ANA Analisis Disparitas Pembangunan Daerah Ditiga Kota Jawa Tengah (Surakarta, Salatiga, Semarang) Tahun 1993-2013.

ANA
ALISIS DIISPARITA
AS PEMBANGUNA
AN DAER
RAH
DIT
TIGA KOTA JAWA
A TENGA
AH
(SURAK
KARTA, S
SALATIGA
A, SEMAR
RANG)
TAHU
UN 1993-22013

NASKA
AH PUBLIK
KASI
Diajukan

n Untuk Meemenuhi Tu
ugas dan Syaarat-syarat Guna Mem
mperoleh
Gelar Sarjjana Ekonoomi Jurusan
n Ilmu Ekon
nomi Studi P
Pembangun
nan Pada
Fakultaas Ekonomi dan Bisnis Universitass Muhammaadiyah Suraakarta
Oleh :
SUGITO
B
B300110004

KULTAS E
EKONOMI DAN BISN
NIS
FAK
UNIVERSITAS MUH
HAMMADIY

YAH SURA
AKARTA
2015

FAT(IILTAS OKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUII{MMADIYAH SI]RAI{ARTA
Jr, A.

Yoi

Pos 1 Pabelaq

knr&a

're1p. (027

t) 717117,Fd:71544a

SnEk,n sTlo,
SURAT PERSETUJUAN ARTIXEL PUBLINASI


ILMIAII

YeB betudltansan dibavah ini pembirbine skiipsvlus6 akhn:

Nama
Telan msbaca

: Didir Pumoho- SE. Msi

da nen emali

rin8kasan sknpsi/tu.los atun {idi

naskah anikel

publitsi ilnia]l, yds merupakm

nan6isrE:


NIM

ANALTSIS DISPARITAS PEMBANGIJNAN

DAERAH DIIIGA KOTA
(SUIIAKRTA, SALATTGA,

TENGAH

'AWA
SEMARANG)

TAHT]N

1993-2013
Nask

n anikel ie6ebut, layal

pe etujuan dibuaq senosa


dapar

dan dapar dietujui untuk publik6i_ Dmikian

dipeigualan seperlunya.

ABSTRAKSI

Ketimpangan antar wilayah merupakan aspek yang umum terjadi dalam
kegiatan ekonomi suatu daerah. Ketimpangan ini terjadi disebabkan adanya
perbedaan kandungan sumber daya alam dan perbedaan kondisi demografi yang
terdapat pada masing-masing wilayah. Adanya perbedaan ini menyebabkan
kemampuan suatu daerah dalam mendorong proses pembangunan juga menjadi
berbeda. Dalam penelitian ini penulis mengambil judul “Analisis Disparitas
Pembangunan Daerah di Tiga Kota Jawa Tengah (Surakarta, Salatiga, Semarang)
Tahun 1993-2013”.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui besarnya
tingkat disparitas pembangunan daerah dan besarnya pengaruh Belanja Daerah,
Tingkat Pengangguran terhadap tingkat Disparitas Pembangunan Daerah di Tiga

Kota Jawa Tengah (Surakarta, Salatiga, Semarang). Metode analisis yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Indeks Williamson, Ordinary Least Square
(OLS).
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa dari perhitungan Indeks
Williamson bahwa disparitas pembangunan daerah di Tiga Kota Jawa Tengah
(Surakarta, Salatiga, Semarang) tahun 1993-2013 cukup kecil yaitu dengan nilai
rata-rata di Kota Surakarta (0,078), Kota Salatiga (0,013), Kota Semarang (0,322),
dan ketiganya mendekati angka 0 (nol). Belanja Daerah memiliki pengaruh positif
terhadap tingkat disparitas pembangunan di Kota Surakarta. Belanja Daerah
memiliki pengaruh negatif terhadap tingkat disparitas pembangunan di Kota
Salatiga dan Semarang, dan Tingkat Pengangguran tidak memiliki pengaruh
terhadap tingkat disparitas pembangunan Kota Surakarta, Kota Salatiga, dan Kota
Semarang.
Kata kunci: Disparitas Pembangunan Daerah, Belanja Daerah, Tingkat
Pengangguran.

