Studi Perilaku Adaptasi Manusia terhadap Lingkungan Sosial dalam Penambahan Fungsi Ruang Komersial Hunian Tradisional Bali Ubud.

Serat Rupa Journal of Design, September 2016, Vol.1, No.2: 317-332
Erwin Ardianto Halim – Studi Perilaku Adaptasi Manusia Terhadap Lingkungan Sosial Dalam Penambahan Fungsi
Ruang Komersial Hunian Tradisional Bali Di Ubud



STUDI PERILAKU ADAPTASI MANUSIA TERHADAP LINGKUNGAN
SOSIAL DALAM PENAMBAHAN FUNGSI RUANG KOMERSIAL HUNIAN
TRADISIONAL BALI DI UBUD
Erwin Ardianto Halim
(Email: halim.rwin@gmail.com )
Program Studi Desain Interior
Fakultas Seni Rupa dan Desain
Universitas Kristen Maranatha
Jl. Prof. Drg. Surya Sumantri No. 65, Bandung, Indonesia

ABSTRAK
Peningkatan industri pariwisata di Pulau Bali selama bertahun-tahun memiliki dampak yang sangat
signifikan pada keadaan sosial masyarakat Bali. Hal ini dapat dilihat dari perubahan perilaku masyarakat
sehari-hari dari masyarakat tradisi menjadi masyarakat dengan nilai-nilai modern yang majemuk.
Keinginan untuk mempertahankan kehidupan dan perilaku tradisi tetap ada pada masyarakat dan

generasi penerus tradisi di Bali, namun demikian kondisi pariwisata dan tuntutan ekonomi menciptakan
situasi yang sulit untuk mempertahankan keaslian tradisi dan budaya Bali. Hal ini tentu akan berdampak
pada hasil-hasil budaya masa kini, salah satunya pada ruang arsitektur sebagai perwujudan
masyarakatnya. Perubahan wujud ruang, khususnya hunian tradisional masyarakat Bali, terjadi terutama
pada wilayah-wilayah yang terkonsentrasi untuk pariwisata, seperti wilayah Ubud. Ubud dalam rencana
pengembangan wilayah Pulau Bali merupakan salah satu kawasan strategis pariwisata yang berfungsi
sebagai tonggak perekonomian daerah. Perubahan wujud ruang hunian tradisional tersebut biasanya
berupa penambahan atau modifikasi fungsi komersial di salah satu bagian hunian. Penelitian ini
berfokus pada perubahan fungsi ruang komersial yang terdapat dalam hunian tradisional Bali di Ubud.
Dalam arsitektur hunian tradisional Bali yang digunakan secara turun-temurun antar generasi, banyak
nilai-nilai tradisi filosofis dan sakral yang harus dipertahankan. Oleh karena itu, permasalahan yang
diteliti adalah mengenai benturan yang terjadi antara kebutuhan untuk beradaptasi dengan
kontekstualitas sosio-kultural dengan menambah fungsi komersial, dengan kebutuhan untuk
mempertahankan nili-nilai tradisi dan kesakralan dalam ruang hunian. Permasalahan dianalisis melalui
pengolahan sistem ruang hunian-komersial yaitu pada konsep pemintakatan (zoning) konsep orientasi
ruang, dan kondisi batas-batas ruang pada objek studi yang diteliti.
Kata kunci: perilaku adaptasi manusia, perubahan fungsi, rumah tradisional, Ubud

ABSTRACT
Tourism in Bali has significant effect to Balinese social aspect. It can be seen from the Balinese people daily

behavior that has changed from traditional society to modern and diverse society. The conviction to
conserve traditional pattern of life and behavior is still exists in the Balinese society and their posterity, but in
the other side, tourism development and economical urgency creates difficult situation to conserve the purity
of Balinese cultural tradition. This situations influence Balinese cultural products created nowadays, such as
architectural spaces that represent the people within. The changes occurring in traditional Balinese houses
happened mostly in concentrated tourism areas, such as Ubud. In the government urban development plan,
Ubud is selected as one of strategic tourism point of interest that is cultural tourism. Consequently, Ubud also
functions as strategic economic income resource for Bali. The changes in traditional Balinese houses mostly
happened because of the need to adapt with socio-cultural context, where local tourists and expatriates
come and even stay for longer time. To accommodate tourist’s needs, Ubud villagers set off to open
restaurants, cafes, art galleries, souvenir shops, and travel agents in their houses. These commercial areas



317


Serat Rupa Journal of Design, September 2016, Vol.1, No.2: 317-332
Erwin Ardianto Halim – Studi Perilaku Adaptasi Manusia Terhadap Lingkungan Sosial Dalam Penambahan Fungsi
Ruang Komersial Hunian Tradisional Bali Di Ubud



are located in their traditional houses, with modification of rooms or even addition of rooms with other
functions. This research focused on the space transformation to commercial spaces in traditional Balinese
houses. There are abundant philosophical values that have to be conserve in traditional Balinese houses
between generations. Those philosophical values have sacred meanings within its design elements, such as
building orientation, building elevation, facades, borders and zoning. With the addition of commercial
places, how do The Ubud people managed to continue their tradition and the values within? Therefore, the
main problem that is being researched here is about the collision between the need to adapt to socio-cultural
context in the society and the need to conserved cultural traditions in the family and their sacred meanings.
Keywords: human adaptative behaviour, space transformation, traditional house, Ubud

