Pengetahuan Perawat dalam Manajemen Nyeri Pasien Post Operasi di RSUP. H. Adam Malik Medan

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengetahuan
2.1.1 Definisi
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu dengan memggunakan
panca indera yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba
(Notoatmodjo, 2012).
Pengetahuan itu sendiri dipengaruhi oleh faktor pendidikan formal.
Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan pendidikan, dimana diharapkan
dengan pendidikan yang tinggi maka orang tersebut akan semakin luas pula
pengetahuannya. Akan tetapi perlu ditekankan, bukan berarti seseorang
dengan pendidikan rendah mutlak berpengetahuan rendah pula. Hal ini
mengingat bahwa peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh dari
pendidikan formal saja, tetapi dapat diperoleh melalui pendidikan non formal
(wawan dan Dewi, 2010).
2.1.2 Tingkat pengetahuan
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting
untuk terbentuknya tindakan seseorang tidak terkecuali seorang perawat.
Pengetahuan yang cukup di dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat
yaitu:

1.

Tahu (know)
Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang

telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu.

6
Universitas Sumatera Utara

7

Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang
paling rendah.Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa
yang

dipelajari

antara


lain:

menyebutkan,

menguraikan,

mendefenisikan, dan menyatakan (Notoatmodjo, 2010).
2.

Memahami (comprehension)
Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek

tersebut, tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus
dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui
tersebut (Notoatmodjo, 2010).
3.

Aplikasi (aplication)
Aplikasi diartikan apabila seseorang yang telah memahami objek


yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang
telah diketahui tersebut pada situasi yang lain (Notoatmodjo, 2010).
4.

Analisis (analysis)
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan

memisahkan, dan mencari hubungan antara komponen-komponen yang
terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi
bahwa pengetahuan seseorang telah sampai pada tingkat analisis adalah
apabila orang tersebut telah dapat membedakan, atau mengelompokan,
membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut
(Notoatmodjo, 2010).

Universitas Sumatera Utara

8

5.


Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan seseorang untuk

merangkum atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari
komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain
sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari
formulasi-formulasi yang telah ada (Notoatmodjo, 2010).
6.

Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk

melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu.
Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang
ditentukan sendiri (Notoatmodjo, 2010).
2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Pengetahuan merupakan informasi dan penemuan yang bersifat kreatif
untuk

mempertahankan


pengetahuan

baru,

dimana

perawat

dapat

menggunakan kemampuan rasional logis dan pemikiran kritis untuk
menganalisis

informasi

yang

diperoleh


melalui

pembelajaran

tradisional,pencarian informasi, belajar dari pengalaman, penelitian ide
terhadap disiplin ilmu lain, dan pemecahan masalah untuk menentukan
terminologi tindakan keperawatan. Selain itu, perawat dapat menggunakan
kemampuan penyelidikan ilmiah untuk mengidentifikasi dan menyelidiki
masalah klinis, profesional atau pendidikan (Potter & Perry, 2005).

Universitas Sumatera Utara

9

Menurut Notoatmodjo (2003), ada beberapa faktor yang mempengaruhi
pengetahuan yaitu:
1.

Pendidikan
Pendidikan


adalah

sebagai

suatu

usaha

sadar

untuk

mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar
sekolah yang berlangsung seumur hidup, menurut batasan ini proses
pendidikan tidak hanya sampai pada kedewasaan saja, melainkan tetap
berlangsung seumur hidup. Pendidikan adalah suatu proses belajar yang
berarti di dalam pendidikan

itu


terjadi proses pertumbuhan,

perkembangan, atau perubahan kearah yang lebih dewasa, baik dan
matang pada diri individu, kelompok atau masyarakat. Melalui
pendidikan seseorang akan memperoleh pengetahuan, apabila semakin
tinggi tingkat pendidikan, maka hidup akan semakin berkualitas,
dimana seseorang akan berfikir logis dan memahami informasi yang
diperolehnya.
2.

Pengalaman
Pengalaman merupakan sumber pengetahuan atau pengalaman

merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Oleh
sebab itu, pengalaman pribadi dapat digunakan sebagai upaya
memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang
kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan
yang dihadapi. Pengalaman adalah sesuatu yang pernah dirasakan yang
merupakan kesadaran akan sesuatu hal yang tertangkap oleh indera


Universitas Sumatera Utara

10

manusia. Sikap yang diperoleh dari pengalaman akan menimbulkan
pengaruh langsung terhadap prilaku berikutnya yang direalisasikan
hanya apabila kondisi dan situasi yang memungkinkan. Pengalaman
belajar dan bekerja yang dikembangkan memberikan pengetahuan dan
ketrampilan profesional serta pengalaman belajar selama bekerja akan
dapat mengembangkan kemampuan mengambil keputusan yang
merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik
yang bertolak dari masalah nyata dalam bidang keperawatan.
3.

Pekerjaan
Pekerjaan dapat membawa suatu pengalaman, pengalaman belajar

dalam bekerja yang dikembangkan memberikan pengetahuan dan
ketrampilan profesional serta pengalaman. Pekerjaan merupakan suatu

kegiatan atau aktifitas seseorang untuk memperoleh penghasilan guna
memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Pekerja adalah mereka yang
bekerja pada orang lain atau institusi, kantor, perusahaan dengan
menerima upah atau gaji, baik berupa uang atau barang. Sedangkan
lapangan kerja atau jabatan adalah suatu pekerjaan yang dilakukan atau
di tugaskan pada seseorang.
4.

