Analisis Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Opini Audit Going Concern Terhadap Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teoritis
2.1 Opini Audit
Menurut Mulyadi (2002) auditing adalah Suatu proses sistematis untuk
memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataanpernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk
menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan
kriteria yang telah ditetapkan, serta menyampaikan hasil-hasilnya kepada pemakai
yang berkepentingan.
Dalam (IAI, 2001: SA Seksi 508, paragraf 03) dijelaskan bahwa “opini audit
harus didasarkan atas standar auditing dan temuan-temuannya”. Oleh karena itu,
opini audit jelas merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari laporan audit.
Menurut (IAI, 2001: SA Seksi 110, paragraf 01) juga dinyatakan
bahwa ”tujuan audit atas laporan keuangan oleh auditor independen pada
umumnya adalah untuk menyatakan pendapat tentang kewajaran, dalam semua
hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas, dan arus kas
sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia”.
Auditor dapat memilih tipe pendapat yang akan diberikan pada laporan
keuangan auditee berdasarkan setiap keadaan yang dijelaskannya. Terdapat lima
tipe pendapat audit (IAI, 2001: SA Seksi 508) yaitu:


9
Universitas Sumatera Utara

1. Pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion)
Pendapat wajar tanpa pengecualian menyatakan laporan keuangan disajikan
secara wajar dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, dan
arus kas entitas tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di
Indonesia. Ini adalah pendapat yang dinyatakan dalam laporan auditor bentuk
baku. Laporan keuangan dianggap menyajikan secara wajar posisi keuangan dan
hasil usaha suatu organisasi, sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum,
jika memenuhi kondisi berikut ini :
a) Prinsip akuntansi berterima umum digunakan untuk menyusun laporan
keuangan.
b) Perubahan penerapan prinsip akuntansi berterima umum dari periode ke
periode telah cukup dijelaskan.
c) Informasi dalam catatan-catatan yang mendukungnya telah digambarkan dan
dijelaskan dengan cukup dalam laporan keuangan, sesuai dengan prinsip
akuntansi berterima umum.
2. Laporan yang berisi pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa
penjelasan (unqualified opinion report with explanatory language)

Jika terdapat hal-hal yang memerlukan bahasa penjelasan, namun laporan
keuangan tetap menyajikan secara wajar posisi keuangan dan hasil usaha
perusahaan klien, auditor dapat menerbitkan laporan audit baku ditambah dengan
bahasa penjelasan.
2. Pendapat wajar dengan pengecualian (qualified opinion)
Pendapat wajar dengan pengecualian, menyatakan bahwa laporan keuangan
menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil
usaha, dan arus kas entitas tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku
umum di Indonesia, kecuali untuk dampak hal-hal yang berhubungan dengan
yang dikecualikan. Hal-hal yang berhubungan dengan yang dikecualikan tersebut
misalnya:

10
Universitas Sumatera Utara

a) Lingkup audit dibatasi oleh klien.
b) Auditor tidak dapat melaksanakan prosedur audit penting atau tidak dapat
memperoleh informasi penting karena kondisi-kondisi di luar kekuasaan klien
maupun auditor.
c) Laporan keuangan tidak disusun sesuai dengan prinsip akuntansi berterima

umum.
d) Prinsip akuntansi berterima umum yang digunakan dalam penyusunan laporan
keuangan tidak diterapkan secara konsisten.
4. Pendapat tidak wajar (adverse opinion)
Pendapat tidak wajar menyatakan bahwa laporan keuangan tidak menyajikan
secara wajar posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas tertentu sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Auditor memberikan
pendapat tidak wajar jika auditor tersebut tidak dibatasi ruang lingkup auditnya,
sehingga auditor tersebut dapat mengumpulkan bukti kompeten yang cukup untuk
mendukung pendapatnya. Jika laporan keuangan diberi pendapat tidak wajar oleh
auditor, maka informasi yang disajikan oleh klien dalam laporan keuangan sama
sekali tidak dapat dipercaya, sehingga tidak dapat dipakai oleh pemakai informasi
keuangan untuk pengambilan keputusan.
5. Pernyataan tidak memberikan pendapat (disclaimer of opinion)
Pernyataan tidak memberikan pendapat menyatakan bahwa auditor tidak
menyatakan pendapat atas laporan keuangan. Keadaan yang menyebabkan auditor
tidak memberikan pendapat adalah :
a) Pembatasan yang luar biasa sifatnya terhadap lingkungan audit.
b) Auditor tidak independen dalam hubungannya dengan kliennya.


2.2 Opini Audit Going Concern
Standar audit (SA seksi 341) menyatakan bahwa auditor bertanggung jawab
untuk mengevaluasi apakah terdapat kesangsian besar terhadap kemampuan

11
Universitas Sumatera Utara

entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu yang
pantas, tidak lebih dari satu tahun sejak tanggal laporan keuangan yang sedang
diaudit. Selagi penentuan ini dilakukan selama perencanaan perikatan, auditor
juga harus mempertimbangkan isu menjelang akhir perikatan.
Jadi, opini audit going concern adalah opini yang dikeluarkan oleh auditor
untuk mengevaluasi apakah ada kesangsian tentang kemampuan perusahaan untuk
mempertahankan kelangsungan hidupnya. Laporan audit dengan modifikasi
mengenai going concern merupakan suatu indikasi bahwa dalam penilaian auditor
terdapat risiko auditee tidak dapat bertahan dalam bisnis. Dari sudut pandang
auditor, keputusan tersebut melibatkan beberapa tahap analisis. Auditor harus
mempertimbangkan hasil dari operasi, kondisi ekonomi yang mempengaruhi
perusahaan, kemampuan membayar hutang, dan kebutuhan likuiditas di masa
yang akan datang.

