makalah jabal nuhfil

Terdapat beberapa perbedaan mengenai konsep swasembada pangan,
kemandirian pangan, kedaulatan pangan, dan ketahanan pangan. Berdasarkan konsep
tersebut dapat dibedakan sebagai berikut:
Swasembada pangan umumnya merupakan capaian peningkatan ketersediaan
pangan dengan ruang lingkup wilayah nasional, sasaran utamanya adalah komoditas
pangan dari produk pertanian seperti beras, jagung, kedelai, kacang tanah, kacang
hijau, ubi kayu, ubi jalar strategi yang diterapkan dalam swasembada pangan adalah
subtitusi impor dengan target yang diharapakan adalah peningkatan produksi pangan
dengan sasaran petani. Sedangkan hasil target ketersediaan pangan oleh produk
domestic (tidak impor).
Kemandirian pangan merupakan kondisi dinamis karena sifatnya lebih
menekankan pada aspek perdangan atau komersialisasi: kemandirian lebih menuntut
daya saing tinggi karena produk yang dihasilkan pada skema proporsi ekspor,
sedangkan swasembada lebih tertuju pada skema subtitusi impor. Ruang lingkup dari
kemandirian pangan adalah nasional/wilayah dengan sasaran komoditas pangan
dengan strategi yang diterapkan adalah peningkatan daya saing atau dapat dikatakan
promosi ekspor. Upaya atau harapan yang ditargetkan adalah peningkatan produksi
pangan yang berdaya saing pangan sehingga hasil yang akan didapatkan ketersediaan
pangan oleh produk domestic yang didapatkan dari hasil petani sebagai stake holder
dalam negeri sedangkan impor hanya digunakan sebagai pelengkap.
Kedaulatan


pangan

adalah

kebebasan

dan

kekuasaan

rakyat

serta

komunitasnya untuk menuntut dan mewujudkanhak untuk mendapatkan produksi
pangan sendiri dan tindakan melawan kekuasaan perusahaan-perusahaan serta
kekuatan lainnya yang merusak system produksi pangan rakyat melalui perdagangan,
investasi, serta alat kebijakan lainnya. Tetapi dengan menggunakan konsep kedaulatan
rakyat dalam kenyataannya (sebagai contoh di Negara India), menerapkan konsep

tersebut mengakibatkan kelaparan yang bertambah buruk sebagai indikasi tindasan
terhadap hak atas pangan masih, maka selama berlangsungnya World Food Summit
tahun 1996, konsep kedaulatan pangan diajukan menjadi bahan perdebatan public
untuk mencari alternative jalan keluar dinegara-negara yang menerapkan konsep
kedaulatan pangan. Ruang lingkup dari kedaulatan pangan tidak jauh berbeda dengan
swasembada pangan dan kemandirian pangan yaitu ruang lingkup secara nasional
dengan sasaran petani sebagai pengelola lahan produktif dapat menghasilkan pangan
yang beraneka ragam serta selain itu dengan prioritas petani maka akan dapat
mengurangi alih fungsi lahan sebagai pengahasi pangan dengan adaka kebijakan

terhadap ha-hak atas petani. Strategi yang diterapkan adalah pelarangan impor dengan
target utama peningkatan produksi pangan dengan menekankan perlindungan pada
petani sehingga menghasilkan kesejahteraan petani.
Ketahanan pangan menurut definisi FAO 1997 merupakan situasi dimana
semua rumah tangga mempunyai akses baik fisik maupun ekonomi untuk
memperoleh pangan bagi seluruh anggota keluarganya, dimana rumah tangga tidak
beresiko mengalami kehilangan kedua akses tersebut. Berdasarkan definisi dapat
disimpulkan bahwa ketahanan pangan memiliki 5 unsur yang harus dipenuhi yaitu
berorientasi pada rumah tangga dan individu, dimensi waktu setiap saat pangan
tersedia dan dapat diakses, menekankan pada akses pangan rumah tangga dan

