NASKAH PUBLIKASI Studi Kualitatif Tentang Sikap Keluarga Terhadap Pasien Gangguan Jiwa Di Wilayah Kecamatan Sukoharjo.

NASKAH PUBLIKASI
STUDI KUALITATIF TENTANG SIKAP KELUARGA
TERHADAP PASIEN GANGGUAN JIWA DI WILAYAH
KECAMATAN SUKOHARJO

Oleh :
ESTRIANA MURNI SETIAWATI
J 210 080 129

S-1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2012

PENELITIAN

STUDI KUALITATIF TENTANG SIKAP KELUARGA
TERHADAP PASIEN GANGGUAN JIWA DI WILAYAH
KECAMATAN SUKOHARJO
Estriana Murni Setiawati*
Arif Widodo**

Dewi Listyorini***
Abstrak
Penderita gangguan jiwa tidak mungkin mampu mengatasi masalah kejiwaanya
sendiri. Individu tersebut membutuhkan peran orang lain di sekitarnya, khususnya
keluarganya. Keluarga merupakan tempat dimana individu memulai hubungan
interpersonal dengan lingkungannya. Sikap keluarga sangat penting karena berpengaruh
terhadap kekambuhan pada pasien gangguan jiwa. Keluarga kerap keliru dalam bersikap
terhadap penderita gangguan jiwa, seperti merantai, memasung, atau menyekap
penderita gangguan jiwa dengan alasan malu dan tidak memiliki biaya untuk pengobatan.
Dari 12 kecamatan yang berada di Wilayah Kabupaten Sukoharjo, Kecamatan Sukoharjo
menduduki peringkat pertama dalam hal terjadinya kasus gangguan jiwa, yaitu sebanyak
43 kasus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran sikap keluarga terhadap
pasien gagguan jiwa. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif . Teknik
penelitian dilakukan dengan wawancara mendalam, observasi dan Focus Group
Disscusion pada keluarga pasien gangguan jiwa yang dilakukan pada bulan Maret-Mei
2012. Analisis data menggunakan content analysis dengan mengkategorikan data
verbal untuk tujuan klasifikasi, validasi data dan verifikasi. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa Keluarga mengetahui bahwa pasien menderita gangguan jiwa, dan keluarga
mempunyai dan belum mempunyai pengalaman sebelumnya dengan penderita
gangguan jiwa. Penyebab pasien menderita gangguan jiwa adalah karena faktor genetik

dan psikologis. Sikap masyarakat terhadap pasien gangguan jiwa adalah menerima,
mengucilkan, membicarakan dan memandang pasien berbeda dengan masyarakat.
Sedangkan sikap keluarga adalah menerima keadaan pasien dan bersikap positif dengan
mengajak pasien berbicara dan mengobrol ketika pasien berbicara sendiri dan berjalan
mondar-mandir, mengikat pasien ketika mengamuk dan melepasnya setelah pasien
tenang, serta menasehati pasien ketika pasien mengatai orang. Perawatan yang
dilakukan oleh keluarga pasien gangguan jiwa adalah membawa pasien berobat ke
rumah sakit jiwa, pijat, ruqyah dan dukun.
Kata kunci : Pasien gangguan jiwa, sikap keluarga

_____________________________________________________________
Studi Retrospektif tentang Sikap Keluarga terhadap Pasien Gangguan Jiwa di
Wilayah Kecamatan Sukoharjo

1

QUALITATIVE STUDY ABOUT FAMILLY’S ATTITUDE
TOWARD MENTAL ILLNESS PATIENT IN
SUKOHARJO SUBDISTRICT
Abtract

Mental illness patient impossible to able psychic problem alone. They need other
people act around them, in particular they family. Family is place where people starting
interpersonal relationship with environtment. Family attitude very important because
influential toward mental illness patient relapse. Family often mistake within have certain
attitude toward mental illness patient, like bound in chain, put in the stocks, or lock mental
illness patient with embarrassed reason and don’t have expense to medical treatment.
From 12 subdistrict in Sukoharjo District, Sukoharjo Subdistrict occupy first level in
concerning occur mental illness case, that is 43 case. This research aims to know
overview family attitude toward mental illness patient. This research is descriptive
qualitative research. The technique of collecting data uses In-Depth Interview,
observation, and Focus Group Discusion toward mental illness’s family that held up to
three months. The technique of analyzing data employs content analysis by catagorizing
verbal data for classification, validation data, and verification purpose. The result of the
research show that family know that patient suffer mental ilness, and family have and
haven’t experiance with mental illness patient. Causes patient suffer mental illness is
genetic and psychologic factor. Community attitude toward mental illness patient is
accept,expel, chated up and regard as diffirent with community. Whereas family attitude
is accept patient and positive attitude’s with ask and talking with patient when patient
speak alone and walk to and from, binding the patient when patient run amuck and then
take down when patient relax, and then advise patient when patient screaming with

other’s. The treatment who choose by family is medical, massage, ruqyah and shaman.
Key word : Mental Illness patient, family’s attitude