Going concern merupakan kelangsungan hidup suatu entitas. Dengan adanya
going concern maka suatu entitas dianggap akan mampu mempertahankan
kegiatan usahanya dalam jangka panjang, tidak akan dilikuidasi dalam jangka
pendek (Setyarno dkk, 2006). Going concern merupakan salah satu konsep yang
mendasari pelaporan keuangan (Gray dan Manson, 2000 dalam Praptitorini dan
Januarti, 2007). Jadi, ketika auditor memberikan opini dengan modifikasi
mengenai going concern kepada auditee atas laporan keuangannya, itu merupakan
suatu indikasi bahwa auditee beresiko tidak dapat bertahan dalam bisnis atau
dengan kata lain, terdapat kesangsian mengenai kelangsungan hidup perusahaan.

12
Universitas Sumatera Utara

Secara umum, contoh kejadian jika di pertimbangkan secara keseluruhan,
yang menunjukkan adanya kesangsian besar tentang kemampuan perusahaan
dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya sebagai berikut (IAI, 2001: SA
Seksi 341.3):

1) Trend negatif, sebagai contoh kerugian operasi yang berulang kali terjadi,
kekurangan modal kerja, arus kas negatif dari kegiatan usaha, ratio keuangan

penting yang jelek.
2) Petunjuk lain tentang kemungkinan kesulitan keuangan, sebagai contoh
kegagalan dalam memenuhi kewajiban utangnya atau perjanjian serupa,
penunggakan pembayaran deviden, penolakan oleh pemasok terhadap pengajuan
permintaan pembelian kredit biasa restrukturisasi utang, kebutuhan untuk mencari
sumber atau metode pendanaan baru atau penjualan sebagian besar aktiva.
3) Masalah intern, sebagai contoh pemogokan kerja atau kesulitan hubungan
perburuhan yang lain, ketergantungan besar atas sukses projek tertentu, komitmen
jangka panjang yang tidak bersifat ekonomis, kebutuhan untuk mencari sumber
atau metode pendanaan baru atau penjualan sebagian besar aktiva.
4) Masalah luar yang terjadi, sebagai contoh pengaduan gugatan pengadilan,
keluarnya undang – undang, atau masalah-masalah lain yang kemungkinan
membahayakan kemampuan perrusahaan untuk beroperasi, kehilangan franchise,
lisensi atau paten penting, kehilangan pelanggan atau pemasok utama, kerugian
akibat bencana besar seperti gempa bumi, banjir, kekeringan, yang tidak
diasuransikan atau diasuransikan namun dengan pertanggungan yang tidak
memadai.
SPAP seksi 341 memberikan pedoman kepada auditor tentang dampak
kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya
terhadap opini auditor sebagai berikut:

13
Universitas Sumatera Utara

1. Jika auditor yakin terhadap kemampuan satuan usaha mempertahankan
kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu yang pantas,maka auditor harus:
a. Memperoleh informasi mengenai rencana manajemen yang ditujukan untuk
mengurangi dampak kondisi dan peristiwa tersebut.
b. Menetapkan kemungkinan bahwa rencana tersebut secara efektif terlaksana.
2. Jika manajemen tidak memiliki rencana untuk mengurangi dampak kondisi dan
peristiwa

terhadap

kemampuan

satuan

usaha

dalam


mempertahankan

kelangsungan hidupnya, maka auditor mempertimbangkan untuk memberikan
pernyataan tidak memberikan pendapat (disclaimer opinion).
3. Jika manajemen memiliki rencana untuk mengurangi dampak kondisi dan
peristiwa diatas,maka auditor menyimpulkan (berdasarkan pertimbangannya) atas
aktivitas rencana tersebut.
4. Jika auditor berkesimpulan bahwa rencana tersebut tidak efektif,maka audior
menyatakan tidak memberikan pendapat (disclaimer opinion)
5. Jika auditor berkesimpulan rencana tersebut efektif dan klien mengungkapkan
keadaan tersebut dalam catatan atas laporan keuangan,maka auditor menyatakan
pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion)
6. Jika auditor berkesimpulan bahwa rencana tersebut efektif, tetapi klien tidak
mengungkapkannya dalam catatan atas laporan keuangan maka auditor
menyatakan pendapat tidak wajar (adverse opinion).
Jika auditor menyimpulkan keragu-raguan atas kemampuan perusahaan untuk
melanjutkan usahanya, pendapat wajar tanpa pengecualian dengan paragraf
penjelasan perlu dibuat, terlepas dari pengungkapan dalam laporan keuangan.


14
Universitas Sumatera Utara

PSA No. 30 memperbolehkan tetapi tidak menganjurkan pernyataan tidak
memberikan pendapat karena adanya keraguan atas kelangsungan hidup.

