Perbanduingan Fungsi Kognitif terhadap Pasien Stroke Hemoragik dan Stroke Iskemik menggunakan Mini-Mental State Examination di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Stroke

2.1.1

Definisi dan Klasifikasi
Stroke didefinisikan sebagai suatu gangguan fungsional otak yang terjadi secara

mendadak dengan tanda dan gejala klinis baik fokal maupun global yang berlangsung lebih
dari 24 jam, atau dapat menyebabkan kematian,disebabkan oleh gangguan peredaran darah
otak. Tingkat insidensi stroke meningkat dengan pertambahan usia yang lebih sering pada
pria dibandingkan wanita. Dengan beberapa faktor resiko hipertensi, hiperkolesterolemia,
diabetes, merokok, konsumsi alkohol, and oral contraceptive use ( Mc Phee dkk,2006).
Stroke adalah istilah klinis untuk hilangnya perfusi di otak secara akut sesuai dengan
teritorial vaskular. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa stroke adalah :
1. Menimbulkan kelainan saraf yang bersifat mendadak.
2. Kelainan saraf yang ada harus sesuai dengan daerah atau bagian mana dari otak

yang terganggu. Dengan manifestasi timbulnya gejala seperti defisit motorik,defisit
sensorik,atau kesukaran dalam berbahasa menurut Wiyoto 2002 dalam Layanto
(2014).
Stroke dibagi dalam dua kelompok utama yaitu stroke iskemik dengan presentase
kurang lebih 80% dan sisanya 20% adalah stroke hemoragik. Subtipe dari stroke iskemik
berupa stroke trombotik disebabkan oleh agregasi dari faktor-faktor darah pada tempat
dimana pembuluh darah menyempit. Jenis lain stroke embolik, disebabkan tersumbatnya
secara mendadak arteri di otak akibat gumpalan darah benda asing yang terbawa alirah darah.
Subtipe stroke hemoragik adalah pendarahan intraserebral yang disebabkan oleh
banyak faktor dan pendarahan subarachnoid yang umumnya karena pecahnya kantong
aneurisma intrakranial atau pecahnya AVM (arterivenous malformation) (Martono,2009).

2.1.2 Vaskularisasi Otak

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.1. Vaskularisasi menuju otak

Otak mendapat vaskularisasi dari dua pasang arteri besar yaitu sepasang arteri karotis interna
dan sepasang arteri vertebralis dan cabang-cabangnya beranastomosis pada permukaan

bawah otak membentuk sirkulus Willis. Gejala fokal dan tanda-tanda yang dihasilkan dari
stroke yang berhubungan dengan daerah otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang
terkena . Stroke dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori utama berdasarkan patogenesis
: stroke iskemik dan hemoragik. Pada stroke iskemik , penyumbatan pembuluh darah
menghambat aliran darah ke daerah otak tertentu , menghasilkan pola yang cukup untuk
karakteristik defisit neurologis yang disebabkan oleh hilangnya fungsi yang dikendalikan
oleh daerah itu . Pola defisit akibat perdarahan kurang diprediksi karena tergantung pada
lokasi perdarahan dan juga pada faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi daerah otak yang

Universitas Sumatera Utara

jauh dari perdarahan (misalnya , peningkatan tekanan intrakranial , edema otak , kompresi
tetangga jaringan otak , dan pecahnya darah ke ventrikel atau ruang subarachnoid )
(Hammer,2010).

Gambar 2.2. Tampilan Vaskularisasi dari Sirkulus Willis

2.1.3. Epidemiologi Stroke

Stroke termasuk salah satu dari sepuluh penyakit penyebab kematian teratas di dunia.

Berdasarkan laporan terbaru WHO terdapat 6,7 juta kematian terjadi akibat stroke dari total
kematian yang disebabkan penyakit tidak menular (WHO, 2014).
Pada profil statistik WHO yang diperbaharui pada Januari 2015, stroke merupakan
salah satu penyebab kematian dan kecacatan yang utama di Indonesia. Pada tahun 2012
terdapat 328.500 kematian akibat stroke di Indonesia. Laporan ini sejalan dengan Hasil Riset
Kesehatan Dasar yang menunjukkan terjadi peningkatan prevalensi stroke di Indonesia
berdasarkan wawancara jawaban responden yang pernah didiagnosis tenaga kesehatan dan
gejalanya meningkat dari 8,3 per1000 di tahun 2007 menjadi 12,1 per1000 di tahun 2013
(Riskesdas, 2013).

