Makalah Perang Salib Sejarah Peradaban

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejarah Peradaban Islam memiliki banyak cerita di dalamnya. Cerita tentang
penyebaran, kebudayaan dan tokoh-tokoh yang berpengaruh. Dalam salah satu bab
menceritakan tentang Perang Salib. Sebagai gambaran, Perang Salib yang familiar bagi
kita adalah suatu perang keagamaan yang sangat terkenal. Jika kita pernah menonton film
Kingdom of Heaven, mungkin kita memiliki sedikit gambaran tentang Perang Salib ini.
Disebut Perang Salib karena para tentara atau pejuang Kristen ini menggunakan simbol
salib ditameng, baju, topi dan segala atribut berperangnya. Perang Salib ini terbagi atas
beberapa periode. Didalamnya, terdapat banyak tokoh-tokoh yang menarik cerita saat
pemimpin perang ini yang dapat menambah wawasan kita.

1.2 Rumusan Masalah
Setelah dipaparkan sedikit dalam latar belakang di atas, didapatlah rumusan masalah
yaitu:
1. Apa itu Perang Salib?
2. Apa yang menjadi latar belakang yang memicu terjadinya Perang Salib antara kaum
Muslim dan Kristen?
3. Bagaimana periodisasi Perang Salib?
4. Pengaruh apa yang menyebar setelah terjadinya Perang Salib?

5. Siapa sajakah tokoh-tokoh terkenal dalam Perang Salib?

[1]

BAB II
PERANG SALIB
2.1 Pengertian Perang Salib
Perang Salib (The Crusades) adalah gerakan umat Kristen di Eropa yang memerangi
umat Muslim di Palestina secara berulang-ulang mulai abad ke-11 sampai abad ke-13, dengan
tujuan untuk merebut Tanah Suci dari kekuasaan kaum Muslim dan mendirikan gereja dan
kerajaan Latin di Timur. Dinamakan Perang Salib, karena setiap orang Eropa yang ikut
bertempur dalam peperangan memakai tanda salib pada bahu, lencana dan panji-panji
mereka.
Istilah ini juga digunakan untuk ekspedisi-ekspedisi kecil yang terjadi selama abad
ke-16 di wilayah di luar Benua Eropa, biasanya terhadap kaum pagan dan kaum non-Kristiani
untuk alasan campuran; antara agama, ekonomi, dan politik. Skema penomoran tradisional
atas Perang Salib memasukkan 9 ekspedisi besar ke Tanah Suci selama Abad ke-11 sampai
dengan Abad ke-13. “Perang Salib” lainnya yang tidak bernomor berlanjut hingga Abad ke16 dan berakhir ketika iklim politik dan agama di Eropa berubah secara signifikan selama
masa Renaissance.
Perang Salib pada hakikatnya bukan perang agama, melainkan perang merebut

kekuasaan daerah. Hal ini dibuktikan bahwa tentara Salib dan tentara Muslim saling bertukar
ilmu pengetahuan.

2.2 Latar Belakang Penyebab Terjadinya Perang Salib
Terjadinya Perang Salib antara kedua belah pihak, Islam dengan Kristen disebabkan
oleh faktor-faktor utama yaitu agama, politik dan sosial ekonomi.
1. Faktor Agama
Pada tahun 1009, kalifah Bani Fatimiyah, Al-Hakim bi-Amr Allah memerintahkan
penghancuran Gereja Makam Kudus (Church of the Holy Sepulchre). Penerusnya
memperbolehkan Kekaisaran Byzantium untuk membangun gereja itu kembali dan
memperbolehkan para peziarah untuk berziarah di tempat itu lagi. Akan tetapi, banyak
laporan yang beredar di Barat tentang kekejaman kaum Muslim terhadap para
[2]

peziarah Kristen. Laporan yang didapat dari para peziarah yang pulang ini kemudian
memainkan peranan penting dalam perkembangan Perang Salib pada akhir abad itu.
Mereka merasa mendapat perlakuan jelek dari orang-orang Seljuk yang fanatic. Umat
Kristen merasa perlakuan para penguasa Dinasti Seljuk sangat berbeda dengan para
penguasa Islam lainnya yang pernah menguasai kawasan itu sebelumnya.
Sebelumnya, Paus Urbanus II memerintahkan untuk ekspedisi besar-besaran

atas permintaan Alexius I yang ingin merebut kembali Asia Kecil (Anatolia) yang
direbut Turki Utsmani. Semangat ini semakin besar tatkala Paus menerima berita
bahwa Khalifah  Abdul Hakim-yang menguasai Palestina saat itu-menaikkan pajak
ziarah ke Palestina bagi orang-orang Kristen Eropa. “Ini perampokan! Oleh karena
itu, tanah suci Palestina harus direbut kembali,” kata Paus. Disanalah kaum Kristen
merasa semakin sulit berziarah dan ingin merebut kembali daerah Palestina.

2. Faktor Politik

Kekalahan Bizantium (sejak tahun 330 M disebut Constantinopel atau sekarang
Istanbul Turki) tahun 1071 M di Manzikart (Malazkird atau Malasyird, Armenia) dan
Asia kecil jatuh ke bawah kekuasaan Seljuk, mendorong Kaisar Alexius I Comnenus
(Kaisar Constantinopel) meminta bantuan seperti yang sudah dipaparkan di atas
kepada Paus Urbanus II untuk mengembalikan kekuasaannya di daerah-daerah
pendudukan Dinasti Seljuk. Sementara itu, kondisi kekuasaan Islam sedang melemah
sehingga orang-orang Kristen di Eropa berani untuk ikut dalam Perang Salib. Dinasti
Fathimiyah dalam keadaan lumpuh dan kekuasaan Islam di Andalusia semakin goyah
dengan dikuasainya Toledo dan Sicilia oleh Kristen Spanyol.

3. Faktor Sosial Ekonomi


Pedagang-pedangan besar di pantai timur Laut Tengah, terutama yang berada di kota
Venezia, Genoa dan Pisa berambisi untuk menguasai kota-kota dagang di sepanjang
pantai timur dan selatan Laut Tengah sehingga rela menanggung sebagian dana
Perang Salib. Apabila pihak Kristen Eropa menang, mereka menjadikan kawasan itu
sebagai pusat perdagangan mereka. Stratifikasi sosial masyarakat Eropa terdiri dari
tiga kelompok yaitu kaum gereja, kaum bangsawan dan ksatria dan rakyat jelata.
[3]

Ketika rakyat jelata dimobilisasi oleh pihak gereja untuk ikut Perang Salib dijanjikan
kebebasan dan kesejahteraan yang lebih baik bila menang perang, mereka menyambut
secara spontan dan berduyun-duyun terlibat dalam perang itu.
Saat itu, di Eropa berlaku hukum waris bahwa anak tertua yang berhak menerima
harta warisam, apabila anak tertua meninggal maka harta warisan harus diserahkan
kepada gereja. Oleh karena itu, populasi orang miskin meningkat sehingga anak-anak
yang miskin beramai-ramai mengikuti seruan mobilisasi umum Perang Salib dengan
harapan mendapatkan perbaikan ekonomi.

