Pengaruh Komposisi Dan Ketebalan Katoda LiMn2O4 (Lithium Mangan Oksida) Pada Kapasitas Baterai Ion Lithium

6

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Baterai
Baterai didefenisikan sebagai suatu alat yang dapat mengubah langsung energi
kimia menjadi energi listrik melalui proses elektrokimia. Pengertian baterai yang saat
ini umum digunakan sesungguhnya mencakup satu atau beberapa sel baterai yang
digabungkan secara seri atau paralel sesuai dengan tegangan dan kapasitas listrik
yang diinginkan. Sel baterai adalah unit terkecil dari suatu sistem proses elektrokimia
yang terdiri dari elektroda, elektrolit, separator, wadah terminal / current collector
(Triwibowo, 2011). Listrik yang dihasilkan oleh sebuah baterai muncul akibat adanya
perbedaan potensial energi listrik kedua buah elektrodanya. Perbedaan potensial ini
dikenal dengan potensial sel atau gaya gerak listrik (ggl).
Komponen terpenting dari sel baterai yaitu:
1. Anoda / Elektroda negatif yaitu elektroda yang melepaskan elektron ke
rangkaian luar serta mengalami proses oksidasi pada proses elektrokimia
berlangsung.
2. Katoda / Elektroda positif yaitu elektroda yang menerima elektron dari

rangkaian luar serta mengalami proses reduksi pada proses elektrokimia
berlangsung.
3. Elektrolit adalah zat yang jika dilarutkan dalam air menghasilkan larutan yang
dapat menghantarkan arus listrik (Chang, 1998). Sebuah elektrolit yang cocok
harus memiliki konduktivitas ionik yang baik, stabilitas kimia tinggi, biaya
murah dan menjamin keselamatan (Priyono, 2013). Elektrolit berfungsi
sebagai penghantar ion litium dari anoda ke katoda dan begitu pula
sebaliknya. Pergerakan elektron dalam elektrolit dan diantara elektroda akan
menghasilkan arus listrik.

Universitas Sumatera Utara

7

4. Separator adalah material berpori yang diletakkan diantara anoda dan katoda,
yang dapat mencegah terjadinya gesekan antara kedua elektroda tersebut yang
dapat menyebabkan arus pendek
Cathode Cover
Gasket
Insulator


Insulator
Center Pin

Cathode Lead
Safety Vent
Separator
PTC

Anode

Cathode
Anode
Anode Lead
Container

Gambar 2.1 Struktur sebuah sel baterai (http://files.tested.com/upload/0/5/16904lithium-ion-separator.gif, diakses tanggal 20 April 2015).

2.2 Sejarah Baterai
Baterai mempunyai sejarah yang panjang. Bangsa Persia yang menguasai

Baghdad (250 SM) dipercaya telah menggunakan alat konsep yang sama dengan
baterai untuk menyepuh logam. Bangsa Mesir (2300 SM) menggunakannya untuk
menyepuh antimony pada tembaga (Bouwmann, 2002). Namun baterai yang kita
kenal sekarang mempunyai akar dengan baterai yang dibuat pada awal ke 19.
Alessandro Volta menciptakan “baterai pertama” yang dikenal dengan Tumpukan
Volta. Baterai ini terdiri dari tumpukan cakram seeng dan tembaga berselang seling
dengan kain basah yang telah dicelup air garam sebagai pembatasnya. Baterai ini
telah mampu menghasilkan arus listrik yang kontinu dan stabil.

Universitas Sumatera Utara

8

Tabel 2.1 Sejarah perkembangan baterai (Bouwmann, 2002).
Tahun

Penemu

Penemuan


1600

Gilbert (Inggris)

Peletakkan dasar-dasar elektrokimia

1789

Galvani (Italia)

Peenemuan listrik dari hewan

1800

Volta (Italia)

Penemuan sel voltaik

1802


Cruickhsank (Inggris)

Baterai pertama dengan yang mampu diproduksi
missal

1820

Ampere (Peransic)

Listrik oleh magnet

1833

Faraday (Inggris)

Hukum Faraday

1859

Plante (Inggris)


Penemuan baterai timbale/asam

1868

Leclanche (Inggris)

Penemuan sel Lechlanche

1888

Gassner (AS)

Penyempurnaan sel kering

1899

Jungner (Swedia)

Penemuan baterai Ni-Cd)


1901

Edison (AS)

Penemuan baterai nikel-besi

1932

Shlecht & Ackerman Penemuan pelat kutub yang dipadatkan
(Jerman)

1947

Neumann (Perancis)

Berhasil mengemas baterai Ni-Cd

1960-an


Union Carbide (AS)

