Ketidakseimbangan Vegetatif

KETIDAKSEIMBANGAN VEGETATIF
Wika Hanida Lubis, Habibah Hanum Nasution, Ayu Nurul Zakiah
Divisi Psikosomatik Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Pendahuluan
Fungsi vegetatif adalah proses pada tubuh yang prosesnya paling banyak berkaitan
langsung dengan pertahanan hidup. Hal ini termasuk nutrisi, metabolik, dan fungsi endokrin
termasuk makan, tidur, menstruasi, fungsi usus, aktivitas kandung kemih, dan aktivitas seksual.
Fungsi ini dapat terganggu oleh berbagai status psikologis.1
Sistem saraf vegetatif mengontrol fungsi vital, fungsi-fungsi tersebut untuk kehidupan
dan mempertahankan keseimbangan internal termasuk detak jantung, respirasi, tekanan darah,
digesti dan metabolisme. Organ lain juga atau sistem organ dipengaruhi oleh sistem saraf
vegetatif, termasuk organ seksual, endokrin dan eksokrin seperti kelenjar keringat, sistem
pembuluh darah (tekanan darah) dan otot mata dalam (respon pupil). 2
Sindrom ketidakseimbangan vegetatif ( Vegetatif Imbalance) atau distonia vegetatif terdiri
atas gejala dan keluhan subjektif yang sangat beraneka ragam dan melibatkan beberapa organ
tubuh atau mungkin hanya beberapa sistem organ saja. Keluhan berkisar antara sakit kepala,
pusing, debar; sinkop, banyak berkeringat, debar-debar jantung, rasa sakit dan menekan di
daerah jantung, sesak napas, gangguan pada lambung dan usus, diare, anoreksia, kaki tangan
dingin dan kesemutan, merasa dingin atau panas seluruh tubuh badan, urtikaria dan masih

banyak lagi.3
Yang khas ialah bahwa pada distonia yang murni tidak ditemukan kelainan-kelainan
patologis yang dapat menerangkan gejala-gejala yang luas itu. Seringkali keluhan dapat
berpindah dari satu sistem organ ke sistem yang lain, untuk kemudian menghilang dalam waktu
yang singkat tanpa adanya kelainan patologi organik pada organ-organ tersebut. Keluhan dan
gejala yang awalnya bersifat fungsional dalam jangka waktu cukup lama akhirnya
mengakibatkan kelainan organik juga.3
1

Sindrom dengan keluhan dan gejala yang berubah-ubah, meluas, berpindah-pindah,
hilang timbul, disebabkan oleh gangguan pada sistem saraf autonom vegetatif, yaitu sistem saraf,
yang khusus mengatur dan memelihara fungsi organ-organ tubuh. Dikenal 2 sistem saraf, a).
sistem saraf serebrospinal, yang mengatur dan memelihara hubungan antara organisme dengan
dunia luar sekitar kita, dan b) sistem saraf vegetatif autonom, yang mengatur faal masing-masing
organ tubuh, kerja sama antara organ-organ, menyesuaikan faal organ-organ menurut kebutuhan,
singkatnya menjamin kelangsungan hidup organisme. Walaupun kedua sistem saraf ini berfungsi
terpisah, namun untuk fungsi optimal tubuh, harus ada kerja sama yang erat antara keduanya.3
Peningkatan atau penurunan pada simptom emosional sering diikuti oleh perubahan yang
bersamaan pada fungsi vegetatif yang terganggu. Dikarakteristikkan, peningkatan stres
emosional berhubungan dengan peningkatan disfungsi vegetatif.1