A. LATAR BELAKANG
Disparitas pembangunan ekonomi antar daerah merupakan fenomena
universal,


disemua

negara

tanpa

memandang

ukuran

dan

tingkat

pembangunannya. Disparitas pembangunan merupakan masalah kesenjangan
yang serius untuk ditanggulangi baik pada sistem perekonomian pasar maupun
ekonomi terencana.
Proses pembangunan dalam skala nasional yang dilaksanakan selama ini
ternyata telah menimbulkan masalah pembangunan yang cukup besar dan
kompleks karena pendekatan pembangunan sangat menekankan pada

pertumbuhan ekonomi makro dan cenderung mengabaikan terjadinya
kesenjangan-kesenjangan pembangunan ekonomi antar wilayah.
Menurut Sjafrizal (2012) dalam Dyatmika dan Atmanti (2013), terdapat
faktor-faktor yang mempengaruhi ketimpangan antar wilayah yaitu perbedaan
sumber daya alam, faktor demografis termasuk kondisi tenaga kerja, alokasi
dana pembangunan antar wilayah baik investasi pemerintah maupun investasi
swasta, konsentrasi kegiatan ekonomi wilayah, dan mobilitas barang dan jasa.
Adanya perbedaan ini menyebabkan kemampuan suatu daerah dalam
mendorong proses pembangunan juga menjadi berbeda. Oleh karena itu pada
setiap daerah biasanya terdapat wilayah maju (Developed Region) dan wilayah
terbelakang (Underdeveloped Region).
Pembangunan merupakan alat yang digunakan untuk mencapai tujuan
bangsa dan pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator untuk
menilai keberhasilan pembangunan dari suatu negara. Pembukaan UndangUndang Dasar 1945 tercantum tujuan bangsa Indonesia bahwa diantaranya
yaitu untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan
bangsa. Dalam pelaksanaan pembangunan, pertumbuhan ekonomi yang tinggi
adalah sasaran utama bagi negara-negara sedang berkembang. Hal ini
disebabkan pertumbuhan ekonomi berkaitan erat dengan peningkatan barang
dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat, sehingga dengan semakin banyak
barang dan jasa yang diproduksi, maka kesejahteraan masyarakat akan

meningkat (Mirza, 2012).

Menurut Todaro (2006) proses pembangunan paling tidak memiliki tiga
tujuan inti yaitu peningkatan ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai
barang kebutuhan hidup yang pokok, peningkatan standar hidup, dan
perluasan

pilihan-pilihan

ekonomis

dan

sosial.

pertumbuhan yang setinggi-tingginya tujuan

Selain

utama


menciptakan

dari usaha-usaha

pembangunan adalah menghapus dan mengurangi tingkat kemiskinan,
ketimpangan pendapatan, dan tingkat pengangguran.
Pembangunan

daerah

sebenarnya

adalah

bagian

intergral

dari


pembangunan nasional. Pembangunan yang dilaksanakan diharapkan dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pelaksanaan pembangunan harus
seimbang jangan sampai ada gerakan protes dari tiap daerah dan memunculkan
potensi disintergrasi bangsa dari wilayah Negara Kesatuan Repuplik Indonesia.
Isu dan kekwatiaran akan adanya gerakan disintegrasi tersebut akhirnya
memunculkan undang-undang yang memberikan keleluasan kepada daerah
dalam wujud otonomi daerah yang luas dan bertanggung jawab yang sesuai
kondisi dan potensi wilayahnya.
Pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal di Indonesia sudah
dilakukan sejak tanggal 1 Januari 2001. Melalui otonomi daerah dan
desentralisasi fiskal, pemerintah daerah memiliki wewenang untuk menggali
pendapatan dan melakukan peran alokasi secara mandiri dalam menetapkan
prioritas pembangunan. Diharapkan dengan adanya otonomi dan desentralisasi
fiskal dapat lebih memeratakan pembangunan sesuai dengan keinginan daerah
untuk mengembangkan wilayah menurut potensi masing-masing (Sasana,
2012).
Pemerintah melalui Undang-undang No. 25 tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional mengatakan bahwa, perencanaan
pembangunan nasional maupun regional merupakan kegiatan yang berlangsung
terus-menerus dan berkesinambungan mengikuti pola tertentu berdasar hasil
telaah yang cermat terhadap situasi dan kondisi yang bagus. Pemerintah
mengeluarkan kebijakan tentang pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat
kepada pemerintah daerah untuk merencanakan dan mengelola pembangunan

melalui Undang-undang No. 22 tahun 1999 revisi menjadi Undang-undang No.
32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-undang No. 25 tahun
1999 revisi menjadi undang-undang No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Kuncoro, 2004).
Di negara yang sedang berkembang, campur tangan pemerintah sangat
diperlukan dalam pembangunan wilayah. Campur tangan tersebut adalah
pemerintah sebagai bentuk institusi merupakan sistem pengambil keputusan
dan melahirkan aturan-aturan yang menyangkut alokasi sumber daya serta
pemanfaatannya guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, tujuan dalam
penelitian ini adalah mengetahui seberapa besar tingkat ketimpangan
pembangunan daerah dan mengetahui faktor-faktor yang mepengaruhi tingkat
ketimpangan pembangunan daerah ditiga kota Jawa Tengah (Surakarta,
Salatiga, Semarang) tahun 1993-2013.