Motivasi
Motivasi merupakan dorongan keinginan yang berasal dalam diri

seseorang untuk melakukan sesuatu dalam mencapai tujuan dan dapat
dipengaruhi oleh orang lain atau lingkungan. Untuk merubah
karakteristrik yang lama seperti nilai, sikap, kepercayaan dan

Universitas Sumatera Utara

11

pemahaman, maka perlu dukungan dan dorongan dari orang sekitarnya.

Motivasi

merupakan

dorongan

yang

menyebabkan

seseorang

mengambil suatu tindakan. Motivasi dapat berasal dari motif sosial,
tugas, atau fisik. Penyelesaian tugas sosial dan motivasi fisik
menstimulasi seseorang untuk belajar. Motivasi sosial

dibutuhkan

untuk berhubungan, penampilan sosial, atau harga diri. Individu secara
umum

mencari

orang

lain

untuk

membandingkan

pendapat,

kemampuan, dan emosi dan penyelesaian tugas memotivasi didasari
oleh kebutuhan seperti keberhasilan dan kompetensi maka pengetahuan
yang diperlukan untuk mempertahankan diri menghasilkan stimulus
yang lebih besar untuk belajar daripada pengetahuan yang hanya
meningkatkan

kesehatan. Strategi

pengajaran menggambarkan

hubungan yang penting dengan berbagai motivasi fisik (Potter & Perry,
2005).
5.

Informasi
Informasi

merupakan

faktor

yang

mungkin

mencakup

ketrampilan dan sumber daya untuk melakukan prilaku kesehatan.
Semakin banyak informasi yang diterima oleh seseorang maka semakin
meningkat pula pengetahuan yang dimilikinya. Sumber informasi
adalah data yang diproses kedalam suatu bentuk dan mempunyai nilai
nyata. Salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan yang menjadi
sumber informasi adalah lingkungan. Menurut berbagai penelitian
lingkungan akan membentuk kepribadian seseorang dimana lingkungan

Universitas Sumatera Utara

12

yang

banyak

menyediakan

informasi

yang

akan

menambah

pengetahuan seseorang (Potter & Perry, 2005).
2.1.4 Kriteria Tingkat Pengetahuan
Menurut Arikunto (2006) dalam Wawan & Dewi (2010), pengetahuan
seseorang dapat diketahui dan diinterpretasikan dengan skala yang bersifat
kualitatif, yaitu:
a.

Baik

: hasil persentase 76% -100%

b.

Cukup : hasil persentase 56% -75%

c.

Kurang: hasil persentase < 56%

2.2 Nyeri post operasi
2.2.1 Definisi
International Association for the Study of Pain (IASP) dalam Potter &
Perry (2006) mendefinisikan nyeri sebagai suatu pengalaman sensori,
emosional serta kognitif yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan
jaringan aktual maupun potensialyang dapat timbul tanpa adanya injuri. Nyeri
merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan bersifat sangat
subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal skala
atau tingkatnya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau
mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya (Hidayat, 2006).
Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa nyeri adalah suatu
perasaan tidak nyaman yang bersifat subjektif dan tidak dapat dilihat atau
dirasakan orang lain, yang diungkapkan oleh individu yang merasakannya

Universitas Sumatera Utara

13

serta berhubungan dengan kerusakan jaringan aktual dan potensial. Oleh
karena itu tenaga medis harus mempercayai apapun yang dikatakan pasien
tentang nyeri yang dirasakannya, karena sifat subjektif dari nyeri ini.Nyeri
pasca operasi disebabkan oleh rangsangan mekanik luka yang menyebabkan
tubuh menghasilkan mediator-mediator kimia nyeri (Smeltzer & Bare, 2002).
Nyeri

pasca

operasiadalahrasa

sakityang

dialami

seseorang sebagai hasil darioperasi.Kejadian, intensitas, dan durasi nyeri
postoperasi berbeda-beda dari pasien ke pasien, dari operasi ke operasi, dan
dari rumah sakit ke rumah sakit yang lain. Lokasi pembedahan mempunyai
efek yang sangat penting yang hanya dapat dirasakan oleh pasien yang
mengalami nyeri postoperasi (Suza, 2007).
Berdasarkan tipe nyeri, nyeri post operasi digolongkan kepada nyeri
akut, yaitu nyeri dengan awitan yang cepat dengan intensitas yang bervariasi
dari ringan sampai berat dan berlangsung untuk waktu yang singkat (kurang
dari 6 bulan, memiliki onset yang tiba-tiba, dan terlokalisir. Nyeri akut
mengindikasikan terjadinya kerusakan jaringan atau injuri yang dapat
berkurang bersamaan dengan penyembuhan (Smeltzer & Bare, 2002). Nyeri
akut terkadang disertai aktivitas saraf simpatis yang akan memperlihatkan
gejala-gejala seperti peningkatan tekanan darah, peningkatan respirasi,
peningkatan denyut jantung, diaphoresis dan dilatasi pupil. Klien yang
mengalami nyeri akut akan memperlihatkan respon emosi dan perilaku seperti
menangis, mengerang kesakitan, dan mengerutkan wajah (Prasetyo, 2010).