Patofisiologi
Faal sistem saraf vegetatif autonom ialah mengatur dan mempertahankan lingkungan
(milieu) khusus untuk penghidupan dan fungsi optimal sel-sel parenkim masing-masing organ
dan constante milieu interieur (Cl Bernard) ini dipertahankan terhadap pengaruh-pengaruh,
perubahan-perubahan dan gangguan-gangguan dari dunia luar (homeostasis menurut Connon).
Gangguan yang mungkin timbul dari dunia luar seperti iklim, infeksi, intoksikasi, trauma,
konflik psikis atau hanya merupakan ritme faal organisme sehari-hari seperti tidur-sadar, kerjaistirahat, atau ritme kehidupan pertumbuhan kedewasaan senilitas.3
Untuk mengemban tugas-tugas ini tersedia sistem saraf autonom vegetatif untuk
penyesuaian cepat terhadap perubahan-perubahan keadaan atau beban baru, sedang di samping
itu masih ada sistem hipofisik kelenjar endokrin yang mensekresi hormon-hormon masuk ke
sirkulasi darah dan melalui humoral mengubah faal organ sebagai penyesuaian dalam jangka
waktu panjang.3,4
Penelitian neurologi modern membuat ini lebih mudah untuk dimengerti bagaimana
konflik emosional dapat menyebabkan perubahan pada fungsi vegetatif. Beberapa sirkuit neuron
yang mengontrol emosi berpusat di sistem limbik otak.1 Sistem limbik ini merupakan pusat
kontrol emosi, terdiri dari thalamus, hipothalamus, amigdala dan kelenjar pituitary.4 Memiliki
beberapa jalur yang menghubungkan ke pusat otonom di hipotalamus. Ketika stress emosional
2

memicu meningkatnya aktivitas sistem limbik, penghubung neuron sebagai transmisi dari

aktivitas yang meningkat ini ke area hipotalamus yang mengontrol fungsi otonom. Perubahan
pada keluaran dari pusat autonom ini melewati sistem saraf autonom ke organ seperti usus dan
kandung kemih. Sepertinya, plasma, hipertensi, ulkus peptikum, dan gangguan psikofisiologik
lainnya adalah sebagai hasil, paling tidak bagian, dari aktivitas berlebihan dari sistem saraf
otonom yang berlangsung lama pada berbagai organ.1
Pada manusia dapat dibedakan 2 fase dalam irama vegetatif sehari-hari yaitu tahap
disimiliasi dengan mempergunakan dan melepaskan energi, dan tahap disimilasi yang
mengumpulkan kembali energi. Tahap disimiliasi mengeluarkan energi, bersifat katabolik
dengan metabolisme negatif. sedang tahap asimilasi mengumpulkan kembali energi dan bersifat
anabolik dengan metabolisme positif.3


Kita mengenal 2 komponen pengatur yang saling berlawanan pada sistem vegetatif :



melepaskan energi.

Sistem simpatik ergotrop untuk melakukan usaha, prestasi dengan mempergunakan dan


Sistem parasimpatik trofotrop untuk istirahat dan pemulihan kembali cadangan energi di
badan.
Dengan kerja sama kedua sistem ini, terpeliharalah kesimbangan yang dinamik, suatu

keseimbangan vegetatif, yang secara optimal dapat menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap
perubahan kebutuhan setiap saat.3
Anatomi sistem saraf autonom-vegetatif terdiri atas sentra-sentra vegetatif di korteks
serebri, dan di mesensefalon dan diensefalon, nukleus vegetatif di medulla oblongata, di medulla
spinalis sebagai sentra vegetatif spinal, ganglia dan parasimpatik di saraf perifer. Akhirnya seratserat simpatik dan parasimpatik memasuki sistem-sistem organ perifer di seluruh tubuh dan
berakhir sebagai anyaman-anyaman yang halus, yang mengitari dan menyelubungi sel-sel
parenkim maupun kelenjar-kelenjar atau sel-sel epitel.3
Sistem limbik yang anatomi terletak dirinensefalon dan terdiri dari hipokampus, girus
singuli dan nukleus amigdala, merupakan sentrum integrasi untuk emosi. Sistem ini berhubungan
dengan hipotalamus, yang merupakan pusat sistem saraf autonom-vegetatif. Demikian pula pusat
intelek di korteks serebri berhubungan erat dengan hipotalamus. Farmasio retikularis yang
mengatur kesadaran dan irama tidur juga erat berkomunikasi dengan hipotalamus. Dengan
3