PENDAHULUAN
Latar belakang
Proses
globalisasi
dan
pesatnya
kemajuan
teknologi
informasi memberi dampak terhadap
nilai-nilai
sosial
dan
budaya
masyarakat. Sementara tidak semua
orang mempunyai kemampuan yang
sama untuk menyesuaikan dengan
berbagai

perubahan
tersebut.
Akibatnya, gangguan jiwa saat ini
telah menjadi masalah kesehatan
global.
Gangguan
jiwa
adalah
kumpulan dari keadaan-keadaan
yang tidak normal, baik yang
berhubungan dengan fisik maupun
mental.

Kabupaten
Sukoharjo
menduduki peringkat pertama se-Eks
karesidenan Surakarta dalam hal
jumlah warga yang mengalami
gangguan jiwa. Hal tersebut di
dukung oleh data dari Dinas

Kesehatan
Kabupaten
(DKK)
Sukoharjo yang menunjukkan angka
gangguan
jiwa
di
Kabupaten
Sukoharjo adalah sebanyak 219
kasus pada Januari 2011 (Dinkes,
2011). DKK Sukoharjo menyebutkan
dari 12 Kecamatan yang berada di
wilayah
Kabupaten
Sukoharjo,
Kecamatan Sukoharjo menduduki
peringkat pertama dengan jumlah
penderita gangguan jiwa terbanyak
yaitu sebanyak 43 kasus.


_____________________________________________________________
Studi Retrospektif tentang Sikap Keluarga terhadap Pasien Gangguan Jiwa di
Wilayah Kecamatan Sukoharjo

2

Tingginya jumlah penderita
gangguan jiwa di Wilayah Kecamatan
Sukoharjo tidak lepas dari peran
orang-orang
disekitar
penderita.
Penderita gangguan jiwa tidak
mungkin mampu mengatasi masalah
kejiwaanya sendiri. Individu tersebut
membutuhkan peran orang lain di
sekitarnya, khususnya keluarganya.
Keluarga merupakan tempat dimana
individu
memulai

hubungan
interpersonal dengan lingkungannya.
Keluarga adalah institusi pendidikan
utama bagi individu untuk belajar dan
mengembangkan nilai, keyakinan,
sikap dan perilaku. Individu menguji
coba perilakunya didalam keluarga,
dan
umpan
balik
keluarga
mempengaruhi
individu
dalam
mengadopsi perilaku tertentu. Semua
ini merupakan persiapan individu
untuk berperan di masyarakat
(Mubarak, 2009)
Penelitian Wulansih (2008)
menyatakan bahwa sikap keluarga

sangat
berpengaruh
terhadap
kekambuhan
pada
pasien
skizofrenia. Keluarga kerap keliru
dalam bersikap terhadap penderita
gangguan jiwa, seperti merantai,
memasung,
atau
menyekap
penderita gangguan jiwa dengan
alasan malu dan tidak memiliki biaya
untuk pengobatan.
Perumusan Masalah
“Bagaimana sikap keluarga
terhadap pasien gangguan jiwa di
wilayah Kecamatan Sukoharjo”
Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui bagaimana
gambaran sikap keluarga terhadap
pasien gangguan jiwa di wilayah
Kecamatan Sukoharjo

TINJUAN PUSTAKA
Konsep Dasar Gangguan Jiwa
Gangguan
jiwa
adalah
kumpulan dari keadaan-keadaan
yang tidak normal, baik yang
berhubungan dengan fisik, maupun
dengan
mental.
Keabnormalan
tersebut dibagi ke dalam 2 golongan
yaitu gangguan jiwa (Neurosa) dan
sakit jiwa (Psikosa) (Yosep, 2007).
Konsep Keluarga

Bailon dan Maglaya (1978)
mendefinisikan keluarga adalah dua
atau lebih individu yang hidup dalam
satu rumah tangga karena adanya
hubungan darah, perkawinan, atau
adopsi. Mereka saling berinteraksi
satu
dengan
yang
lainnya,
mempunyai peran masing-masing
dan
menciptakan
serta
mempertahankan
suatu
budaya
(Setyowati, 2008).
Konsep Sikap
Sikap
adalah
penilaian
seseorang
terhadap
stimulusstimulus atau objek (Notoatmojo,
2003).
Notoatmojo
(2003),
menyatakan
setelah
seseorang
mengetahui stimulus atau objek
proses selanjutnya akan menilai atau
bersikap terhadap stimulus. Apabila
individu mempunyai sikap yang
positif terhadap stimulus maka ia
akan
mempunyai
sikap
yang
menunjukkan atau memperlihatkan,
menerima, mengakui, menyetujui
serta melaksanakan norma-norma
yang
berlaku
dimana
individu
tersebut berada. Demikian sebaliknya
bila individu mempunyai sikap yang
negatif, individu tersebut akan
menolak norma-norma yang berlaku
dimana individu tersebut berada.