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan perjalanan penyakitnya batasan stroke adalah suatu defisit neurologis
mendadak sebagai akibat hemoragik atau iskemia sirkulasi saraf otak. Stroke hemoragik
merupakan 20% kasus dari semua stroke. Sementara jenis yang tersering didapatkan adalah
stroke iskemik, yaitu sekitar 80% dari semua stroke (Martono dan Kuswardani, 2009).

2.1.4. Faktor risiko Stroke
Menurut Stroke Association tahun 2012 faktor-faktor risiko untuk terjadinya stroke
dapat dikategorikan sebagai berikut :

Faktor yang tidak dapat dirubah adalah :




Usia
Risiko stroke menjadi berlipat ganda pada usia di atas 55 tahun.
Hereditas
Risiko terkena stroke akan lebih besar jika terdapat riwayat stroke pada keluarga.



Ras
Ras Afrika-Amerika lebih rentan terkena stroke karena memiliki risiko hipertensi,



diabetes, dan obesitas lebih tinggi.
Jenis kelamin
Stroke lebih sering menyerang pria dibanding wanita, namun kematian akibat stroke




lebih banyak terjadi pada wanita.
Riwayat stroke sebelumnya, TIA, atau serangan jantung
Risiko stroke akan meningkat pada orang yang telah mengalami stroke atau serangan
jantung sebelumnya, atau pada orang yang mengalami TIA risiko akan meningkat 10
kali , karena itu merupakan peringatan akan kejadian stroke.

Faktor yang dapat dirubah :


Hipertensi
Hipertensi merupakan penyebab penting dan paling banyak terjadinya stroke.
Pengobatan yang efektif terhadap hipertensi adalah kunci untuk menurunkan



angka kejadian stroke dan kematian akibat stroke.
Merokok

Beberapa tahun terkahir, banyak studi menunjukkan bahwa merokok adalah faktor
risiko penting untuk stroke. Nikotin dan karbon monoksida dari merokok
membahayakan sistem kardiovaskular.

Universitas Sumatera Utara



Diabetes melitus
Diabetes merupakan faktor risiko independen untuk stroke. Orang dengan diabetes
umunya disertai dengan hipertensi, hiperkolesterolemia, dan berat badan berlebih



sehigga meningkatkan risiko terjadinya stroke.
Penyakit arteri karotis atau arteri lainnya
Arteri karotis berperan untuk menyuplai darah ke otak, jika terjadi pendangkalan
arteri akibat aterosklerosis atau penyakit stenosis arteri karotis, maka suplai darah




ke otak akan terganggu dan risiko terjadinya stroke akan meningkat.
Penyakit jantung
Penyakit jantung koroner, penyakit katup jantung, penyakit jantung bawaan, atau
kardiomegali dapat meningkatkan risiko terjadinya stroke. Keadaan atrial fibrilasi
juga dapat mengakibatkan stroke jika terjadi pembentukan bekuan darah yang



memasuki aliran darah dan menyumbat pada arteri yang menyuplai darah ke otak.
Sickle-cell disease

Pada penderita Sickle-cell disease kemampuan sel darah merah untuk membawa
oksigen akan menurun. Sickle-cell ini juga dapat melekat pada dinding pembuluh


darah dan dapat memblok arteri menuju otak sehingga menyebabkan stroke.
Hiperkolesterolemia
Kadar kolesterol yang tinggi dalam darah adalah risiko untuk kejadian




aterosklerosis, yang juga akan meningkatkan risiko kejadian stroke.
Asupan makanan yang buruk
Diet yang tingggi lemak jenuh, lemak trans, dan kolesterol dapat meningkatkan
kadar kolesterol dalam darah. Kemudian diet tinggi sodium atau garam juga
berperan terhadap peningkatan tekanan darah. Selain itu, kalori berlebih juga
berkontribusi terhadap kejadian obesitas. Jadi, asupan makanan yang buruk akan



menghasilkan keadaan dengan risiko tinggi terhadap stroke.
Physical inactivity dan Obesitas

Ketidakatifan fisik, obesitas, atau keduanya akan meningkatkan risiko hipertensi,
diabetes, penyakit jantung, dan stroke. Cobalah aktif beraktivitas minimal 30
menit setiap hari.
(Sidharta , 2004).