Going concern dipakai sebagai asumsi dalam pelaporan keuangan sepanjang
tidak terbukti adanya informasi yang menunjukkan hal berlawanan (contrary
information). Biasanya informasi yang secara signifikan dianggap berlawanan
dengan asumsi kelangsungan hidup satuan usaha adalah berhubungan dengan
ketidakmampuan satuan usaha dalam memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo
tanpa melakukan penjualan sebagian besar aktiva kepada pihak luar melalui bisnis
biasa, restrukturisasi utang, perbaikan operasi yang dipaksakan dari luar dan
kegiatan serupa yang lain (IAI, 2001: SA Seksi 341.1).

2.3 Opinion Shopping

Opinion shopping didefinisikan oleh SEC, sebagai aktivitas mencari auditor
yang mau mendukung perlakuan akuntansi yang diajukan oleh manajemen untuk
mencapai tujuan pelaporan perusahaan, walaupun menyebabkan laporan tersebut

menjadi tidak reliable. Tujuan pelaporan dalam opinion shopping dimaksudkan
untuk meningkatkan (memanipulasi) hasil operasi atau kondisi keuangan
perusahaan.

Menurut Mirna dan Indira (2007) Beberapa faktor yang memotivasi manajer
untuk melakukan opinion shopping, diantaranya keinginan untuk mencapai target
yang ditetapkan, serta kebutuhan untuk mem-pertahankan kelangsungan hidup
perusahaan (going concern). Manajer ingin laporan audit yang positif

15
Universitas Sumatera Utara

(unqualified). Laporan audit yang negatif akan mempengaruhi kemampuan
perusahaan bertahan di pasar modal, dan nilai return dari saham yang dimilikinya.
Motivasi untuk opinion shopping bisa juga ditimbulkan oleh kemunduran kondisi
ekonomi.

Demi menghindari penerimaan opini going concern, biasanya perusahaan
melakukan auditor switching (pergantian auditor). Teoh (1992) dalam Mirna dan
Januarti (2007) menyatakan pergantian auditor dapat dilakukan dengan dua cara.

Pertama, jika auditor bekerja pada perusahaan tertentu, perusahaan dapat
mengancam melakukan pergantian auditor. Kedua, bahkan ketika auditor tersebut
independen, perusahaan akan memberhentikan auditor (akuntan publik) yang
cenderung memberikan opini going concern. Argumen tersebut dinamakan
opinion shopping.

Pergantian auditor secara wajib dan sukarela dapat dibedakan atas dasar pihak
mana yang menjadi fokus perhatian dari independensi auditor. Jika pergantian
auditor terjadi secara sukarela, maka perhatian utama adalah pada sisi klien.
Sebaliknya, jika pergantian secara wajib maka perhatian utama beralih kepada
auditor (Febrianto, 2009).

Tujuan pelaporan dalam opinion shopping dimaksudkan untuk memanipulasi
hasil operasi atau kondisi keuangan perusahaan. Opinion shopping selanjutnya
akan menimbulkan dampak negatif. Istilah opinion shopping atau biasa disebut
auditor switching adalah istilah yang digunakan apabila perusahaan melakukan
pergantian auditor atau Kantor Akuntan Publik (KAP).

16
Universitas Sumatera Utara

2.4 Corporate Governance

Good Corporate Governance merupakan suatu aturan mengenai
pengelolaan perusahaan yang perlu diterapkan pada setiap perusahaan terutama
perusahaan publik (BUMN). Menurut Forum for Corporate Governance in
Indonesia (FCGI) (2001) dalam Linoputri (2010) pengertian corporate
governance adalah:
Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham,
pengurus, pihak kreditur,pemerintah, karyawan serta para pemegang
kepentingan intern dan ekstern lainnya sehubungan dengan hak-hak dan
kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem yang mengarahkan
dan mengendalikan perusahaan. Tujuan corporate governance ialah untuk
menciptakan pertambahan nilai bagi semua pihak pemegang kepentingan.
Menurut jurnal World Bank dalam Wardani (2008). Good Corporate
Governance di defenisikan sebagai “The blend of law, regulation and appropriate
voluntary private sector practices, Which enable a corporation to attact financial
and human capital, perform efficiently and thereby prepetuale itself by generating
long term economic value for its shareholders and society of the whole”.
Sementara pengertian Good Corporate Governance yang disimpulkan dalam
GCG Workshop Kantor Meneg PM BUMN (Desember,1999)adalah:
Good Corporate Governance berkaitan dengan pengambilan keputusan
yang efektif, yang bersumber dari budaya perusahaan, etika, nilai, sistem,
proses, bisnis,kebijakan dan struktur organisasi yang bertujuan untuk
mendorong dan mendukung pengembangan perusahaan, pengelolaan
sumber daya dan risiko secara lebih efisien dan efektif dan
pertanggungjawaban perusahaan terhadap pemegang saham dan
stakeholder lainnya.
Prinsip-prinsip dasar penerapan good corporate governance yang
dikemukakan oleh Forum for Corporate Governance in Indonesia (2001) adalah
sebagai berikut :