Pengembangan baterai alakalin primer

1970-an

Union Carbide (AS)

Pengembangan baterai timbale/asam dengan
pengaturan katup

1990

Union Carbide (AS)

Komersialisasi baterai Ni-MH

1992

Kordesch (Kanada)


Komersialisai baterai alakalin yang dapat dipakai
ulang

1999

Kordesch (Kanada)

Komersialisai baterai Li-ion primer

2.3 Jenis-Jenis Baterai
2.3.1 Baterai Primer
Baterai primer adalah baterai yang tidak dapat diisi ulang. Setelah kapasitas
baterai habis (fully discharged), baterai tidak dapat dipakai kembali. Beberapa contoh

Universitas Sumatera Utara

9

baterai jenis ini adalah baterai seng karbon (baterai kering), baterai alkalin dan baterai

merkuri.
Reaksi : xLi + AzBy

LixAzBy
Discharge

Baterai primer sering disebut dengan baterai kering dan keuntungan yang diperoleh
dari penggunaan baterai ini adalah bentuknya yang sederhana, mudah untuk
digunakan, densitas energi listriknya besar, tidak memerlukan perawatan, dapat
dibuat dalam berbagai bentuk dan ukuran sesuai aplikasinya, memiliki ketahanan
yang relatif baik dan memiliki harga yang terjangkau oleh konsumen. Baterai jenis ini
banyak digunakan pada kalkulator, jam, remote tv, dan lainnya.

2.3.2 Baterai Sekunder
Baterai sekunder merupakan baterai yang bersifat rechargeable atau dapat
dilakukan pengisian energi kembali apabila energi melemah. Kemampuan diisi ulang
baterai sekunder bervariasi antara 100-500 kali (satu siklus adalah satu kali pengisian
dan pengosongan).
Charge
Reaksi : xLi + AzBy


LixAzBy
Discharge

Beberapa contoh baterai sekunder adalah baterai timbal-asam (aki), baterai litium-ion,
baterai Ni-Cd, baterai Ni-MH. Baterai sekunder ini banyak digunakan pada peralatan
elektronik seperti handphone, laptop, handycam, power bank, dan lain-lain.

2.4 Bentuk-Bentuk Baterai Sekunder
1. Baterai kantung. Jenis baterai ini adalah yang paling fleksibel dalam segi bentuk
dan ukuran. Disamping itu, juga paling ringan karena tidak menggunakan pelat besi
sebagai kemasan. Material aktif yang digunakan umumnya dalam bentuk lembaran
polimer, dengan demikian dapat mengurangi produksi gas saat operasional. Proses
charging dan discharging harus dilakukan dengan seksama agar tidak menghasilkan
gas berlebih yang dapat menekan kantung. Baterai ini terbilang ringkih terhadap

Universitas Sumatera Utara

10

tekanan dari luar, benda tajam dan pemuntiran. Oleh karenanya, penggabungan jenis
baterai ini tidak dapat dilakukan dengan menumpuknya, tapi meletakkannya
berdampingan. Walaupun baterai ini banyak diaplikasikan, namun belum ada datadata kehandalan baterai ini. Standarisai mengenai baterai ini juga belum ada
(Triwibowo, 2011).

Gambar 2.2 Baterai kantung yang simple, fleksibel dan ringan. Kapasitas listriknya
dibawah baterai konvensional lain, disamping biaya produksinya terbilang mahal.

2. Baterai silinder. Jenis baterai ini paling banyak ditemui. Desain berbentuk silinder
mudah dalam pembuatannya, disamping itu memiliki stabilitas mekanik yang baik.
Saat charging, baterai akan menghasilkan

gas yang memberikan tekanan dalam

silinder, untuk itu baterai silinder dilengkapi pula dengan ventilasi. Kerugian dari
desain ini adalah bentuknya yang tidak ringkas saat beberapa silinder digabungkan,
yaitu akan terbentuk ruangan kosong diantaranya. Kapasitas listrik yang dikandung
baterai ini berkisar antara 1800-2000mAh (Triwibowo, 2011).

Gambar 2.3 Desain siliner pada baterai sekunder dengan material elektroda berupa
lembaran

Universitas Sumatera Utara

11

3. Baterai Kancing. Baterai yang sering disebut baterai koin memiliki ukuran terkecil
dibanding baterai lain. Disebabkan ukurannya, jenis ini tidak memiliki masalah
dengan ruang yang tersedia. Karena bentuknya yang miniatur, baterai ini tidak
dilengkapi dengan ventilasi. Sementara proses charging yang cepat akan membuat
baterai menggelembuing. Untuk menghindari keadaan ini, baterai kancing hanya
dapat di charge dengan kecepatan yang rendah. Pengsisin baterai jenis ini dapat
memakan waktu 10-16 jam (Triwibowo, 2011).