Universitas Sumatera Utara


Faktor yang lainnya :


Faktor sosioekonomi
Beberapa bukti menyatakan bahwa stroke lebih sering terjadi pada orang dengan



pendapatan rendah.
Penyalahgunaan alkohol
Penyalahgunaan alkohol dapat menyebabkan banyak komplikasi medis, termasuk



stroke.
Penyalahgunaan obat-obatan
Kecanduan obat-obatan seperti kokain, amphetamin, dan heroin memiliki hubungan
dengan meningkatnya kejadian stroke pada populasi yang lebih muda.
(Sedoyo dkk, 2006).


2.1.5. Patofisiologi
2.1.5.1.Stroke iskemik
Stroke iskemik merupakan hasil dari oklusi trombotik atau embolik pembuluh otak.
Defisit neurologis yang disebabkan oleh oklusi arteri besar adalah hasil dari iskemia fokal
ke daerah otak yang disuplai oleh pembuluh yang terkena dan menghasilkan sindroma klinis
yang dikenali. Tidak semua tanda-tanda klinis ada pada setiap pasien, karena luasnya defisit
tergantung pada jumlah aliran darah kolateral, variasi individu dalam anatomi pembuluh
darah, tekanan darah, dan lokasi yang tepat dari oklusi. Trombosis biasanya melibatkan
karotis interna, cerebral media , atau arteri basilaris. Gejala biasanya berkembang selama
beberapa menit dan dapat didahului oleh episode singkat defisit fokal reversibledikenal
sebagai serangan iskemik transien. Emboli dari jantung, arkus aorta, atau arteri karotis
biasanya menyumbat arteri serebri media, karena membawa lebih dari 80% dari aliran darah
ke belahan otak. Emboli yang berjalan di arteri vertebralis dan basilar umumnya menuju di
puncak arteri basilaris atau di salah satu atau kedua arteri serebral posterior(Ganong,2006).

Tabel.2.1.Vascular Territories and Clinical Features in Ischemic Stroke
Artery

Territory


Symptoms and Signs

Anterior cerebral

Medial frontal and parietal Paresis

and

sensory

loss

of

Universitas Sumatera Utara

cortex,

anterior

corpus contralateral leg and foot

callosum
Middle cerebral

Lateral

frontal,

occipital,

and

parietal, Aphasia (dominant hemisphere), neglect
temporal (nondominant

hemisphere),

cortex and adjacent white contralateral

hemisensory

loss,

matter, caudate, putamen, homonymous hemianopia, hemiparesis
internal capsule
Medulla, lower cerebellum

Vertebral

Ipsilateral cerebellar ataxia, Horner's

(posterior inferior

syndrome,

crossed

sensory

loss,

cerebellar)

nystagmus, vertigo, hiccup, dysarthria,
dysphagia

Basilar (including Lower

midbrain,

pons, Nystagmus,

inferior upper and mid cerebellum

anterior

vertigo,

diplopia,

skew

deviation, gaze palsies, hemi- or crossed

cerebellar, superior

sensory loss,

dysarthria,

hemi-

or

cerebellar)

quadriparesis,

ipsilateral

cerebellar

ataxia, Horner's syndrome, coma
Posterior cerebral

Distal
occipital

territory:
and

medial Contralateral homonymous hemianopia,
temporal dyslexia

without

agraphia,

visual

cortex and underlying white hallucinations and distortions, memory
matter,

posterior

corpus defect,

cortical

blindness

(bilateral

callosum

occlusion)

Proximal territory: upper

Sensory loss, ataxia, third nerve palsy,

midbrain, thalamus

contralateral hemiparesis, vertical gaze
palsy, skew deviation, hemiballismus,
choreoathetosis,

impaired

consciousness

(Hammer,2010).

Stroke iskemik melibatkan oklusi arteri kecil, di mana perfusi tergantung pada
cabang kecil di ujung arteri. Sebagian hasil dari perubahan degeneratif menggambarkan

Universitas Sumatera Utara

sebagai patologis lipohialinosis, yang disebabkan oleh hipertensi kronis dan predisposisi
oklusi. Pembuluh paling umum terlibat adalah arteri lenticulostriate, yang timbul dari arteri
serebri proksimal dan keluar pada basal ganglia dan kapsul internal. Arteri yang juga sering
terkena adalah cabang kecil arteri serebral basilaris dan posterior yang menembus batang otak
dan thalamus. Oklusi pembuluh ini menyebabkan kerusakan jaringan yang dikenal sebagai
infark lakunar. Ini biasanya terjadi di putamen, kudatum, talamus, pons, subcortical white
matter dan cerebellum. Infark lakunar memproduksi beberapa gejala klinis yang cukup

menonjol. Dua yang paling umum yaitu:pure motor stroke dan pure sensory stroke. Dalam
pure motor stroke, infark biasanya dalam kapsul internal maupun pons kontralateral ke sisi

lemah.Pada pure motor stroke, infark biasanya di talamus kontralateral (Hammer,2010).