17
Universitas Sumatera Utara

a. Fairness (Kewajaran)
Perlakuan yang sama terhadap para pemegang saham, terutama kepada
pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing, dengan keterbukaan
informasi yang penting serta melarang pembagian untuk pihak sendiri dan
perdagangan saham oleh orang dalam (insider trading).
b. Transparency (Transparansi)
Hak-hak para pemegang saham yang harus diberi informasi dengan benar
dan tepat waktu mengenai perusahaan, dapat ikut berperan serta dalam
pengambilan keputusan mengenai perubahan-perubahan yang mendasar atas
perusahaan dan turut memperoleh bagian dari keuuntungan perusahaan.
c. Accountability (Akuntablitas)
Tanggung jawab manajemen melalui pengawasan yang efektif berdasarkan
balance of power antara manajer, pemegang saham, Dewan Komisaris dan auditor.
d. Responsibility (Responsibilitas)
Peranan pemegang saham harus diakui sebagaimana ditetapkan oleh
hukum dan kerja sama yang aktif antara perusahaan serta pemegang kepemtingan
dalam menciptakan kesejahteraan.
e. Indenpendency (indenpendensi)
Indenpendensi

yaitu

pengelolaan

bank

secara

profesional

tanpa

pengaruh/tekanan dari pihak manapun sehingga pengambilan keputusan dapat
dilakukan secara obyektif. Masing-masing organ perusahaan harus melaksanakan
fungsi dan tugasnya sesuai dengan anggaran dasar dan peraturan perundang-

18
Universitas Sumatera Utara

undangan, tidak saling mendominasi dan atau melempar tanggungjawab antara
satu dengan yang lain sehingga terwujud sistem pengendalian internal yang efektif.
Menurut Wibowo dan Tangkilisan (2004), tujuan yang ingin dicapai
perusahaan dalam penerapan corporate governance antara lain:
1) memaksimalkan nilai perusahaan agar perusahaan memiliki daya saing yang
kuat untuk mendukung iklim investasi;
2) mendorong pengelolaan perusahaan secara profesional, transparan, dan efisien,
serta memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian komisaris, direksi,
dan RUPS;
3) mendorong pemegang saham, anggota komisaris, dan direksi dalam membuat
keputusan dan menjalankan tindakan yang dilandasi nilai moral yang tinggi dan
kepatuhan terhadap UU atau ketentuan yang berlaku;
4) kesadaran adanya tanggung jawab sosial perusahaan terhadap pihak-pihak yang
berkepentingan.
2.4.1 Komite Audit
Komite audit merupakan suatu komite yang secara formal dibentuk oleh
Dewan Komisaris, bersifat independen dan bertanggung jawab secara langsung
kepada Dewan Komisaris untuk mengawasi kinerja pelaporan keuangan dan
pelaksanaan audit internal dan eksternal serta membantu auditor mempertahankan
independensi terhadap manajemen. Kewenangan komite audit hanya sebatas
memberikan rekomendasi kepada Dewan Komisaris, kecuali jika komite audit
mendapatkan kuasa dari Dewan Komisaris, misalnya untuk menentukan
komposisi auditor eksternal. Meskipun demikian, peran komite audit dalam

19
Universitas Sumatera Utara

meningkatkan kinerja perusahaan cukup penting. The Institute of Internal
Auditors (IIA) merekomendasikan bahwa setiap perusahaan publik harus memiliki
Komite Audit yang diatur sebagai komite tetap (Forum for Corporate Governance
Indonesia, 2000).
Tanggung jawab komite audit dalam bidang corporate governance
menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia adalah:
Memastikan bahwa perusahaan telah dijalankan sesuai undang-undang dan
peraturan yang berlaku, melaksanakan usahanya dengan beretika,
melaksanakan pengawasannya secara efektif terhadap benturan
kepentingan dan kecurangan yang dilakukan oleh karyawan perusahaan.
2.4.2 Kepemilikan Terpusat
Salah satu faktor penting yang diyakini sebagai salah satu faktor yang
dapat mengatasi masalah keagenan adalah kepemilikan terpusat. Kepemilikan
terpusat merupakan suatu kondisi dimana sejumlah kecil pemilik memiliki porsi
kepentingan yang besar dalam perusahaan (Violita, 2008). Pemilik atau pemegang
saham ini memiliki saham di perusahaan sebesar 20% (dua puluh persen) atau
lebih.
Pemegang saham yang memiliki sebagian besar saham perusahaan tentu
akan berupaya untuk menjaga kelangsungan hidup perusahaan tersebut dengan
kebijakan-kebijakannya. Ini sejalan dengan penelitian “Pengaruh Struktur
Kepemilikan Saham, Leverage, Faktor Intern dan Faktor Ekstern Terhadap Nilai
Perusahaan” yang menyatakan bahwa struktur kepemilikan saham diprediksi
berpengaruh terhadap struktur modal. Semakin terpusat kepemilikan saham,
perusahaan cenderung mengurangi utang, sehingga akan terjadi pengawasan yang
efektif terhadap manajemen. Pada akhirnya, manajemen akan semakin berhati-hati