_____________________________________________________________
Studi Retrospektif tentang Sikap Keluarga terhadap Pasien Gangguan Jiwa di
Wilayah Kecamatan Sukoharjo

3

KEASLIAN PENELITIAN
1. Wulansih (2008) dengan judul
“Hubungan
Antara
Tingkat
Pengetahuan dan Sikap Keluarga
dengan Kekambuhan pada Pasien
Skizofrenia di RSJD Surakarta”.
Penelitian ini adalah penelitian
korelasi. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan yang signifikan antara
tingkat
pengetahuan
dengan
kekambuhan
pada
pasien
skizofrenia,
sedangkan
sikap
keluarga mempunyai hubungan
yang
signifikan
dengan
kekambuhan
pada
pasien
skizofrenia.
2. Riza
(2008)
dengan
judul
“Hubungan pengetahuan, Sikap,
dan Tindakan keluarga dengan
Gangguan Stress pada Pasien
Gangguan Jiwa di Poli RS. DR.
Ernaldi
Bahar
Palembang.
Penelitian ini adalah penelitian
korelasi.
Hasil
penelitian
menunjukkan pengetahuan, sikap,
dan tindakan keluarga mempunyai
hubungan
yang
signifikan
terhadap terjadinya stress.
3. Ambari (2010) dengan judul
“Hubungan Antara Dukungan
Keluarga dengan Keberfungsian
Sosial pada Pasien Skizifrenia
Pasca Perawatan di Rumah
Sakit”. Penelitian ini adalah
penelitian korelasi. Penelitian ini
bertujuan
untuk
mengetahui
hubungan
antara
dukungan
keluarga dengan keberfungsian
sosial pada pasien Skizofrenia
pasca perawatan di rumah sakit.
Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa terdapat hubungan yang
sangat signifikan antara variabel
dukungan
keluarga
dengan
keberfungsian sosial.

METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Penelitian
ini
merupakan
penelitian deskriptif kualitatif yaitu
penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis
atau lisan dari orang-orang atau
perilaku yang diamati (Bogdan dan
Taylor
dalam Moleong, 2002),
dengan pendekatan fenomenologi
yaitu meneliti pengalaman manusia
melalui deskripsi dari orang yang
menjadi
informan
penelitian,
sehingga peneliti dapat memahami
pengalaman
hidup
informan
(Saryono, 2010).
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan pada
bulan Maret sampai dengan Mei
2012
di
Wilayah
Kecamatan
Sukoharjo.
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini
adalah semua keluarga yang anggota
keluarganya menderita gangguan
jiwa
di
Wilayah
Kecamatan
Sukoharjo.
Sampel
dalam
penelitian
kualitatif disebut informan. Penelitian
ini menggunakan teknik sampling
jenuh yaitu sampel jenuh, yaitu teknik
pengambilan sampel bila semua
anggota populasi digunakan sebagai
sampel, dan snowball sampling, yaitu
teknik pengambilan sampel sumber
data, yang pada awalnya jumlahnya
sedikit kemudian lama-lama menjadi
besar (Sugiyono, 2010).
Variabel Penelitian
Penelitian
ini
hanya
menggunakan variabel tunggal yaitu
sikap keluarga terhadap pasien
gangguan jiwa

_____________________________________________________________
Studi Retrospektif tentang Sikap Keluarga terhadap Pasien Gangguan Jiwa di
Wilayah Kecamatan Sukoharjo

4

Instrumen Penelitian
Instrumen utama penelitian
adalah peneliti sendiri (Prastowo,
2011). Namun untuk membantu
peneliti
dalam
melakukan
pengumpulan data secara efisien
digunakan
panduan
wawancara
mendalam, panduan Focus Grup
Disscusion, dan alat rekam (Saryono,
2010)

HASIL PENELITIAN
Adapun karakteristik informan
dalam penelitian ini, 4 dari 6 informan
adalah orang tua pasien dengan usia
diatas 55 tahun dan tingkat
pendidikan SD. Orang tua pasien
yang menjadi informan, 3 dari 4
informan adalah ibu dari pasien
gangguan
jiwa.
Sedangkan
2
informan lainnya adalah anak dari
pasien gangguan jiwa dengan usia
diatas 27 tahun dan tingkat
pendidikan SD dan SMA. Semua
informan bekerja swasta.
Berdasarkan
data
diatas
diketahui bahwa semua keluarga
mengetahui penyakit yag diderita
oleh pasien adalah gangguan jiwa.
Keluarga memiliki pengalaman
dan belum memiliki pengalaman
sebelumnya
dengan
penderita
gangguan jiwa.
Masyarakat
menerima
keadaan
pasien,
mengucilkan,
membicarakan, dan memandang
pasien berbeda dengan masyarakat.
Masyarakat
mengatakan
tidak
pernah mengucilkan pasien, namun
pasienlah yang menutup diri dari
masyarakat.
Keluarga sedih dan menerima
keadaan pasien meskipun pasien
menderita gangguan jiwa.
Keluarga mengetahui dan tidak
mengetahui
penyebab
pasien
menderita gangguan jiwa. Keluarga
mengetahui
penyebab
pasien
menderita gangguan jiwa adalah
karena patah hati, kekecewaan

