Orientasi Nilai Orangtua Dalam Pendidikan Anak di Usia Dini (Studi Kasus di Yayasan Pendidikan Nasional Putra Sejahtera)

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Orientasi Nilai
Menurut Djahiri (1999), nilai adalah harga, makna, isi pesan dan semangat, atau
jiwa yang tersurat dan tersirat dalam fakta, konsep, dan teori sehingga bermakna
secara fungsional. Winataputra (1999) nilai adalah harga atau kualitas sesuatu.
Artinya sesuatu dianggap memiliki nilai apabila sesuatu tersebut secara intrinsik
memang berharga. (http://ufiqtwentyfour.blogspot.com/2014/04/pengertian-konsepnilai-moral norma.html diakses tanggal 17 juni 2013 pukul 11.12).
Jadi dapat disimpulkan nilai adalah suatu penghargaan atau kualitas terhadap
sesuatu atau hal yang dapat dijadikan penentu tingkah laku seseorang karena sesuatu
hal itu menyenangkan (pleasant), memuaskan (satifying), menarik (interest), berguna
(useful), menguntungkan (profitable) atau merupakan suatu sisem keyakinan (belief).
Sedangkan Menurut kamus bahasa Indonesia (2008) istilah orientasi didefinisikan
sebagai peninjauan untuk menentukan sikap (arah, tempat, dsb) yang tepat dan benar
dan

pandangan

yang

mendasari


pikiran,

perhatian

ataukecenderungan.

(http://belajartanpabuku.blogspot.com/2013/04/pengertian-orientasi-wirausaha.html
diakses tanggal 17 juni 2013 pukul 11.28) Jadi orientasi ialah suatu peninjauan untuk
menentukan sikap, baik itu ke arah, tempat ataupun tujuan manapun ke sesuatu yang
dirasa tepat dan benar dengan pandangan yang mendasari pikiran, perhatian ataupun
kecendrungan.

20
Universitas Sumatera Utara

Maka dapat disimpulkan orientasi nilai ialah suatu peninjauan untuk menentukan
sikap ke arah yang tepat dan benar dengan pandangan yang mendasari pikiran,
perhatian ataupun kecendrungan dengan tujuan mendapatkan sesuatu yang dianggap
berharga ataupun memiliki nilai lebih. Salah satu yang menjadi program dari YPN

Putra Sejahtera ialah melatih fisik anak menjadi anak yang mandiri dan berani. Hal
tersebut secara tidak langsung ialah suatu iklan ataupun promosi yang anak dengan
mengikuti pendidikan di YPN Putra Sejahtera maka dapat tumbuh dan berkembang
menjadi anak yang bisa mandiri dan tampil berani.
Peninjauan orientasi nilai orangtua dalam penelitian ini ialah pendidikan karakter
pada anak usia dini. Pendidikan karakter adalah upaya penanaman nilai dan sikap,
bukan pengajaran sehingga memerlukan pola pembelajaran fungsional dan
memerlukan keteladanan. Pendidikan karakter menentukan tiga pihak secara sinergis
yaitu orangtua, lembaga pendidikan, dan masyarakat. Terdapat 18 nilai karakter
dalam pendidikan karakter yaitu; religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras,
kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaaan, cinta tanah air,
menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli
lingkungan,

peduli

sosial,

dan


tanggungjawab.

(http://perpustakaan.kemdiknas.go.id/download/Pendidika/20Karakter/20pada/20PA
UD.pdf (diakses 15 November 2013, pukul 12.33).

21
Universitas Sumatera Utara

2.2 Pendidikan Anak di Usia Dini
2.2.1 Pengertian Pendidikan Anak Usia Dini
Pendidikan anak di usia dini memiliki beberapa bentuk yaitu, PAUD formal
yang terdiri dari Playgroup (PG) dan Taman Kanak-kanak (TK) serta Raudhatul
Athfal (RA). Kemudian PAUD non formal yang terdiri dari Kelompok Bermain
(KB), Taman Pendidikan Anak (TPA) dan sebagainya tergantung bagaimana
kebijakan yang diambil oleh sebuah lembaga atau yayasan PAUD yang bersangkutan.
Dan yang ketiga ialah PAUD informal yaitu keluarga sendiri. Pendidikan anak usia
dini (PAUD) atau early childhood education (ECE) adalah pendekatan pedagogis
dalam penyelenggaraan pendidikan anak yang dimulai dari saat periode kelahiran
hingga usia enam tahun. Aspek sosial, emosional, kognitif, bahasa dan pendidikan
jasmani tidak dipelajari secara terpisah oleh anak yang masih sangat muda. Orang