B. Tinjauan Pustaka
1. Definisi Pembagunan Ekonomi Daerah
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah
daerah dan masyarakatnya mengelola setiap sumber daya yang ada dan
membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor
swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang
perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah
tersebut. Dalam istilah lain, pembangunan ekonomi adalah usaha untuk
meningkatkan taraf hidup suatu bangsa yang sering kali diukur dengan
tinggi rendahnya pendapatan riil per kapita dimana pembangunan ekonomi
disamping meningkatkan pendapatan riil nasional juga meningkatkan
produktivitas (Arsyad, 2010).
2. Definisi Pertumbuha Ekonomi
Menurut sukirno (2011), Pertumbuhan ekonomi dapat didefinisikan
sebagai perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan
barang dan jasa yang diproduksikan dalam masyarakat bertambah. Masalah

pertumbuhan ekonomi dapat dipandang sebagai makroekonomi dalam
jangka panjang dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu
negara untuk menghasilkan barang dan jasa akan meningkat. Kemampuan
yang meningkat ini disebabkan karena faktor-faktor produksi akan selalu
mengalami pertambahan dalam jumlah dan kualitasnya. Investasi akan
menambah jumlah barang modal, teknologi yang digunakan akan
berkembang, disamping itu tenaga kerja bertambah sebagai akibat
pertambahan penduduk, dan pengalaman kerja dan pendidikan menambah
ketrampilan mereka.
3. Ukuran Ketimpangan Pembangunan Daerah
Secara teoritis permasalahan ketimpangan pembangunan antar
wilayah mula–mula dimunculkan oleh Douglas C North dalam analisanya
tentang Teori Pertumbuhan Neo-Klasik. Dalam teori tersebut dimunculkan
sebuah prediksi tentang hubungan antar tingkat pembangunan ekonomi
nasional suatu negara dengan ketimpangan pembangunan antar wilayah.
Hipotesa ini kemudian lazim dikenal sebagai Hipotesa Neo-Klasik yang
menarik perhatian para ekonom dan perencana pembangunan daerah.
Menurut Hipotesa Neo-Klasik pada permulaan proses pembangunan
suatu negara, ketimpangan pembangunan antar wilayah cenderung
meningkat. Proses ini akan terjadi sampai ketimpangan tersebut mencapai
titik puncak. Setelah itu, bila proses pembangunan terus berlanjut, maka
secara berangsur–angsur ketimpangan pembangunan antar wilayah tersebut
akan menurun. Berdasarkan hipotesa ini, dapat ditarik suatu kesimpulan
sementara bahwa pada negara–negara sedang berkembang umumnya
ketimpangan pembangunan antar wilayah cenderung lebih tinggi,
sedangkan pada negara maju ketimpangan tersebut akan menjadi lebih
rendah. Dengan kata lain, kurva ketimpangan pembangunan antar wilayah
adalah berbentuk huruf U terbalik (Reserve U-shape Curve).

C. Metode Penelitian
1. Indeks Williamsom
untuk mengetahui tingkat ketimpngan pembagunan daerah, dengan
formulasi sebagai berikut:
n



=

IDW

i=1

( y

i



y )

2

fi
N

y

Di mana:

IDW

= Indeks Williamson

yi

= PDRB per kapita di kabupaten/kota i

y

= PDRB perkapita rata-rata di Provinsi

fi

= Jumlah Penduduk di kabupaten/kota i

N

= Jumlah penduduk di Provinsi

Nilai IDW terletak antara 0 dan 1, apabila IDW mendekati 0 (nol),
maka suatu wilayah dikatakan sangat merata dan IDW mendekati 1 (satu)
berarti suatu wialayah dikatakan timpang.
2. Ordinary Least Square (OLS)
Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhinya, dengan
persamaan estimasi sebagai berikut:

IDW

= β

t

0

+ β 1 BD

t

+ β 2 TP

t

+ U

t

Dimana:
IDW

BD

= Indeks Williamson (%)

t

= Belanja Daerah (Ribu Rupiah)

t

TP t

= Tingkat Pengangguran (%)

β

= Konstanta

0

β1 − β
U

t

2

= Koofesien Regresi
= Variabel Pengganggu

D. Hasil Penelitian dan Pembahasan
Dari

perhitungan

Indeks

Williamson

(IDW)

bahwa

disparitas

pembangunan daerah ditiga Kota Jawa Tengah (Surakarta, Salatiga, Semarang)
tahun 1993-2013 cukup rendah yaitu dengan nilai rata-rata di Kota Surakarta
(0,078), Kota Salatiga (0,013), Kota Semarang (0,322), dan ketiganya
mendekati angka 0 (nol) dan menjahui angka 1.
Berdasarkan hasil Ordinary Least Square (OLS),
1. Surakarta
IDW

=

(0.0881469133445) + (2.04189672031e-11)BD

+(0.00235286788135)TP + Ut
Keterangan:
Α

R2

Adjusted R2

Fhit

DW

0,05

0.320513

0.245015

4.245293

1.274594

Sumber: Data Sekunder Diolah
Dari persamaan diatas diperoleh nilai R 2 adalah sebesar
0.3205, sehingga koofisien determinasi menunjukkan bahwa 32,05
persen variasi nilai angka Indeks Williamson (IDW) di Surakarta
dapat dijelaskan oleh variabel Belanja Derah, Tingkat Pengangguran.
Tabel 1.1
Nilai Signifikasi tsatistk Kota Surakarta
Variabel
Prob.t-stat
Α
Pengaruh
BD

0.0135

0,05

Memiliki

TP

0.3520

0,05

Tidak memiliki

Sumber: Data Sekunder Diolah
Berdasarkan hasil regresi model lengkap, Belanja Daerah (BD)
memiliki pengaruh positif signifikan terhadap IDW Surakarta dan
Tingkat Pengangguran (TP) tidak memiliki pengaruh signifikan
terhadap IDW Surakarta.
2. Salatiga
IDW = (0.0287189581518) + (-3.96962313023e-11)BD + (0.000675862787823)TP + Ut

Keterangan:
Α

R2

Adjusted R2

Fhit

DW

0,05

0.340869

0.267632

4.654338

0.735942

Sumber: Data Sekunder Diolah
Dari persamaan diatas diproleh, Nilai R 2 adalah sebesar 0,3408,
sehingga koofisien determinasi menunjukkan bahwa 34,08 persen
variasi nilai angka Indeks Williamson (IDW) di Salatiga dapat
dijelaskan oleh variabel Belanja Derah, Tingkat Pengangguran.

Variabel

Tabel 1.2
Nilai Signifikan t statistik Kota Salatiga
Prob.t-stat
Α

Pengaruh

BD

0.0300

0,05

Memiliki

TP

0.6341

0,05

Tidak memiliki

Sumber: Data Sekunder Diolah
Berdasarkan hasil regresi model lengkap, Variabel Belanja
Daerah (BD) memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap variabel
IDW Salatiga dan Variabel Tingkat Pengangguran (TP) tidak
memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel IDW Salatiga.
3.

Semarang
IDW = (0.160584023712) + (- 1.10598426621e-10)BD + (0.00203367609062)TP + Ut
Keterangan:
Α

R2

Adjusted R2

Fhit

DW

0,05

0.233456

0.148284

0.091377

1.442309

Sumber: Data Sekunder Diolah
Dari persamaan diatas diproleh, Nilai R 2 adalah sebesar 0.2334,
sehingga koofisien determinasi menunjukkan bahwa 23,34 persen
variasi nilai angka Indeks Williamson (IDW) di Semarang dapat
dijelaskan oleh variabel Belanja Derah, Tingkat Pengangguran.
Tabel 1.3
Nilai Signifikan t statistik Kota Semarang

Variabel

Prob.t-stat

Α

Pengaruh

BD

0.0342

0,05

Memiliki

TP

0.4913

0,05

Tidak memiliki

Sumber: Data Sekunder Diolah
Berdasarkan hasil regresi model lengkap, Variabel Beanja
Daerah (BD) memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap
variabel IDW negatif dan Variabel Tingkat Pengangguran (TP)
tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel IDW
Semarang.