Gangguan beberapa pembuluh darah , jantung , dan hematologi dapat menyebabkan
iskemia serebral fokal. Yang paling umum adalah aterosklerosis arteri karotis komunis dan
basilaris otak. Aterosklerosis diduga timbul dari cedera sel endotel vaskular dengan proses
mekanik , biokimia , atau inflamasi. Cedera endotel merangsang pelepasan monosit dan
limfosit yang bermigrasi ke dalam dinding pembuluh darah dan merangsang proliferasi sel
otot polos dan fibroblas . Hal ini menyebabkan pembentukan plak fibrosa . Sel endotel yang
rusak juga menghasilkan nidus untuk agregasi dan aktivasi trombosit . Trombosit diaktifkan
mengeluarkan faktor pertumbuhan yang mendorong proliferasi lebih lanjut dari otot polos
dan fibroblas . Plak pada akhirnya dapat memperbesar untuk menutup aliran atau mungkin
pecah , kemudian melepaskan emboli . (Hammer,2010)

2.1.5.2.Stroke hemoragik
Epidural dan subdural hematoma biasanya terjadi sebagai gejala sisa dari cedera
kepala . Epidural hematoma timbul dari kerusakan arteri , biasanya arteri meningeal media,
yang dapat pecah oleh pukulan ke tulang temporal . Darah memberi tekanan pada lapisan
duramater. Akibatnya terjadi penurunan kesadaran dikarenakan cedera otak yang bersifat
sementara. Gejala neurologis kemudian muncul kembali beberapa jam dalam bentuk
hematoma yang menimbulkan efek massa yang mungkin cukup parah untuk menyebabkan
herniasi otak. Hematoma subdural biasanya muncul dari darah vena kortikal yang robek
sebagai jembatan ruang subdural . Jembatan ini dapat pecah oleh trauma yang relatif kecil ,
terutama pada orang tua . aliran darah berada di bawah tekanan rendah , dan gejala yang
dihasilkan dari efek massa mungkin tidak muncul selama beberapa hari (Hammer,2010).

Universitas Sumatera Utara

Perdarahan subarachnoid dapat terjadi akibat trauma kepala, perpanjangan darah
dari kompartemen lain ke dalam ruang subarachnoid, atau pecahnya aneurisma arterial.
Disfungsi otak terjadi karena peningkatan tekanan intrakranial. Penyebab paling umum dari
spontan (nontraumatic) pendarahan subarachnoid adalah pecahnya berry aneurism, yang
diduga muncul dari kelemahan bawaan pada dinding pembuluh besar di dasar otak.
aneurisma menjadi gejala di masa dewasa, biasanya setelah dekade ketiga. Pecahnya tiba-tiba
meningkatkan tekanan intrakranial, yang dapat mengganggu aliran darah otak dan
menyebabkan cedera gegar umum. Hal ini menyebabkan kehilangan kesadaran dari pasien.
Dengan perdarahan sangat besar, iskemia serebral global yang dapat menyebabkan kerusakan
otak parah dan koma berkepanjangan. Iskemia fokal mungkin sebagai akibat dari vasospasme
arteri di dekat lokasi pecah. Perdarahan yang berulang dalam beberapa hari pertama adalah
komplikasi umum dan sering fatal (Ganong,2006).

Perdarahan intraparenchymal mungkin akibat dari peningkatan akut pada tekanan
darah atau dari berbagai gangguan yang melemahkan pembuluh darah. Hematoma yang
menyebabkan defisit

neurologis fokal dengan memeberi penekanan struktur yang

berdekatan. Selain itu, efek metabolik darah ekstravasasi mengganggu fungsi jaringan otak
sekitarnya, dan pembuluh dekatnya tertekan, menyebabkan iskemia lokal. Hipertensi kronis
merupakan faktor predisposisi yang paling umum. Pada pasien hipertensi, aneurism CharcotBouchard muncul di dinding arteri menembus dan dianggap situs utama pecah. Paling rentan

adalah pembuluh kecil yang juga terlibat dalam infark lakunar. Perdarahan hipertensi terjadi
terutama di basal ganglia, thalamus, pons, dan otak kecil dan kurang umum di subcortical
white matter . Penyebab lain perdarahan intraparenchymal termasuk malaformasi vaskular,