Pada tahun 1063, Paus Alexander II memberikan restu kepausan bagi
kaum Kristen Iberia untuk memerangi kaum Muslim. Paus memberikan baik restu

kepausan standar maupun pengampunan bagi siapa saja yang terbunuh dalam
pertempuran

tersebut.

Maka,

permintaan

yang

datang

dari Kekaisaran

Byzantium yang sedang terancam oleh ekspansi kaum MuslimSeljuk, menjadi
perhatian semua orang di Eropa. Hal ini terjadi pada tahun 1074, dari Kaisar Michael
VII kepada Paus Gregorius VII dan sekali lagi pada tahun 1095, dari Kaisar Alexius I
Comnenus kepada Paus Urbanus II.
Seorang tentara Salib, sesudah memberikan sumpah sucinya, akan menerima

sebuah salib dari Paus atau wakilnya dan sejak saat itu akan dianggap sebagai “tentara
gereja”. Hal ini sebagian adalah karena adanya Kontroversi Pentahbisan, yang
berlangsung mulai tahun 1075 dan masih berlangsung selama Perang Salib Pertama.
Karena kedua belah pihak yang terlibat dalam Kontroversi Pentahbisan berusaha
untuk menarik pendapat publik, maka masyarakat menjadi terlibat secara pribadi
dalam pertentangan keagamaan yang dramatis. Hasilnya adalah kebangkitan semangat
Kristen dan ketertarikan publik pada masalah-masalah keagamaan. Hal ini kemudian
diperkuat oleh propaganda keagamaan tentang Perang untuk Keadilan untuk
mengambil kembali Tanah Suci – yang termasuk Yerusalem (dimana kematian,
kebangkitan dan pengangkatan Yesus ke Surga terjadi menurut ajaran Kristen)
dan Antiokhia (kota Kristen yang pertama) - dari orang Muslim. Selanjutnya,
“Penebusan Dosa” adalah faktor penentu dalam hal ini. Ini menjadi dorongan bagi
setiap orang yang merasa pernah berdosa untuk mencari cara menghindar dari
kutukan abadi di Neraka. Persoalan ini diperdebatkan dengan hangat oleh para tentara
[4]

salib tentang apa sebenarnya arti dari “penebusan dosa” itu. Kebanyakan mereka
percaya bahwa dengan merebut Yerusalem kembali, mereka akan dijamin masuk
surga pada saat mereka meninggal dunia. Akan tetapi, kontroversi yang terjadi adalah
apa sebenarnya yang dijanjikan oleh paus yang berkuasa pada saat itu. Suatu teori

menyatakan bahwa jika seseorang gugur ketika bertempur untuk Yerusalemlah
“penebusan dosa” itu berlaku. Teori ini mendekati kepada apa yang diucapkan oleh
Paus Urbanus II dalam pidato-pidatonya. Ini berarti bahwa jika para tentara salib
berhasil merebut Yerusalem, maka orang-orang yang selamat dalam pertempuran
tidak akan diberikan “penebusan”. Teori yang lain menyebutkan bahwa jika seseorang
telah sampai ke Yerusalem, orang tersebut akan dibebaskan dari dosa-dosanya
sebelum Perang Salib. Oleh karena itu, orang tersebut akan tetap bisa masuk Neraka
jika melakukan dosa sesudah Perang Salib. Seluruh faktor inilah yang memberikan
dukungan masyarakat kepada Perang Salib Pertama dan kebangkitan keagamaan pada
abad ke-12.

2.3 Periodisasi Perang Salib
Dikutip dari Wikipedia terdapat empat periodisasi Perang Salib, yakni Perang Salib I,
perang Salib II, Perang Salib III dan Perang Salib IV.
2.3.1 Perang Salib I
Pada musim semi tahun 1095 M, 150.000 orang Eropa, sebagian besar
bangsa Perancis dan Norman,

berangkat


menuju Konstantinopel,

kemudian

ke Palestina. Tentara Salib yang dipimpin oleh Godfrey, Bohemond, dan Raymond ini
memperoleh kemenangan besar. Pada tanggal 18 Juni 1097 mereka berhasil
menaklukkan Nicea dan tahun 1098 M menguasai Raha (Edessa). Di sini mereka
mendirikan County Edessa dengan Baldwin sebagai raja. Pada tahun yang sama
mereka dapat menguasai Antiokhia dan mendirikan Kepangeranan Antiokhia di
Timur, Bohemond dilantik menjadi rajanya. Mereka juga berhasil menduduki Baitul
Maqdis (Yerusalem) pada 15 Juli 1099 M dan mendirikan Kerajaan Yerusalem dengan
rajanya, Godfrey. Setelah penaklukan Baitul Maqdis itu, tentara Salib melanjutkan
ekspansinya. Mereka menguasai kota Akka (1104 M), Tripoli (1109 M) dan
kota Tyre (1124 M). Di Tripoli mereka mendirikan County Tripoli, rajanya adalah
Raymond.
[5]

Selanjutnya, Syeikh Imaduddin Zengi pada tahun 1144 M, penguasa Mosul dan Irak,
berhasil menaklukkan kembali Aleppo, Hamimah, dan Edessa. Namun ia wafat tahun
1146 M. Tugasnya dilanjutkan oleh puteranya, Syeikh Nuruddin Zengi. Syeikh

Nuruddin berhasil merebut kembali Antiokhia pada tahun 1149 M dan pada tahun
1151 M, seluruh Edessa dapat direbut kembali.

2.3.2 Perang Salib II
Kejatuhan County Edessa ini menyebabkan orang-orang Kristen mengobarkan
Perang Salib kedua. Paus Eugenius IIImenyampaikan perang suci yang disambut
positif oleh raja Perancis Louis VII dan raja Jerman Conrad II. Keduanya memimpin
pasukan Salib untuk merebut wilayah Kristen di Syria. Akan tetapi, gerak maju
mereka

dihambat

oleh

Syeikh

Nuruddin

Zengi.