E. Kesimpulan
Berdasarakan hasil perhitungan dengan mengunakan Indeks Williamson
(IDW), ternyata dari tiga kota Jawa Tengah memiliki angka IDW yang secara
umum hampir sama yaitu mendekati angka 0 (nol). Menunjukan bahwa nilai
IDW yang menjahui angka 1 (satu) berarti menunjukan adanya pemerataan
pembangunan ditiga Kota Jawa Tengah (Surakarta, Salatiga, Semarang).
Berdasarkan hasil analisis regresi model lengkap, Variabel Belanja
Daerah (BD) berpengaruh positif signifikan terhadap tingkat disparitas
pembangunan di Kota Surakarta, Variabel Belanja Daerah (BD) berpengaruh
negatif signifikan terhadap disparitas pembangunan daerah di Kota Salatiga,
dan Kota Semarang. Variabel Tingkat Pengangguran (TP) tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap disparitas pembangunan daerah ditiga Kota Jawa
Tengah (Surakarta, Salatiga, Semarang).
F. Saran
Berdasarkan uraian-uraian yang telah disampaikan diatas, maka penulis
mengemukakan beberapa saran yang yang berkaitan dengan penelitian yang
telah dilakukan,dianataranya sebagai berikut:
1.

Berdasarakan angka Indeks Williamson (IDW) yang diperoleh atau
tingkat disparitas pembangunan daerah ditiga Kota Jawa Tengah maka
diharapkan untuk masing-masing kota mengambil kebijakan untuk lebih

memperkecil tingkat disparitas pembangunan daerah, maka diharapkan
agar memaksimalkan sumber daya alam sepenuhnya demi kepentingan
rakyak daerah tersebut dan diharapan bagi pemerintah daerah harus
memperhatikan daerah pendukung agar pembangunan dapat berjalan
dengan seimbang dan lancar maka pemerintah harus memperhatikan
semua daerah tanpa ada perlakuan khusus bagi masing-masing daerah.
2.

Bagi pemerintah Kota Surakarta, Kota Salatiga, Kota Semarang dalam
upaya memperkecil tingkat disparitas pembangunan perlu meningkatkan
alokasi pelaksanaan Belanja Daerah yang terarah, sehingga pengambilan
kebijakan lain yang berkaitan tepat sasaran sehingga mampu menekan
angka tingkat ketimpangan di daerah.

3.

Penelitian ini memiliki keterbatasan sehingga masih dimungkinkan untuk
melakukan penelitian lanjutan dengan kajian yang lebih mendalam,
seperti penambahan sampel, variabel, cakupan, metode, dan lain
sebagainya.

G. Daftar Pustaka
Ahmed, Navas. and Husain, Nasmul. 2013. Identification of Micro Regional
Disparities in The Level of Development in The Rural Areas: A Case Study
of Malda District of West Bengal (India). Vol.2 No.5. May 2013: 37-45.
Arsyad, Lincolin. 2010. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: Unit Penerbit dan
Percetakan STIM YKPN Yogyakarta.
Badan Pusat Statistik. 2012. Jawa Tengah Dalam Angka 1993-2014. Semarang:
Badan Pusat Statistik.
.2009. Indikator Ekonomi Kota Salatiga Tahun 2009.
Salatiga: Badan Pusat Statistik.
.1993-1996. Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS).
Semarang: Badan Pusat Statistik.

Badrudin, Rudi. 2012. Ekonomika Otonomi Daerah. Yogyakarta: UPP STIM
YKPN.
Boldea, Monica. and K. 2012. Regional Disparity Analysis: The Case of
Romania. Journal of Eastern Europe Research in Business & Economics.
Vol.2012(2012): 1-10.
Dhyatmika, Ketut Wahyu, dan Atmanti, Dwi Hastarini. 2013. Analisis
Ketimpangan Pembangunan Provinsi Banten Pasca Pemekaran. Diponegoro
journal of economic. Vol.2 No.2. 2013: 1-8.

Ghozali, Imam. 2009. Ekonometrika: Teori, Konsep, dan Aplikasi dengan SPSS
17. Semarang: Badan Penerbit – UNDIP.

Gujarati, Damodar. 2003. Ekonometrika Dasar. Jakarta: Erlangga.
Sasana, hadi. 2012. Pengaruh Belanja Pemerintah Daerah dan Pendapatan
perkapita Terhadap Indeks Pembangunan Manusia. Jurnal Ekonomi dan
Manajeman. Vol.25, no.1. 2012: 1-12.