yang mengandung pembuluh abnormal yang rapuh dan rentan pecah pada tekanan arteri
normal, dan tumor otak tertentu, seperti glioblastoma multiform, yang menginduksi terjadi
proliferasi pembuluh yang rapuh dalam tumor. Gangguan trombosit dan koagulasi tertentu
mungkin menjadi penyebab dari perdarahan intraserebral dengan menghambat koagulasi.
Kokain dan amfetamin menyebabkan elevasi yang cepat terhadap tekanan darah dan
merupakan penyebab umum dari perdarahan intraparenchymal pada usia dewasa muda.
Perdarahan mungkin berhubungan dengan perdarahan spontan dari elevasi akut pada tekanan
darah, pecahnya pembuluh akibat kelainan vascular, atau vaskulitis diinduksi oleh obat.
Angiopati amiloid serebral adalah gangguan yang terjadi terutama pada orang tua dan
mungkin terkait dengan penyakit Alzheimer. Deposisi amiloid melemahkan dinding

Universitas Sumatera Utara

pembuluh kortikal kecil dan menyebabkan perdarahan lobar, sering di beberapa situs
(Hammer,2006).

2.1.6. Diagnosis Stroke
Penegakan diagnosis stroke dapat dilakukan dengan mengenali gejala stroke, seperti :
kelemahan tiba-tiba atau kaku pada wajah, lengan, dan kaki yang biasanya menyerang satu
sisi tubuh. Gejala lain berupa kebingungan, kesulitan bicara atau memahami kata-kata,
gangguan penglihatan pada satu atau kedua mata, kehilangan keseimbangan atau koordinasi,
sakit kepala hebat, pingsan atau hilang kesadaran (National Institutes of Health, 2014).
Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik juga digunakan dalam mengkaji luasnya
disfungsi neurologis dan mengidentifikasi faktor risiko aterotrombosis serta kondisi medis
yang menyertai.
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mengidentifikasi kemungkinan penyebab
stroke (mis. sindrom hiperviskositas, koagulopati), komplikasi terkait stroke, untuk
menetapkan dasar parameter koagulasi, dan untuk mengidentifikasi faktor risiko
aterosklerosis generalisata (mis. dislipidemia).
Semua pasien yang diduga stroke harus menjalani pemeriksaan CT Scan atau MRI
untuk menentukan lokasi dan jenis stroke juga untuk menyingkirkan penyebab gejala
neurologis nonvaskular. MRI lebih sensitif dibanding CT untuk mendeteksi infark otak dalam
72 jam pertama, namun CT lebih unggul dalam membedakan perdarahan dan iskemia pada
lesi akut.
Pungsi lumbal digunakan untuk mendiagnosis perdarahan subaraknoid bila CT/MRI
tidak tersedia atau menunjukkan hasil negatif. Tidak adanya darah dalam cairan pungsi
menyingkirkan diagnosis perdarahan subaraknoid atau intraserebral.
Ekokardiorgam

digunakan

untuk

menilai

jenis

dan

luasnya

penyakit

miokardial/valvular ketika emboli kardiogenik diduga sebagai penyebab stroke.
Elektrokardiografi digunakan untuk mendeteksi iskemia/ infark miokardium, aritmia,
dan pembesaran bilik jantung yang mengarah ke kardiomiopati atau penyakit jantung
valvular (Goldszmidt dan Caplan, 2003).

Universitas Sumatera Utara

2.2.

Fungsi Kognitif

2.2.1. Definisi Fungsi Kognitif
Kognisi didefinisikan sebagai kemampuan untuk menghadapi stimulus eksternal
maupun motivasi internal; mengidentifikasi stimulus tersebut dan membuat respon yang
berarti (Purves et al., 2004).
2.2.2. Aspek Fungsi Kognitif
2.2.2.1.Memori
Memori didefinisikan sebagai kemampuan dalam menyimpan dan mengulang kembali
informasi yang diperoleh yang terdiri dari 3 tahap yaitu :
1. Tahap pertama yaitu encoding yang merupakan fungsi menerima,proses, dan
penggabungan informasi.
2. Tahap kedua yaitu storage dimana terjadi pembentukan suatu catatan permanen
dari informasi yang telah dilakukan encoding.
3. Tahap ketiga yaitu retrieval, tahap ini merupakan suatu fungsi memanggil
kembali informasi yang telah disimpan untuk interpretasi dari suatu aktivitas
(Purves et al., 2004).
Memori menurut American Academy Of Neurology membagi memory menjadi 3
kategori yaitu:
1. Short-term memory : kemampuan seseorang dalam mengingat informasi baru
misalnya pada saat kita mengingat nomor telepon baru.
2. Working memory : kemampuan mengingat informasi di pikiran selama beberapa
detik sampai menit setelah kejadian sekarang tekah lewat.
3. Long-term memory : kemampuan mengingat dalam jangka waktu yang cukup lama,
baik beberapa hari, pekan, bahkan seumur hidup (Purves et al., 2004).