Universitas Sumatera Utara

14

2.2.2 Fisiologi nyeri
Nyeri merupakan campuran reaksi fisik, emosi, dan perilaku. Stimulus
penghasil nyeri mengirimkan impuls melalui serabut saraf perifer. Serabut
nyeri memasuki medulla spinalis dan menjalani salah satu dari beberapa rute
saraf dan akhirnya sampai di dalam massa berwarna abu-abu di medulla
spinalis. Terdapat pesan nyeri dapat berinteraksi dengan sel-sel saraf
inhibitor, mencegah stimulus nyeri sehingga tidak mencapai otak atau
ditransmisi tanpa hambatan ke korteks serebral. Sekali stimulus nyeri
mencapai korteks serebral, maka otak menginterpretasi kualitas nyeri dan
memproses informasi tentang pengalaman dan pengetahuan yang lalu serta
assosiasi kebudayaan dalam upaya mempersepsikan nyeri (McNair, 1990
dikutip dari Potter & Perry 2005).
Nyeri diawali sebagai pesan yang diterima oleh saraf-saraf perifer. Zat
kimia (substansi P, bradikinin, prostaglandin) dilepaskan, kemudian
menstimulasi saraf perifer, membantu mengantarkan pesan nyeri dari daerah
yang terluka ke otak. Sinyal nyeri dari daerah yang terluka berjalan sebagai
impuls elektrokimia di sepanjang nervus ke bagian dorsal spinal cord (daerah
pada spinal yang menerima sinyal dari seluruh tubuh). Pesan kemudian
dihantarkan ke thalamus, pusat sensoris di otak di mana sensasi seperti panas,
dingin, nyeri, dan sentuhan pertama kali dipersepsikan. Pesan lalu
dihantarkan ke cortex, di mana intensitas dan lokasi nyeri dipersepsikan.
Penyembuhan nyeri dimulai sebagai tanda dari otak kemudian turun ke spinal

Universitas Sumatera Utara

15

cord. Di bagian dorsal, zat kimia seperti endorphin dilepaskan untuk
mcngurangi nyeri di daerah yang terluka (Potter & Perry, 2005).
Proses penyaluran impuls melalui saraf sensori sebagai lanjutan proses
transduksi melalui serabut A-delta dan serabut C dari perifer ke medulla
spinalis, dimana impuls tersebut mengalami modulasi sebelum diteruskan ke
thalamus

oleh

tractus

spinothalamicus

dan

sebagian

ke

traktus

spinoretikularis.
Traktus spinoretikularis terutama membawa rangsangan dari organorgan yang lebih dalam dan viseral serta berhubungan dengan nyeri yang
lebih difus dan melibatkan emosi. Selain itu juga serabut-serabut saraf disini
mempunyai sinaps interneuron

dengan saraf-saraf berdiameter besar dan

bermielin. Selanjutnya impuls disalurkan ke thalamus dan somatosensoris di
cortex cerebri dan dirasakan sebagai persepsi nyeri (Conn, 2011 dalam Faizal,
2011).
Proses perubahan transmisi nyeri yang terjadi disusunan saraf pusat
(medulla spinalis dan otak). Proses terjadinya interaksi antara sistem
analgesik endogen yang dihasilkan oleh tubuh kita dengan input nyeri yang
masuk ke kornu posterior medulla spinalis merupakan proses ascenden yang
dikontrol oleh otak. Analgesik endogen (enkefalin, endorphin, serotonin,
noradrenalin) dapat menekan impuls nyeri pada kornu posterior medulla
spinalis. Dimana kornu posterior sebagai pintu dapat terbuka dan tertutup
untuk menyalurkan impuls nyeri untuk analgesik endogen tersebut. Inilah

Universitas Sumatera Utara

16

yang menyebabkan persepsi nyeri sangat subjektif pada setiap orang (Gehdo,
2004 dalam Faizal, 2011).
Hasil akhir dari proses interaksi yang kompleks dari proses tranduksi,
transmisi dan modulasi yang pada akhirnya akan menghasilkan suatu proses
subjektif yang dikenal sebagai persepsi nyeri, yang diperkirakan terjadi pada
thalamus dengan korteks sebagai diskriminasi dari sensorik (Gehdo, 2004
dalam Faizal, 2011).
2.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Intensitas Nyeri
Banyak faktor yang mempengaruhi intensitas nyeri. Hal ini sangat
penting dalam upaya memastikan bahwa perawat menggunakan pendekatan
yang holistik dalam pengkajian dan perawatan pasien yang mengalami nyeri
(Potter & Perry, 2006). Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri, yaitu: usia,
jenis kelamin, kebudayaan, kecemasan, pengalaman nyeri sebelumnya,
makna nyeri, perhatian, dukungan keluarga dan sosial.
1.

Usia
Usia mempengaruhi persepsi seseorang terhadap nyeri. Anak-anak

dan orang tua mungkin lebih merasakan nyeri dibandingkan orang
dewasa muda karena mereka sering tidak dapat mengkomunikasikan
apa yang dirasakannya sehingga kemungkinan perawat tidak dapat
melakukan pengukuran untuk menurunkan nyeri secara adekuat (Potter
& Perry, 2005).
Perbedaan perkembangan, yang ditemukan di antara kelompok usia
ini dapat mempengaruhi bagaimana anak-anak dan lansia bereaksi

Universitas Sumatera Utara

17

terhadap nyeri. Anak yang masih kecil mempunyai kesulitan dalam
memahami nyeri dan prosedur yang dilakukan perawat yang
menyebabkan nyeri. Anak-anak kecil yang belum dapat mengucapkan
kata-kata juga mengalami kesulitan utnuk mengungkapkan secara
verbal dan mengekspresikan nyeri kepada orang tua atau petugas
kesehatan. Denganmemikirikan tingkat perkembangan, perawat harus
mengadaptasi pendekatan yangdilakukan dalam upaya mencari cara
untuk mengkaji nyeri yang dirasakan anak-anak (Prasetyo, 2010)
2.

Jenis Kelamin
Jenis kelamin mempunyai pengaruh penting terhadap respon nyeri.