PENDAHULUAN
Bali sebagai daerah tujuan wisata favorit di

merupakan

Indonesia

banyak


Wilayah Ubud di Bali yang sedianya

wisatawan mancanegara untuk berlibur

merupakan desa petani, kini telah berubah

bahkan

secara

menjadi kawasan metropolitan Sarbagita,

Interaksi

bersama dengan kota Denpasar; Mengwi,

saat

ini


akhirnya

menarik

berdomisili

temporer maupun permanen.

kawasan

tujuan

wisata.

multikultural yang terjadi di Pulau Dewata

Abiansemal,

tersebut semakin lama kian kompleks,


Badung; Sukawati, Blahbatuh, Ubud, dan

bahkan pada beberapa tempat seperti di

Gianyar

Kuta dan Sanur, ”local content” dari Bali

Tabanan di Kabupaten Tabanan.

dan

di

Kuta

di

Kabupaten


Kabupaten

Gianyar;

dan

sendiri terasa kian pudar, berganti dengan
image-image global dengan nilai-nilai yang

Kawasan

lebih universal.

merupakan daerah yang memiliki potensi

metropolitan

pariwisata

yang


Sarbagita

dikembangkan

untuk

Kondisi ini kian lama semakin mendorong

keperluan industri pariwisata.

berkembangnya budaya global yang sama

dengan

sekali berbeda dengan budaya tradisional

kultur masyarakatnya yang unik memang

Bali.


sejak

Masyarakat tradisional Bali yang

keindahan

zaman

Ubud

panoramanya

kolonial

telah

dan

menarik


bermatapencaharian petani telah berganti

wisatawan mancanegara untuk berlibur

menjadi

bahkan menetap di sana.

berorientasi

masyarakat
pada

global

bisnis

yang


pariwisata.

Demikian pula struktur pedesaan di Bali

Interaksi multikultural yang terjadi di Pulau

dengan areal persawahan yang hijau, kini

Bali berawal dari merapatnya armada kapal

sedikit demi sedikit telah berubah rupa

De Houtman pada tahun 1597, yang diikuti

menjadi kawasan perkotaan yang juga

dengan perpecahan beberapa kerajaan di



318


Serat Rupa Journal of Design, September 2016, Vol.1, No.2: 317-332
Erwin Ardianto Halim – Studi Perilaku Adaptasi Manusia Terhadap Lingkungan Sosial Dalam Penambahan Fungsi
Ruang Komersial Hunian Tradisional Bali Di Ubud


Bali pada abad ke-17, dan pemberontakan-

makan, cafe, dan toko/warung serba ada.

pemberontakan

Adanya

terhadap

penjajahan

fungsi

ruang

komersial

terjadinya

perubahan

Belanda pada abad ke-19 yang diakhiri

memungkinkan

dengan terintegrasinya kerajaan-kerajaan

wujud ruang dari wujud asli tradisinya.

di

Padahal

Bali

secara

administratif

Pemerintahan

Kolonial

Sebagaimana

Bali

dalam
Belanda.

sebuah

khususnya

arsitektur

ruang

hunian,

terbuka

banyak sekali nilai-nilai filosofis yang

terhadap dunia, maka dunia secara umum

terkandung di dalamnya. Oleh karena itu,

seperti menemukan Bali. Dapat dikatakan

sangat mungkin terjadi perubahan atau

bahwa

terhadap

pengabaian nilai-nilai tradisi yang telah

keindahan pulau ini, sehingga berbagai

diwariskan oleh penghuni secara turun-

upaya

temurun.

dunia

kemudian

tradisional,

dalam

terpesona

dilakukan

untuk

mentransformasikan Bali sehingga menjadi
lebih baik. Sayangnya, sedaya upaya yang

Berdasarkan pemaparan latar belakang

dilakukan berdampak positif dan juga

dan kondisi pembaruan yang terjadi di Bali,

negatif,

adalah

maka penelitian dibatasi pada daerah

menjadikannya tidak murni sebagaimana

Ubud sebagai tempat studi kasus dengan

telah terjadi sekarang. Hal ini ditambah

rumusan sebagai berikut:

dengan pencanangan Bali sebagai daerah



salah

satunya

Apakah yang menjadi pertimbangan

tujuan wisata utama di wilayah Indonesia

utama

Tengah

ruang

pada

tahun

1970-an

oleh

pemerintahan Presiden Soeharto.

dalam

penambahan

komersial

pada

fungsi
rumah

tradisional Bali di Ubud, mengingat
terdapatnya

benturan

antara

Perkembangan ini mendorong perubahan

kebutuhan terhadap kontekstualitas

yang terjadi pada wilayah pemukiman

sosio-kultural dengan kontinuitas dan

penduduk tradisional Ubud. Oleh karena

preservasi tradisi?

tuntutan sosial dan ekonomi, rumahrumah

penduduk

yang

sedianya



Apakah adanya penambahan fungsi
ruang

komersial

pada

rumah

merupakan ruang hunian saja, kini telah

tradisional Bali di Ubud menyebabkan

mengalami

perubahan ruang dan nilai-nilai tradisi?

tambahan
penginapan,



perkembangan
komersial,
jasa

antara

perjalanan,

fungsi
lain:
rumah

319


Serat Rupa Journal of Design, September 2016, Vol.1, No.2: 317-332
Erwin Ardianto Halim – Studi Perilaku Adaptasi Manusia Terhadap Lingkungan Sosial Dalam Penambahan Fungsi
Ruang Komersial Hunian Tradisional Bali Di Ubud


Kedua pertanyaan penelitian tersebut,

METODE PENELITIAN

akan menjawab tujuan penelitian sebagai

Penelitian merupakan penelitian deskriptif

berikut:

kualitatif yang berupaya mencari makna



Mengetahui perilaku penduduk Bali di

interpretatif dari bentuk visual objek.