hipofisis sebagai pusat sistem endokrin, ada hubungan timbal balik dengan sentrum vegetatif
tersebut, maka hipotalamus merupakan sentrum koordinasi antara proses-proses vegetatif dengan

proses-proses emosi dan intelek, sedang dengan hipofisis terjalin kerjasama antara vegetativum
dengan sistem endokrin. Tergantung dari sentra-sentra yang berperan, ketidakseimbangan
vegetatif dinamakan gangguan psikovegetatif atau gangguan psikoneuro endokrinologis. 3
Sentra vegetatif yang lebih tinggi tidak selalu menguasai sentra yang lebih rendah yang
terakhir mempunyai autonomi yang terbatas dan biasanya memang ada kerja sama timbal balik
di perifer antara sentra vegetatif di pusat dan di perifer. Ada antagonisme yang ketat antara
sistem simpatik dan parasimpatik. Pada satu saat salah satu sistem berada dalam keadaan
hipersensitif: hipersensitivitas simpatik dinamakan simpatikotoni, sedang hipersensitivitas
parasimpatik dinamakan parasimpatikotoni atau vegotoni.3
Gejala-gejala pada simpatokotoni semula diterangkan sebagai akibat turunnya ambang
rangsang autonom-vegetatif diterangkan dengan gangguan konduksi impuls saraf di celah sinaps
neuron yang disebabkan oleh gangguan saluran neurotransmitter amin biogenik.3
Hampir semua organ dipersarafi melalui simpatetik antagonis fungsional dan
parasimpatetik dari sistem saraf otonom. Keseimbangan aktivitas yang terganggu dari keduanya
menghasilkan disfungsi viseral. Karena berbagai alasan, namun, harmoni yang seimbang ini
mungkin bergeser mendukung satu atau divisi lain dan menciptakan malfungsi viseral. Sachs
menyatakan bahwa setiap kondisi patologis jelas dikaitkan dengan gangguan pada sistem saraf
otonom.5

Manifestasi Klinis

Pada keadaan gangguan kesimbangan saraf autonom vegetatif, konflik emosi yang timbul
diteruskan melalui korteks serebri ke sistem limbik kemudian hipotalamus dan akhirnya ke
sistem saraf autonom vegetatif. Gejala klinis yang timbul dapat berupa hipertoni simpatik,
hipotoni simpatik, hipertoni parasimpatik, ataksi vegetatif yaitu bila koordinasi antara simpatik
dan parasimpatik sudah tidak ada lagi dan amfotoni bila gejala hipertoni simpatik dan
parasimpatik terjadi silih berganti.5 Jika disusun menurut sistem organ, gejala-gejala
ketidakseimbangan vegetatif dibagi ke dalam yang berikut :
4

a. Gejala Simpatokotoni
Gejala simpatis tersebar luas. Melalui persarafan pembuluh darah, serat simpatik
mencapai setiap jaringan tubuh. Hal ini mengontrol diameter pembuluh darah, struktur
subdermal, otot jantung, sistem sfingter usus dan saluran kemih, dan bagian dari kandung kemih
dan organ-organ reproduksi; simpatis juga menghambat banyak struktur di kepala dan dada; dan
mencapai otot sistem usus dan kelenjar. 6
Sistem saraf simpatis bertanggung jawab terhadap respon yang berhubungan dengan
respon fight-or-flight. Melalui pelepasan substansi yang disebut katekolamin, epinefrin
(adrenalin) dan norepinefrin (noradrenalin), pada banyak sinaps saraf, beberapa kejadian yang
terjadi pada beberapa jaringan organ untuk mempersiapkan tubuh untuk perubahan metabolik
yang cepat dan pergerakan fisik.4