individu, baik fisik, ekonomi dan social, berorientasi pada pemenuhan gizi serta
ditujukan untuk hidup sehat dan produktif. Dalam konsep ketahanan pangan ruangnya
lingkup berdeda dengan yang lain yaitu meliputi rumah tangga dan individu. Strategi
yang diterapkan dalam konsep ketahan pangan adalah peningkatan ketersediaan
pangan, akses pangan, dan penyerapan pangan. Capaian utama dalam konsep ini
meliputi peningkatan status gizi (penurunan kelaparan, gizi kurang dan gizi buruk).
Hasil yang diharapkan adalah manusia sehat dan produktif (angka harapan hidup
tinggi) pada konsep ketahanan lebih mengutamakan akses setiap individu untuk
memperoleh pangan yang bergizi untuk sehat dan produktif. Konsep ketahanan
pangan yang sempit meninjau sitem ketahan pangan dari aspek masukan yaitu
produksi dan penyediaan pangan. Seperti yang banyak diketahui, baik secara nasional
maupun globlal, ketersediaan pangan yang melimpah melebihi kebutuhan pangan
penduduk tidak menjamin bahwa seluruh penduduk terbebas dari kelaparan dan gizi
kurang. Konsep ketahan pangan yang luas bertolak pada tujuan akhir dari ketahan
pangan yaitu tingkat kesejahteraan manusia.
Aspek-aspek ketahanan pangan terdiri dari 4 (empat) yaitu ketersediaan, akses,
penyerapan pangan dan stabilitas pangan. Sedangkan status gizi merupakan outcome
dari ketahanan pangan. Ketersediaan akses, dan penyerapan pangan merupakan aspek
yang harus terpenuhi secara utuh. Salah astu aspek tersebut tidak terpenuhi maka satu
Negara belum dapat dikatakan mempunyai ketahanan pangan yang cukup baik.

Walaupun pangan tersedia cukup di tingkat nasional dan regional, tetapi jika akses
individu untuk memenuhi pangannya tidak merata, maka ketahan pangan masih
dikatakan rapuh. Secara rinci penjelasan mengenai subsistem tersebut dapat diuraikan
sebagai berikut (deskripsi gambar 1):



Aspek Ketersediaan (Food Availability) : yaitu ketersediaan pangan dalam
jumlah yang cukup aman dan bergizi untuk semua orang dalam suatu negara
baik yang berasal dari produksi sendiri, impor, cadangan pangan maupun
bantuan pangan. Ketersediaan pangan ini diharapkan mampu mencukupi
pangan yang didefinisikan sebagi jumlah kalori yang dibutuhkan untuk
kehidupan yang aktif dan sehat.
Ketersediaan pangan per kapita (Gambar 2) yaitu ketersediaan jenis
pangan yang tersedia untuk di konsumsi oleh rumah tangga, pedagang eceran,
perusahaan/industri makanan jadi, rumah makan dan sejenisnya pada periode
tertentu. Ketersediaan pangan mengisyaratkan adannya rata-rata pasokan
pangan yang cukup tersedia setiap saat. faktor-faktor yang mempengaruhi
ketersedian pangan antara lain :
1. Produksi : peningkatan produksi pangan dan kualitas pangan dapat

dilakukan dengan program intensifikasi budidaya dan diversifikasi pangan
antara lain dengan usaha pengolahan bahan pangan menjadi produk
pangan yang menpunyai nilai tambah.
2. Pasokan pangan dari luar (impor)
3. Cadangan pangan merupakan salah satu sumber penyediaan pangan
penting bagi pemantapan ketahan pangan. Pengelolaan cadangan yang baik
akan dapat menanggulangi masalah pangan seperti adanya gejolak harga
yang tidak wajar, atau keadaan darurat karena adanya bencana atau
paceklik yang berkepanjangan, sehingga membatasi aksesibilitas pangan
masyarakat.
4. Bantuan pangan
5. Jumlah penduduk



Aspek Akses Pangan (Food Acces) : yaitu kemampuan semua rumah tangga
dan individu dengan sumberdaya yang dimiliki untuk memperoleh pangan
yang cukup untuk kebutuhan gizinya yang dapat diperoleh dari produksi
pangannya sendiri, pembelian atupun melalui bantuan pangan. Akses rumah
tangga dari individu terdiri dari akses ekonomi, fisik dan social. Akses

ekonomi tergantung pada, pendapatan, kesempatan kerja dan harga. Akses
fisik menyangkut tingkat isolasi daerah (sarana dan prasarana distribusi),
sedangkan akses social menyangkut tentang referensi pangan. Atau dapat
dikatakan keterjangkauan dalam pengukuran ketahanan pangan pada tingkat
rumah tangga dilihat dari kemudahan rumah tangga memperoleh pangan yang