dewasa yang sudah lebih dulu dapat menolong diri sendiri akan membantu seorang
anak dalam masa perkembangannya dan diharapkan memberikan perhatian yang
lebih kepada anak yang memerlukan bantuan.
Sementara menurut Undang-undang RI no. 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, Bab I ayat 14, pendidikan anak usia dini adalah “Suatu upaya
pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun
yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu
pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan
dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
Tujuan pembelajaran pendidikan anak usia dini ialah menawarkan kepada anakanak usia di bawah enam tahun kesempatan bagi pertumbuhan akademis, intelektual,
22
Universitas Sumatera Utara

sosial, emosional, dan fisik melalui program yang terencana dengan baik dari
kegiatan dan pengalaman. (Santi,2009:12-14)
Tujuan mendapatkan pendidikan di pendidikan anak usia dini yang utama adalah:

1. Menumbuhkembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan agar mampu
menolong diri sendiri (self help), yaitu mandiri dan bertanggung jawab terhadap
diri sendiri seperti mampu merawat dan menjaga kondisi fisiknya, mampu

mengendalikan emosinya dan mampu membangun hubungan dengan orang lain.
2. Meletakkan dasar-dasar tentang bagaimana seharusnya belajar (learning how to
learn). Hal ini sesuai dengan perkembangan paradigma baru dunia pendidikan
melalui empat pilar pendidikan yang dicanangkan oleh UNESCO, yaitu learning
to know, learning to do, learning to be dan learning to live together yang dalam
implementasinya di lembaga PAUD dilakukan melalui pendekatan learning by
playing, belajar yang menyenangkan (joyful learning) serta menumbuhkembangkan keterampilan hidup (life skills) sederhana sedini mungkin.

2.2.2 Dasar Pelaksanaan PAUD




Undang-Undang Dasar 1945
Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Pasal 26, yaitu Kewajiban dan Tanggung Jawab Orangtua dan Keluarga .
1. Mengasuh, memelihara, mendidik dan melindungi anak.
2. Menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat dan
minatnya.


23
Universitas Sumatera Utara

3. Mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak.




Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1974 tentang Kesejahteraan Anak
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 58 Tahun 2009 tentang Standar
Pendidikan Anak Usia Dini

2.3 Fungsionalisme Struktural
Istilah struktural fungsional dalam teorinya menekankan pada keteraturan (orde).
Pemikiran struktural fungsional sangat dipengaruhi oleh pemikiran biologis yaitu
menganggap masyarakat sebagai organisme biologis yaitu terdiri dari organ-organ
yang saling bergantung satu dengan yang lain. Ketergantungan tersebut merupakan
hasil atau konsekuensi agar organisme tersebut tetap dapat bertahan hidup. Dalam
teori ini masyarakat dipandang sebagai suatu sistem sosial yang terdiri dari bagianbagian yang saling berkaitan dan menyatu dalam keseimbangan. Teori ini mempunyai
asumsi bahwa setiap tatanan /struktur dalam sistem sosial akan berfungsi pada yang

lain, sehingga bila fungsional yang tidak ada, maka struktur itu tidak akan ada atau
akan hilang dengan sendirinya. Semua tatanan adalah fungsional bagi suatu
masyarakat.

Durkheim

(dalam

Ritzer.2009:80-91)

mengungkapkan

bahwa

masyarakat adalah sebuah kesatuan dimana di dalamnya terdapat bagian-bagian yang
dibedakan. Bagian-bagian dari sistem tersebut mempunyai fungsi masing-masing
yang membuat sistem menjadi seimbang. Bagian tersebut saling interdependensi satu
sama lain dan fungsional, sehingga jika ada yang tidak berfungsi maka akan merusak
keseimbangan


sistem.

Durkheim

berpikir

bagaimana

masyarakat

dapat

24
Universitas Sumatera Utara

mempertahankan integritas dan koherensinya di masa modern, ketika hal-hal seperti
latar belakang keagamaan dan etnik bersama tidak ada lagi. Teori fungsionalisme
yang menekankan kepada keteraturan bahwa masyarakat merupakan suatu sistem
sosial yang terdiri atas bagian-bagian atau elemen-elemen yang saling berkaitan dan
saling menyatu dalam keseimbangan. Perubahan yang terjadi pada suatu bagian akan

membawa perubahan pula terhadap bagian yang lain, dengan kata lain masyarakat
senantiasa berada dalam keadaan berubah secara berangsur-angsur dengan tetap
memelihara keseimbangan. Setiap peristiwa dan setiap struktur yang ada, fungsional
bagi sistem sosial itu. Demikian pula semua institusi yang ada diperlukan oleh sistem
sosial itu seperti kemiskinan. Masyarakat dilihat dari kondisi dinamika dalam
keseimbangan. Asumsi dasarnya adalah bahwa setiap struktur dalam sistem sosial,
fungsional terhadap yang lain. Sebaliknya jika tidak fungsional maka struktur itu
tidak akan ada atau akan hilang dengan sendirinya.