. 2009. Analisis dampak pertumbuhan ekonomi, kesenjangan antar
daerah dan tenaga kerja terserap terhadap kesejahteraan di Kabupaten/Kota
Provinsi Jawa Tengah dalam era desentralisasi fiskal. Jurnal Bisnis dan
Ekonomi (JBE).vol.16, no.1. 2009: 50-69.

Huruta, Andrian Dolfriandra. 2013. Ketimpangan Pembangunan Pada Satuan
Wilayah Pengembangan di Kabupaten Sumba Timur. Jurnal Studi
Pembangunan Interdisiplin. Vol.12 No.2. 2013: 154-175.

Irawan dan Suparmoko. 2008. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: BPFE.
Irawan, Dedi. 2012. Konsep Disparitas Pembangunan Ekonomi. (Online).
(https://dedeirawan32.wordpress.com/2012/05/14/konsep-disparitas
pembangunan-ekonomi/. diakses tanggal 29 maret 2015).

Khakim, Luqman. dkk. Potensi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan
Kesejahteraan masyarakat. Jurnal Ekonomi Pemangunan. Vol.12 No.2.
Desember 2011: 281-296.
Kuncoro, Mudrajad. 2004. Otonomi dan Pemabanguan daerah. Jakarta: Erlangga.
. 2001. Metode Kuantitatif. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
Mardiana. dkk. 2012. Desentralisasi Fiskal dan Disparitas Regional di Provinsi
Riau. Jurnal Ekonomi. Vol.20 No.4. Desember 2012: 1-18.
Mirza, Denni Sulistio. 2012. Pengaruh Kemiskinan, Pertumbuhan Ekonomi dan
Belanja Modal Terhadap Indeks Pembangunan Manusia. Jurnal UNNES.
1(1). November 2012: 1-15.
Nadiroh, Fuktiatun. Ketimpangan Pembangunan Antar Wilayah. (Online),
(http://fuktia-alkarazkani.blogspot.com/2012/04/ketimpangan-pembangunan
-antar-wilayah.html, diakses tanggal 28 maret 2015).
Nuha, Mohammad Khadziqun. 2011. Pengurangan Ketimpangan Pembangunan.
(Online) (http://kadiq31.blogspot.com/2011/10/pengurangan-ketimpanganpembangunan.html, diakses tanggal 28 maret 2015).
Nurlan. 2006. Pengelolaan Keuangan Daerah. Gorontalo: PT Indeks.
Patra, Aditya Kumar. and Acharya, Arabinda. 2011.

Regional Disparity,

Infrastructure Development and Economic Growth: An Inter-State Analysis.
Research and Practice in Social Sciences. Vol.6 No.2. February 2011: 17-

30.
Rizal, Achmad. 2013. Disparitas Pembangunan Wilayah Pesisir (Studi Kasus
Kabupaten Tasikmalaya). Jurnal Akuatika. Vol.4 No.2. September 2013:
115-130.
Singh, Ajit Kumar. 2012. Regional Disparities in The Post Reform Period.
Journal of Regional Development and Planning. Vol.1 No.1. 2012: 17-24.

Soebagyo, Daryono. 2013. Perekonomian Indonesia. Surakarta: Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, UMS.
. 2000. Disparitas Pembangunan dan Fakto-Faktor yang
Mempengaruhi (Studi Kasus di Daerah Sumbagsel). Jurnal Ekonomi
Pembangunan. Vol.1 No.1. Juni 2000: 21-34.

Suharyadi dan Purwanto. 2009. Statistika untuk Ekonomi dan Keuangan Modern.
Jakarta: Selemba Empat.
Sukirno, Sadono. 2011. Makroekonomi Teori Pengantar. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada
Suyatno, 2011. Analisis Disparitas Perekonomian di Wilayah Jawa (Jawa
Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur) periode 1996-2011. Skripsi. Surakarta:

Fakulatas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Todaro, Michael P. dan Stephen C. Smith. 2010. Pembangunan Ekonomi. 9 ed.
Jakarta: Erlangga.
Todaro, Michael P. dan Stephen C. Smith. 2006. Pembangunan Ekonomi. 9 ed.
Jakarta: Erlangga.
Yuwono, Sony. dkk. 2008. Memahami APBD dan Permasalahannya (Panduan
Pengelolaan Keuangan Daerah). Malang: Bayumedia Publising.

Zali, Nader. and K. 2013. An Analysis of Regional Disparitis Situation in The
East Azabaijan Province. Journal of Urban and Environmental Engineering.
Vol.7 No.1. Juee 2013: 183-194.