20
Universitas Sumatera Utara

dalam melakukan peminjaman, sebab jumlah utang yang terlalu tinggi akan
menimbulkkan resiko financial distress yang dapat mempengaruhi going concern
perusahaan (Linoputri, 2010).
2.4.3 Kepemilikan Manajerial
Kepemilikan manajerial meliputi pemegang saham yang memiliki
kedudukan dalam perusahaan sebagai kreditur maupun sebagai Dewan Komisaris,
atau bisa juga dikatakan kepemilikan manajerial merupakan saham yang dimiliki
manajer dan direktur perusahaan. Kepemilikan ini akan menyejajarkan
kepentingan manajemen dan pemegang saham, sebab dengan besarnya saham
yang dimiliki, pihak manajemen diharapkan akan bertindak lebih hati-hati dalam
mengambil keputusan.
2.5 Debt Default
Dalam PSA 30, indikator going concern yang banyak digunakan auditor dalam
memberikan opini audit adalah kegagalan dalam memenuhi kewajiban utangnya
(default). Debt default didefinisikan sebagai kegagalan debitor suatu perusahaan
dalam membayar utang pokok dan atau bunganya pada waktu jatuh tempo (Chen
dan Church, 1992 dalam Mirna dan Diah).
Ketika jumlah utang perusahaan sudah sangat besar, maka aliran kas
perusahaan akan banyak dialokasikan untuk menutupi utangnya, yang akan
mengganggu kelangsungan operasi perusahaan. Apabila utang tak mampu
dilunasi maka kreditor akan memberikan status default. Manfaat status default
utang sebelumnya telah diteliti oleh Chen dan Church dalam Surbakti (2011) yang
menemukan hubungan yang kuat status default terhadap opini audit going concern.

21
Universitas Sumatera Utara

Hasil penelitiannya menyatakan bahwa kesulitan dalam mentaati persetujuan
utang,

fakta-fakta pembayaran

yang

lalai

atau

pelanggaran perjanjian,

memperjelas masalah going concern suatu perusahaan.
Jumlah hutang perusahaan dalam mata uang asing meningkat secara
signifikan, disamping itu banyak perusahaan yang mengalami rugi operasi dan
realisasi penjualan pun anjlok. Akhirnya keadaan ini mempengaruhi kemampuan
perusahaan dalam memenuhi kewajiban pokok dan beban bunga.
Ramadhany

(2004)

menunjukkan

bahwa

variabel

debt

default,

berpengaruh terhadap penerimaan opini going concern. Hasil penelitian tersebut
konsisten dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Chen dan Church
(1992), yang menemukan hubungan yang kuat status default terhadap opini audit
going concern. Hasil temuannya menyatakan bahwa kesulitan dalam mentaati
persetujuan utang, fakta-fakta pembayaran yang lalai atau pelanggaran perjanjian,
memperjelas masalah going concern suatu perusahaan.
2.6 Kualitas Audit
Menurut Mirna dan Indira (2007) adalah auditor yang memiliki banyak klien
dalam industri yang sama akan memiliki pemahaman yang lebih dalam tentang
risiko audit di industri tersebut. Pemahaman dalam sebuah industri akan
membutuhkan pengembangan keahlian yang lebih dibandingkan auditor pada
umumnya.
Teori reputasi memprediksikan adanya hubungan positif antara ukuran KAP
dengan kualitas audit (Lennox,2002).

22
Universitas Sumatera Utara

Sedangakan penelitian yang dilakukan oleh Craswell et al. (1995) reputasi
auditor kurang bernilai ketika dalam suatu industri juga terdapat auditor spesialis.
Auditor yang memiliki spesialisasi pada industri tertentu pasti akan memiliki
pemahaman dan pengetahuan yang lebih baik mengenai kondisi lingkungan
industri tersebut. Kebutuhan akan industry specialization mendorong auditor
untuk menspesialisasikan diri dan mulai mengelompokkan klien berdasarkan
bidang industri.
Pemilihan auditor dengan kualitas tinggi dinilai mampu meningkatkan tingkat
kredibilitas laporan keuangan, karena KAP besar umumnya akan menjaga reputasi
mereka dengan selalu berusaha meningkatkan kualitas kinerja mereka dalam
mengaudit suatu perusahaan. Auditor yang berasal dari KAP besar cenderung
lebih berani mengeluarkan opini audit going concern terhadap perusahaan yang
memang seharusnya mendapatkan opini tersebut. Kualitas audit sering
diproksikan dengan KAP yang berafiliasi dengan The Big Four maupun dengan
Non Big Four. Ukuran KAP the big four didasarkan pada besarnya jumlah
pendapatan yang diterima atas jasa audit atau jasa lainnya. Kategori KAP the big
four di Indonesia terdiri dari:
a. KAP Deloitte Touche Tohmatsu (Deloitte) yang berafiliasi dengan Hans
Tuanakotta Mustofa & Halim; Osman Ramli Satrio & Rekan; Osman Bing Satrio
& Rekan.
b. KAP Ernst & Young (EY) yang berafiliasi dengan Prasetio Utomo & Co;
Prasetio, Sarwoko & Sandjaja; Purwantono, Sarwoko & Sandjaja.