Mereka

tidak

berhasil

memasuki Damaskus. Louis VII dan Conrad II sendiri melarikan diri pulang ke
negerinya. Syeikh Nuruddin wafat tahun 1174 M. Pimpinan perang kemudian
dipegang oleh Sultan Shalahuddin al-Ayyubi yang berhasil mendirikan dinasti
Ayyubiyah di Mesir tahun 1175 M, setelah berhasil mencegah pasukan salib untuk
menguasai Mesir. Hasil peperangan Shalahuddin yang terbesar adalah merebut
kembali Yerusalem pada tahun 1187 M, setelah beberapa bulan sebelumnya
dalam Pertempuran Hittin, Shalahuddin berhasil mengalahkan pasukan gabungan
County Tripoli dan Kerajaan Yerusalaem melalui taktik penguasaan daerah. Dengan
demikian berakhirlah Kerajaan Latin di Yerussalem yang berlangsung selama 88
tahun berakhir. Sehabis Yerusalem, tinggal Tirus merupakan kota besar Kerajaan
Yerusalem yang tersisa. Tirus

yang saat itu dipimpin oleh Conrad dari


Montferrat berhasil sukses dari pengepungan yang dilakukan Shalahuddin sebanyak
dua

kali.

Shalahuddin

kemudian

seperti Arsuf dan Jaffa.

[6]

mundur

dan

menaklukan

kota

lain,

2.3.3 Perang Salib III
Jatuhnya Yerussalem ke tangan kaum Muslim sangat memukul perasaan
Tentara Salib. Mereka pun menyusun rencana balasan. Selanjutnya, Tentara Salib
dipimpin oleh Frederick Barbarossa raja Jerman, Richard si Hati Singa raja Inggris,
danPhilip Augustus raja Perancis memunculkan Perang Salib III. Pasukan ini bergerak
pada tahun 1189 M dengan dua jalur berbeda. Pasukan Richard dan Philip melalui
jalur laut dan pasukan Barbarossa - saat itu merupakan yang terbanyak di Eropa melalui jalur darat, melewati Konstantinopel. Namun, Barbarossa meninggal di
daerah Cilicia karena tenggelam di sungai, sehingga menyisakan Richard dan Philip.
Sebelum menuju Tanah Suci, Richard dan Philip sempat menguasaiSiprus dan
mendirikan Kerajaan Siprus. Meskipun mendapat tantangan berat dari Shalahuddin,
namun mereka berhasil merebut Akka yang kemudian dijadikan ibu kota kerajaan
Latin. Philip kemudian balik ke Perancis untuk "menyelesaikan" masalah kekuasaan
di Perancis dan hanya tinggal Richard yang melanjutkan Perang Salib III. Richard
tidak mampu memasuki Palestina lebih jauh, meski bisa beberapa kali mengalahkan
Shalahuddin. Pada tanggal 2 Nopember 1192 M, dibuat perjanjian antara Tentara
Salib dengan Shalahuddin yang disebut dengan Shulh al-Ramlah. Dalam perjanjian ini
disebutkan bahwa orang-orang Kristen yang pergi berziarah ke Baitul Maqdis tidak
akan diganggu.

2.3.4 Perang Salib IV
Pada tahun 1219 M, meletus kembali peperangan yang dikenal dengan Perang
Salib periode keenam, dimana tentara Kristen dipimpin oleh raja Jerman, Frederik II,
mereka berusaha merebut Mesir lebih dahulu sebelum ke Palestina, dengan harapan
dapat bantuan dari orang-orang Kristen Koptik. Dalam serangan tersebut, mereka
berhasil menduduki Dimyath, raja Mesir dari Dinasti Ayyubiyah waktu itu, al-Malik
al-Kamil, membuat penjanjian dengan Frederick. Isinya antara lain Frederick bersedia
melepaskan Dimyath, sementara al-Malik al-Kamil melepaskan Palestina, Frederick
menjamin keamanan kaum muslimin di sana, dan Frederick tidak mengirim bantuan
kepada Kristen di Syria. Dalam perkembangan berikutnya, Palestina dapat direbut
kembali oleh kaum muslimin tahun 1247 M, pada masa pemerintahan al-Malik alShalih, penguasa Mesir selanjutnya.
[7]

Ketika Mesir dikuasai oleh Dinasti Mamalik yang menggantikan posisi Dinasti
Ayyubiyyah, pimpinan perang dipegang olehBaibars, Qalawun, dan Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyyah. Pada masa merekalah Akka dapat direbut kembali oleh kaum
Muslim tahun 1291 M. Demikianlah Perang Salib yang berkobar di Timur. Perang ini
tidak berhenti di Barat, di Spanyol, sampai umat Islam terusir dari sana.
Tambahan yang dikutip dari buku Sejarah Peradaban Islam oleh Ratu Suntiah,
M.Ag dan Maslani M.Ag, pada periode ketiga Perang Salib atau menurut Wikipedia
Perang Salib IV, telah terukir dalam sejarah munculnya pahlawan wanita yang
terkenal gagah berani yaitu Syajar ad-Durr. Ia berhasil menghancurkan pasukan raja
Louis IX dari Perancis dan sekaligus menangkap raja tersebut. Pahlawan wanita
inipun telah mampu menunjukkan sikap kebesaran Islam dengan membebaskan dan
mengizinkan raja Louis IX kembali ke negerinya. Setelah Mesir dikuasai Dinasti
Mamalik, pimpinan perang dipegang oleh Baybars yang berhasil merebut kembali
seluruh benteng yang dikuasai tentara Salib. Pada tahun 1286 M, kota Yaffa dapat
ditaklukkan, tahun 1289 M menaklukan kota Tripoli (Libanon) dan kota Akka
dikuasai pada tahun 1291 M. Sejak saat itu tentara Salib habis di seluruh benua Timur.

Sedangkan Christopher Tyerman membagi Perang Salib ke dalam 9 periode.
Pertama, sejak tahun 1905 M sampai 1099 M. Sepanjang periode ini berhasil
membangun 4 kerajaan, yakni Kerajaan Jerusalem, Kerajaan Antiokhia, Kerajaan
Edessa dan Kerajaan Tripoli.
Kedua, sejak tahun 1147 M sampai 1149 M. Pada periode ini, kemenangan
ada di pihak umat muslim.
Ketiga, sejak tahun 1187 M sampai 1192 M. Selama periode ini, Shalahuddin
menjadi tokoh yang tidak hanya dihormati oleh umat Islam, tetapi juga umat Kristen,
karena terkenal kebijaksanaannya.
Keempat, sejak tahun 1202 M hingga 1204 M. Pada periode ini Paus Innocent
III bermaksud mengusir Ayyubiyah Mesir.
Kelima, sejak tahun 1217 M sampai 1221 M. Sejak tahun 1221 M, pihak
muslim dan Kristen menyetujui perjanjian damai selama 8 tahun. Tentara Salib
melanggar janji. Akhirnya, mereka melakukan perlawanan kembali.