Individu dengan simpatikotoni cenderung tinggi dan kurus, aktif, tidak sabar, pembicara
yang cepat, pemberi keputusan yang impulsif, mental waspada, gugup, mudah marah atau takut,
hipersensitif terhadap rasa sakit, suka akan petualangan yang seru, dan agresif secara seksual.
Emosional yang kuat disertai dengan pupil dilatasi, tenggorokan kering, vasokonstriksi perifer,
tekanan darah tinggi, vena membengkak di leher, peningkatan sekresi adrenal, peningkatan gula
darah, produksi panas meningkat, berkeringat, peningkatan nadi dan nafas, anoreksia dan
memperlambat proses pencernaan sehingga energi tubuh dapat berkumpul di perifer.6 Fase ini
disebut fase aktif-konflik yang juga disebut dengan fase ‘dingin’, karena selama stress pembuluh
darah konstriksi menyebabkan tangan dan kaki dingin, kulit dingin, menggigil atau keringat
dingin.7 Karena ini, individu dapat berada dalam bahaya yang melelahkan sistem saraf simpatik
menyebabkan sindrom deplesi seperti tekanan darah rendah atau gangguan saraf. Sindrom
ansietas umum terjadi. Respon pertahanan biasanya aktif (misalnya, cepat demam pada sedikit
provokasi).6
Sistem Saraf Pusat 3
Kesadaran menjadi optimal dengan fungsi-fungsi psikis yang tertinggi; intelek, emosi,
bekerja optimal. Panca indera; penglihatan, pendengaran, sensibilitas kulit, penciuman, menjadi
lebih sensitif.

5


Sistem Kardiovaskular
Akibat pelepasan epinefrin dan norepinefrin sehingga menyebabkan peningkatan nadi
yang menjadi cepat, tekanan darah dan volume semenit darah naik, sirkulasi darah dan
oksigenasi jaringan tubuh menjadi optimal.3,4 Memang simpatikotoni dipergunakan untuk
melakukan suatu effort, baik jasmani maupun psikis.3
Traktus Digestivus
Pada sistem gastrointestinal justru terjadi kenaikan ambang rangsang, sehingga
ditemukan gejala-gejala sebagai berikut : peristaltik dan sekrsi kelenjar-kelenjar digestif
berkurang. Selama berlangsungnya simpatikotonus pencernaan dan pengumpulan bahan gizi
protein, lemak dan kalori, yang menjadi sumber energi, menjadi kurang.3 Dengan demikian
simpatikotoni bersifat katabolik, dimana banyak metabolit dipecah untuk energi sehingga
penggunaan energi bertambah, sedang energy-uptake berkurang.3,4
b. Gejala Parasimpatikotoni
Parasimpatetik mengaktifkan otot-otot intrinsik mata, kelenjar kepala perifer, kelenjar
paru-paru, seluruh sistem usus, dan otot kandung kemih; hal ini menghambat jantung; dan
memberikan vasodilatasi dalam banyak struktur (terutama kepala dan penis). 6
Individu dengan parasimpatikotoni, sebaliknya, cenderung membentuk lemak yang
berlebihan, menikmati makanan enak dan nyaman, metabolisme yang lambat, lambat dalam
tindakan, sabar dalam mencoba situasi, butuh tetapi tidak menyukai olahraga, memiliki kesulitan
dalam mengambil keputusan, dan nonasertif sosial. Depresi sering terjadi. Respon pertahanan

mereka lamban, dan cenderung mendapatkan penyakit kronis dan kelelahan umum yang
berkepanjangan.6
Gejala-gejala parasimpatikotoni disebabkan karena naiknya ambang rangsang. Gejalagejalanya ialah sebagai berikut :

Sistem Saraf Pusat
Ada kecenderungan kesadaran menurun dan fungsi-fungsi psikis tertinggi berkurang.
Memang selama berlangsungnya tonus ini organisme beristirahat atau tidur. Dengan naiknya