dapat diukur dari pemilikan lahan. Cara memperoleh pangan juga dapat
dengan memproleh produksi sendiri dan membeli.
Adapun faktor-faktor yang memepengaruhi Akses pangan (gambar 3)
dapat dikategorikan dalam faktor-faktor yang bersifat fisik antara lain
kelancaran system distribusi, terpenuhinya sarana dan prasana transportasi
sehingga tidak menimbulkan terjadinya isolasi daerah. Faktor yang bersifat
ekonomi antara lain kemampuan atau peningkatan daya beli masyarakat atau
individu dikarenakan adanya kesempatan kerja menyebabkan pendapatan
tinggi sehingga harga pangan terjangkau. Faktor yang bersifat social antara
lain tidak adanya konflik social yang disebabkan oleh buruknya adat atau
kebiasaan, tinggi-rendahnya pengetahuan sehingga berpengarh pada preferensi
atau pemilihan jenis pangan. Suatu contoh adanya pengetahuan tentang asupan
gizi pada komoditas pangan yang seharusnya dikonsumsi maka rumah tangga
atau individu dengan pendapatan yang tinggi maka tidak mustahil rumah

tangga/individu akan memilih komoditas pangan yang memiliki mutu dan
koalitas.


Aspek Penyerapan Pangan (Food Utilazation) yaitu penggunaan pangan untuk
kebutuhan hidup sehat yang meliputi kebutuhan energi dan gizi, air dan
kesehatan lingkungan. Efektifitas dari penyerapan pangan tergantung pada
pengetahuan rumah tangga / individu sanitasi dan ketersediaan air, fasilitas
kesehatan, serta penyuluahan gizi dan pemeliharaan balita. Penyerapan pangan
/ konsumsi terkait dengan kualitas dan keamanan jenis pangan yang
dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan gizi. Ukuran kualitas pangan seperti
ini sulit dilakukan karena melibatkan berbagai jenis makanan dengan
kandungan gizi yang berbeda-beda, sehingga ukuran keamanan hanya dilihat
dari ada atau tidaknya bahan makanan yang mengandung protein hewani
dan/atau nabati yang dikonsumsi dalam rumah tangga. Oleh karena itu, ukuran
kualitas pangan dilihat dari data pengeluaran untuk konsumsi makanan (laukpauk) sehari-hari yang mengandung protein hewani dan/atau nabati.
Penyerapan pangan erat kaitannya dengan mutu dan keamanan pangan.
Mutu dan keamangan pangan tidak hanya berpengaruh terhadap kesehatan
manusia, tetapi juga terhadap produktivitas ekonomi dan perkembangan sosial
baik individu, masyarakat maupun negara. Selain itu mutu dan keamanan

pangan terkait erat juga dengan kualitas pangan yang dikonsumsi, yang secara

langsung berpengaruh terhadap kualitas kesehatan serta pertumbuhan fisik dan
intelgensi manusia.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan pangan (gambar 4)
antara lain fasilitas dan layanan kesehatan dengan cara peningkatan fasilitas
kesehatan yang memadai dan mempermudah layanan kesehatan, sanitasi dan
ketersediaan air dengan kecukupan air bersih hal ini dikarenakan air yang
kurang bersih rentan penyakit. Faktor lain yang berpengaruh terhadap
penyerapan pangan yaitu pengetahuan ibu rumah tangga yang mana pola
makan dan pola asuh kesehatan berdampak pada seberapa besar jumlah asupan
gizi yang dikonsumsi. Apabila faktor-faktor tersebut terpenuhi tidaklah
mustahil bahwasannya hasil yang diharapkan seperti peluang harapan hidup
dari terpenuhinya gizi balita akan memiminkan angka kematian bayi sebagi
penerus generasi. Dari beberapa hasil observasi penyerapan pangan, bentuk
dari ketahanan pangan menitik beratkan pada pola konsumsi yang diharapkan
mampu memenuhi gizi maupun energi, diversifikasi pangan dan adanya
jaminan keamanan pangan. Berkaitan dengan keamanan pangan, dari instansi
atau badan pengawasan pangan telah meakukan beberapa kegiatan antara lain
(a) penyuluhan kepada produsen makanan jajanan dan pedagang melalui

pelatihan rencana penjaminan mutu, serta keamanan, mutu, dan gizi pangan;
(b) operasionalisasi pengawasan bahan pangan/pangan melalui pengkajian; (c)
penyebaran dan publikasi informasi keamanan dan mutu pangan melalui
media cetak maupun elektronik; (d) penetapan dan pengusulan peraturan
daerah tentang pengendalian Keamanan, mutu dan gizi pangan; (e)
inventarisasi institusi daerah yang memiliki kompetensi dalam menangani
keamanan, mutu, dan gizi pangan segar, olahan, siap saji dan pangan jajanan.