[8]

Keenam, sejak tahun 1228 M sampai 1229 M. Kristen menguasai sebagian
besar Jerusalem, sedangkan orang muslim diberi kekuasaan terhadap Masjid AlAqsha.
Ketujuh, sejak tahun 1248 M sampai 1254 M. Pada tahun 1243 M, kaum
Templar Kristen melanggar perjanjian perdamaian dan berkonflik dengan Mesir.
Tetapi, mereka menelan kekalahan, dan tentara muslim pun tetap tak terkalahan.
Kedelapan, sejak tahun 1270 M hingga 1271 M. Tentara Salib kali ini hendak
menaklukan Tunisia. Tetapi, hanya 2 bulan berselang, Lois IX meninggal dunia.
Kesembilan, sejak tahun 1271 M sampai 1272 M. Dengan jatuhnya Antiokhia
(pada tahun 1268 M), orang-orang Kristen dibantai oleh tentara Muslim sehingga
pemerintahan Kristen di Levant habis kisahnya. Pada tahun 1400-an, Turki Utsmani
yang di pimpin oleh Mehmed II tidak hanya menjajah sejumlah kerajaan di Eropa,
Asia, dan Afrika, tetapi juga berhasil membersihkan sisa-sisa tentara salib di Timur
Tengah.

2.4

Kondisi Sesudah Perang Salib dan Pengaruhnya
Perang Salib Pertama melepaskan gelombang semangat perasaan paling suci sendiri

yang diekspresikan dengan pembantaian terhadap orang-orang Yahudi yang menyertai
pergerakan tentara Salib melintasi Eropa dan juga perlakuan kasar terhadap pemeluk Kristen
Ortodoks Timur. Kekerasan terhadap Kristen Ortodoks ini berpuncak pada penjarahan
kota Konstantinopel pada tahun 1024, dimana seluruh kekuatan tentara Salib ikut serta.
Selama terjadinya serangan-serangan terhadap orang Yahudi, pendeta lokal dan orang Kristen
berupaya melindungi orang Yahudi dari pasukan Salib yang melintas. Orang Yahudi
seringkali diberikan perlindungan di dalam gereja atau bangunan Kristen lainnya, akan tetapi,
massa yang beringas selalu menerobos masuk dan membunuh mereka tanpa pandang bulu.
Pada abad ke-13, Perang Salib tidak pernah mencapai tingkat kepopuleran yang tinggi
di masyarakat. Sesudah kota Akka jatuh untuk terakhir kalinya pada tahun 1291 dan sesudah
penghancuran bangsa Ositania (Perancis Selatan) yang berpaham Katarisme pada Perang
Salib Albigensian, ide Perang Salib mengalami kemerosotan nilai yang diakibatkan oleh
pembenaran lembaga Kepausan terhadap agresi politik dan wilayah yang terjadi di Katolik
Eropa.

[9]

Orde Ksatria Salib mempertahankan wilayah adalah orde Ksatria Hospitaller. Sesudah
kejatuhan Akka yang terakhir, orde ini menguasai Pulau Rhodes dan pada abad ke-16
dibuang ke Malta. Tentara-tentara Salib yang terakhir ini akhirnya dibubarkan oleh Napoleon
Bonaparte pada tahun 1798.
Pihak Islam pada akhirnya dapat memenangkan Perang Salib yang sangat melelahkan,
berlangsung tahun 1096-1291 M. Walaupun menang, umat Islam sebenarnya mengalami
kerugian yang luar biasa karena peperangan itu terjadi di kawasan dunia Islam (Turki,
Palestina dan Mesir). Sebaliknya bagi pihak Kristen, mereka menderita kekalahan dalam
Perang Salib, namun mendapatkan hikmah yang tidak ternilai harganya karena mereka dapat
berkenalan dengan kebudayaan dan peradaban Islam yang sudah maju. Kebudayaan dan
peradaban yang mereka peroleh dari Timur-Islam menyebabkan lahirnya Renaissans (kembali
bangkitnya peradaban di Eropa) di Barat. Kebudayaan yang mereka bawa ke Barat terutama
dalam bidang militer, seni, penidustrian, perdagangan, pertanian, astronomi, kesehatan dan
kepribadian.
Perang Salib memiliki efek yang buruk tetapi terlokalisir pada dunia Islam. Dimana
persamaan antara “Bangsa Frank” dengan “Tentara Salib” meninggalkan bekas yang amat
dalam. Muslim secara tradisional mengelu-elukan Saladin, seorang ksatria Kurdi, sebagai
pahlawan Perang Salib. Pada abad ke-21, sebagian dunia Arab, seperti gerakan kemerdekaan
Arab dan gerakan Pan-Islamisme masih terus menyebut keterlibatan dunia Barat di Timur
Tengah sebagai “perang salib”. Perang Salib dianggap oleh dunia Islam sebagai pembantaian
yang kejam dan keji oleh kaum Kristen Eropa.
Konsekuensi yang secara jangka panjang menghancurkan tentang perang salib,
menurut ahli sejarah Peter Mansfield, adalah pembentukan mental dunia Islam yang
cenderung menarik diri. Menurut Peter Mansfield, “Diserang dari berbagai arah, dunia Islam
berpaling ke dirinya sendiri. Ia menjadi sangat sensitive dan defensive……sikap yang
tumbuh menjadi semakin buruk seiring dengan perkembangan dunia, suatu proses dimana
dunia Islam merasa dikucilkan, terus berlanjut.”

Dalam bidang militer, dunia Barat menemukan persenjataan dan teknin berperang
yang belum pernah mereka temui sebelumnya di negerinya, seperti penggunaan bahan-bahan
peledak untuk melontarkan peluru, pertarungan senjata dengan menunggang kuda, teknik

[10]

melatih burung merpati untuk kepentingan informasi militer dan penggunaan alat-alat rebana
dan gendang untuk memberi semangat kepada pasukan militer di medang perang.
Dalam bidang perindustrian, mereka banyak menemukan kain tenun sekaligus
peralatan tenun di dunia Timur. Untuk itu mereka mengimpor berbagai jenis kain seperti
mosselin, satin dan damast dari Timur ke Barat. Mereka juga menemukan berbagai jenis
parfum, kemenyan dan getah Arab yang dapat mengharumkan ruangan.
Dalam bidang pertanian, mereka menemukan system pertanian yang sama sekali baru
di dunia Barat dari dunia Timur-Islam seperti model irigasi yang praktis dan jenis tumbuhtumbuhan dan buah-buahan yang beraneka macam. Di samping itu, mereka menemukan gula
yang dianggap cukup penting.
Dalam bidang perdagangan,

