OOkt

15
29

16
30

ONov

ODes

- ---

PerIn Psil{otes Dalam SNMPTN
BANDUNG, (PR).Tes psikologi (psikotes) sebaiknya diberlakukan dalam Seleksi Nasional Masuk Perguruan
Tinggi Negeri (SNMPTN).
Pasalnya, selama ini tanpa tes
tersebut perguruan tinggi (PT)

tidak mengetahui derajat destruktif dalam diri calon mahasiswanya. .
Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Institut
Teknologi
Bandung
(ITB)
Widyo Nugroho Sulasdi menuturkan, hal tersebut juga sebagai
upaya menghilangkan ketimp~gan SNMPTN dengan jalur
khusus PTN. "Selama ini seolah
ada semacam kasta dalam
penerimaan mahasiswa barn,"
ujarnya dalam jumpa pers di
Gedung Doddy Tisna Amidjaja,
ITB, Kamis (9/7).
Usulan tersebut disampaikan
Widyo karena empat belas joki
dalam SNMPTN di Makassar, 1
Juli 2009, adalah mahasiswa
ITB hasil SNMPTN. "Contohnya,
IS masuk ITB melalui
_

_ar;.;::;_ClL_~

SNMPTN. Sehelumnya dia pernah masuk/jalur khusus ITB,
tetapi tidak diambil," ujarnya.
Belakangan diketahui, ternyata
kemampuan komunikasi IS kurang bagus dan cenderung pragmatis (mencari jalan pintas).
Padahal,
IS mahasiswa
berprestasi
dengan indeks
prestasi kumulatif (IPK) 3,83 di
jurusan teknik kimia angkatan
2008. Semasa sekolah menengah atas pun, dia meraih peringkat ketujuh pada Olimpiade
Kimia Tingkat Nasional.
Widyo menelisik, kineIja otak
kanan dan kiri mahasiswa ITB
angkatan 2005-2007 itu ~enderung tidak seimbang. "Otak
kirinya itu pintar, dari skala lima, nilainya 4-5. Tapi, otak
kanan yang mengatur komunikasi, motivasi, adaptasi, nilainya 2-3. Artinya, perlu
pengembangan psikologi mahasiswa," tuturnya.

Selain itu, Widyo menuturkan
pentingnya penetapan standar
karakter setiap perguruan ting-

--- - Klip i n 9 Hum 0 5 Un pod

2009

gi. Terkait peIjokian tersebut,
dia pun mengharapkan Majelis
Rektor
PTN
Indonesia
mengambil langkah konkret
agar tidak ada lagi peIjokian
dalam SNMPTN. Pasalnya, perjokian juga teIjadi pada 1995
yang melibatkan empat puluh
mahasiswa ITB.
Tentang psikotes tersebut,
Wakil Rektor Senior Bidang

Akademik ITB Adang Surahman mengatakan, hal tersebut
kemungkinan bisa dilakukan.
Hanya dampaknya, biaya SNMPTN menjadi lebih tinggi. "Sebaiknya juga penilaian psikotes
berdasarkan sistem persentil,"
ujarnya.
Pasalnya, menurut dia, den~
gan soal psikotes yang relatif
sarna setiap tahun, akan mudah
dihafal oleh siswa. Untuk saat
ini, karena SNMPTN telah dilakukan, dia mengimbau kepada
pihak PT agar mencermati kesesuaian nilai-nilai SNMPTN
dengan prestasi mahasiswa di
bangku kuliah. (A-t67)***

31