Aspek Stabilitas merupakan dimensi waktu dari ketahanan pangan yang
terbagi dalam kerawanan pangan kronis dan kerawanan pangan sementara.
Kerawanan pangan kronis adalah ketidakmampuan untuk memperoleh
kebutuhan pangan setiap saat, sedangkan kerawanan pangan sementara adalah
kerawanan pangan yang terjadi sementara yang diakibatkan Karena masalah
kekeringan, banjir, bencana, maupun konflik social. Jika dilihat di tingkat
rumah tangga diukur berdasarkan kecukupan ketersediaan pangan dan
frekwensi makan anggota rumah tangga. Satu rumah tangga dikatakan
memiliki stabilitas ketersediaan pangan jika mempunyai ketersediaan pangan
di atas cutting point (240 hari untuk provinsi lampung dan 360 hari untuk


Provinsi NTT) dan anggota rumah tangga dan makan 3 (tiga) kali sehari sesuai
dengan kebiasaan makan penduduk di daerah tersebut. Dengan asusmsi di
daerah tertentu masyarakat mempunyai kebiasaan makan 3 (tiga) kali sehari.
Frekwensi

makan

sebenarnya

dapat

menggambarkan

keberlanjutan

ketersediaan pangan dalam rumah tangga. Dalam satu rumah tangga, salah
satu cara untuk mempertahankan ketersediaan pangan daam jangka waktu
tertentu adalah mengurangi frekwensi makan atau mengkominasikan bahan
makanan pokok misal (beras dengan umbi kayu).
Kerentangan pangan atau kerawanan pangan (Gambar 5) disebabkan

kegagalan produksi tanam yang disebabkan perubahan iklim dan serangan
hama penyakit, terjadinya bencana alam misalkan banjir, longsor, gempa,
gangguan kondisi social yang diakibatkan konflik atau perang. Jumlah
bencana alam yang menimpa sebagian besar wilayah Indonesia sejak tahun
1999 hingga 2004 serta musim kemarau sejak Mei 2003 yang melanda
sebagian besar besar melanda berbagai daerah di pedesaan dan lahan produktif
menyebabkan kerugian moril dan materiil sehingga daya beli masyarakat
menurun. Begitu juga dengan adanya perubahan iklim secara tiba-tiba
menyebabkan prediksi hasil panen petani yang diharapkan melimpah pupus
seketika. Selain itu juga gangguan iklim dapat menimbulkan serangan hama
penyakit dikarenakan ketidakseimbangan kondisi alam. Factor lain yang
mempengaruhi kerentangan pangan disebaban adanya konflik atau perang,
factor ini berpengaruh terhadap akses manusia atau individu untuk
mendapatkan kebutuhan pangan. Rasa tidak aman manusia atau induvidu
dapat menghambat akses pangan sehingga dapat mengakibatkan turunnya
daya beli masyarakat. Beberapa solusi yang telah dilakukan oleh Badan
Ketahanan Pangan Departemen Pertanian untuk meminimalisir kerawanan
pangan di daerah yang mengalami rawan pangan antara lain: Pemberian
Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) melalui kegiatan Pemberdayaan
Daerah Rawan Pangan (PDRP), melakukan pelatihan/capacity building
pencegahan dan penanggulangan daerah rawan pangan melalui penerapan
analisis SKPG, guna membantu pemerintah Kabupaten atau Kota untuk
menyususn tindak lanjut dan rencana aksi yang tepat sasaran dalam
penanggulangan rawan pangan disertai anggaran dana yang memadai,
memberikan bantuan sarana produksi untuk mengoptimalkan produktivita dan
diversifikasi usahatani, bekerjasama dengan pemerintah daerah untuk

memberikan subsidi ongkos angkut bahan pangan, serta membangun jaringan
komunikasi dengan memanfaatkan teknologi informasi.
Tabel 2 Indicator keberhasilan ditinjau dari aspek ketahanan pangan subsistem
ketersediaan pangan yaitu apabila hasil yang dari ketersediaan energi perkapita
minimal 2.200 kilokalori/hari dan ketersediaan protein perkapita minimal 57
gram/hari.