Kebutuhan untuk memuat, mengirimkan dan

menyediakan balatentara yang besar menumbuhkan perdagangan di seluruh Eropa. Jalanjalan yang sebagian besar tidak pernah digunakan sejak masa pendudukan Romawi, terlihat
mengalami peningkatan disebabkan oleh para pedagang yang berniat mengembangkan
usahanya. Ini bukan saja karena Perang Salib mempersiapkan Eropa untuk bepergian akan
tetapi lebih karena banyak orang ingin bepergian setelah diperkenalkan dengan produkproduk dari timur. Hal ini juga membantu pada masa-masa awal Renaissance di Itali, karena
banyak negara-kota di Itali yang sejak awal memiliki hubungan perdagangan yang penting
dan menguntungkan dengan negara-negara Salib, baik di Tanah Suci maupun kemudian di
daerah-daerah bekas Byzantium.
Pertumbuhan perdagangan membawa banyak barang ke Eropa yang sebelumnya tidak
mereka kenal atau amat jarang ditemukan dan sangat mahal. Barang-barang ini termasuk
berbagai macam rempah-rempah, gading, batu-batu mulia, teknik pembuatan barang kaca
yang maju, bentuk awal dari mesiu, jeruk, apel, hasil-hasil tanaman Asia lainnya dan banyak
lagi.
Sebagai akibat hubungan perniagaan dengan Timur menyebabkan mereka
menggunakan mata uang sebagai alat tukar barang, sebelumnya mereka menggunakan system
barter. Kontak perdagangan antara Timur dan Barat semakin pesat, dimana Mesir dan Syria
sangat besar artinya sebagai lintas perdagangan. Kekayaan kerajaan dan rakyat kian
melimpah hingga membuka jalan perdagangan sampai ke Tanjung Harapan dan lama
kelamaan perdagangan dan kemajuan Timur berpindah ke Barat (Eropa).

[11]

Ilmu astronomi yang dikembangkan Islam sejak abad ke-9 telah mempengaruhi
lahirnya berbagai observatorium di dunia Barat. Mereka juga meniru rumah sakit dan tempat
pemandian. Berita perjalanan Marcopolo dalam mencari benua Amerika di abad ke-13
sebagai langkah awal perjalanan Colombus ke Amerika tahun 1492 M. sikap dan kepribadian
umat Islam di Timur telah memberikan pengaruh positif terhadap nilai-nilai kemanusiaan di
Eropa yang sebelumnya tidak mendapatkan perhatian.
Orang Armenia merupakan pendukung setia Tentara Salib. Di Pegunungan
Kaukasus di Georgia, di dataran tinggiKhevsureti yang terpencil, ada sebuah suku yang
disebut Khevsurs yang dianggap merupakan keturunan langsung dari sebuah kelompok
tentara salib yang terpisah dari induk pasukannya dan tetap dalam keadaan terisolasi dengan
sebagian budaya perang salib yang masih utuh. Memasuki abad ke-20, peninggalan dari baju
perang, persenjataan dan baju rantai masih digunakan dan terus diturunkan dalam komunitas
tersebut. Ahli ethnografi Rusia, Arnold Zisserman, yang menghabiskan 25 tahun (1842 –
1862) di pegunungan Kaukasus, percaya bahwa kelompok dari dataran tinggi Georgia ini
adalah keturunan dari tentara Salib yang terakhir berdasarkan dari kebiasaan, bahasa,
kesenian dan bukti-bukti yang lain. Penjelajah Amerika Richard Halliburton melihat dan
mencatat kebiasaan suku ini pada tahun 1935.

2.5 Tokoh-Tokoh Terkenal dalam Perang Salib
2.5.1 Tokoh Terkenal Dari Pihak Islam
1.

Abu Ali Mansur Tariqul Hakim (sang penghancur Tanah Suci Jerusalem)
Abu Ali Mansur Tariqul Hakim atau Al-Hakim (985-1021 M) adalah khalifah

keenam Fatimiyah dan termasuk salah satu dari 16 imam Ismaili. Ia dikatakan sebagai
tokoh yang paling harus bertanggung jawab terhadap terjadinya Perang Salib. AlHakim menyerukan penghancuran sistematis terhadap Tanah Suci Jerusalem pada
tahun 1009 M. Sebelum ayahnya meninggal, ayahnya berpesan supaya orang yang
menggantikan kedudukannya adalah Al-Hakim. Setelah ayahnya dikuburkan, AlHakim disumpah oleh Barjawan, guru pribadinya, pada 14 Oktober tahun itu pula,
sebagai Khalifah Fatimiyah ke-16 dengan julukan al-Amr Al-Hakim Billah. Setelah
Al-Hakim dewasa, ia menjadi orang yang fanatik terhadap sekte Ismailiah. Ia banyak
menaklukan wilayah di Asia kecil dan Afrika Utara sambil menyebarkan pengaruh
Ismailiah. Al-Hakim membangun gerakan bernama Druze. Dalam gerakan itu, Al[12]

Hakim menamakan dirinya sebagai “Manifestasi Allah” dan “Penguasa dunia yang
hanya bisa dikomando oleh Allah”. Pernyataan sejumlah sarjana Sunni dan Syi’ah
yang mengakuinya sebagai keturunan Ali bin Abi Thalib agar ia masuk dalam jajaran
16 Imam Ismaili. Ia memerintahkan kepada pasukannya untuk menghancurkan
Jerusalem yang merupakan pusat tempat ibadah umat Yahudi dan Kristen. Tindakan
inilah yang membuat Konsili Kepausan Roma menyerukan perang terhadap umat
Muslim, yang akhirnya menjadi perang terbesar sepanjang masa, yakni Perang Salib.
Tetapi, di sisi lain, Al-Hakim merupakan salah satu Khalifah yang sangat mendukung
pertumbuhan ilmu pengetahuan dengan mendirikan pusat keilmuan yang diberi nama
Darul Ilmi (Rumah Pengetahuan).
Pada tahun 1004 M, Al-Hakim memutuskan bahwa orang Kristen tidak boleh
lagi merayakan Paskah. Pada tahun 1005 M, Al Hakim memerintahkan kepada umat
Kristen dan Yahudi untuk menggunakan pakaian turban (baju khas bangsa Arab)
hitam. Selain itu, wanita nonmuslim harus memakai sepatu dengan warna yang
berbeda : yang satu berwarna merah, sedangkan yang lainnya berwarna hitam.
Kebijakan ini berlaku hingga tahun 1014 M. Pada tahun 1007-1012 M, sikap AlHakim berubah 180o. Ia lebih memberikan banyak toleransi kepada umat muslim dari
golongan Sunni dan Syi’ah, sedangkan umat nonmuslim dimusuhi. Puncaknya, pada
18 oktober 1009 M, Al-Hakim memerintahkan penghancuran terhadap Makam Suci
dan bangunan terkait di Jerusalem. Banyak umat Kristen dan Yahudi yang dipaksa
memeluk agama Islam. Kemudian, pada tahun 1042 M, Kaisar Byzantium
Konstantinus IX melakukan Rekonstruksi Makam Suci atas izin penerus Al-Hakim.
Petrus Hermit, mengadu kepada Paus Urbanus II bahwa jemaatnya ketika
hendak berziarah ke Jerusalem dicegat, dan banyak dari jemaatnya yang dibantai
dengan sadis. Urbanus langsung membentuk Dewan, dari sanalah terjadi Perang Salib
yang memakan jutaan lebih nyawa dari kedua belah pihak itu, baik pihak Kristen
maupun Islam. Pada tahun 1012-1021 M, Al-Hakim mengizinkan umat Kristen dan
Yahudi yang masuk Islam kembali kepada agamanya dan membangun rumah
ibadahnya. Ironisnya, gerakan Ad-Darazi yang dibentuknya dinyatakannya sebagai
agama baru, dan Al-Hakim menganggap diri sebagai Nabinya yang menerima wahyu
Ilahi. Akhirnya Al-Hakim banyak dituduh Murtad darahnya dan dinyatakan halal.
Pada 13 Februari 1021 M, saat usianya 36 tahun, Al-Hakim dikabarkan ke Bukit AlMuqattam, diluar Kairo dan ia pun tidak pernah kembali. Hingga pada suatu hari,
keledai dan baju yang dipakai oleh Al-Hakim ditemukan berlumuran darah. Mayatnya
[13]