terhadap pekerjaan, karena tidak
disekolahkan, takut dengan temanteman di sekolah, dan keturunan.
Pengambilan keputusan untuk
perawatan pasien dilakukan oleh
orang tua pasien, istri pasien, dan
anak pasien.
Perilaku
yang
ditunjukkan
pasien
sebagai
bentuk
ketidakwajaran
adalah
berjalan
mondar-mandir, berbicara sendiri,
mengamuk, dan mengatai orang
Sikap keluarga ketika pasien
berbicara sendiri dan ketika pasien
berjalan
mondar-mandir
adalah
keluarga menanyai dan mengajak
pasien mengobrol. Ketika pasien
mengamuk dan tidak mau diajak
untuk berobat keluarga mengikat
pasien. Ketika pasien mengatai
orang-orang
disekitar
pasien
keluarga menasehati pasien agar
tidak mengatai orang. Dan yang
terakhir adalah langsung membawa
pasien ke rumah sakit jiwa.
Keluarga membawa pasien
berobat ke rumah sakit jiwa, dan
pengobatan lain seperti pijat, ruqyah,
dan dukun.

PEMBAHASAN
Keluarga
yang
menjadi
informan, 4 dari 6 informan adalah
orang tua pasien dengan usia diatas
55 tahun, bekerja swasta dengan
tingkat pendidikan SD.
Orang tua pasien yang menjadi
informan 3 dari 4 informan adalah ibu
dari pasien gangguan jiwa. Valerie
(2011),
mengatakan
bahwa
perempuan lebih bersikap toleransi
terhadap pasien gangguan jiwa
dibandingkan dengan laki-laki.
Keluarga mengetahui penyakit
yang diderita oleh pasien adalah
gangguan jiwa meskipun tingkat
pendidikan 5 dari 6 informan masih
rendah, yakni SD. Menurut Li Yu
Song (2005), dalam penelitiannya
mengatakan semakin tinggi tingkat

_____________________________________________________________
Studi Retrospektif tentang Sikap Keluarga terhadap Pasien Gangguan Jiwa di
Wilayah Kecamatan Sukoharjo

5

pendidikan seseorang maka sikap
yang ditunjukkannya kepada pasien
gangguan jiwa pun semakin positif.
Meski tingkat pendidikan informan
masih rendah, namun informan
mengetahui penyakit yang diderita
pasien
adalah
gangguan
jiwa
sehingga informan memberikan sikap
yang
positif
terhadap
pasien
gangguan jiwa saat pasien sedang
kambuh. Hal tersebut didukung oleh
Valerie (2011) yang menyebutkan
bahwa semakin tinggi pengetahuan
seseorang mengenai ganggguan jiwa
maka level toleransi orang tersebut
terhadap pasien gangguan jiwa pun
semakin
tinggi.
Hal
serupa
disampaikan oleh Fahanani (2011)
dalam
penelitiannya
yang
menyebutkan bahwa ada hubungan
antara pengetahuan keluarga tentang
gangguan jiwa dengan dukungan
yang diberikan oleh keluarga.
Keluarga
mengetahui
penyebab penyakit gangguan jiwa
yang diderita oleh pasien adalah
karena keturunan. Seperti yang
diungkapkan oleh Stuart dan Gail
(2007), yang menyatakan bahwa
keturunan sangat berpengaruh besar
terhadap terjadinya gangguan jiwa.
Hal
serupa
diungkapkan
oleh
Videbeck (2011) menyatakan bahwa
faktor genetik turut menentukan
timbulnya gangguan jiwa. Selain
faktor genetik atau keturunan,
penyebab lainnya adalah karena
patah
hati,
karena
tidak
disekolahkan, karena kekecewaan
terhadap pekerjaan dan takut dengan
teman-teman sekolah. Hal tersebut
berarti stres psikologis juga turut
mempengaruhi terjadinya gangguan
jiwa. Hal tersebut seperti yang di
ungkapkan oleh Yosep (2007),
bahwa faktor psikologis menjadi
salah satu faktor penyebab gangguan
jiwa.
Keluarga
mempunyai
pengalaman dan belum mempunyai

