Menuju Sekolah Berbasis Literasi SMPN 43 Surabaya

Menuju Sekolah Berbasis Literasi
Oleh Drs. Moch. Kelik Sachroen Djailani, M.Si.
Pada peringatan Hari Pendidikan Nasional 2 Mei 2014, Wali Kota Surabaya mendeklarasikan
Surabaya sebagai Kota Literasi. Semua Kepala Sekolah diminta menandatangani Surat
Pernyataan bahwa sekolah wajib mengadakan kegiatan membaca senyap selama 15 menit
sebelum jam pelajaran pertama dimulai.
Segera saya koordinasikan hal ini dengan para guru untuk menindaklanjuti deklarasi tersebut.
Pemahaman visi yang sama dan komitmen untuk melakukan yang terbaik membuat kami
segera bisa bekerja dengan kompak. Kami juga sadar bahwa kegiatan membaca senyap ini
adalah program baru yang perlu kami sosialisasikan pada orang tua dan siswa.Orang tua dan
siswa perlu memahami maksud dan tujuan program ini dan mereka juga perlu mendukung
kegiatan yang sangat baik ini.
Sosialisasi kegiatan membaca senyap kepada siswa dan orang tua/wali murid nyaris tanpa
hambatan. Semua mendukung. Orang tua senang dan mendukung program membaca setiap
hari ini. Mereka juga sadar bahwa membaca adalah keterampilan yang akan mendukung
anak-anak mereka dalam belajar apa pun. Selain itu, semua orang tua mendukung program
tersebut karena mereka juga kesulitan mengatasi “penyakit gadget” yang terjadi pada
putra/putrinya.
Ketika program Membaca Senyap dimulai, semua guru berperan aktif mendorong siswa
untuk membaca buku selama 15 menit sebelum jam pelajaran pertama dimulai. Semua guru
mata pelajaran Bahasa Indonesia terlibat aktif mengumpulkan ringkasan dari buku yang telah

dibaca oleh siswa. Mereka juga memberikan dorongan dan solusi ketika menemukan siswa
yang mengalami kesulitan dalam mengikuti program ini.
Setelah program ini berjalan beberapa waktu, saya kemudian berinisiatif untuk mengajak
guru mapel Bahasa Indonesia untuk mengumpulkan karya puisi terbaik siswa untuk dijadikan
buku. Alhamdulillah mereka merespon dengan baik. Siswa-siswi kemudian kami latih dan
kami dorong untuk membuat puisi. Mereka sangat antusias membuat puisi.
Ketika kami sampaikan keinginan untuk menerbitkan kumpulan puisi siswa, pengurus
Komite Sekolah dan orang tua/wali murid sangat mendukung. Ketika kami sampaikan bahwa
sekolah tidak memiliki dana untuk membukukan kumpulan puisi, mereka langsung
bersepakat untuk mengumpulkan dana.
Setelah mencari editor dan penerbit, akhirnya terbitlah buku pertama berjudul Secercah
Harapan Sejuta Ide Anak Semppati, Antologi Puisi Adiwiyata SMPN 43 Surabaya. Buku
pertama SMPN 43 Surabaya ini diluncurkan oleh Kabid Dikdas Dinas Pendidikan Kota
Surabaya Eko Prasetyoningsih pada 21 Juni 2014, bertepatan dengan penyelenggaraan
pentas seni dan Dies Natalis SMPN 43 Surabaya.
Pada rapat kerja Kepala Sekolah SMP se-Surabaya, 17 September 2014, Satria Dharma,
pegiat literasi, dan Arini Pakistianingsih, Kepala Badan Arsip dan Perpustakaan Surabaya,
menyampaikan betapa pentingnya literasi untuk kemajuan bangsa. Saya berkoordinasi

dengan guru untuk menindaklanjuti hasil rapat kerja tersebut. Tercetuslah keinginan untuk

menjadikan SMPN 43 Surabaya sebagai sekolah berbasis literasi.
Tim Penggerak Literasi terdiri dari guru mata pelajaran Bahasa Indonesia dan guru lain yang
dengan sukarela menjadi anggota tim. Program yang disusun oleh Tim Penggerak Literasi
antara lain Membaca Senyap (berjalan mulai Mei 2014), pembentukan Duta Literasi tiap
kelas, pemilihan Pangeran dan Putri Literasi, lomba perpustakaan kelas, pembuatan maajalah
dinding, dan pelatihan jurnalistik.
Tidak ada satupun orangtua/wali murid yang keberatan atas program tersebut. Semua senang
bahwa anak-anak mereka mendapatkan sesuatu yang tidak atau belum dilakukan di sekolah
lain. Mereka merasa bangga dengan program sekolah. Peran aktif Komite Sekolah dalam
sosialisasi program sekolah, termasuk program literasi, sangat luar biasa. Mereka juga sama
antusiasnya dengan para guru.
Menjelang peringatan Sumpah Pemuda dan Bulan Bahasa, Tim Penggerak Literasi
mengadakan audisi Pangeran dan Putri Literasi 2014. Para Duta Literasi yang mewakili kelas
diminta untuk membaca suatu buku dan menyampaikan isi buku tersebut. Di hari lain mereka
diminta presentasi. Masih banyak kegiatan lain yang harus diikuti oleh mereka, antara lain
kunjungan ke Perpustakaan Kota Surabaya.
Secara berkala penilaian majalah dinding dan perpustakaan kelas dilakukan oleh Tim. Tim
selalu berkoordinasi dengan wali kelas agar siswa tetap semangat dalam mengelola mading
dan perpustakaan kelas. Para Duta Literasi yang bertugas sebagai pendorong teman-temannya
dalam gerakan literasi, perlu diberi kegiatan yang berbeda dengan teman-temannya. Mereka