23
Universitas Sumatera Utara

c. KAP Klynveld Peat Marwick Goerdeler (KPMG) yang berafiliasi dengan
Siddharta-Siddharta & Widjaja.
d. KAP Pricewaterhouse Coopers (PwC) yang berafiliasi dengan Hadi Sutanto &
Rekan; Haryanto Sahari & Rekan; Tanudiredja Wibisana & Rekan.
2.7. Opini Audit Tahun Sebelumnya
Beberapa penelitian menemukan bahwa auditor lebih sering mengeluarkan
opini audit going concern jika opini tahun sebelumnya adalah opini going concern,
oleh karena itu opini audit tahun sebelumnya berpengaruh positif terhadap
pengungkapan opini going concern.
Menurut Santosa (2007) dalam memberikan bukti bahwa setelah auditor
mengeluarkan opini audit going concern, perusahaan harus menunjukkan
peningkatan keuangan yang signifikan untuk memperoleh opini bersih di tahun
berikutnya, atau perusahaan dalam menerima kembali opini audit going concern.
Mutchler (1985) dalam surbakti (2011) bahwa

menguji pengaruh

ketersediaan informasi publik terhadap prediksi opini audit going concern, yaitu
tipe opini audit yang telah diterima perusahaan. Hasilnya menunjukkan bahwa
model discriminant analysis yang memasukkan tipe opini audit tahun sebelumnya
mempunyai akurasi prediksi keseluruhan yang paling tinggi sebesar 89,9%
dibandingkan model lain. Mutchler juga melakukan wawacara dengan praktisi
auditor yang menyatakan bahwa perusahaan yang menerima opini audit going
oncern pada tahun sebelumnya lebih cenderung untuk menerima opini yang sama
pada tahun berjalan.

24
Universitas Sumatera Utara

2.8 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu tentang faktor-faktor yang menjadi pertimbangan
auditor dalam memberikan opini audit going concern pada perusahaan diringkas
dalam tabel 2.1 sebagai berikut ini:

Tabel 2.1
Ringkasan Ringkasan Penelitian Terdahulu
Peneliti
Judul
(Tahun)
Penelitian
Ramadhany Analisis
(2004)
Faktor-Faktor
yang
Mempengaruhi
Penerimaan
Opini Going
Concern pada
Perusahaan
Manufaktur
yang
Mengalami
Financial
Distress di
Bursa Efek
Jakarta

Variabel
Dependen
Independen
Penerimaan Komisaris independen
opini audit
dalam komite audit,
going
debt default, kondisi
concern
keuangan, laporan
audit sebelumnya,
ukuran perusahaan,
skala auditor

Mirna dan
Indira
(2007)

Penerimaan
opini audit
going
concern

Analisis
Pengaruh
Kualitas Audit,
Debt Default,
dan Opinion
Shopping
Terhadap
Penerimaan
Opini Going
Concern

Independen: Kualitas
Audit, Debt default,
Opinion Shopping

Hasil
Penelitian
debt default,
kondisi
keuangan, dan
opini tahun
sebelumnya
berpengaruh
signifikan
terhadap opini
going concern.
Komisaris
independen
dalam komite
audit tidak
berpengaruh
pada opini
going concern
Debt default
secara
signifikan
berpengaruh
positif
terhadap going
concern.
Sedangkan
kualitas audit,
opinion
shopping tidak
berpengaruh
signifikan dan

25
Universitas Sumatera Utara

Januarti
(2008)

Analisis
Pengaruh
Faktor
Perusahaan,
Kualitas
Auditor,
Kepemilikan
Perusahaan
Terhadap
Penerimaan
Opini Audit
Going Concern
(Perusahaan
Manufaktur
Yang Terdaftar
di Bursa Efek
Indonesia)

Penerimaan
opini audit
going
concern

Santoso
dan Wedari
(2007)

Analisis
Faktor-Faktor
yang
Mempengaruhi
Kecenderungan
Penerimaan
Opini Audit
Going Concern

Penerimaan
opini audit
going
concern

negatif
terhadap going
concern.
financial distress, debt debt default,
default, ukuran
ukuran
perusahaan, audit lag, perusahaan,
opini
pergantian
sebelumnya,pergantian auditor, opini
auditor, kualitas audit, sebelumnya,
opinion shopping,
dan kualitas
kepemilikan
audit
manajerial dan
berpengaruh
institusional
signifikan
terhadap opini
going concern.
Financial
distress, audit
lag, opinion
shopping,
kepemillikan
manajerial dan
institusional
tidak
berpengaruh
terhadap opini
going concern
Kualitas audit, kondisi Kualitas audit
keuangan, laporan
dan
audit tahun
pertumbuhan
sebelumnya, dan
perusahaan
pertumbuhan
tidak
perusahaan, dan
mempengaruhi
ukuran perusahaan
opini going
concern,
ukuran
perusahaan dan
kondisi
keuangan
perusahaan
berpengaruh
secara negatif
terhadap opini
going concern.
Sebaliknya,
opini going
concern tahun

26
Universitas Sumatera Utara

sebelumnya
berpengaruh
positif
terhadap opini
going concern.

Pada penelitian, Ramadhany (2004) menunjukkan bahwa debt default,
kondisi keuangan, dan opini tahun sebelumnya berpengaruh signifikan terhadap
opini going concern. Dan komisaris independen dalam komite audit tidak
berpengaruh pada opini going concern.
Pada penelitiannya, Januarti (2008) menunjukkan bahwa kualitas audit,
debt default, opini sebelumnya, ukuran perusahaan, dan pergantian auditor
berpengaruh signifikan terhadap opini going concern, tetapi financial distress,
audit lag, opinion shopping, kepemilikan manajerial dan institusional tidak
berpengaruh terhadap opini going concern.
Maka dari penjelasan diatas. Penulis tertarik untuk membuat penelitian
dengan judul “Pengaruh pengaruh opinion shopping, corporate governance, dan
debt default terhadap penerimaan opini going concern perusahaan manufaktur
yang terdaftar di BEI”.