pengalaman sebelumnya dengan
anggota keluarga yang menderita
gangguan jiwa. Adanya pengalaman
pribadi membuat keluarga lebih bisa
menerima keadaan pasien. Hal
tersebut seperti yang diungkapkan
oleh
Azwar
(2009)
bahwa
pengalaman
pribadi
akan
meninggalkan kesan yang kuat.
Dalam hal ini penghayatan akan
pengalaman akan lebih mendalam
dan lebih lama berbekas. Meski
demikian
pengalaman
bukan
merupakan
satu-satunya
faktor
pembentuk sikap. Selanjutnya Azwar
(2009),
menyebutkan
bahwa
terbentuknya sikap juga di pengaruhi
oleh orang lain yang dianggap
penting. Orang yang dianggap
penting bisa jadi adalah tokoh
masyarakat, orang tua, ataupun
tetangga.
Sikap masyarakat menerima,
mengucilkan, membicarakan dan
menganggap pasien berbeda setelah
mengetahui
pasien
menderita
gangguan jiwa. Lauber (2004)
menyatakan bahwa pengetahuan
yang kurang mengenai gangguan
jiwa akan meningkatkan jarak sosial.
Hal
serupa
disampaikan
oleh
Kapungwe (2010), yang menyatakan
bahwa
masyarakat
mendiskriminasikan pasien karena
adanya stigma yang salah tentang
penyebab pasien sakit dan persepsi
masyarakat
bahwa
penderita
gangguan jiwa berbahaya dan harus
dijauhi. Hal tersebut berbeda dengan
yang disampaikan oleh masyarakat
dalam wawancara mendalam, yang
mengatakan bahwa masyarakat tidak
pernah mengucilkan pasien, namun
pasien sendirilah yang menutup diri
dari masyarakat.
Sikap yang ditunjukkan oleh
keluarga adalah sedih dan menerima
keadaan pasien meskipun pasien
menderita
gangguan
jiwa.
Penerimaan
keluarga
terhadap

_____________________________________________________________
Studi Retrospektif tentang Sikap Keluarga terhadap Pasien Gangguan Jiwa di
Wilayah Kecamatan Sukoharjo

6

pasien adalah merupakan sikap yang
positif, dimana tempat terbaik bagi
pasien adalah berada di tengah–
tengah keluarga dan orang-orang
yang menyayanginya. Perhatian dan
kasih sayang yang tulus dari keluarga
dan orang-orang terdekatnya akan
sangat
membantu
proses
penyembuhan
kondisi
jiwanya
(Tarjum, 2004).
Salahuddin
(2009)
dalam
penelitiannya menjelaskan peran
keluarga
adalah
memberikan
bantuan utama terhadap penderita
gangguan jiwa, pengertian dan
pemahaman
tentang
berbagai
manifestasi gejala-gejala sakit jiwa
yang
terjadi
pada
penderita,
membantu dalam aspek administratrif
dan finansial yang harus dikeluarkan
selama
proses
pengobatan
penderita. Perilaku yang ditunjukkan
pasien
sebagai
bentuk
ketidakwajaran
atau
merupakan
manifestasi gejala-gejala sakit jiwa
adalah
berjalan
mondar-mandir,
berbicara sendiri, mengamuk, dan
mengatai orang. Hal tersebut seperti
yang diungkapkan oleh Kusumawati
(2011), yang mengatakan bahwa
tanda dan gejala dari gangguan jiwa
diantaranya adalah gangguan afek
dan emosi, gangguan di pikiran, dan
gangguan asosiasi.
Sikap keluarga terhadap pasien
sebagai wujud sikap positif keluarga
terhadap penerimaan pasien ketika
pasien menunjukkan perilaku yang
tidak wajar adalah mengajak pasien
berbicara dan berusaha mengajak
pasien mengobrol ketika pasien
berjalan
mondar-mandir
dan
berbicara sendiri, serta mengikat
pasien ketika pasien mengamuk dan
juga menasehati pasien ketika pasien
mengatai orang.
Melihat perilaku pasien yang
tidak wajar tindakan selanjutnya
untuk
merawat
pasien adalah
keluarga membawa pasien berobat