pun hilang. Hingga kini, tidak diketahui letak makamnya, saat itu pula, kedudukan AlHakim sebagai Khalifah Dinasti Fatimiyah digantikan ileh putranya yang bernama Ali
Az-Zahir.
2.

Kilij Arsalan (Penghadang Gempuran Tentara Salib Periode Awal)
Kilij Arsalan adalah Sultan Seljuk di wilayah Rum sejak tahun 1092 M sampai

kematiannya pada tahun 1107 M. Ia memerintah Rum saat terjadinya Perang Salib I
sehingga wilayah kekuasaannya menjadi salah satu sasaran dari berbagai serangan
kaum Salib Frank. Pada tahun 1101 M, Kilij Arsalan mendirikan kembali Kesultanan
Rum setelah kematian Malik Syah I dari Kekhalifahan Seljuk di Turki. Kilij Arsalan
berusaha meneruskan perjuangan ayahnya untuk mengusir dan membasmi tentara
Salib yang semakin beringas. Selanjutnya, Kilij Arsalan mengambil alih ibu kota
Nicea sembari menggantikan Ghazni Al-Amin, Gubernur Nicea yang ditunjuk oleh
Sultan Malik Syah pada tahun 1093 M. Suku-suku mulai berpencar-pencar, seperti
suku Danishmends, Mangujukids, Saltuqids, Chaka, Tengribirmish, Artuqids dan
Akhlat-Syah. Kilij Arsalan, meskipun pernah menjadi tawanan politik Sultan Malik
Syah, merasa miris pula. Ia tidak tega bila akhirnya Seljuk Turki dihancurkan oleh
Byzantium, musuh bebuyutan terdekatnya. Kilij Arsalan menikahi putri pimpinan
suku Chaka sebagai sebuah upaya bersekutu dengannya untuk melawan Byzantium.
Pada tahun 1094 M, Kilij Arsalan menerima surat dari Alexius yang menerangkan
bahwa Chaka akan berpindah haluan politik dan bergabung dengan Byzantium. Kilij
Arsalan mengundang ayah mertuanya disebuah pesta dan jamuan makan ditenda
militernya. Lalu, Kilij Arsalan membunuh ayah mertuanya tersebut saat ia mabuk.
Tentara Salib dipimpin oleh Uskup Prancis yang bernama Petrus Hermit dan
Walter, yang tiba di Nicea pada tahun 1096 M. Tentara Salib berjumlah sekitar
400.000 membunuh rakyat-rakyat sipil. Kilij Arsalan marah besar. Sehingga, hampir
seluruh tentara salib terbunuh, sekitar 30.000 tentara salib dijadikan budak, dan ada
pula yang dijual. Pada Mei 1097 M, saat peperangannya dengan tentara Ghazi Malik
di Danishmends, Kilij Arsalan mendapatkan kabar bahwa tentara salib mengepung
Nicea. Kilij Arsalan dikepung oleh tentara salib dan dikalahkan. Akhirnya Nicea
diserahkan oleh Kilij Arsalan ke Byzantium. Pada pertengahan tahun 1097 M,
Konstantinopel memaksa Byzantium untuk memberikan Nicea kembali ke Seljuk
tanpa tebusan. Pada 29 Juni 1097 M, gabungan tentara Danishmend dan Rum
mengepung tentara salib di dekat Dorylaeum. Pemanah Kilj Arsalan tidak mampu
[14]

menembus garis pertahanan tentara salib. Pada 1 juli, Kilij Arsalan menginstruksikan
kepada tentaranya untuk menghancurkan lahan pertanian dan pasokan air disepanjang
rute kota Dorylaeum. Hal ini dilakukan dalam rangka melumpuhkan pasokan Logistik
tentara salib. Sehingga, karenanya ia dapat memukul mundur tentara salib. Kilij
Arsalan menyerang tentara salib.
Pada tahun 1101 M, Kilij Arsalan berhasil mengalahkan tentara salib yang lain
di Heraclea Cybistra, yang hendak membantu peperangan tentara salib di Syria. Hal
ini merupakan kemenangan terpenting bagi Turki. Setelah kemenangan tersebut, Kilij
Arsalan memindahkan ibu kota Turki ke Konya. Di sana pula, Kilij Arsalan
mengalahkan kekuatan tentara salib yang dipimpin oleh William II of Nevers yang
berusaha menyerangnya. Pada tahun 1104 M, Kilij Arsalan berperang kembali dengan
Danishmends, serta menuntut tebusan kepada Bohemond. Setelah periode Perang
Salib I, Kilij Arsalan menaklukkan Harran dan Diyarbakr yang memang merupakan
daerah bidikannya. Pada tahun 1107 M, Kilij Arsalan juga menaklukkan Mosul. Pada
pertempuran di dekat sungai Khabur. Kilij Arsalan ditawan kemudian ia dibunuh oleh
tentara Mehmed I.
3.