Universitas Sumatera Utara

2.2.2.2.Bahasa
Berbahasa merupakan suatu instrumen dasar bagi manusia untuk berkomunikasi
antara satu orang dengan yang lainnya. Bila terdapat gangguan dalam hal ini,akan
mengakibatkan hambatan yang cukup besar bagi penderita. Kemampuan berbahasa seseorang
mencakup kemampuan untuk berbicara spontan, pemahaman, pengulangan, dan menulis
(Satyanegara et al., 2010).
Beberapa kelainan dalam berbahasa antara lain disatria (pelo), disfonia (serak),
disprosodi (gangguan irama bicara), apraksia oral, afasia, aleksia (kehilangan kemampuan
membaca), dan agrafia (ganggaun dalam penulisan) (Satyanegara et al., 2010).
Broca (1861) menemukan pusat bicara terletak di girus frontalis inferior hemisfer kiri,

sedangkan Wenicke menemukan pusat pengertian bahasa di girus temporalis superior
hemisfer kiri di belakang pusat pendengaran primer. Dejerine menemukan pusat baca di
daerah girus angularis lobus prarietalis kiri. Pusat menulis juga berada di lobus parietalis kiri
yang menyimpan ingatan gerakannya bekerja sama dengan pusat gerakan menulis di lobus
frontalis di depan pusat motorik tangan (Markam,2009).
Di lobus parietalis kiri pada perbatasan dengn lobus oksipitalis,terdapaat pusat ingatan
benda. Di dekat pusat ingatan benda ini diperkirakan berkembang pusat yang menyimpan
nama benda yang bersangkutan. Pusat nama benda ini meluas hingga perbatasan lobus
oksipitalis dengan lobus temporalis kiri. Pada kerusakan di perbatasan lobus oksipitalis dan
parietalis kiri terjadi anomia atau afasia nominl, yaitu kehilangan daya mengingat nama
benda yang dilihat. Pada anomia ini, pasien dapat mengatakan nama benda yang
diperlihatkan, bila dibantu dengan memberikan suku kata pertama nama benda yang
sebelumnya tidak dapat dia sebutkan namanya. Pada kerusakan di daerah perbatasan lobus
oksipitalis dengan lobus temporalis,pasien tetap tidak dapat mengatakan nama benda yang
diperlihatkan, meskipun diberi bantuan dengan memberikan suku kata pertama nama
bendanya. Bila diminta menggambar dengan menyebutkan nama benda tersebut, dia juga
tidak dapat melakukannya (Markam,2009).
Daerah yang diperkirakan homolog dengan pusat bahasa ini berada di lobus
temporalis dan lobus frontalis hemisfer kanan. Daerah ini mengatur prosodi, yaitu irama
bicara yang digunakan (Markam, 2009).
2.2.2.3.Visuospasial

Universitas Sumatera Utara

Visuospasial merupakan kemampuan konstruksional seperti menggambar atau meniru
berbagai macam gambar dan menyusun balok. Semua lobus berperan dalam kemampuan
konstruksi dan lobus parietal terutama hemisfer kanan berperan paling dominan (Markam,
2009).
2.2.2.4.Atensi
Atensi merupakan kegiatan otak yang berupa peningkatan aktivitas perangsangan,
pemilahan, dan kategori rangsangan yang diterima, persiapan fisiologis untuk bertindak atau
bereaksi dan proses mempertahankan aktivitas di dalam usaha mencapai sasaran. Atensi
menjadi dasar perilaku direktif, selektif, dan terorganisasi. Atensi mempunyai tingkat dasar,
elementer, dan luhur. Luria menemukan bahwa ketika daya atensi luhur terbentuk, potensial
cetusan yang terjadi meningkat dan terjadi di korteks sensorik yang bersangkutan dan lobus
frontalis. Atensi yang baik dapat terjadi pada keadaan sadar penuh. Hal ini menandakan
formasio retikularis di daerah pons, mesensefalomn, dan hubungannya berperan dalam atensi
(Markam, 2009).
2.2.2.5.Eksekusi
Eksekusi merupakan kemampuan kognitif tinggi seperti cara berpikir dan kemampuan
pemecahan masalah. Fungsi ini dimediasi oleh korteks prefrontal dorsolateral dan struktur
subkortikal yang berhubungan dengan daerah tersebut. Fungsi eksekutif dapat terganggu bila
sirkuit frontal-subkortikal terputus. Lezack membagi fungsi eksekutif menjadi 4 komponen
yaitu: volition (kemauan), planning (perencanaan), purposive action (bertujuan), dan effective
performance (pelaksanaan yang efektif) (Markam,2009).