ke rumah sakit jiwa dan pengobatan
lain seperti pijat, ruqyah, dan dukun.
Jurgen (2000), mengatakan bahwa
pengobatan yang diberikan kepada
pasien
gangguan
jiwa
adalah
pengobatan konvensional (rumah
sakit) dan alternatif. Selanjutnya
Jurgen juga menyatakan bahwa
pengobatan alternatif di pilih karena
pengobatan konvensional tidak bisa
memberikan perawatan seperti yang
dibutuhkan oleh pasien gangguan
jiwa. Berbeda dengan Lin (2007),
yang
menyatakan
bahwa
penggunaan
gabungan
antara
pengobatan
alternatif
dengan
pengobatan
konvensional
dapat
membantu pengobatan konvensional
dan pelayanan kesehatan jiwa. Lin
(2007), menyatakan bahwa terapi
pijat dan terapi agama merupakan
pengobatan alternatif untuk pasien
gangguan jiwa. Dan menurut Ariyanto
(2007), bahwa selain untuk mengusir
jin, ruqyah dapat digunakan untuk
terapi fisik dan psikis. Berbeda
dengan Toshiyuki (2006), yang
menyatakan
bahwa
penyebab
terjadinya gangguan jiwa adalah
karena
pengaruh
kekuatan
supranatural
sehingga
dalam
perawatannya tidak bisa menerima
pengobatan dari medis. Hal tersebut
di dukung oleh Syaharia (2008), yang
menyatakan bahwa penyebab dari
gangguan jiwa adalah adanya
kekuatan
supranatural
sehingga
dalam perawatan pasien gangguan
jiwa mengesampingkan perawatan
medis dan psikiatri.
Pengambilan
keputusan
tersebut dilakukan oleh orang tua
pasien, istri, dan anak pasien.
Geldrad (2011) menyatakan budaya
tradisional
menganut
pola-pola
komunikasi mengalir dari pihak-pihak
yang statusnya lebih tinggi. Orang
yang dianggap sebagai orang
dengan status tinggi memiliki peran
utama dalam membuat keputusan

_____________________________________________________________
Studi Retrospektif tentang Sikap Keluarga terhadap Pasien Gangguan Jiwa di
Wilayah Kecamatan Sukoharjo

7

tanpa banyak input dari dari anggotaanggota keluarga yang lain. Dalam
budaya Jawa orang tua memiliki
kedudukan atau status yang lebih
tinggi dan harus dihormati, begitu
pula dengan anak sulung.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian
yang telah dilakukan, diperoleh
kesimpulan sebagai berikut:
1. Keluarga mengetahui bahwa
pasien menderita gangguan jiwa,
dan
keluarga
memiliki
pengalaman dan belum memiliki
pengalaman sebelumnya dengan
penderita gangguan jiwa
2. Penyebab pasien menderita
gangguan jiwa adalah karena
faktor genetik dan psikologis.
3. Sikap
masyarakat
terhadap
pasien gangguan jiwa adalah
menerima,
mengucilkan,
membicarakan dan memandang
pasien
berbeda
dengan
masyarakat.
Sedangkan
keluarga menerima keadaan
pasien dan bersikap positif
dengan
mengajak
pasien
berbicara dan mengobrol ketika
pasien berbicara sendiri dan
berjalan
mondar-mandir,
mengikat
pasien
ketika
mengamuk dan melepasnya
setelah pasien tenang, serta
menasehati pasien ketika pasien
mengatai orang.
4. Perawatan yang dilakukan oleh
keluarga pasien gangguan jiwa
adalah
membawa pasien
berobat ke rumah sakit jiwa,
pijat, ruqyah dan dukun.

Saran
Berdasarkan kesimpulan dan
keterbatasan
penelitian,
dapat
dikemukakan saran-saran sebagai
berikut:
1. Bagi Puskesmas Sukoharjo
Puskesmas
Sukoharjo
dapat
memberikan
pendidikan
kesehatan tentang sikap yang
seharusnya ditujukan kepada
pasien gangguan jiwa kepada
masyarakat.
2. Bagi Keluarga
Dalam memberikan perawatan
kepada pasien diharapkan mampu
mengurangi
terjadinya
kekambuhan
pada
pasien
gangguan jiwa akibat dari sikap
yang salah.
3. Bagi Profesi keperawatan
Menggali dan mengembangkan
pengetahuan
tentang
sikap
keluarga pada pasien gangguan
jiwa serta dapat memberikan
konseling
atau
pendidikan
kesehatan tentang sikap yang
seharusnya ditujukan kepada
pasien gangguan jiwa baik kepada
keluarga maupun masyarakat.
4. Bagi Peneliti lain
Peneliti menyarankan agar peneliti
selanjutnya memperlebar wilayah
penelitian dengan menambah
jumlah variabel penelitian dan
jumlah sampel penelitian sehingga
tidak hanya sikap keluarga saja
yang
diteliti
namun
juga
bagaimana dukungan keluarga.
DAFTAR PUSTAKA

Ambari. 2010. Hubungan Antara
Dukungan Keluarga dengan
Keberfungsian Sosial pada
Pasien
Skizifrenia
Pasca
Perawatan di Rumah Sakit.
Skripsi.
http://eprints.undip.ac.id/1095
6/1/RINGKASAN_skripsi.pdf

_____________________________________________________________
Studi Retrospektif tentang Sikap Keluarga terhadap Pasien Gangguan Jiwa di
Wilayah Kecamatan Sukoharjo