2.9. Kerangka Konseptual
Berdasarkan urutan teoritis dan tinjauan penelitian terdahulu, maka
variabel independen penelitian adalah opinion shopping, corporate governance
dan debt default. Sedangkan variabel dependennnya adalah opini going concern
yang diterima. Hubungan antara opinion shopping, corporate governance dan

27
Universitas Sumatera Utara

debt default terhadap penerimaan opini going concern dapat digambarkan dalam
kerangka sebagai berikut:
Variabel Independen
Opinion Shopping
(X1)

Variabel Dependen

H1

Corporate Governance
KomiteAudit
Audit
Komite
(X2)
(X2)

H2

Kepemilikan
terpusat
Kepemilikan
Manajerial
(X3)
(x3)

H3

Kepemilikan Manajerial

H4

Kepemilikan Terpusat
(x4)
(X4)

Penerimaan
Opini
Going
Concern
(Y)

Debt Default
(X5)
Kualitas Audit
(X6)
Opini Audit Tahun
Sebelumya
(X7)

H5

H6

H7

Gambar 2.2
Gambar Kerangka Konseptual

Dari kerangka konseptual diatas, diketahui bahwa dalam penelitian ini, yang
merupakan variabel independen adalah opinion shopping, mekanisme corporate

28
Universitas Sumatera Utara

governance (komite audit, kepemilikan terpusat, dan kepemilikan manajerial) debt
default, kualitas audit dan opini audit tahun sebelumnya; sedangkan variabel
dependennya adalah penerimaan opini going concen.
2.10 Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban atau dugaan sementara terhadap suatu
masalah yang dihadapi yang masih akan diuji kebenarannya lebih lanjut mengenai
analisas data yang relevan dengan masalah yang terjadi.
Menurut Erlina (2007) hipotesis adalah proporsi yang dirumuskan dengan
maksud untuk diuji secara empiris, hipotesis merupakan dugaan atau jawaban
sementara terhadap masalah yang akan diuji kebenarannya melalui analisis data
yang relevan dan kebenarannya akan diketahui setelah dilakukan penelitian. Dari
kerangka konseptual dan tinjauan teoritis tersebut, maka peneliti mengajukan
hipotesis sebagai berikut:
Hubungan Opinion Shopping dengan Penerimaan Opini Going Concern
Jika dikaitkan denngan teori agensi, maka agen biasanya menggunakan
pergantian auditor untuk menghindari penerimaan opini audit going concern
(Teoh, 1992) dalam Januarti (2009). Jadi pelaporan dalam opinion shopping
dimaksudkan untuk meningkatkan hasil operasi atau kondisi keuangan perusahaan
sehingga terhindar dari opini audit going concern. Januarti (2009) menyatakan
bahwa opinion shopping tidak signifikan tetapi tandanya sama dengan yang
diprediksikan (negatif) jadi auditee yang menerima opini audit going concern
tidak akan berganti auditor.

29
Universitas Sumatera Utara

Januarti dan Praptitorini (2007) menyatakan bahwa tujuan pelaporan
dalam opinion shopping dimaksudkan untuk meningkatkan (memanipulasi) hasil
operasi atau

kondisi keuangan perusahaan

sehingga opinion

shopping

menyebabkan dampak negatif. Lennox (2000) menggunakan model pelaporan
audit untuk memprediksi opini dan menguji dampaknya pada pergantian auditor.
Hasil dari metode ini berkesimpulan bahwa perusahan-perusahaan di Inggris
melakukan praktik opinion shopping. Ketika perusahaan menerima opini audit
tahun sebelumnya dengan modifikasi (opini going concern) maka tahun
berikutnya akan berupaya untuk memperoleh opini yang lebih bagus. Upaya yang
dilakukan adalah mengganti auditor. Harapan perusahaan adalah ketika mengganti
auditornya maka opini yang akan diperoleh adalah wajar tanpa pengecualian.
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka hipotesis yang akan diuji adalah:
H1 : Opinion shopping berpengaruh negatif terhadap kemungkinan
penerimaan opini audit going concern.
Hubungan Corporate Governance dengan Penerimaan Opini Going concern
Tujuan dari good corporate governance adalah untuk menciptakan nilai
tambah bagi semua pihak yang berkepentingan. Keberadaan komite audit dinilai
berpengaruh pada perusahaan karena laporan keuangan yang disajikan akan
menjadi lebih berkualitas sehingga akan menerima opini yang wajar dan non
going concern dari auditor. Kepemilikan manajerial meliputi pemegang saham
yang memiliki kedudukan dalam perusahaan sebagai kreditur maupun sebagai
dewan komisaris, atau bisa dikatakan kepemilikan manajerial merupakan saham
yang dimiliki oleh dewan komisaris dan dewan direksi perusahaan. Semakin besar