2.2.2.6. Praksis
Praksis merupakan integrasi motorik untuk melakukan gerakan kompleks yang
bertujuan. Pemeriksaan yang tepat dilakukan antara lain dengan meminta pasien menggambar
segi lima, atau membuat gambar secara spontan (Satyanegara et al, 2010).
Praksis dipengaruhi oleh lobus frontalis dan parietalis. Ingatan gerakan, segi aferen
propriosepsi dan kinestesia, dan aspke visuospasial disimpan di lobus parietalis. Kontrol
visual gerakan dilakukan oleh lobus oksipitalis bersama lobus frontalis bagian dorsolateral.
Lobus parietalis bersama area 6 lobus frontalis memulai, menghentikan, dan menyusun
urutan gerakan yang akan disampaikan kepada neuron pelaksana di area 4 korteks motorik

Universitas Sumatera Utara

primer. Area brodman 6 meliputi area motorik suplementer yang terletak di bagian atas depan
korteks motorik dan area premotorik dibawahnya. Pada kerusakan area motorik suplementer,
daya gerak cepat menjadi berkurang. Pada gangguan daerah premotorik, terjadi kesulitan
mengubah urutan gerakan (Markam, 2009).
2.2.2.7. Orientasi
Orientasi merupakan pengertian, pemahaman mengenai relasi diri sendiri dengan
benda-benda yang tampak di sekitar tempat kita berada. Orientasi terdiri dari 3 jenis yaitu:
1. Orientasi tempat
Mengetahui dimana kita berada memerlukan penglihatan dan merupakan daya
visuospasial sehingga orientasi tempat diurus oleh bagian otak yang mengurus
fungsi dan ingatan visuospasial, yaitu lobus oksipitalis, lobus parietalis, girus
temporalis inferior, dan daerah yang berkaitan dengan penglihatan lobus frontalis.

2. Orientasi orang
Pada keadaan sadar, kita dapat mengenali wajah anggota keluarga atau teman.
Pengenalan wajah (prosopognosis) dilakukan oleh lobus oksipitalis, temporalis,
dan parietalis terutama sebelah kanan.
3. Orientasi waktu
Mengenal waktu secara tepat memerlukan jam dan kalender. Mengira-ngira
berlangsungnya waktu juga sulit dilakukan. Perkiraan waktu untuk mengucapkan
satu-dua dengan kecepatan biasa, berlangsung kurang lebih satu detik. Jadi ada
urutan pengucapan yang dapat didengar atau dapat juga tulisan yang dapat dilihat
atau diraba yang berkaitan dengan persepsi waktu

. Area korteks serebri

yang terkait dengan urutan bunyi terdapat didalam lobus temporalis, urutan tulisan
di lobus oksipito-parietalis dan urutan gerakan di lobus frontalis. Selain itu,
nukleus supra-kiasmatika di dalam diensefalon berfungsi sebagai jam biologis
(Markam, 2009).
2.2.3

Pemeriksaan Fungsi Kognitif

2.2.3.1 Mini Mental State Examination (MMSE)
Pemeriksaan gangguan fungsi kognisi salah satunya adalah dengan menggunakan
Mini Mental State Examination (MMSE) atau Tes Mini Mental (TMM), untuk menilai fungsi