Laki-laki memiliki sensitifitas yang lebih rendah dibandingkan wanita
atau kurang merasakan nyeri (Smeltzer & Bare, 2002). Laki-laki kurang
mengekspresikan nyeri yang dirasakan secara berlebihan dibandingkan
wanita.Penelitian oleh Uchiyama, et al (2006dalam Hartono 2007) yang
bertujuan untuk meneliti perbedaan jenis kelamin terhadap nyeri pasca
bedah kolesistektomi. Jumlah responden yang terlibat adalah 100 orang
yang terdiri dari 46 laki-laki dan 54 wanita. Dalam penelitian tersebut
menunjukan bahwa pasien wanita mempunyai nilai VAS lebih tinggi
daripada laki-laki pada 24 jam pasca bedah kolesistektomi.
3.

Budaya
Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara

individu

mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa
yang diterima oleh kebudayaan mereka. Ada perbedaan makna dan

Universitas Sumatera Utara

18

sikap yang dikaitkan dengan nyeri di berbagai kelompok budaya. Suatu
pemahaman tentang nyeri dari segi makna budaya akan membantu
perawat dalam merancang asuhan keperawatan yang relevan untuk
klien yang mengalami nyeri (Potter & Perry 2005).
4.

Kecemasan
Kecemasan sebagai sebuah kondisi atau keadaan emosi tertentu

yang tidak menyenangkan. Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat
kompleks. Ansietas seringkali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi juga
seringkali menimbulkan suatu perasaan ansietas. Pola bangkitan
otonom adalah sama dalam nyeri dan ansietas (Gil, 1990 dalam Potter
& Perry, 2005).
5.

Pengalaman Nyeri Sebelumnya
Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri, akan tetapi

pengalaman nyeri sebelumnya tidak selalu berarti bahwa individu
tersebut akan mudah menerima nyeri pada masa yang akan datang.
Apabila individu sejak lama mengalami nyeri yang berat, maka ansietas
atau bahkan rasa takut akan muncul. Sebaliknya, apabila individu
mengalami nyeri dengan jenis sama dan berulang tetapi nyeri tersebut
dapat

hilang

akan

lebih

mudah

bagi

individu

tersebut

menginterpretasikan sensasi nyeri dan akibatnya pasien akan lebih siap
untuk

melakukan

tindakan-tindakan

yang

diperlukan

untuk

menghilangkan nyeri dan apabila pasien tidak pernah mengalami nyeri

Universitas Sumatera Utara

19

maka persepsi pertama nyeri dapat menganggu koping terhadap nyeri
(Potter & Perry, 2005).
6.

Makna Nyeri
Individu akan mempersepsikan dengan cara berbeda-beda, apabila

nyeri tersebut memberi kesan ancaman, suatu kehilangan, hukuman,
dan tantangan. Derajat dan kualitas nyeri akibat cedera karena hukuman
dan tantangan. Makna nyeri oleh seseorang akan berbeda jika
pengalamannya tentang nyeri juga berbeda. Selain pengalaman, makna
nyeri juga dapat ditentukan dari cara seseorang beradaptasi terhadap
nyeri yang dialami. Misalnya, seseorang wanita yang sedang bersalin
akan mempersepsikan nyeri yang berbeda dengan seorang wanita yang
mengalami nyeri akibat cedera pukulan pasangannya (Potter & Perry,
2005).
7.

Perhatian
Seseorang yang memfokuskan perhatiannya terhadap nyeri akan

mempengaruhi persepsinya. Konsep ini merupakan salah satu hal yang
dapat dilihat perawat dari beberapa nyeri yang dirasakan pasien
sehingga perawat dapat memberikan intervensi yang tepat seperti
relaksasi, massase, dan lain sebagainya. Namun dengan memfokuskan
perhatian terhadap stimulus yang lain, dapat menurunkan persepsi nyeri
(Potter & Perry, 2005). Tingkat perhatian seseorang terhadap nyeri
akan mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat terhadap
nyeri akan meningkatkan respon nyeri (Prasetyo, 2010).

Universitas Sumatera Utara

20

8.

Dukungan keluarga dan sosial
Faktor lain yang bermakna mempengaruhi respon nyeri ialah

kehadiran orang-orang terdekat pasien dan bagaimana sikap mereka
terhadap pasien.Individu yang mengalami nyeri sering kali bergantung
pada anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan,
bantuan atau perlindungan. Walaupun nyeri tetap klien rasakan,
kehadiran orang yang dicintai dapat meminimalkan kesepian dan
ketakutan (Potter & Perry, 2005).
Pada pasien post operasi faktor-faktor yang sangat mempengaruhi
kualitas, intensitas dan lamanya nyeri yang dialami klien postoperasi adalah
Lokasi operasi, jenis operasi dan lamanya operasi serta berapa besar
kerusakan yang terjadi akibat operasi tersebut. Dari segi pembedahan, lokasi
nyeri pasca bedah yang paling sering terjadi dan sifat nyerinya paling hebat
(severe) yaitu: operasi daerah thoracoabdominal, ginjal, columna vertebralis
(spine), sendi besar, tulang panjang di extremitas. Setelah pasien mengalami
bedah thorax, abdomen maupun operasi ginjal, apabila pasien batuk, tarik
nafas dalam atau gerakan tubuh yang berlebihan akan menimbulkan nyeri
yang hebat (Tamsuri, 2007).
2.2.4 Manajemen nyeri postoperasi
1.