30
Universitas Sumatera Utara

persentase kepemilikan manajerial dinilai dapat mempengaruhi kemungkinan
penerimaan opini audit going concern. Kepemilikan terpusat merupakan suatu
kondisi dimana sejumlah kecil pemilik memiliki porsi kepentingan yang besar
dalam perusahaan. Kepemilikan terpusat juga dinilai mampu mempengaruhi
kemungkinan penerimaan opini going concern. Berdasarkan penjelasan tersebut,
maka hipotesis yang akan diuji adalah:
H2 : Komite audit berpengaruh negatif terhadap penerimaan opini audit
going-concern pada perusahaan manufaktur.
H3 : Kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap penerimaan
opini audit going-concern pada perusahaan manufaktur.
H4 : Kepemilikan terpusat berpengaruh negatif terhadap penerimaan opini
audit going-concern pada perusahaan manufaktur.
Hubungan Debt Default dengan Penerimaan Opini Going Concern
Apabila perusahaan gagal dalam membayar utang (debt default) maka
kelangsungan usahanya menjadi diragukan, oleh sebab itu kemungkinannya
auditor akan memberi opini audit going concern. Keadaan default dapat dilihat
dari tidak dipenuhinya syarat-syarat perjanjian hutang atau tidak melakukan
pembayaran sesuai jadwal hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan memiliki
masalah dengan keuangan. Ramadhany (2004) menunjukkan bahwa variabel debt
default, berpengaruh terhadap penerimaan opini going concern. Hasil penelitian
tersebut konsisten dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Chen dan
Church (1992), Mutchler et al. (1997), Carcello et al. (1992). Penelitian Chen dan
Church (1992) menemukan bukti yang kuat antara pemberian status debt default

31
Universitas Sumatera Utara

dengan masalah going concern. Berdasarkan penjelasan tersebut hipotesis yang
akan diuji sebagai berikut:
H5 : Debt default berpengaruh positif terhadap kemungkinan penerimaan
opini audit going concern.
Hubungan Kualitas Audit dengan Penerimaan Opini Going Concern
Ruiz et al. (2004) meneliti pengaruh kualitas audit terhadap keputusan going
concern. Dalam penelitiannya Ruiz et al. (2004) menggunakan reputasi auditor
sebagai proksi kualitas audit. Proksi lain dari kualitas audit adalah industry
specialization. Mayangsari (2003) menggunakan industry specialization sebagai
proksi kualitas audit dengan mengacu penelitian Craswell et al. (1995), yaitu
auditor yang spesialis akan lebih paham terhadap risiko dari industri tersebut
sehingga dimungkinkan auditor tersebut akan lebih dapat memberikan keputusan
yang tepat ketika memberikan opini going concern.
H6 : Kemungkinan pemberian opini audit going concern adalah lebih besar
untuk perusahaan dengan auditor spesialis dibanding auditor non-spesialis.
Hubungan Opini Audit Tahun Sebelumnya dengan Penerimaan Opini Going
Concern
Opini audit diterima suatu perusahaan di tahun sebelumnya menjadi salah
satu pertimbangan auditor dalam memberikan opini audit perusahaan. Santosa
(2007) memberikan bukti bahwa setelah auditor mengeluarkan opini audit going
concern, perusahaan harus menunjukkan peningkatan keuangan yang signifikan
untuk memperoleh opini bersih di tahun berikutnya, atau perusahaan dalam
menerima kembali opini audit going concern. Mutcler (1984) melakukan

32
Universitas Sumatera Utara

penelitian dengan mewawancarai praktisi auditor yang menyatakan bahwa
perusahaan yang menerima opini audit going concern pada tahun sebelumnya
lebih cenderung untuk menerima opini yang sama pada tahun berjalan. Penelitian
Carcello (2000) dan Ramadhany (2004) memperkuat bukti mengenai opini audit
going concern yang diterima sebelumnya dengan opini audit tahun berjalan. Jika
tahun sebelumnya perusahaan menerima opini audit going concern, maka
kemungkinan besar auditor akan menerbitkan kembali opini audit going concern
di tahun berikutnya.
H6 : Opini audit tahun sebelumnya berpengaruh positif terhadap
penerimaan opini audit going concern.

33
Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Analisis Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Opini Audit Going Concern Terhadap Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI

3 11 119

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KECENDERUNGAN PENERIMAAN OPINI AUDIT GOING CONCERN Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecenderungan Penerimaan Opini Audit Going Concern pada Perusahaan Manufaktur (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di

0 2 24

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN OPINI AUDIT GOING CONCERN PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penerimaan Opini Audit Going Concern Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 3 18

FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KECENDERUNGAN PENERIMAAN OPINI AUDIT GOING CONCERN PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Kecenderungan Penerimaan Opini Audit Going Concern Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa E

0 2 15

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN OPINI AUDIT GOING CONCERN PADA PERUSAHAAN Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penerimaan Opini Audit Going Concern Pada Perusahaan Manufaktur (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur di BEI Tahun

0 1 14

Analisis Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Opini Audit Going Concern Terhadap Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI

0 0 14

Analisis Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Opini Audit Going Concern Terhadap Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI

0 0 3

Analisis Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Opini Audit Going Concern Terhadap Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI

0 0 8

Analisis Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Opini Audit Going Concern Terhadap Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI

0 0 4

Analisis Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Opini Audit Going Concern Terhadap Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI

0 0 19