8

Ariyanto, M. Darojat. 2007. Terapi
Ruqyah terhadap Penyakit
Fisik, Jiwa, dan Gangguan
Jin. SUHUF, Vol. 19, No. 1,
48 – 59
Azwar, Saifuddin. 2009. Sikap
Manusia.Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
Dinkes. 2011. Arsip Data Gangguan
Jiwa
2011.
Tidak
dipublikasikan
Fahanani.
2011.
Hubungan
Pengetahuan
tentang
Ganggguan Jiwa dengan
Dukungan keluarga yang
mempunyai Anggota Keluarga
Skizofrenia
di
RSJD
Surakarta.
Skripsi.
http://etd.eprints.ums.ac.id/94
79/
Geldrad, David. 2011. Ketrampilan
Praktik
Konseling
Pendekatan
Integratif.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Jürgen Unützer; Ruth Klap; Roland
Sturm; Alexander S. Young;
Tonya Marmon; Jess Shatkin;
Kenneth B. Wells. 2000.
Mental Disorders and the Use
of
Alternative
Medicine:
Results From a National
Survey. Am J Psychiatry,
157:1851-1857
Kapungwe, A; S Cooper; J Mwanza;
L Mwape; A Sikwese; R
Kakuma; C Lund; AJ Flisher;
MhaPP Research Programme
Consortium. 2010. Mental
illness
stigma
and
discrimination
in
Zambia.
African
Journal
of
Psychiatry, vol. 13 192-203
Kusumawati, Farida; hartono, Yudi.
2011.
Buku
Ajar
keperawatan Jiwa. Jakarta:
Salemba Medika
Lauber,
Christoph; Nordt,
Carlos; Falcato, Luis; Rossler,
Wulf.
2004.
Factors
Influencing Social Distance

Toward People with Mental
Illness. Community Mental
Health Journal 40. 3 : 265-74
Li Yu Song, Li Yun Chang, Chaiw Yi,
Shih, Chih Yuan, Lin, Ming
Jeng, Yang. 2005. Community
Attitude Toward The Mentally
Ill: The Result of A National
Survey of The Taiwanese
Population.
International
Journal
of
Social
Psychiatry, vol 51 (2) 174188
Lin Fang and Steven P. Schinke.
2007.
Complementary
Alternative
Medicine
Use
Among Chinese Americans:
Findings From a Community
Mental
Health
Service
Population.
Psychiatric
Services, Vol. 58 No. 3
Maramis. 2009. Catatan Ilmu
Kedokteran Jiwa Edisi 2.
Surabaya:
Airlangga
University Press
Moleong, J. 2002. Metodologi
Penelitian Kualitatif Edisi
Revisi. Bandung : PT Remaja
Rosdakarya.
Mubarak, Iqbal; Chayatin, Nurul.
2009. Ilmu Keperawatan
Komunitas Konsep dan
Aplikasi Buku 2. Jakarta:
Salemba Medika
Notoatmojo, S. 2003. Pendidikan
dan perilaku Kesehatan.
Jakarta: Rineka Cipta
Prastowo, Andi. 2011. Metode
Penelitian Kualitatif dalam
Perspektif
Rancangan
Penelitian. Yogyakarta: ArRuzz Media
Riza, Muchlis. 2008. Hubungan
pengetahuan, Sikap, dan
Tindakan keluarga dengan
Gangguan Stress pada
Pasien Gangguan Jiwa di Poli
RS. DR. Ernaldi Bahar
Palembang. Skripsi.
http://www.balitbangdasumsel

_____________________________________________________________
Studi Retrospektif tentang Sikap Keluarga terhadap Pasien Gangguan Jiwa di
Wilayah Kecamatan Sukoharjo

9

.net/data/download/20100414
130151.pdf
Salahuddin, Muhammad. 2009.
Peran keluarga terhadap
Proses Penyembuhan Pasien
Gangguan Jiwa. Skripsi.
http://eprint.UINM.ac.id/Skripsi
/pdf
Saryono; Anggraeni, Mekar Dwi.
2010. Metodologi Penelitian
Kualitatif dalam Bidang
Kesehatan.
Yogyakarta:
Nuha Medika
Setyowati, Sri; Murwani, Arita. 2008.
Asuhan
Keperawatan
Keluarga. Yogyakarta: Mitra
Cendikia Press
Stuart, Gail. 2007. Buku Saku
Keperawatan Jiwa. Jakarta:
EGC
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian
Kualitatif. Bandung: Alfabeta
Syaharia, Anita Rahmi. 2008. Stigma
Gangguan Jiwa Perspektif
Kesehatan
Mental
Islam.
Skripsi.
http://eprints.UIN.ac.id/10956/
1/RINGKASAN_skripsi.pdf
Tarjum.
2004.
Keluarga
dan
Penderita Gangguan Jiwa.
Yogyakarta: Graha Ilmu
Toshiyuki, Kurihara; Kato, Matoichiro;
Reverger, Robert; I Gusti Rai,
Tirta. 2006. Belief about
Causes of Schizophrenia
among Family Members: A
Community-Based Survey in
Bali. Psychiatric Services,
Vol. 57 No. 12
Valerie Smith, Jairus Reddy, Kenneth
Foster, Edward T. Asbury,
Jennifer
Brooks.
(2011).
Public perceptions, knowledge
and stigma towards people
with schizophrenia. Journal
of Public Mental Health, Vol.
10 Iss: 1 pp. 45 – 56