Imaduddin Zanky (Penakluk Negara Salib)
Imaduddin Zanky (yang di Barat terkenal dengan nama Zengi) adalah

panglima perang muslim yang mengagumkan, yang upayanya diarahkan untuk
memerangi kaum Frank, Ekspansionis awal yang menamakan diri sebagai tentara
salib. Imaduddin Zanky berhasil menaklukkan negara pertama dari negara-negara
tentara salib bagi Islam, ketika ia merebut Edessa (Raha) pada tahun 1144 M, yang
merupakan negara pertama kaum salib. Pada prasasti di Aleppo yang bertuliskan
Muharram 537 H/Agustus 1142 M, Imaduddin Zanky dijuluki sebagai penakluk
orang-orang kafir dan orang-orang musyrik, pemimpin pra pejuang jihad, penolong
para pasukan, dan pelindung wilayah-eilayah muslim. Imaduddin Zanky adalah putra
Kasim Ad-Daulah Aqsankar, ketika Kasim meninggal secara mengenaskan di tangan
Tutuch, saudara Malik Syah, karena iri atas kesuksesannya meredam kekacauan
politik di Halab pada tahun 1092 M, akhirnya posisinya digantikan oleh Imaduddin
Zanky. Kemudian ia terkenal setelah menaklukkan Al-Mustarsyid (Khalifah
Abbasiyah) pada tahun 1126 M. Imaduddin Zanky menduduki beberapa posisi
strategis. Pertama, menjadi syahnakiyyah (wakil sultan) di Damaskus, yang bertugas
mengawasi gerak-gerik kekhalifahan Abbasiyah yang telah bertekuk
[15]

lutut. Kedua, menjadi attabek (kesultanan wilayah) pada tahun 1127 M di
Mousul. Ketiga, mewakili Sultan Mahmud meredam pemberontakan di Halab Bani
Artaq dan Bani Saljuk setelah Izzuddin Mas’ud al-Bursuqi
wafat. Keempat, mematahkan serbuan gabungan tentara salib dari Raha, Suruj, dan
Piraios yang ingin menguasai wilayah Carrhae.
Josselin (Raja Raha) dan Bohemond II (Raja Anthiokia) yang sudah lama
berniat menaklukkan dan menguasai Halab membatalkan niat dan rencana mereka.
Hal tersebut membuat Imaduddin Zanky semakin laluasa menjalankan beberapa
rencananya. Pertama, menikahi Hanun, putri Ridwan bin Tutuch, mantan Raja Halab,
untuk menguatkan posisinya di wilayah Syria Utara. Kedua, mempengaruhi dan
mengajak bergabung Halab, serta tiga orang pimpinan kaum muslimin yang
menguasai berbagai wilayah strategis untuk bersatu padu dalam menghadapi tentara
salib, yakni Buri bin Tughtukin yang menguasai wilayah Damaskus, Hamah dan
Hauran, Shamshamuddin Khair Khan bin Qoraja yang menguasai wilayah Homs dan
Sultan bin Munqidz, penguasa wilayah Syizar. Sekitar 20.000 prajurit yang berasal
dari berbagai pasukan kerajaan Islam berkumpul di Diyar Bakar, kemudian berunding
untuk mengadakan penyerbuan terhadap Imaduddin Zanky. Untungnya, kekuatan
pasukan Imaduddin Zanky lebih kuat sehingga semua penentangnya dapat ia tumpas,
dan akhirnya ia dapat mengkukuhkan diri sebagai penguasa sekaligus pemersatu kaum
muslimin di wilayah Asia Kecil dan kawasan Syria Utara. Sepeninggalnya Sultan
Mahmud, tahta Saljuk jatuh ketangan Bakar Daud, putra Sultan Mahmud. Sedangkan
Imaduddin Zanky tampaknya tidak suka terhadap Bakar Daud sehingga akhirnya ia
berkoloni dengan berbagai kekuatan intern Saljuk lainnya untuk menggempur Saljuk
Syah.
Imaduddin Zanky berusaha menyerang dua Eksponen kerajaan Islam, namun
ia gagal lagi, sehingga ia harus melarikan diri ke Mosur. Pada saat itu pula, Bakar
Daud menyerang balik Imaduddin Zanky dan berhasil menguasai daerah kekuasaan
Imaduddin Zanky di wilayah Irak dan Syria. Ketika peta kekuasaan Imaduddin Zanky
melemah, tentara salib menguasai Halab, ini terjadi pada tahun 1132 M. Imaduddin
Zanky tidak surut semangat. Ia berusaha bangkit kembali. Harapannya untuk
menyatukan kekuatan kaum muslimin dalam menghadapi tentara salib muncul
kembali ketika Imaduddin Zanky bersama dengan Sultan Mas’ud berhasil
menaklukkan dan menguasai tahta kekhalifahan Abbasiyah al-Murtarsyid Billah di
Baghdad. Selanjutnya, Imaduddin Zanky kembali membuat berbagai gebrakan
[16]

terhadap tentara salib, yang membuatnya bisa menguasai wilayah Ats-Tsarib, Zardana,
Tal Aghda, Ma’aratun Nukman, dan Kfr Thab. Bahkan, wilayah Syizar, Homs dan
Qansarin yang dulu merupakan pusat pergerakan tentara salib pun mampu dikuasai
oleh Imaduddin Zanky.
Pada tahun 137 M ia harus berhadapan dengan gabungan tentara tempur salib
di Benteng Barin. Sekitar 2.000 tentara salib, termasuk pimpinan pasukannya,
Bohemond II, berhasil ditawan oleh kaum muslimin. Imaduddin Zanky akhirnya
dapat mempersatukan Eksponen kekuatan di sepanjang Daratan Mosul, Halab,
Baghdad dan Asia Kecil. Kemudian, Volk, Kaisar Jerusalem dan pelindung utama
tentara salib, melancarkan siasat buruknya dengan mengadakan pendekatan ke
berbagai pihak kaum muslimin, yakni Damaskus dan Bani Fatimiyah. Ketika Volk dan
tentara salib melemah karena ditinggalkan oleh pihak Byzantium, Imaduddin Zanky
dan pasukannya bersiap-siap merebut kembali wilayah kekuasaan Islam yang telah
diduduki oleh tentara salib, termasuk Raha. Pada 28 November 1144, Raha
ditaklukkan oleh kaum muslimin, sedangkan tahtanya diserahkan kepada Imaduddin
Zanky. Penduduk Raha yang rata-rata Nasrani awalnya tidak mau dipimpin oleh
Imaduddin Zanky. Tetapi, Imaduddin Zanky menanggapinya dengan cara diplomasi
sekaligus pendekatan yang halus dan manusiawi, serta menjanjikan akan memimpin
Raha secara adil dan bijaksana. Imaduddin Zanky menunjukkan bukti toleransi yang
tinggi dengan membiarkan atau tidak mengusik berbagai kegiatan keagamaan mereka
di gereja. Akhirnya, alih-alih tidak suka, rakyat Raha bertambah hormat dan simpati
terhadap pemerintahannya. Imaduddin Zanky menaklukkan satu demi satu wilayah
kekuasaan Islam yang diduduki oleh tentara salib, seperti Suruj yang direbutnya pada
januari 1145. Tetapi kekuasaan ini tidak bertahan lama. Tentara salib segera berusaha
merebut dan menguasai kembali wilayah-wilayah yang telah ditaklukkan oleh
Imaduddin Zanky. Mereka melakukan jalur diplomatis dan politis dengan Damaskus
dan Bani Artaq. Imaduddin Zanky menuju Ja’bar untuk menaklukkan dan merebut
benteng pertahanan tentara salib yang terletak di Eufrat. Namun, ternyata garis
hidupnya menentukan hasil yang lain. Sebab, pada pertengahan Rabi’ul Awal 541
H/September 1146 M, Imaduddin Zanky menemukan ajalnya di ujung pedang seorang
tentara salib yang kabarnya sebagai mantan budak bernama Byrnaqas.
4.