Pengkajian nyeri postoperasi
Pengkajian nyeri yang faktual dan akurat dibutuhkan untuk

menetapkan data dasar, untuk menegakkan diagnosa keperawatan yang

Universitas Sumatera Utara

21

tepat, menyeleksi terapi yang cocok, dan mengevaluasi respon klien
terhadap terapi (Potter & Perry, 2005).
a. Mengkaji persepsi nyeri
Individu merupakan penilai terbaik dari nyeri yang dialaminya
dan karenanya haus diminta untuk menggambarkan dan membuat
tingkatnya. Dalam mengkaji nyeri, perawat perlu mengetahui
intensitas nyeri yang dirasakan oleh klien. Perawat dapat meminta
klien untuk membuat tingkatan nyeri pada skala verbal misalnya
tidak nyeri, sedikit nyei, nyeri hebat, atau sangat hebat (Brunner &
Suddarth, 2002).
Karakteristik nyeri juga merupakan hal yang penting dikaji
pada pasien post operasi. Karakteistik nyeri meliputi awitan atau
durasi, lokasi, keparahan, irama, dan kualitas nyeri. perawat
penyebab atau stimulus nyeri pada klien. Waktu dan durasi nyeri
dinyatakan sejak kapan nyeri dirasakan, berapa lama terasanya.
apakah nyeri berulang. Bila nyeri berulang maka akan mengalami
selang waktu berapa lama, dan kapan nyeri berakhir. Banyak pasien
yang mengalami nyeri mempunyai sensasi untuk mengekspresikan
rasa nyeri yang mereka rasakan dalam periode 24 jam. Anatomi
diagnosa adalah sebuah ilustrasi yang tepat untuk menentukan lokasi
nyeri,

banyak pasien tidak dapat menentukan letak nyeri secara

tepat, banyak yang mengindikasikan letak dengan dengan huruf
seperti ABC. Pasien boleh menggambarkan lokasi nyeri dalam

Universitas Sumatera Utara

22

bentuk atau bekas lokasi pada tubuhnya dan anggota keuarga dapat
memberi tanda

bilangan atau angka pada bentuk pengkajianya

(Suza, 2007).
Pengkajian kualitas nyeri mendeskripsikan jenis dari nyeri atau
nyeri seperti apakah yang dirasakan oleh mereka, mereka mungkin
akan menggunakan kata-kata seperti terbakar, tajam, tumpul seperti
ditikam. Karakteristik paling subjektif pada nyeri adalah tingkat
keparahan atau intensitas nyeri tersebut. Pada pengkajian tingkat
keparahan nyeri, perawat meminta klien untuk menggambarkan
nyeri yang ia rasakan sebagai nyeri ringan, sedang, atau berat.
Perawat dapat menggunakan penilaian skala intensitas nyeri yaitu
skala numerik dan skala analog visual. Penting bagi perawat untuk
mengkaji efek nyeri pada klien. Nyeri post operasi biasanya
menimbulkan peningkatan denyut jantung, tekanan darah, dan
frekuensi pernapasan sehingga perawat perlu mengevaluasi tandatanda vital klien (Potter & Perry, 2006).
Selain hal-hal diatas, perawat perlu mengetahui tindakan yang
dilakukan klien dalam menghilangkan nyeri yang dirasakannya.
Copp, 1990 dikutip dari Potter & Perry, (2005), menemukan bahwa
klien mengembangkan metode untuk mengurangi intensitas nyeri
yang dirasakan terus menerus, mereka menggunakan berbagai
aktivitas yang menggunakan otot, metode verbal (berdoa dan
mengutuk), dan melatih konsentrasi.

Universitas Sumatera Utara

23

b. Mengkaji respon fisiologis
Pada saat impuls nyeri naik ke medula spinalis menuju ke
batang otak dan talamus, sistem saraf otonom menjadi terstimulasi
sebagai bagian dari respon stres (Potter & Perry, 2005). Perubahan
fisiologis involunter dianggap sebagai indikator nyeri yang lebih
akurat dibanding laporan verbal pasien. Respon fisiologis terhadap
nyeri dapat sangat membahayakan individu. Pasien yang mengalami
nyeri akut yang hebat mungkit tidak menunjukkan frekuensi
pernapasan yang meningkat, tetapi akan menahan nafasnya (Brunner
& suddarth, 2002).
c. Mengkaji respon perilaku
Respon perilaku terhadap nyeri dapat mencakup pernyataan
verbal, perilaku vokal, ekspresi wajah, gerakan tubuh, kontak fisik
dengan orang lain, atau perubahan respon terhadap lingkungan
(Brunner & Suddarth, 2002). Perilaku non verbal pada pasien yang
mengalami nyeri dapat diamati oleh perawat misalnya ekspresi
wajah kesakitan, gigi mencengkram, memejamkan mata rapat-rapat,
menggigit bibir bawah dan lain-lain
perilaku

vokalisasi

klien

dapat

(Prasetyo, 2010)).
diobservasi misalnya

Respon
klien

mengaduh, menangis, sesak nafas, mendengkur.Ekspresi wajah yang
mengindikasikan nyeri meliputi meringis, menggeletukkan gigi,
mengernyitkan dahi, menutup mata atau mulut dengan rapat atau
membuka mata atau menutup mata dengan lebar. Gerakan tubuh

Universitas Sumatera Utara

24

seperti gelisah, imobilisasi, ketegangan otot, gerakan melindungi
bagian tubuh, gerakan ritmik atau gerakan menggosok dapat
dikaitkan dengan nyeri yang dialami klien.
Meinhart dan McCaffery, 1983 dalam Potter & Perry (2005),
mendeskripsikan tiga fase pengalaman nyeri: antisipasi, sensasi, dan
akibat. Fase antisipasi terjadi sebelum mempersepsikan nyeri.
seseorang mengetahui nyeri akan terjadi. Antisipasi terhadap nyeri
memungkinkan individu untuk belajar tentang nyeri dan upaya untuk
menghilangkannya. Pada situasi klien mersa terlalu takut atau terlalu
cemas, maka antisipasi terhadap nyeri dapat meningkatkan persepsi
keparahan nyeri. sensasi nyeri terjadi ketika merasakan nyeri.Fase
akibat nyeri terjadi ketika nyeri berkurang atau terhenti. Setelah
mengalami nyeri, klien mungkin memperlihatkan gejala-gejala fisik
seperti menggigil, mual, muntah, marah, atau, depresi. Jika klien
mengalami serangkain episode nyeri yang berulang, maka respon
akibat dapat menjadi masalah kesehatan yang berat.
2.