Videbeck, Sheila L. 2011. Psychiatric
Mental Health Nursing (5rd
ed). Lippincot Williams and
Wilkins
Wulansih. 2008. Hubungan Antara
Tingkat Pengetahuan dan
Sikap
Keluarga
dengan
Kekambuhan pada Pasien
Skizofrenia
di
RSJD
Surakarta. Skripsi. Tidak
dipublikasikan.
Surakarta:
UMS
Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan
Jiwa.
Bandung:
Refika
Aditama

*Estriana Murni Setiawati
Mahasiswa S1 Keperawatan FIK
UMS. Jln A Yani Tromol Post 1
Kartasura.
**Arif Widodo,
Dosen Keperawatan FIK UMS. Jln A.
Yani Tromol Post 1 Kartasura.
***Dewi Listyorini, S.Kep., Ns.
Dosen Keperawatan FIK UMS. Jln A.
Yani Tromol Post 1 Kartasura
Estriana Murni Setiawati
Universitas Muhammadiyah
Surakarta
Purwodadi-Grobogan
085725791859
[email protected]

_____________________________________________________________ 10
Studi Retrospektif tentang Sikap Keluarga terhadap Pasien Gangguan Jiwa di
Wilayah Kecamatan Sukoharjo

Dokumen yang terkait

EMPATI PERAWAT PASIEN GANGGUAN JIWA NASKAH PUBLIKASI Empati Perawat Pasien Gangguan Jiwa.

0 6 29

ANALISIS PERAN DAN PROBLEMATIKA KELUARGA TERHADAP GANGGUAN JIWA DI WILAYAH KECAMATAN KARTASURA Analisis Peran dan Problematika Keluarga Terhadap Gangguan Jiwa Di Wilayah Kecamatan Kartasura.

0 2 15

ANALISIS PERAN DAN PROBLEMATIKA KELUARGA TERHADAP PENDERITA GANGGUAN JIWA DI WILAYAH Analisis Peran dan Problematika Keluarga Terhadap Gangguan Jiwa Di Wilayah Kecamatan Kartasura.

0 2 15

ANALISIS PERAN DAN PROBLEMATIKA KELUARGA TERHADAP PENDERITA GANGGUAN JIWA DI WILAYAH Analisis Peran dan Problematika Keluarga Terhadap Gangguan Jiwa Di Wilayah Kecamatan Kartasura.

0 4 125

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG GANGGUAN JIWA TERHADAP SIKAP MASYARAKAT KEPADA PENDERITA Hubungan Pengetahuan Tentang Gangguan Jiwa Terhadap Sikap Masyarakat Kepada Penderita Gangguan Jiwa Di Wilayah Kerja Puskesmas Colomadu 1.

0 2 15

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG GANGGUAN JIWA TERHADAP SIKAP MASYARAKAT KEPADA PENDERITA Hubungan Pengetahuan Tentang Gangguan Jiwa Terhadap Sikap Masyarakat Kepada Penderita Gangguan Jiwa Di Wilayah Kerja Puskesmas Colomadu 1.

0 6 17

HUBUNGAN PERSEPSI KELUARGA TENTANG GANGGUAN JIWA DENGAN SIKAP KELUARGA PADA ANGGOTA Hubungan Persepsi Keluarga Tentang Gangguan Jiwa Dengan Sikap Keluarga Pada Anggota Keluarga Yang Mengalami Gangguan Jiwa Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta.

1 6 14

HUBUNGAN PERSEPSI KELUARGA TENTANG GANGGUAN JIWA DENGAN SIKAP KELUARGA PADA ANGGOTA KELUARGA YANG MENGALAMI GANGGUAN JIWA Hubungan Persepsi Keluarga Tentang Gangguan Jiwa Dengan Sikap Keluarga Pada Anggota Keluarga Yang Mengalami Gangguan Jiwa Di Rumah

0 2 13

STUDI KUALITATIF TENTANG SIKAP KELUARGA TERHADAP PASIEN GANGGUAN JIWA DI WILAYAH Studi Kualitatif Tentang Sikap Keluarga Terhadap Pasien Gangguan Jiwa Di Wilayah Kecamatan Sukoharjo.

0 2 14

PENDAHULUAN Studi Kualitatif Tentang Sikap Keluarga Terhadap Pasien Gangguan Jiwa Di Wilayah Kecamatan Sukoharjo.

0 1 5