Ubud

Untuk pelaksanaannya, dibutuhkan data-

dalam

menyikapi

ruang

huniannya sebagai makhluk sosial
yang

harus

beradaptasi

dengan

lingkungan sekelilingnya dan sebagai
makhluk

budaya

yang

data sebagai berikut:
a. Data Literatur / Pustaka


harus



tradisional

Mengetahui perubahan elemen ruang

Data mengenai konsep hubungan
sosial dalam masyarakat Bali.



Data mengenai wilayah Ubud dan

wujud tradisionalnya dan nilai-nilai apa

peraturan

saja yang berubah atau diabaikan dari

menyangkut aspek pariwisata.

tradisi sebelumnya.

Bali

terkandung di dalamnya.


apa saja yang terjadi dalam hunian dari

arsitektur

dengan nilai-nilai filosofis yang

mempertahankan tradisi/norma yang
dianutnya.

Data



daerah

yang

Teori mengenai perilaku manusia

Baik kedua pertanyaan penelitian dan

dan ruang (environmental behavior)

tujuan

terutama mengenai makna ruang

penelitian

akan

menghasilkan

manfaat berupa:


Menambah

hunian
pengetahuan

dalam

bidang kajian ilmu desain interior yang
mempelajari perilaku manusia dan



proses

adaptasi

manusia.
b. Data Survei Lapangan


Data

fisik

bangunan

dan

lingkungan (environmental behaviour)

dokumentasi fisik berupa denah

lokal

layout yang menunjukkan batas-

di

penelitian



dan

Indonesia,
dalam

mengingat

bidang

kajian

batas dan bukaan ruang, vegetasi,

tersebut di Indonesia masih sangat

olahan landscape, dan akses serta

kurang.

sirkulasi.

Merupakan penelitian awal yang dapat



Data wawancara dengan penghuni

menjadi track-record peneliti dalam

rumah sebagai penentu keputusan

melakukan

ruang

penelitian

lanjutan

di

berkaitan

dengan

bidang kajian perilaku manusia dan

keberadaan fungsi komersial di

ruang.

dalam rumah mereka.

320


Serat Rupa Journal of Design, September 2016, Vol.1, No.2: 317-332
Erwin Ardianto Halim – Studi Perilaku Adaptasi Manusia Terhadap Lingkungan Sosial Dalam Penambahan Fungsi
Ruang Komersial Hunian Tradisional Bali Di Ubud


Sampel

penelitian

diambil

beberapa

PEMBAHASAN

bangunan rumah tradisional Bali pada

Melihat fenomena yang ada seperti yang

wilayah Ubud yang sudah mengalami

telah dijelaskan di atas, maka penulis

penambahan fungsi komersial pariwisata

memberikan perbandingan kondisi awal

dipilih berdasarkan:

dan kondisi saat ini.





hubungan

kedekatan

secara

fisik

Berikut penjabaran landasan filosofi umum

(lokasi) dengan Puri Saren sebagai

rumah tinggal masyarakat Bali:

patron tradisi masyarakat Ubud, yang

Bagi

diasumsikan akar tradisi Bali masih

merupakan

dipegang kuat oleh para penghuni

kehidupan yang bersumber dari agama

rumah tersebut.

Hindu, manusia sebagai mikrokosmos dan

lokasi potensi pariwisata yang strategis

keseluruhan alam sebagai makrokosmos.

untuk pengadaan fasilitas komersial

Manusia sebagai bagian dari alam dan

pendukung aktivitas pariwisata, yang

akan

diasumsikan

ini

manusia sebagai bhuana alit dan alam

kedatangan turis dan kontak yang

sebagai bhuana agung. Konsep ini pula

terjadi cukup intens.

yang dilambangkan oleh ’manik ring

pada

wilayah

masyarakat

selalu

Bali

rumah

perwujudan

tinggal

dari

bergantung

pada

tata

alam,

Metode analisis data dilakukan dengan

cecupu’ yang artinya janin di dalam rahim,

cara:

dengan

a. Menganalisis
terjadi

perubahan

yang

sampel

bila

pada

dibandingkan

dengan

rumah

tradisional Bali.

manusia

yang

dilambangkan

dengan ’janin’ akan selalu bergantung
pada ’rahim’ yaitu alam lingkungannya.
Ada beberapa konsep tradisi yang menjadi
dasar filosofis arsitektur tradisional Bali:

b. Membandingkannya dengan nilainilai arsitektur tradisional Bali.

a. Rwa Bhineda
Konsep ini memberikan kesadaran

c. Menganalisis perubahan nilai-nilai

dalam kehidupan di dunia tentang

filosofis pada arsitektur tradisional

dikotomi yang bersifat kodrati seperti

Bali

dari

baik-buruk, siang-malam, pria-wanita,

penambahan

sakral-profan, hulu-hilir, luan-teben,

yang

perubahan

terjadi
dan

akibat

fungsi komersial tersebut.

ditegaskan

dalam

kitab

Sarasamuscaya, Seloka 498, artinya:
Dua hal yang berbeda, seperti suka



321


Serat Rupa Journal of Design, September 2016, Vol.1, No.2: 317-332
Erwin Ardianto Halim – Studi Perilaku Adaptasi Manusia Terhadap Lingkungan Sosial Dalam Penambahan Fungsi
Ruang Komersial Hunian Tradisional Bali Di Ubud


dan duka tidak dapat disingkirkan dari



kehidupan ini, merupakan kekuasaan
Sang Hyang Widhi Wasa atau Tuhan,

hubungan manusia dengan Tuhan
(Pencipta, Pemelihara, Pemusnah).