Penatalaksanaan nyeri post operasi
Dalam Brunner & Suddarth (2002) tehknik yang diterapkan dalam

mengatasi nyeri dapat dibedakan dalam dua kelompok utama, yaitu
tindakan pengobatan (farmakologis) dan tindakan non-farmakologis
(tanpa pengobatan).

Universitas Sumatera Utara

25

a. Penatalaksanaan nyeri secara farmakologis
Menangani nyeri pasien melalui intervensi farmakologis
dilakukan dalam kolaborasi dengan dokter. Penatalaksanaan nyeri
memerlukan kolaborasi erat dan komunikasi yang efektik diantara
pemberi perawatan kesehatan (Brunner & Suddarth, 2002). Hal-hal
yang perlu diketahui perawat dalam penatalaksanaan nyeri
farmakologis adalah respon klien terhadap obat, obat yang cocok
dalam mengatasi nyeri klien, dosis obat yang tepat bagi klien (Potter
& Perry, 2005). Penatalaksanaan nyeri secara farmakologis meliputi
penggunaan opioid (narkotik), nonopioid/NSAIDs (Nonsteroid AntiInflamasi Drugs), dan adjuvan, serta ko-analgesik.
Opioid,analgesik opiat terbagi menjadi tiga kelompok obat,
yaitu: opiat agonist, partial agonist, dan agonist antagonist
(campuran). Narkotik dapat menyebabkan penurunan nyeri dan
memberi efek euphoria (kegembiraan) karena obat ini dapat
mengadakan ikatan dengan reseptor opiate dan mengaktifkan
penekanan nyeri endogen pada susunan syaraf pusat (Tamsuri,
2007).Opioid dapat diberikan melalui oral, subkutan, intraspinal
rektal, dan rute transdermal. Tujuan pemberian opioid adalah untuk
meredakan nyeri pasien dan memperbaiki kualitas hidup pasien.
Efek samping pemberian opioid adalah depresi pernapasan dan
sedasi, mual dan muntah, adiksi dan toleransi, serta konstipasi
(Brunner&Suddarth, 2002).

Universitas Sumatera Utara

26

NSAIDs, Analgesik non-opioid (analgesik non-narkotik) atau
sering disebut juga Nonsteroid Anti-InflammatoryDrugs,

seperti

aspirin, asetaminofen, dan ibu profen selain memiliki efek anti nyeri
juga memiliki efek anti-inflamasi dan anti-demam (anti-piretik) .
Obat-obat golongan ini menyebabkan penurunan nyeri yang bekerja
pada ujung-ujung syaraf perifer di daerah yang mengalami cedera,
dengan menurunkan kadar mediator peradangan yang dibangkitkan
oleh sel-sel yang mengalami cedera (Tamsuri, 2007). Terapi pada
nyeri pascaoperasi ringan sampai sedang harus dimulai dengan
menggunakan NSAIDs, kecuali kontraindikasi (AHCPR, 1992
dikutip dar Potter & Perry 2005). Walaupun mekanisme kerja pasti
NSAIDs tidak diketahui, NSAIDs diyakini bekerja menghambat
sintesis

prostaglandin

(McKenry

dan

Salerno,

1995)

dan

menghambat respon selular selama inflamasi. Kebanyakan NSAIDs
bekerja pada reseptor saraf perifer untuk mengurangi transmisi dan
resepsi stimulasi nyeri. Tidak seperti opiat, NSAIDs tidak
menyebabkan sedasi atau depresi pernapasan juga tidak mengganggu
fungsi berkemih atau defekasi (AHCPR, 1992 dikutip dari Potter &
Perry 2005).
Analgesik dikontrol pasien, merupakan terapi farmakologis
yang diberikan melalui seperangkat alat, yang memungkinkan klien
untuk mengontrol pemberian obat secara mandiri (Prasetyo, 2010).
Metode ini aman untuk penatalaksanaan nyeri kanker, nyeri

Universitas Sumatera Utara

27

pascaoperasi, dan nyeri traumatik. Tujuan metode ini ialah
mempertahankan kadar plasma analgesik yang konstan. Peralatan
ADP merupakan pompa infuse yang dapat dibawa (biasanya diatur
komputer), yang berisi ruang untuk tempat spuit atau merupakan alat
khusus dirancang seperti pengatur dosis yang menggunakan jam
tangan yang diperlengkapi pengaturan dini pemberian obat dalam
dosis kecil. Analgesik yang dipilih ialah morfin. Untuk menerima
dosis, klien menekan tombol yang menempel pada alat ADP ( Potter
& Perry, 2005).
Analgesik epidural, merupakan suatu bentuk anastesia lokal
dan terapi yang efektif untuk menangani nyeri pascaoperasi akut,
nyeri persalinan, dan melahirkan, dan nyeri kronik, khususnya yang
berhubungan dengan kanker (McNair,1990 dalam Potter & Perry,
2005). Analgesik ini memungkinkan pengontrolan atau pengurangan
nyeri yang berat tanpa efek sedative dari narkotik parenteral atau
oral yang lebih serius.Analgesia epidural berlangsung dalam jangka
waktu pendek atau panjang, tergantung pada kondisi klien dan
harapan hidup. Terapi jangka pendek digunakan untuk mengatai nyei
akibat bedahintratorak, bedah abdomen, dan bedah orthopedi. Terapi
jangka panjang digunakan untuk nyeri yang tidak

dapat

dikendalikan, pada bagian tubuh bawah, khususnya bila bagian
tubuh itu bilateral (Potter & Perry, 2005).