diajak kunjungan ke sekolah yang sudah bagus perpustakaannya seperti SMPN 23 Surabaya
(17/12/2014), mengunjungi tempat produksi koran Jawa Pos di Gresik, dan bertemu redaktur
Jawa Pos di Graha Pena (18/12/2014).
Awal 2015, Satria Dharma mengenalkan saya dengan dosen-dosen di jurusan Bahasa
Indonesia Unesa. Beliau ingin SMPN 43 dapat melakukan kerja sama langsung dengan
Unesa. Jika SMPN 43 bekerja sama dengan Unesa, maka sekolah kami akan mendapatkan
bantuan tenaga ahli di bidang literasi, yaitu dosen dan mahasiswa jurusan Bahasa dan Sastra
Indonesia Unesa. Setelah berkonsultasi pada Kepala Dinas Pendidikan Kota Surabaya Ikhsan,
disepakati untuk mengadakan kerja sama pengembangan literasi antara SMPN 43 Surabaya
dengan Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia (JBSI) FPBS UNESA (9/2/2015).
Dalam rapat kerja Kepala Sekolah (5/3/2015) diluncurkan program Tantangan Membaca
Surabaya (TMS) 2015 mulai April sampai Desember 2015, di mana setiap siswa SMP
diwajibkan membaca 15 buku.
Untuk mendukung TMS 2015 dan meningkatkan peran orang tua/wali murid, setiap hari
siswa diwajibkan membaca buku di rumah selama 30 menit. Orang tua/wali murid
diharuskan menandatangani jurnal/buku kegiatan membaca siswa, yang selanjutnya akan
dikumpulkan ke wali kelas.
Selain itu, sekolah menyiapkan penghargaan untuk siswa yang telah menyelesaikan membaca
15 buku dan kelipatannya. Artinya, setiap menyelesaikan 15 buku, siswa dapat satu
penghargaan.


Peran Komite Sekolah sangat baik. Menjelang peringatan Hari Pendidikan Nasional 2 Mei
2015, sekaligus peringatan Setahun Deklarasi Kota Surabaya sebagai Kota Literasi, Komite
Sekolah meluncurkan Maca Bareng (Mabar).
Dua minggu sebelum pelaksanaan, pengurus Komite Sekolah dan guru berusaha keras
mencari donatur dan sponsor. Alhamdulillah, pada 2 Mei 2015 pukul 06.30 WIB, kurang
lebih 2.500 orang (orang tua/wali murid, pengurus Komite Sekolah, semua siswa, guru,
karyawan, dan para undangan membaca buku yang dibawanya selama 30 menit.
Dalam acara Maca Bareng tersebut sekolah mendapat sumbangan buku dari sponsor, orang
tua/wali murid, dan para undangan. Selain itu, Ketua Komite Sekolah meluncurkan buku
kedua yang berjudul Menabur Mimpi Mengukir Asa, Diary Duta Literasi Semppati Surabaya.
Dalam buku ini para Duta Literasi SMPN 43 Surabaya menuliskan perasaan dan pengalaman
selama menjadi Duta Literasi. Dalam tulisan tersebut tergambar betapa berat membudayakan
literasi pada diri mereka. Dari kecil mereka belum dibiasakan membaca oleh orang tua.
Membudayakan literasi adalah pekerjaan yang berat, tetapi harus dilakukan jika kita tidak
ingin meninggalkan generasi yang lemah. Setiap hambatan harus dapat dijadikan sebagai
tantangan jika kita ingin tetap semangat. Meskipun berat bukan berarti tidak dapat. Dengan
upaya dan doa, yakinlah bahwa Tuhan akan mewujudkannya.

Drs. Moch. Kelik Sachroen Djailani, M.Si. Kepala Sekolah SMPN 43

Surabaya. Lahir di Surabaya, 24 Mei 1964.
E-mail: mochkelikdjailani@yahoo.com.