Subsistem

Kemandirian

pangan

diharapkan

mampu

mengurangi

ketergantungan impor sehingga mampu memaksimalka produksi local. Cadangan
pangan pemerintah seimbang dengan jumlah kebutuhan rumahtangga/individu
minimal mencukupi dalam kurun waktu 3 bulan, aspek ini mendukung aspek
ketersedian pangan sehingga kerawanan pangan dapat diantisipasi dengan memetakan
daerah rawan pangan. Untuk memudahkan jangkauan dalam memperoleh kebutuhan
pangan di tinjau dari aspek ekonomi tidak adanya kelangkaan produk yang akan
diperoleh sehingga dengan kelangkaan tersebut menyebabkan kenaikan harga yang
terlalu tinggi maksimal perbedaan haraga tersebut 10% dari harga normal hal ini
berpengaruh pada tingkat daya beli masyarakat dan pendapatan. Dengan ketersediaan
pangan dan akses yang terjangkau dapat diperoleh gizi yang terpenuhi. Status gizi
adalah outcome ketahanana pangan yang merupakan cerminan dari kulaitas hidup
seseorang. Umumnya status gizi ini diukur dengan angka harapan hidup, tingkat gizi
balita dan kematian bayi. Berkenaan dengan perilaku konsumsi pangan perlu
mendapatkan perhatian mengingat ketersediaan gizi berimbang dan makanan yang
aman dikonsumsi menjadi aspek yang kritis dalam upaya membentuk sumberdaya
manusia yang sehat dan produktif. Apabila kondisi gizi tidak terpenuhi dapat
dikategorikan daerah tersebut merupakan daerah rawan pangan. Kerawanan pangan
atau penduduk rawan pangan didefinisikan sebagi mereka yang rata-rata tingkat
konsumsinya energinya antara 71-89% dari norna kecukupan energi. Sedangkan
penduduk rawan pangan hanya mengkonsumsi energi kurang dari 70% dari
kecukupan energi. Sedangkan kerawanan ringan sampai sedang tingkat konsumsi
energi 70-90%.
Diversifikas konsumsi pangan ditujukan untuk meningkatkan pola pangan
masyarakat melalui konsumsi pangan yang beragamdan gizi seimbang serta aman,
sesuai kondisi dan situasi daerah, dengan mengutamakan sumberdaya local untuk
mencegah ketergantungan terhadap satu jenis pangan tertentu. Sasaran yang ingin
dicapai adalah meningkatkan gizi masyarakat sesuai dengan Pola Pangan Harapan
(PPH).

Keamanan pangan. Aspek ini ditujukan untuk antisipasi masalah yang cukup
serius dengan ditandai kasus keracunan pangan baik dalam benuk pangan segar atau
olahan didisi lain masih cukup banyak digunakan bahan tambahan pangan yang
beracun atau berbahaya bagi kesehatan. Cara lain untuk meminimalisir jumlah atau
kasus keracuana dengan cara ditetapkannya kebijakan dalam penjaminan mutu dah
kualitas pangan.
Tabel 3. Berdasarkan data dari FAO, Negara produsen pangan terbesar didunia
pada tahun 2004 untuk tanaman padi-padian, daging, sayur-sayuran dan buah adalah
negara China dan Amerika Serikat, sedangkan Indonesia masih tergolong 20 negara
produsen pangan terbesar di dunia. Negara produsen pangan utnuk sumber
karbohodrat yakni padi-padian adalah negara China, Amerika Serikat, India, Rusia,
Perancis sedangkan Indonesia menduduki peringkat keenam.. untuk pangan daging
Indonesia menduduki peringat 18, dan sayuran-buah Indonesia menduduki peringkat
11. Peringkat-peringkat untuk negara Indonesia tersebut dapat dikatakan jauh dari
kaegori mengingat Indonesia merupakn negara agraris yang memiliki potensi
sumberdaya alam yang melimpah.

Daftar Pustaka :
Nuhfil

Hanani

AR.

ketahanan

pangan

lecture.brawijaya.ac.id/nuhfil/.../2-pengertian-ketahanan-pangan-2.pdf –
Laporan Kinerja Tahun 2005. Badan Ketahanan Pangan Departemen
Pertanian. bkp.deptan.go.id/
Tim Penelitian Ketahanan Pangan dan Kemiskinan Dalam Konteks
Demografi Puslit ependudukan LIPI.
www.ppk.lipi.go.id/.../KETAHANAN %20PANGAN %20RUMAH
%20TANGGA.doc