Universitas Sumatera Utara

28

b. Penatalaksanan nyeri secara nonfarmkologis
Tindakan non-farmakologis mencakup intervensi perilakukognitif

dan penggunaan atau stimulasi fisik. Tujuan intervensi

perilaku-kognitif adalah mengubah persepsi klien tentang nyeri,
mengubah perilaku nyeri, dan memberikan klien rasa pengendalian
yang lebih besar, sedangkan agens-agens fisik bertujuan untuk
memberi rasa nyaman, memperbaiki disfungsi fisik, mengubah
respon fisiologis, dan mengurangi rasa takut yang terkait dengan
imobilisasi.
1.

Stimulasi dan masase kutaneus
Teknik ini bekerja dengan menstimulasi permukaan kulit
untuk mengontrol nyeri, hal ini berkaitan dengan teori gate
control. Teori gate control bertujuan menstimulasi serabutserabut yang mentransmisikan sensasi tidak nyeri memblok atau
menurunkan transmisi impuls nyeri. Masase adalah stimulasi
kutaneus tubuh secara umum. Masase tidak secara spesifik
menstimulasi reseptor tidak nyeri pada bagian reseptor yang
sama seperti reseptor nyeri tetapi dapat berdampak melalui
sistem kontrol desenden. Masase dapat membuat pasien merasa
nyaman karena dapat masase membuat relaksasi otot (Brunner
& Suddarth, 2002). Penggunaan stimulus kutaneus yang benar
dapat mengurangi persepsi nyeri dan membantu mengurangi
ketegangan otot.

Universitas Sumatera Utara

29

2.

Terapi es dan panas
Pada beberapa keadaan terapi ini sangat efektif. Terapi es
dapat menurunkan prostaglandin, yang memperkuat sensivitas
reseptor nyeri dan subkutan lain pada tempat cedera dengan
menghambat proses inflamasi. Cohn dkk (1989) menunjukkan
bahwa saat es diletakkan di sekitar lutut segera setelah
pembedahan dan selama 4 hari pascaoperasi, kebutuhan
analgesik menurun sekitar 50%. Penggunaan panas dapat
meningkatkan aliran darah ke suatu daerah dan kemungkinan
dapat menurunkan nyeri dan mempercepat penyembuhan
(Brunner & Suddarth, 2002).
Kompres panas dan dingin menghasilkan perubahan
fisiologis suhu jaringan, ukuran pembuluh darah, tekanan darah
kapiler, area permukaan kapiler untuk pertukaran cairan dan
elektrolit, dan metabolisme jaringan (Kozier, 2009).

3.

Bimbingan antisipasi
Memodifikasi secara langsung cemas yang berhubungan
dengan nyeri, menghilangkan nyeri dan menambah efek
tindakan untuk menghilangkan nyeri yang lain. Pada saat pre
operasi, perawat harus menjelaskan prosedur tindakan operasi
untuk menurunkan kecemasan klien (Prasetyo, 2010).

Universitas Sumatera Utara

30

Bimbingan antisipasi memberikan penjelasan yang jujur
tentang pengalaman nyeri. Informasi yang diberikan termasuk
kejadian, awitan, dan durasi nyeri yang dialami, kualitas,
keparahan, lokasi nyeri, informasi tentang cara keamanan klien
telah dipastikan, penyebab nyeri, metode mengatasi nyeri, serta
harapan klien selama menjalani prosedur (Potter & Perry, 2005).
4.

Stimulasi saraf elektris transkutan
Stimulasi saraf elektris transkutan (TENS) adalah suatu
alat yang menggunakan aliran listrik, baik dengan frekuensi
rendah maupun frekuensi tinggi yang dihubungkan dengan
beberapa elektroda pada kutaneus untuk menghasilkan sensasi
kesemutan, mendengung pada area nyeri. TENS baik digunakan
pada nyeri akut dan kronis (Brunner & Suddarth, 2002).
TENS di dalam berespon terhadap nyeri adalah dengan
melakukan aktivasi opioid pada sistem saraf pusat.

TENS

dengan frekuensi tinggi akan mengaktifkan kedua reseptor deltaopioid pada spinal cord dan supraspinal (dalam medula) yang
akan mengurangi eksitasi saraf pusat yang mentransmisikan
informasi

dari

neurotransmitter

nosiseptor,
exitatory

mengurangi

(glutamate)

dan

pelepasan
meningkatkan

pelepasan neurotransmitter inhibitor (GABA) dalam spinal cord
serta

mengaktifkan

reseptor

muscarinic

pusat

untuk

memproduksi analgesia. TENS dengan frekuensi rendah

Universitas Sumatera Utara

31

mengaktifkan kedua reseptor mu-opioid pada spinal cord dan
supraspinalmengaktifkan reseptor serotonin dalam spinal cord,
melepaskan GABA, dan mengaktifkan reseptor muscarinic
untuk mengurangi kemampuan eksitasi dari nosiseptor dalam
spinal cord (Prasetyo, 2010).
5.