hubungan

manusia

dengan

sehingga segala mahluk tidak luput

manusia (sesamanya) yakni: jiwa,

dari ikatan suka maupun duka dalam

fisik, tenaga.

kehidupannya (Kanjeng, 1994: 381).



hubungan

manusia

dengan

lingkungannya.
b. Tat Twam Asi
Artinya

falsafah

sebagai

hakikat

terdalam dalam agama Hindu, berasal
dari kata ’tat’ artinya itu dan ’twa’
artinya hakikat atau sifat, dan ’asi’
artinya itu. Sehingga tat twa berarti
hakikat

atau

sifat

itu

(majelis

Pembinaan Lembaga Adat, 1992: 25).
Manusia dan alam semesta adalah
ciptaan Sang Hyang Widhi Wasa
sebagai dunia makro dan mikro yang
saling berkaitan dan selaras.

Kedua

ciptaan ini terdiri atas lima unsur

Gambar 1. Bagan Konsep Tri Hita Karana
Sumber: dokumen Pribadi Peneliti; 2009

(Panca Maha Butha) yaitu: udara
(bayu), gas (akasa), cahaya (teja), zat

Konsep

tiga

unsur

yang

saling

cair (apah), dan zat padat (pratiwi).

berkaitan ini (Tri Angga) diterapkan
pula pada setiap aspek hidup dan

c.

lingkungan manusia:

Tri Hita Karana
Artinya tiga unsur sumber kebaikan,



jiwa

dan

tenaga

yang



dengan:



manusia,

yaitu:

pada alam, yaitu: alam atas,
tengah, dan bawah

mempunyai hubungan yang harmonis.
Hubungan ini juga bisa diidentikkan

fisik

kepala, badan, kaki

merupakan gabungan antara unsur
jasmani,

pada



pada tata lingkungan, yaitu:
gunung, daratan, lautan

322


Serat Rupa Journal of Design, September 2016, Vol.1, No.2: 317-332
Erwin Ardianto Halim – Studi Perilaku Adaptasi Manusia Terhadap Lingkungan Sosial Dalam Penambahan Fungsi
Ruang Komersial Hunian Tradisional Bali Di Ubud






pada desa adat, yaitu: tempat

lautan. Pada arah Kangin-Kauh

peribadatan, hunian, kuburan

dibagi berdasarkan peredaran

pada arsitektur, yaitu: atap,

matahari

dinding, pondasi.

tenggelam menjadi: matahari

d. Catur Muka

terbit

hingga

terbit, matahari tepat di atas

Merupakan perpotongan dua

kepala,

dan

matahari

sumbu orientasi yaitu sumbu

tenggelam.

religi pada arah kangin-kauh

kemudian

(Barat-Timur) dan dan sumbu

menjadi sembilan bagian yang

bumi kaja-kelod (Utara-Selatan)

disebut Sanga Mandala.

Pembagian

ini

digabungkan

untuk Bali Selatan dan SelatanUtara untuk Bali Utara.

Gambar 2. Konsep Kaja-Kelod
Sumber: dokumentasi peneliti, 2009

Gambar 3. Zoning Sanga Mandala pada
Rumah Tradisional di Bali Selatan.
Sumber: dokumentasi peneliti, 2009

e. Sanga Mandala
Merupakan perpaduan antara

Dalam

konsep Sumbu Bumi (Kaja-

masyarakat Bali, memiliki tata ruang dan

Kelod) dan

rata nilai rumah tinggal tradisional yang

(Kangin-Kauh).



Sumbu Religi
Di

sini

rumah

tinggal

tradisional

masih diperhatikan.

diterapkan pula konsep Tri

Konsep hidup yang berdasarkan ajaran

Angga yang membagi garis

agama

sumbu ini menjadi tiga bagian.

masyarakat Bali dalam arsitektur mulai dari

Pada arah Kaja-Kelod dibagi

area yang terluas yaitu alam lingkungan,

menjadi gunung, daratan dan

tata desa, organisasi bangunan hingga ke

Hindu

ini

diterapkan

oleh

323


Serat Rupa Journal of Design, September 2016, Vol.1, No.2: 317-332
Erwin Ardianto Halim – Studi Perilaku Adaptasi Manusia Terhadap Lingkungan Sosial Dalam Penambahan Fungsi
Ruang Komersial Hunian Tradisional Bali Di Ubud


dalam ruang hunian dalam rumah tinggal.

barang berharga (benda pusaka),

Tata ruang yang dimaksud di sini adalah

berorientasi ke natah (tengah).

pengorganisasian

ruang

berdasarkan



Bale

dangin,

menempati

arah

fungsi dan aktivitas di dalamnya serta nilai

tengah-kangin, mempunyai nilai

yang berlaku.

utamaning

Rumah tinggal dibagi menjadi tiga bagian

berorientasi ke natah dan memiliki

berdasarkan konsep Sangga Mandala,

pola ruang terbuka. Fungsinya

mulai dari utamaning utama sampai

sebagai ruang tidur anak laki-laki

dengan nistaning nista, kemudian dibagi

dewasa atau bapak sebagai kepala

lagi ke dalam tiga kelompok berdasarkan

rumah tangga dan untuk upacara

konsep Trihita Karana yang diaplikasikan

adat.

dalam Tri Angga menjadi 3 zona, yaitu:

sehingga

a. zona

parhyangan

Peletakan
salah

Bale

ini

kolom

diatur

satu

jajaran

area

tiangnya membentuk garis lurus

sanggah atau merajan sebagai tempat

dengan salah satu jajar tiang bale

pemujaan). Berada di arah timur laut

meten.