Gambar 2.4 Baterai sekunder berbentuk kancing tidak dilengkapi ventilasi. Kecepatan
pengisian/charging sangat rendah untuk mencegah terjadinya swelling dan tekanan.

4. Baterai Perismatik. Baterai ini memaksimalkan penggunaan ruang yang ada dalam
suatu perangkat elektrik. Oleh karenanya baterai jenis ini tidak memiliki ukuran yang
standard. Ukuiran senantiasa disesuaikan dengan ruang yang ada. Kapasitas listrik
baterai ini umumnya dibawah baterai silinder, yaitu 400-2000mAh.
(Triwibowo, 2011).

Gambar 2.5 Penampang baterai prismatik yang lebih fleksibel dalam segi ukuran.
Densitas energi lebih rendah dan biaya pembuatannya lebih mahal dari baterai
silinder

Universitas Sumatera Utara

12

2.5 Baterai Lithium
Baterai lithium secara teori adalah baterai yang digerakkan oleh ion lithium.
Dalam kondisi charge dan discharge baterai lithium bekerja menurut fenomena
interkalasi, dimana ion lithium melakukan migrasi dari katoda lewat elektrolit ke
anoda. Baterai ion lithium umumnya dijumpai pada barang-barang elektronik. Baterai
ini merupakan jenis baterai isi ulang yang paling popular untuk peralatan elektronik
portabel, karena memiliki salah satu kepadatan energi terbaik, tanpa efek memori,
dan mengalami kehilangan isi yang lambat saat tidak digunakan. Selain digunakan
pada peralatan elektronik konsumen, baterai lithium juga sering digunakan pada
kendaraan listrik. Prinsip kerja baterai lithium yang dapat diisi ulang dapat dilihat
pada gambar 2.6.

a.

b.

Gambar 2.6 Prinsip kerja baterai litium yang dapat diisi ulang a) Proses Charging; b)
Proses Discharging (Priyono, 2013).
Dalam proses migrasi yang berjalan secara difusi, reaksi kimia terjadi secara
reversible dari kondisi charging atau pengisisan dan discharging atau pemakaian.
Pada proses charging ion lithium akan dilepaskan dari katoda ke anoda melalui
elektrolit, dengan begitu katoda harus bersifat konduktif ionik. Elektron yang
dilepaskan melewati rangkaian luar mengalir dari katoda ke anoda, dan arus mengalir
dari anoda ke katoda sedangkan pada proses discharging ion lithium akan dilepaskan

Universitas Sumatera Utara

13

dari anoda ke katoda melalui elektrolit, elektron mengalir dari anoda ke katoda dan
arus mengalir dari katoda ke anoda. Reaksi kimia dari proses charging dan
discharging dapat dituliskan sebagai berikut:
Reaksi kimia pada proses charging:
nLi+1 + Li x-n Mn y O z + ne-1

Elektroda positif (+) : LiMn y O z
Elektroda negatif (-) : nLi+1 + C + ne-1

Li n C

Reaksi Keseluruhan : LiMn y O z + C

Li x-n Mn y O z + Li n C

Reaksi kimia pada proses discharging:
Elektroda positif (+) : nLi+1 + Li x-n Mn y O z + ne-1
Elektroda negatif (-) : Li n C

LiMn y O z

nLi+1 + C + ne-1

Reaksi Keseluruhan : Li x-n Mn y O z + Li n C

LiMn y O z + C

2.6 Proses Interkalasi
Sel baterai litium mempunyai tiga komponen penting yaitu katoda, anoda, dan
elektrolit. Baterai litium bekerja menurut fenomena interkalasi, dimana litium ion
yang bergerak sebagai penghantar dapat melakukan migrasi (perpindahan) dari
katoda melewati elektrolit ke anoda tanpa terjadi perubahan struktur kristal dari bahan
katoda ke anoda.
Interkalasi merupakan proses pelepasan ion lithium dari tempatnya di struktur
kristal suatu bahan elektroda dan pemasukan ion lithium pada tempatnya di struktur
kirstal bahan elektroda yang lain. Proses terjadinya interkalasi dapat digambarkan
dalam Gambar 2.7.

Gambar 2.7 Proses interkalasi dalam beberapa fase
Sehingga keunggulan bahan anoda dan katoda terletak pada stabilitas kristal dalam
proses interkalasi. Sehingga bahan elektroda harus mempunyai tempat bagi

Universitas Sumatera Utara

14

perpindahan ion lithium yang sering disebut host. Oleh karena itu bahan elektroda
harus mempunyai struktur host. Pada umumnya bahan mempunyai tiga kategori/
model dalam melakukan interkalasi yang bergantung pada bentuk host strukturnya,
yaitu interkalasi dalam satu dimensi, dua dimensi dan tiga dimensi, seperti tergambar
di Gambar 2.8. Lithium mangan oksida mempunyai host interkalasi dalam tiga
dimensi (Prihandoko, 2008).