Semua orangtua pasti menginginkan anak mereka untuk tumbuh dan
berkembang secara baik dan dalam proses yang lancar. YPN Putra Sejahtera
mengetahui bahwa orangtua sangat responsive terhadap hasil proses belajar mengajar
anak mereka. Sehingga diperlukan kerjasama yang baik antara orangtua dan guru
YPN Putra Sejahtera untuk mendidik serta memberikan pengajaran dan pembelajaran
yang baik sesuai dengan proses perkembangan anak agar menghasilkan anak yang
pintar, berkelakuan baik, memiliki sifat yang jujur dan pemberani serta mengerti akan
aturan-aturan yang ada di masyarakat yang harus mereka ikuti.

25
Universitas Sumatera Utara


2.4 Cermin Diri (The Looking Glass Self)

Cermin Diri (The Looking Glass Self) ini dikemukakan oleh Charles H. Cooley.
Menurut Charles H. Cooley (dalam Damsar 2011:81) teori ini merupakan gambaran
bahwa seseorang hanya bisa berkembang dengan bantuan orang lain. Setiap orang
menggambarkan diri mereka sendiri dengan cara bagaimana orang-orang lain
memandang mereka. Misalnya ada orangtua dan keluarga yang mengatakan bahwa
anak gadisnya cantik. Jika hal itu sering diulang secara konsisten oleh orang-orang
yang berbeda-beda, akhirnya gadis tersebut akan merasa dan bertindak seperti
seorang yang cantik. Teori ini didasarkan pada analogi dengan cara bercermin dan
mengumpamakan gambar yang tampak pada cermin tersebut sebagai gambaran diri
kita yang terlihat orang lain.
Gambaran diri seseorang tidak selalu berkaitan dengan fakta-fakta objektif.
Misalnya, seorang gadis yang sebenarnya cantik, tetapi tidak pernah merasa yakin
bahwa dia cantik, karena mulai dari awal hidupnya selalu diperlakukan orang tuanya
sebagai anak yang tidak menarik. Jadi, melalui tanggapan orang lain, seseorang
menentukan apakah dia cantik atau jelek, hebat atau bodoh, dermawan atau pelit, dan
yang lainnya.
Ada tiga langkah dalam proses pembentukan cermin diri;

1. Kita melihat gambaran bagaimana kita tampak bagi mereka di sekeliling kita.
Orangtua akan merasa dirinya hebat, berpendidikan dan cerdas apabila mampu
memberikan pendidikan sejak usia dini kepada anak .

26
Universitas Sumatera Utara

2. Kita melihat gambaran bagaimana seharusnya penilaian orang lain menilai
tampilan kita. Dengan pandangan bahwa orangtua yang memberikan PAUD
adalah orangtua yang berpendidikan dan cerdas, maka si orangtua tersebut akan
membayangkan pandangan orangtua lain terhadapnya. Perasaan ini bisa muncul
dari perlakuan orang terhadap dirinya. Misalnya, tetangga, kerabat ataupun orang
yang dikenal pasti akan bertanya tentang bagaimana perkembangan anak mereka
di PAUD tersebut dan akan menjadi acuan bagi orangtua lain untuk memasukkan
anak mereka yang masih usia dini ke PAUD tersebut. Tetapi, pandangan ini
belum tentu benar.Sang orangtua mungkin merasa dirinya hebat, berpendidikan
dan cerdas, padahal apabila dibandingkan dengan orangtua yang lain, ia tidak ada
apa-apanya. Perasaan hebat ini bisa jadi menurun jika sang orangtua memperoleh
informasi dari orang lain bahwa ada orangtua yang lebih hebat dari dirinya seperti
orangtua yang sudah memberikan PAUD tetapi juga memberikan latihan privat
memainkan alat musik kepada anak mereka
3. Bagaimana perasaan kita sebagai akibat dari penilaian tersebut atau bagaimana
kita mengembangkan suatu konsep diri (self concept). Dengan adanya penilaian
bahwa si orangtua adalah orangtua yang hebat, berpendidikan dan cerdas, timbul
perasaan bangga dan penuh percaya diri.

27
Universitas Sumatera Utara