(kaja-kangin),

(kepala,

madya.

menempati

nilai



Bale

delod,

menempati

arah

utamaning utama, mempunyai nilai

selatan mempunyai nilai nistaning

sakral, diperuntukkan bagi bangunan

madya.

suci, seperti sanggah untuk orang jaba

multifungsi sebagai tempat untuk

dan pemerajan untuk kaum ningrat.

upacara adat maupun aktivitas

b. zona pawongan (badan, area natah

lain. Disebut juga bale sumanggen.

atau halaman tengah untuk ruang
hunian,

melakukan

upacara

kegiatan sosial lainnya).
beberapa

bangunan

dan

pola

Bale dauh, menempati arah Barat,

Merupakan

jamak

tempat

kerja,

menerima tamu, dan tidur.


Paon, menempati arah Barat Daya,

Bale daja, disebut juga bale meten,

mempunyai nilai nistaning nista.

bale bandung, atau tergantung

Selain sebagai area servis, seperti

pada

memasak, makan dan lain-lain,

jumlah

dimilikinya.



bangunan

mempunyai nilai madyaning nista.

Terdiri dari

seperti:




Merupakan

Pola

tiang

yang

bangunan

juga

bernilai

spiritual

sebagai

tertutup sebagai tempat untuk

pelebur. Dengan adanya api atau

tidur dan menyimpan barang-

tungku perapian, paon dianggap

324


Serat Rupa Journal of Design, September 2016, Vol.1, No.2: 317-332
Erwin Ardianto Halim – Studi Perilaku Adaptasi Manusia Terhadap Lingkungan Sosial Dalam Penambahan Fungsi
Ruang Komersial Hunian Tradisional Bali Di Ubud





tempat untuk melebur roh jahat

area

yang masuk ke dalam pekarangan

tradisional, dipercaya sebagai area

rumah tinggal.

peralihan antara baik dan buruk, skala

Jineng, menempati arah Tenggara,

dan niskala, dan lain-lain. Pada area ini

mempunyai nilai nistaning utama,

terdapat:

berfungsi



sebagai

lumbung



Pintu

dari

masuk

rumah

tinggal

pekarangan

kori

tempat menyimpan padi, sekaligus

agung untuk tempat-tempat yang

digunakan

diagungkan.

juga

untuk

tempat

beristirahat.


depan



Pagar (panyengker) adalah batas

Natah, menempati area tengah,

pekarangan yang dapat berupa

merupakan pusat orientasi rumah

pagar

tinggal, berupa ruang terbuka

tembok. Untuk bangunan suci

yang

pemujaan,

ditutup

dengan

dinding

hidup

ataupun

pekarangannya

semipermanen yang dapat dibuka

memanjang

jika akan dilangsungkan upacara

sedangkan

adat.

memanjang kaja-kelod.

Penunggu

Karang,

pagar

kangin-kauh,
untuk

perumahan

menempati



Paduraksa.

arah Barat Laut dan merupakan



Telajakan, sebagai batas antara

area yang dipersembahkan bagi

halaman rumah dan jalan, biasa

penunggu karang, untuk menjaga

ditanami

keseimbangan

bunga.

lingkungan,

alam
serta

dan

penjagaan

terhadap hal-hal dari luar yang



Kandang

tanaman

babi

obat

atau

atau

kandang

ternak.

membawa pengaruh buruk. Area
ini mempunyai nilai utamaning
nista.
c.

zona palemahan (kaki, area lebuh
untuk meletakkan bahan-bahan yang
tak terpakai lagi, lahan peternakan dan
pertanian).

Menempati arah Barat,

mempunyai

nilai

nistaning

utama

sampai dengan madya, merupakan



325


Serat Rupa Journal of Design, September 2016, Vol.1, No.2: 317-332
Erwin Ardianto Halim – Studi Perilaku Adaptasi Manusia Terhadap Lingkungan Sosial Dalam Penambahan Fungsi
Ruang Komersial Hunian Tradisional Bali Di Ubud


b. Menganalisis ruang-ruang apa saja
yang berubah, bertambah, ataupun
berkurang dari fungsi hunian semula,
terutama

yang

berfungsi

sebagai

ruang komersial.
Penelitan ini mengambil tiga rumah yang
menjadi

objek

pembahasan,

adapun

rumah yang dimaksud sebagai berikut:
Studi Kasus 1
Savannah Moon, Jl. Kanjeng No.18,

Gambar 4. Pembagian Area berdasarkan Hierarki
Kesakralan pada Rumah Tradisional Bali Selatan
Sumber: dokumentasi peneliti, 2009

Ubud-Bali
Analisis permasalahan penelitian, yaitu
analisis tentang perubahan ruang apa
yang terjadi pada rumah yang menjadi

Gambar 5. Fasade Savannah Moon menunjukkan
kondisi gerbang dan fungsi komersial restaurant
yang terletak di bagian barat lahan hunian
Sumber: dokumentasi peneliti, 2009

studi kasus dan analisis nilai-nilai filosofis

Penambahan

tradisional

telah

Savannah Moon diupayakan berada di luar

bergeser di dalamnya. Analisis dilakukan

zona Sanga Mandala. Penambahan ruang

dengan cara:

komersial diusahakan tidak memasuki area

a. Membandingkan zoning pada denah

yang termasuk dalam zona Sanga Mandala.