Gambar 2.8 Tiga model host dari bahan katoda dan anoda

2.7 Material Katoda
Material katoda harus memenuhi karakter sebagai bahan yang mempunyai
host agar proses interkalasi bias berlangsung dengan baik. Ada banyak bahan katoda
yang sudah diteliti. Baterai lithium rechargeable di pasaran menggunakan bahan
katoda anatara lain dari jenis lithium nikel oksida, lithium kobalt oksida, dan lithium
mangan oksida.
Adapun perbandingan antara bahan penyusun sebuah katoda baterai dilihat
dari asspek ekologi dan ekonomi dapat dilihat dibawah ini.
Katoda:
- Mn 2 O 4 (spinel)

Murah, tidak beracun, rapat energi tinggi

- NiO 2 (layered)

Mahal, beracun, rapat energi rendah

- CoO 2 (layered)

Mahal, beracun, rapat energi rendah

- Rutile (layered)

Murah, tidak beracun, rapat energi rendah

- Anatase (layered)

Murah, tidak beracun, rapat energi rendah

- V 2 O 5 (layered)

Beracun

Bahan mangan oksida (Mn 2 O 4 ) merupakan bahan yang sering digunakan
sebagai bahan penyusun katoda baterai lithium (LiMn 2 O 4 ) karena murah, ramah

Universitas Sumatera Utara

15

lingkungan, serta rapat energi yang tinggi. Selain itu lithium mangan oksida
mempunyai host dalam tiga dimensi, sehingga arah kristal yang bersinggungan antar
butir tidak banyak mempengaruhi (Najmuddin, 2005).

2.8 Metalik Lithium
Metalik Lithium merupakan bahan anoda yang ideal untuk baterai isi ulang
karena memiliki kemurnian tinggi. Metalik lithium memiliki kapasitas teoritis yang
tinggi yaitu sebesar 3860 mAhg-1 yang sepuluh kali lebih besar dibandingkan dengan
kapasitas teoritis anoda grafit sebesar 372 mAh g- 1 yang digunakan dalam baterai Liion. Metalik lithium sangat reaktif terhadap air dan udara.

Gambar 2.9 Bentuk dari Metalik Lithium
Tabel 2.2 Sifat fisis dari metalik lithium.
Penampilan

Logam lunak padat putih-keperakan

Rumus molekul

Li

Berat molekul

6,941

Nomor atom

3

Titik cair

180,5oC

Titik didih

1317 oC

Suhu nyala

179 oC

Daya larut dalam air

Bereaksi dengan air

Universitas Sumatera Utara

16

Densitas (g/cc)
20 oC

0,534

200 oC

0,507

Sumber:(http://fmclithium.com/Portals/FMCLithium/Content/Docs/download/Lithiu
m%20Metal%20Safety%20version%202.pdf, diakses tanggal 20 April 2015).

2.9 Elektrolit LiPF 6
Salah satu jenis elektrolit adalah elektrolit cair. Sesuai dengan namanya
elektrolit ini berbentuk cairan, dan pada umumnya mengandung Lithium
Hexafluorophosphate (LiPF6) 1.0~1.2 M (mol/L). Untuk melarutkan LiPF 6
diperlukan zat pelarut organik yang umumnya terdiri atas campuran senyawa
karbonat. Syarat-syarat zat pelarut organik ini agar bisa dipakai pada baterai litium
ion adalah memiliki konduktivitas tinggi, dan viskositas yang rendah sehingga ion
litium bisa berpindah dengan mudah, dapat digunakan pada suhu -30~80 C, tidak
mudah terbakar, dan tidak berbahaya. LiPF 6 banyak digunakan pada baterai ion
Lithium. Hexafluorophosphate Lithium (LiPF 6 ) memiliki kombinasi sifat yang
seimbang seperti konduktivitas ionik yang tinggi, disosiasi yang baik, dan mobilitas
ion yang baik. Namun kelemahan utama dari LiPF 6 adalah sifatnya yang sangat peka
terhadap lembab, ketika bereaksi dengan air akan membentuk asam fluorida yang
memiliki efek merugikan pada kinerja sel baterai.
Tabel 2.3 Sifat Fisik dan Kimia.
Penampilan

cairan tidak berwarna

Bau

bau amina sedikit

Titik didih

90-248oC

Titik leleh