6

ambang rangsang, panca indera tidak begitu sensitif lagi, sehingga organisme kurang dapat
gangguan dari dunia sekitarnya.3
Sistem Kardiovaskular
Dengan melambatnya nadi, turunnya tekanan darah dan berkurangnya sirkulasi darah,
manusia dapat istirahat, bersantai atau tidur.3,4

Traktus Digestivus
Pada sistem terjadi penurunan ambang rangsang, maka dengan bertambahnya peristaltik,
sekresi asam lambung dan kelenjar-kelenjar digestif menjadi optimal. Pengumpulan sumber
energi dari protein, lemak dan karbohidrat menjadi optimal pula. Dengan demikian

parasimpatikotoni sifatnya anabolik, penghimpunan energi melebihi penggunaan energi.3,4
Dalam kehidupan sehari-hari simpatikotoni dan parasimpatikotoni saling berganti, siang
hari terutama tonus simpatis dan malam hari parasimpatis. Irama tiap hari ini merupakan
manifestasi keseimbangan vegetatif. Bila suatu tonus oleh karena sebab berlangsung terlampau
lama atau terlampau intensitas maka tonus yang lainnya tidak dapat mengimbangi dan terjadi
suatu keadaan patologis, yang dinamakan ketidakseimbangan vegetatif. Dari sudut terapi
diusahakan untuk membuat perumusan klinis ketidakseimbangan vegetatif yang praktis.3
Hipertoni Simpatis3
Tonus simpatis yang berlebihan dan langsung terlampau lama mengakibatkan penurunan
ambang rangsang yang sangat banyak. Dibagi menurut sistem organ gejala-gejalanya ialah
sebagai berikut :

Sistem Saraf Pusat
Nervositas, tremor, pusing kepala, insomnia, murung, selalu merasa dingin, sehingga
harus berpakaian tebal, merasa masuk-angin.3
Kardiovaskular
Palpitasi, ekstrasistol, takikardia paroksismal, fibrilasi paroksismal, hipertensi ringan.3
7

Traktus Gastro-intestinal

Pada sistem digestif justru ditemukan kenaikan ambang rangsang yang kuat sekali;
peristaltik berkurang sekali sehingga terjadi obstipasi, sekresi zat digestif kelenjar lambung dan
usus sangat berkurang, sehingga menimbulkan hipoasiditas lambung. gangguan pencernaan,
dengan akibat pasien menjadi kurus dan lemah, juga karena anoreksia. Gejala-gejala agak
menyerupai hipertirodisme, tetapi disini pasien merasa kedinginan, sedang pada penyakit
Basedow mereka selalu kepanasan.3
c. Hipotoni Simpatis3
Bila hipotoni simpatik berlangsung cukup lama, pasien menjadi lemah dan letih, energi
cadangan sudah banyak kurang. Gejala-gejala seperti nervositas, tremor, pusing-pusing,
insomnia, lekas marah masih tetap ada, juga gejala-gejala gastrointestinal, tetapi perubahan
sirkulasi tidak nyata lagi; palpitasi, ekstrasistol, takikardia, kenaikan tekanan darah tidak tampak
lagi. Yang nyata ialah keadaan umum yang lemah, kahektik dengan keadaan gizi yang jelek.
Hipotoni simpatis ini dianggap sebagai keadaan dekompensasi simpatikus.
d. Hipertoni Parasimpatik atau Vagotoni3
Vagotoni umum meliputi seluruh badan yang jarang istirahat. lni disebabkan oleh sifat
desentralisasi sistem parasimpatik. Biasanya gejala-gejala terbatas pada satu sistem organ saja,
misalnya pada traktus digestivus saja : vomitus, kolik, hiperasiditas lambung, sebagian besar
gejala-gejala gastritis dan ulkus peptik. Pada paru-paru misalnya sindrom asma bronkial, pada
traktus urogenitalis berupa kolik, disuria, dismenorea.
e. Pseudo-vagotoni3
Sebenarnya pseudo-vagotoni ini ialah hipertoni simpatis. Gejala-gejala subjektif
nsomnia, anoreksia, nervositas lekas marah dan sebagainya masih ada, tetapi gejala lain menuju
ke vagotoni: sakit perut, diare, mual dan sebagainya.
f. Ataksi Vagetatif3
Di sini sudah terjadi runtuhnya koordinasi antara simpatik dan parasimpatikotoni dengan
terlihatnya kebersamaannya gejala kedua tonus tersebut. Di samping itu terjadi reaksi paradoksal
rangsang yang seharusnya menimbulkan gejala - gejala simpatis justru mengakibatkan gejala gejala vagotoni. Contohnya seorang yang ketakutan karena mengalami suatu bahaya, menderita