yang

berubah

atau

ruang

komersial

bangunan saat ini dan kemudian

Dalam

dibandingkan dengan pola pembagian

menempatkannya pada area telajakan,

ruang

yaitu

sehingga mengakibatkan hilangnya batas-

penggunaan konsep Rwa Bhinneda, Tri

batas hunian, yaitu tembok panyengker,

Hita Karana, dan Sanga Mandala

paduraksa, dan kandang babi.

tradisional

Bali,

kasus ini, penghuni

pada

berusaha

Namun

326


Serat Rupa Journal of Design, September 2016, Vol.1, No.2: 317-332
Erwin Ardianto Halim – Studi Perilaku Adaptasi Manusia Terhadap Lingkungan Sosial Dalam Penambahan Fungsi
Ruang Komersial Hunian Tradisional Bali Di Ubud


demikian,

akibat

kebutuhan

perjalanan. Kesemua ruang komersial ini

ruang, sebagian lahan di bagian barat

terletak di bagian depan rumah, yaitu di

(terutama pada area madyaning nista/bale

sebelah barat.

dauh dan area nistaning nista/paon)

ruang komersial tersebut, pawon yang

terpakai

dan

seharusnya terletak pada bagian restaurant

berubah fungsi. Sedangkan orientasi fungsi

berpindah tempat ke area madyaning nista.

komersial terjadi ke dua arah, yaitu ke arah

Perubahan lain yang tampak jelas adalah

jalan Kajeng dan ke dalam natah, karena

tidak

adanya studio/galeri lukisan dan kafe. Hal

panyengker dan paduraksa, yang tersisa

ini menyebabkan teritori hunian dan

hanyalah angkul-angkul (gerbang) dan

konsep nilainya bercampur dengan fungsi

aling-aling.

komersial.

pada rumah ini dapat dilihat dalam Tabel 1

( lihat Lampiran; Tabel 1.1 Perubahan Nilai)

berikut ini:

sebagai

tuntutan

area komersial

Akibat dari penambahan

jelasnya

batas-batas

tembok

Ruang yang berubah fungsi

Tabel 1. Tabel Perubahan Fungsi Ruang pada
Rumah Savannah Moon

Gambar 6. Zoning dan pembagian area menurut
pola Sanga Mandala pada Rumah Savannah Moon
Sumber: dokumentasi peneliti, 2009

Area dan Fungsi
Tradisionalnya
Bale Delod, multifungsi
sebagai tempat untuk
upacara adat maupun
aktivitas lain
Paon

Fungsi yang Terjadi Saat
Ini
Dapur

Jineng, berfungsi
sebagai lumbung

Gudang, service

Bale Daja/Meten, untuk
tempat tidur dan
menyimpan benda
pusaka
Bale Dauh, untuk
tempat bekerja di siang
hari, digunakan pula
untuk tidur di malam
hari
Bale Dangin, untuk
upacara keagamaan,
tempat tidur kepala
keluarga, dan
penyimpanan peralatan
upacara
Penunggu karang

Rumah orangtua

Area komersial: kafe

Studio/galeri lukisan

Penyimpanan peralatan
dan lukisan

Penunggu karang dan
rumah anak

Sumber: dokumentasi peneliti, 2009

Pada rumah Savannah Moon ini terdapat
penambahan

ruang

komersial

berupa

café/restaurant, galeri lukisan, dan biro



327


Serat Rupa Journal of Design, September 2016, Vol.1, No.2: 317-332
Erwin Ardianto Halim – Studi Perilaku Adaptasi Manusia Terhadap Lingkungan Sosial Dalam Penambahan Fungsi
Ruang Komersial Hunian Tradisional Bali Di Ubud


Studi Kasus 2

homestay di kebon mencampuradukkan

Bali Yoga, Jl. Kanjeng No. 11, Ubud –Bali

fungsi hunian yang private dengan public.
Hal ini disebabkan oleh akses menuju ke
dalam hunian hanya ada satu buah, yaitu
melalui angkul-angkul/gerbang.

Gambar 7. Area gerbang dan ruang komersial
restaurant/café yang terletak di bagian depan (timur,
tenggara) Bali Yoga
Sumber: dokumentasi peneliti, 2009

Area

komersial

terletak

pada

zona

“nistaning utama” atau “jineng” (kafe)
dalam

Sanga

(homestay)
Penempatan

Mandala

di

luar

dan

Sanga

restaurant

kebon
Mandala.

sesungguhnya

telah mengubah tradisi tata ruang rumah
tradisional

Bali

yang

sedianya

diperuntukkan sebagai lokasi lumbung.
Lumbung pada hunian ini sudah tidak ada
lagi disebabkan oleh perubahan mata
pencaharian penghuni yang sudah tidak
bertani lagi.

Sedangkan homestay yang

ditempatkan pada bagian kebon tidak

Gambar 8. Zoning dan pembagian area menurut
pola
Sanga Mandala pada Rumah Bali Yoga
Sumber: dokumentasi peneliti, 2009
lihat Lampiran; Tabel 1.2 Perubahan Zoning

mengganggu pola tata ruang rumah

Pada rumah

Bali

tradisional, karena kebon pada umumnya

penambahan

ruang

dimanfaatkan untuk keperluan tersier

café/restaurant dan homestay/penginapan

tergantung

kebutuhan

penghuni.