Universitas Sumatera Utara

kognisi yang telah digunakan secara luas oleh para klinis untuk praktek klinik maupun
penelitian. Selain untuk mendeteksi gangguan, juga untuk follow up perjalanan penyakit dan
memonitor respon pengobatan. Tes ini mudah dilakukan dan membutuhkan waktu yang
sangat singkat, kira-kira 10 menit. MMSE ini pertama dikembangkan oleh Folstein dkk
(1969) sebagai tes pendamping yang dapat digunakan untuk mendeteksi gangguan kognitif.
MMSE telah digunakan dalam berbagai kultur dan etnik dan telah diterjemahkan dalam
berbagai bahasa. Versi modifikasi juga telah digunakan untuk orang dengan gangguan
pendengaran. Beberapa penelitian telah dilaporkan bahwa MMSE menunjukkan level
sensitivitas dan spesifisitas yang dapat diterima. Fehrer dkkmelaporkan bahwa 4 dari 5 item
bahasa dari MMSE sensitivitasnya rendah tapi disimpulkan bahwa subtest memori, atensi dan
konsentrasi dan konstruksi adalah valid. (Layanto , 2014)
Tes ini meliputi pemeriksaan orientasi, registrasi, atensi dan kalkulasi, mengenal
kembali (recall) dan bahasa. Bila pada pemeriksaan didapatkan nilai 23 atau kurang diduga
terdapat gangguan kognitif. Tes ini cukup untuk skrining adanya gangguan fungsi kognitif
dan demensia.
Dowell M et all, 1871 menyatakan bahwa MMSE :
1. Mudah dilakukan dan menunjukkan reliabilitas yang bagus. Validitas sebagai tes
skrining secara umum dapat diterima.
2. Meskipun batas yang tetap sudah ditentukan, validitasnya lemah untuk pasien
dengan gangguan psikiatrik.
3. Tidak dapat digunakan untuk mendeteksi disfungsi otak fokal.
4. Tidak dapat digunakan untuk mendeteksi demensia ringan. Beberapa penulis
melaporkan bahwa nilai MMSE dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti faktor
sosiodemografik, termasuk di dalamnya adalah usia, jenis kelamin, tingkat
pendidikan, pekerjaan dan status perkawinan, yang kedua adalah faktor lingkungan
dan faktor behavior, yang termasuk pada faktor ini adalah beban kehidupan secara
umum, stress fisik, kontak sosial, aktifitas fisik,merokok dan minum alkohol.
Penelitian lain melaporkan usia dan pendidikan mempengaruhi nilai MMSE.
Sedangkan peneliti lain melaporkan bahwa yang mempengaruhi nilai MMSE hanya
tingkat pendidikan saja. Beberapa modifikasi dari MMSE telah dilakukan supaya
dapat digunakan pada negara tertentu.

Universitas Sumatera Utara

Terdapat beberapa perbedaan diantara para ahli dalam menentukan klasifikasi
penilaian MMSE. Grut et al dan Folstein et al mendapatkan nilai MMSE normal lebih besar
atau sama dengan 27. Wind mengatakan nilai MMSE normal (27-30), curiga gangguan
kognitif (22-26), dan pasti gangguan kognitif (

Dokumen yang terkait

Karakteristik Penderita Demam Tifoid Rawat Inap di Rumah Sakit PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I Medan Tahun 2000-2004

0 28 94

Hubungan Kelainan Jantung Dengan Stroke Iskemik Pada Pasien Rawat Inap Di Bagian Neurologi FK-USU/RSUP Haji Adam Malik Medan

2 38 54

Perbanduingan Fungsi Kognitif terhadap Pasien Stroke Hemoragik dan Stroke Iskemik menggunakan Mini-Mental State Examination di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

0 10 62

Status Fungsi Motorik Pasien Pasca Stroke di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

9 48 136

Perbanduingan Fungsi Kognitif terhadap Pasien Stroke Hemoragik dan Stroke Iskemik menggunakan Mini-Mental State Examination di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

0 0 12

Perbanduingan Fungsi Kognitif terhadap Pasien Stroke Hemoragik dan Stroke Iskemik menggunakan Mini-Mental State Examination di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

0 0 2

Perbanduingan Fungsi Kognitif terhadap Pasien Stroke Hemoragik dan Stroke Iskemik menggunakan Mini-Mental State Examination di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

0 0 3

Perbanduingan Fungsi Kognitif terhadap Pasien Stroke Hemoragik dan Stroke Iskemik menggunakan Mini-Mental State Examination di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

0 0 2

Perbanduingan Fungsi Kognitif terhadap Pasien Stroke Hemoragik dan Stroke Iskemik menggunakan Mini-Mental State Examination di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

0 0 10

FUNGSI KOGNITIF PASIEN STROKE ISKEMIK DENGAN MENGGUNAKAN MINI MENTAL STATE EXAMINATION (MMSE) DI POLI SARAF RSUD DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO MOJOKERTO

0 0 7