Distraksi
Distraksi adalah metode untuk memfokuskan perhatian
pasien pada sesuatu selain nyeri yang dialaminya. Seseorang
yang kurang menyadari adanya nyeri atau memberikan sedikit
perhatian pada nyeri, akan sedikit terganggu oleh nyeri dan lebih
toleransi terhadap nyeri. Distraksi diduga dapat menurunkan
persepsi nyeri dengan menstimulasi sistem kontrol desenden
yang menyebabkan stimulasi nyeri yang ditransmisikan ke otak
menjadi

sedikit.

keefektifan

distraksi

tergantung

pada

kemampuan klien untuk menerima dan membangkitkan input
sensori selain nyeri. (Brunner & Suddarth, 2002).
Stimulus yang menyenangkan dari luar dapat merangsang
seksresi endorphin, sehingga stimulus nyeri yang dirasakan oleh
pasien berkurang. Peredaan nyeri secara umum berhubungan
langsung dengan partisipasi aktif individu, banyaknya modalitas
sensori yang digunakan dn minat individu dalam menstimulasi,
oleh karena itu stimulasi otak akan lebih efektif dalam
menurunkan nyeri (Tamsuri, 2007).

Universitas Sumatera Utara

32

Distraksi

dapat

meliputi

distraksi

visual

dan

auditory.Distraksi visual misalnyamenonton TV. Distraksi
auditory misalnya mendengarkan musik yang disukai (Prasetyo,
2010). Musik dapat menurunkan nyeri fisiologis, stres, dan
kecemasan dengan mengalihkan perhatian seseorang dari nyeri.
selain itu, musik terbukti menunjukkan efek yaitu menurunkan
frekuensi denyut jantung, mengurangi kecemasan dan depresi,
menghilangkan

nyeri,

menurunkan

tekanan

darah,

dan

mengubah persepsi waktu. Di keadaan perawatan akut,
mendengarkan musik dapat memberikan efek dalam upaya
mengurangi nyeri pasca operasi (Potter & Perry, 2005).
6.

Teknik Relaksasi
Relaksasi adalah suatu tindakan untuk memebaskan
mental dan fisik dari ketegangan dan stress, sehingga dapat
meningkatkan toleransi terhadp nyeri (Prasetyo, 2010). Teknik
relaksasi dipercaya dapat memberikan individu kontrol diri
ketika terjadi rasa tidak nyaman atau nyeri, stres fisik dan emosi
pada nyeri (Potter & Perry, 2005). Beberapa penelitian telah
menunjukkan bahwa relaksasi efektif dalam menurunkan nyeri
postoperasi.
Tehnik relaksasi yang sederhana terdiri atas napas
abdomen dengan frekuensi lambat, berirama. Pasien dapat
memejamkan matanya dan bernapas dengan perlahan dan

Universitas Sumatera Utara

33

nyaman. Irama yang konstan dapat dipertahankan dengan
menghitung dalam hati dan lambat bersama setiap inhalasi
(hirup) dan ekshalasi (hembus). Metode relaksasi juga dapat
digunakan pada pasien dengan nyeri kronis (Brunner &
Suddarth, 2002).
7.

Imajinasi Terbimbing
Imajinasi terbimbing adalah upaya untuk menciptakan
kesan dalam pikiran klien, kemudian berkonsentrasi pada kesan
tersebut sehingga secara bertahap dapat menurunkan persepsi
klien terhadap nyeri yang dapat dilakukan bersamaan dengan
tindakan relaksasi (Prasetyo, 2010). Sebagai contoh, imajinasi
terbimbing untuk relaksasi dan meredakan nyeri dapat terdiri
atas menggabungkan suatu napas berirama lambat dengan suatu
bayangan mental relaksasi dan kenyamanan. Dengan mata
terpejam, individu diinstruksikan untuk membayangkan bahwa
setiap napas yang diekhalasi secara lambat ketegangan otot dan
ketidak nyaman dikeluarkan, menyebakan tubuh yang rileks dan
nyaman.

Setiap

kali

menghirup

napas,

pasien

harus

membayangkan energi penyembuh dialirkan ke bagian yang
tidak nyaman. Setiap kali napas di hembuskan, pasien
diinstruksikan

untuk membayangkan

bahwa udara yang

dihembuskan membawa pergi nyeri dan ketegangan Biasanya,
pasien diminta untuk mempraktikkan imajinasi terbimbing

Universitas Sumatera Utara

34

selama sekitar 5 menit, tiga kali sehari (Brunnner & Suddarth,
2002).
Tindakan imajinasi terbimbing membutuhkan konsentrasi
yang cukup, perawat harus mengupayakan kondisi lingkungan
yang mendukung klien untuk tindakan ini. Kegaduhan,
kebisingan, bau menyengat atau cahaya yang sangat terang perlu
dipertimbangkan agar tidak mengganggu konsentrasi klien
(Prasetyo, 2010)
8.

Hipnosis
Hipnosis dapat membantu mengubah persepsi nyeri
melalui pengaruh sugesti positif. Hipnosis menggunakan sugesti
diri dan kesan tentang perasaan rileks dengan menggunakan
berbagai ide pikiran dan kemudian kondisi-kondisi yang
menghasilkan respon tertentu bagi mereka (Potter & Perry ,
2005).

Hipnosis

efektif

dalam

meredakan

nyeri

atau

menurunkan jumlah analgesik yang dibutuhkan pada nyeri akut
dan nyeri kronis. Keefektifan hipnosis tergantung pada
kemudahan hipnotik individu (Brunner & Suddarth, 2002).

Universitas Sumatera Utara