8

hipertoni simpatik : tremor palpitasi, keringat dingin. Seorang dengan reaksi paradoksal justru
menderita diare, sakit perut, buang kecil.
g. Amfotoni3
lni merupakan keadaan patologis dengan saling bergantinya sindrom simpatis dan
parasimpatis hipertoni sebagai etiologi ketidakseimbangan vegetatif telah disebut beberapa
kausa, antara lain :
lnfeksi. Tiap infeksi, baik akut maupun kronik sedikit banyak selalu disertai dengan gejala-gejala
ketidakseimbangan vegetatif: kegelisahan, tremor, keringatan, palpitasi, rasa takut, insomnia.
Sangat penting ialah peran infeksi menahun yang dinamakan focal infection . Infeksi fokal
biasanya terletak di leher; telinga, hidung dan gigi geligi, misalnya mastodistis, otitis, tonsilitis,
granuloma gigi, gangren, rahang dengan infeksi, semuanya yang bersifat menahun. Melalui
sistem saraf vegetatif fokus tersebut mengakibatkan distonia vegetatif, biasanya hipertonii
simpatik: insomnia, tremor takikardia, ekstrasistol tetapi juga vagotoni seperti asma bronkial.
Dengan sembuhnya infeksi atau ekstirpasi fokus, ketidakseimbangan vegetatif dapat
disembuhkan.3
Kelainan muskuloskeletal. Kolumna vertebralis, tulang-tulang skelet dan otot-otot dapat
menekan serat autonom vegetatif, hingga menimbulkan ketidakseimbangan autonom-vegetatif,
misalnya pada sindrom servikal. thoracic outlet syndrome.3
Kelainan psikis. Ketidakseimbangan vegetatif yang disebabkan olah kelainan psikis dinamakan
juga gangguan psikovegetatif (Joris). Trauma psikis, konflik-konflik kejiwaan, gangguan
depresi, psikosomatik (terutama depresi tersamar) sehingga dapat mengakibatkan gangguan
psikovegetatif.3

9

DAFTAR PUSTAKA

1. Griffin JB. Psychological Disturbances of Vegetatif Function. 2000;205;920-1
2. Lindner N. The Vegetatif Nervous Sistem : new approaches in the treatment of
symptoms relating to vital functions. 54 th International Congress for Bicom
Therapists. 2014;Vol 8;22-5
3. Budihalim S, Sukatman D, Mudjaddid E. Keseimbangan Vegetatif. Dalam : Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam FK UI, Jakarta 2013;471;3574-7
4. Physiology of stress. Jones and Bartlett Publishers. 2010;2;35-9
5. Hamer. The five biological laws. 2011:2-7
6. Schafer RC. Basic Principles of Chiropractic Neuroscience : Clinical Disorders and
The Autonomic Nervous Sistem.
7. Mudjaddid E, Shatri H. Gangguan Psikosomatik : Gambaran Umum dan
Patofisiologinya. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam FK UI, Jakarta
2013;470;3569-73

10