Sedangkan orientasi restaurant ke arah
muka tidak mengakibatkan terusiknya

Yoga ini
komersial

terdapat
berupa

café/restaurant terletak di bagian depan
rumah, yaitu pada bagian timur lahan,
sedangkan homestay/penginapan berada

konsep nilai, namun demikian keberadaan



328


Serat Rupa Journal of Design, September 2016, Vol.1, No.2: 317-332
Erwin Ardianto Halim – Studi Perilaku Adaptasi Manusia Terhadap Lingkungan Sosial Dalam Penambahan Fungsi
Ruang Komersial Hunian Tradisional Bali Di Ubud


di

bagian

barat

lahan.

Studi Kasus 3

Homestay/penginapan berada di luar area

Oka’s Warung, Jl. Kanjeng No.2, Ubud-

Sanga Mandala, sedangkan café/restaurant

Bali

ternyata

menempati

utama/jineng.

area

nistaning

Pada rumah ini, tembok

panyengker dan paduraksa masih terlihat
jelas batas-batasnya.
gerbang

dan

dipertahankan,

Demikian

pula

aling-aling

masih

walaupun

sudah

mengalami modifikasi untuk jalan masuk
motor (penambahan ramp dan pelebaran
ukuran gerbang). Sedangkan untuk ruangruang yang berubah fungsi pada rumah ini
dapat dilihat dalam Tabel 2 berikut ini:

Gambar 9. Area komersial pada bagian muka rumah
Oka’s Warung, hanya menyisakan angkul-angkul
yang terlihat
Sumber: dokumentasi peneliti, 2009

(Lihat Lampiran ; Tabel 1.3 Perubahan Ruang)

Area komersial terletak di luar Sanga
Tabel 2. Table Perubahan Fungsi Ruang pada Rumah
Bali Yoga
Area dan Fungsi Tradisionalnya
Bale Delod, multifungsi sebagai
tempat untuk upacara adat
maupun aktivitas lain
Paon
Jineng, berfungsi sebagai
lumbung
Bale Daja/Meten, untuk tempat
tidur dan menyimpan benda
pusaka
Bale Dauh, untuk tempat
bekerja di siang hari, digunakan
pula untuk tidur di malam hari
Bale Dangin, untuk upacara
keagamaan, tempat tidur kepala
keluarga, dan penyimpanan
peralatan upacara
Penunggu karang

Fungsi yang Terjadi
Saat Ini
Rumah Anak

Mandala, yaitu pada bagian telajakan,
sehingga konsep pola Sanga Mandala tidak
terusik.

Namun demikian, akibat dari

adanya area komersial tersebut, batas-batas
Dapur/service
Café/restaurant
Rumah Orangtua

Rumah Anak

hunian

seperti

tembok

panyengker,

kandang babi, paduraksa sudah tidak
terlihat sama sekali.

Area komersial ini

juga seluruhnya berorientasi ke Jl. Kajeng
sehingga tidak mengusik konsep nilai

Tempat penyimpanan
peralatan

natah. Penambahan ruang yang berubah
fungsi pada zona Sanga Mandala adalah

Penunggu karang dan
gudang

Sumber: dokumentasi peneliti, 2009

kamar-kamar

anggota

keluarga

dan

pergeseran fungsi lumbung menjadi dapur,
tidak ada kaitan langsung dengan fungsi
ruang komersial.
(Lihat Lampiran: Tabel 1.2 Perubahan
Zoning)



329


Serat Rupa Journal of Design, September 2016, Vol.1, No.2: 317-332
Erwin Ardianto Halim – Studi Perilaku Adaptasi Manusia Terhadap Lingkungan Sosial Dalam Penambahan Fungsi
Ruang Komersial Hunian Tradisional Bali Di Ubud


Ruang-ruang yang berubah fungsi pada
rumah ini dapat dilihat dalam Tabel 3
berikut ini:
Tabel 3. Perubahan Fungsi Ruang pada Rumah Oka’s
Warung
Area
dan
Tradisionalnya

Gambar 10. Zoning dan pembagian area menurut
pola Sanga Mandala pada Rumah Oka’s Warung
Sumber: dokumentasi peneliti, 2009

Pada rumah Oka’s Warung ini terdapat
penambahan

ruang

komersial

berupa

Fungsi

Fungsi yang Terjadi
Saat Ini

Bale Delod, multifungsi sebagai
tempat untuk upacara adat
maupun aktivitas lain

Rumah anak

Paon

Rumah anak

Jineng,
berfungsi
sebagai
lumbung
Bale Daja/Meten, untuk tempat
tidur dan menyimpan benda
pusaka
Bale Dauh, untuk tempat bekerja
di siang hari, digunakan pula
untuk tidur di malam hari
Bale Dangin, untuk upacara
keagamaan, tempat tidur kepala
keluarga, dan penyimpanan
peralatan upacara
Penunggu karang

Dapur
Rumah Orangtua

Rumah Anak

Tempat penyimpanan
peralatan

Penunggu karang

Sumber: dokumentasi peneliti, 2009

café/restaurant dan biro perjalanan. Café
dan biro perjalanan tersebut terletak di

Analisis Perubahan Nilai

bagian depan rumah, yaitu pada bagian

Analisis yang terakhir adalah analisis

timur lahan.

perubahan

Pada rumah ini, tembok

nilai

pada

ketiga

objek

panyengker dan paduraksa telah hilang

penelitian ini, pada analisis nilai ini konsep

batas-batasnya, berganti dengan deretan

Rwa Bhineda, konsep Tri Hita Karana,

ruang

konsep Sanga Mandala ditemukan bahwa

komersial.

Namun

demikian

gerbang masih dipertahankan, walaupun

masyarakat

aling-aling sudah tidak ada lagi. Di bagian

mempertahankan nilai tradisional dari tiga

dalam ruang hunian (natah), terdapat

konsep di atas, sebagai contoh: konsep

banyak

dualisme

perubahan

fungsi

ruang

dan

Bali

tetap

masih

(Konsep Rwa Bhineda) yang

penambahan kamar-kamar, namun tidak

menempatkan area sakral dan nista pada

ada sangkut-pautnya dengan kebutuhan

zona hunian yang berseberangan masih

ruang

karena

dipertahankan. Terlihat dari penempatan

penambahan jumlah anggota keluarga.

pura yang masih berorientasi ke arah



komersial,

melainkan

330


Serat Rupa Journal of Design, September 2016, Vol.1, No.2: 317-332
Erwin Ardianto Halim – Studi Perilaku Adaptasi Manusia Terhadap Lingkungan Sosial Dalam Penambahan Fungsi
Ruang Komersial Hunian Tradisional Bali Di Ubud


Gunung Agung sebagai orientasi sakral.

berantainya

Untuk keterangan lebih detil peneliti

perubahan

membuat bagan. (lihat Lampiran; Tabel 1.1

ruang/zona lainnya.

Tabel Perubahan Nilai )



mengakibatkan
fungsi

pada

Konsep Rwa Bhinneda dan Tri Hita
Karana pada tiga rumah yang

PENUTUP

dipilih sebagai objek penelitian ini

Dari analisis yang telah dilakukan pada

terlihat pemilik rumah berusaha

ketiga studi kasus yang dipilih, didapatkan

untuk menempatkan ruang lama

beberapa simpulan sebagai berikut:

maupun baru sesuai dengan nilai

a. Tuntutan ekonomi dan sosial dari

sakral

perkembangan

pariwisata

yang diberikan pada dua

konsep di atas. Namun, karena

menyebabkan kontekstualitas sosio-

adanya

kultural

pertimbangan

komersil yang ada sedikit banyak

utama dalam perkembangan ruang

mempengaruhi zoning ruang. Nilai

hunian

kedua

merupakan

di

mengalahkan

Ubud

masa

makna

kini,

kontinuitas

penambahan

konsep

ini

ruang

memiliki

keterkaitan yang cukup kuat dalam

tradisi yang ingin dipertahankan.

pengambilan keputusan pemilik

b. Benturan yang terjadi akibat keadaan

rumah dalam penambahan ruang

tarik-menarik antara kontekstualitas

yang baru di dalam kawasan

sosio-kultural

rumah mereka.

dengan

kontinuitas

tradisi mengakibatkan penambahan
fungsi komersial yang terjadi pada

Berdasarkan simpulan di atas, maka dapat

ruang hunian memiliki pola sebagai

disarankan

berikut:

fungsi ruang dan nilai/makna yang ada di





Fungsi

komersial

mulanya

bahwa

adanya

perubahan

dalamnya merupakan hal yang patut

diusahakan untuk berada di luar

disayangkan.

zona Sanga Mandala (telajakan

perkembangan sosio-kultural merupakan

atau kebon).

Apabila terpaksa

suatu aspek hakiki yang terdapat dalam

‘menjajah’ Sanga Mandala, maka

seluruh lapisan kehidupan masyarakat.

zona yang paling tidak sakral

Namun

(nista/madya) yang dikorbankan

mengimbangi

kontekstualitas

paling

hendaknya

tidak

dahulu.

Namun

efek

Kontekstualitas

demikian,

usaha

dengan

untuk
tersebut,

mengorbankan

331


Serat Rupa Journal of Design, September 2016, Vol.1, No.2: 317-332
Erwin Ardianto Halim – Studi Perilaku Adaptasi Manusia Terhadap Lingkungan Sosial Dalam Penambahan Fungsi
Ruang Komersial Hunian Tradisional Bali Di Ubud


kontinuitas

tradisi

perkembangan

makna.

Dalam

kebutuhan

dengan

dan Desain. Program Pascasarjana
Institut Teknologi Bandung.

tuntutan zaman yang tak dapat dihindari,

Tognoli, Jerome. Residential Enviroments.

masyarakat tradisi di seluruh Indonesia

Psychological Enviroment, Chapter

dapat

17.

meniru

langkah-langkah

yang

diusahakan oleh penghuni rumah Ubud
pada studi kasus penelitian ini, yakni
berusaha mempertahankan makna dan
tradisi

kesakralan

dengan

mengubah

ruang pada zona yang paling tidak sakral
(tidak penting).

DAFTAR PUSTAKA
Couteau,

Jean.

(1999).

Museum

Puri

Lukisan. Ratna Wartha Foundation,
Ubud-Bali.
Karso, Olih Solihat. (1999). Perubahan Nilai
Pada Arsitektur Tradisional Bali.
Program Magister Seni Rupa dan
Desain.

Program

Pascasarjana

Institut Teknologi Bandung.
Kelurahan Ubud. (2006). Profil Kelurahan
Ubud. Bali, Indonesia.
Pemerintah Daerah Propinsi Bali. (2009).
Rencana

Tata

Ruang

Wilayah

Propinsi Bali. Bali, Indonesia.
Remawa, A. A. Gde Rai. (1998). Standarisasi
Bangunan Rumah Tinggal Sebagai
Pengembangan Tata Ruang Dalam
(Interior) pada Arsitektur Tradisional
Bali (Studi Kasus: Bale Gede/Saka
Roras). Program Magister Seni Rupa



332