Nuruddin Mahmud (Propagandis Semangat Perang Umat Muslim)

[17]

Nuruddin Mahmud adalah putra kedua Imaduddin Zanky. Ia sebagai pangl ima
Islam ketika pecah Perang Salib II pada tahun 1148 M, serta pengambil alih Raha
(Edessa) dan Aleppo dari pihak tentara salib. Tahun 1149 M, berhasil memukul
mundur kaum Frank. Atas pencapaiannya tersebut, Nuruddin Mahmud disebut sebagai
tokoh pemimpin kaum muslimin terbesar kedua setelah Shalahuddin al-Ayyubi dalam
sejarah Perang Salib. Selama kepemimpinannya, Nuruddin Mahmud menuai banyak
kesuksesan dalam menaklukkan tentara salib, yang dianggap sebagai fase kebangkitan
kaum muslimin kedua setelah periode kepemimpinan Imaduddin Zanky. Nuruddin
Mahmud secara perlahan dapat menyatukan Mesir dan Syria, serta menaklukkan
kaum salib Frank yang dikomandoi oleh Kaisar Jerman (Conrad III), Raja Prancis
(Lois VII) dari Anthiokia, dan Roha (Edessa). Seusai Dinasti Fatimiyah di Mesir
dikuasainya, Nuruddin Mahmud meletakkan fondasi penyatuan kaum muslimin dan
menegaskan kembali Legitimasi satu-satunya Khalifah Abbasiyah yang bemadzhab
Sunni. Perang Salib II di nilai sebagai titik balik bangkitnya kaum muslimin dari
kekalahan. Semangat jihad pertama kali didengungkan pada masa-masa ini. Itu semua
berkat peran besar Nuruddin Mahmud. Dalam ambisinya menyatukan kaum
muslimin, Nuruddin Mahmud terpaksa melakukannya dengan cara memerangi dan
menguasai kekuatan-kekuatan penting kaum Islam Sunni di Syria dan Syi’ah
Ismailiyah sekaligus fraksi-fraksi lain di Mesir untuk menyadarkan mereka bahwa
musuh utama kaum muslimin adalah kaum salib Frank.
Kaum muslimin berhasil memukul mundur tentara Frank dengan koloni abadi
salib, yakni Byzantium, dari Aleppo dan Raha. Akhirnya, setelah bertahun-tahun
Aleppo dan Raha dikuasai oleh tentara salib, semuanya itu jatuh kembali ketangan
kaum muslimin. Pada akhir oktober 1147 M, Josselin dan Baudouin (dua panglima
salib) berhasil menduduki sejumlah pos penting di Raha, sehingga tinggal satu
benteng terakhir yang masih harus ditaklukkannya supaya sempurna Raha dikuasai
oleh tentara salib, yakni benteng wilayah kuasa Nuruddin Mahmud. Meskipun dengan
kekuatan yang tak sebanding dengan besarnya kekuatan tentara salib, Nuruddin
Mahmud berusaha mempertahankannya agar tidak jatuh ketangan lawan. Hal yang
menarik dari Nuruddin Mahmud adalah ia sebagai pemimpin perang yang bijaksana.
Meskipun memusuhi tentara salib, ia tetap berusaha semaksimal mungkin mengambil
jalur perjanjian damai dengan mereka. Misalnya, dengan Byzantium pada tahun 1159
M dan kaum Frank yang menguasai Jerusalem pada tahun 1161 M. Tentara Nuruddin
Mahmud tidak hanya terdiri atas tentara istana dan seluruh Eksponen rakyat
[18]

Damaskus, Syria, dan Mesir, tetapi juga para ulama Fiqh, Sufi, Imam, penghafal alQur’an, Khatib, dan Hakim. Titik balik kehidupan Nuruddin Mahmud terjadi ketika
ia ditimpa penyakit serius pada oktober 1159 M sekaligus kekalahannya melawan
kaum Frank pada tahun 1163 M dalam pertempuran di Al-Buqay’ah. Penyakit dan
kekalahan ini menimbulkan pengaruh yang mendalam terhadap kehidupan pribadi dan
kebijakan Nuruddin Mahmud. Pada masa kepemimpinan Nuruddin Mahmud,
kemajuan di bidang keilmuan, Ritualitas Islam, dan kegiatan-kegiatan kemasyarakatan
lainnya berkembang pesat di Syria, Damaskus serta Mesir. Semuanya itu dibuktikan
dengan banyaknya monument, benteng, menara, madrasah, masjid, biara sufi, rumah
sakit, rumah penampungan anak yatim, gedung-gedung dan inskripsi-inskripsi penting
atas nama Nuruddin Mahmud di daerah-daerah tersebut.
5.

Asaduddin Shirkuh (Panglima Perang Muslim Terbesar)
Asaduddin Shirkuh adalah seorang jenderal yang gagah berani. Ia merupakan

Komandan Angkatan Perang Syria yang telah memukul mundur tentara salib, baik di
Syria maupun Mesir. Sekitar tahun 1130 M ketika Shaddadid digulingkan, Sa’di
memindahkan keluarganya ke Baghdad, kemudian Tikrit, yang disana ia diangkat
sebagai Gubernur Tikrit. Ayyub menggantikan ayahnya sebagai Gubernur Tikrit
ketika Sa’di meninggal dunia. Asaduddin Shirkuh menjabat sebagai panglima perang.
Pada suatu kali, ia bersitegang dengan seorang Kristen secara sangat a lot sehingga ia
membunuhnya. Lalu, karena dianggap sebagai pengacau perdamaian dengan kaum
salib, ia dan saudara-sudaranya (termasuk Ayyub) diasingkan. Itu terjadi pada tahun
1138 M. Konon, keponakan Asaduddin Shirkuh yang bernama Yusuf (kemudian
dikenal sebagai Shalahuddin) lahir pada waktu malam ketika mereka sedang dalam
perjalanan. Asaduddin Shirkuh, keluarga, dan saudara-saudaranya meminta suaka ke
Dinasti Zengi (Zanky) di Mosul. Zanky menerima mereka dengan baik dan penuh
suka cita. Setelah beberapa lama diketahui bahwa Asaduddin Shirkuh memiliki
kecakapan militer yang bagus, kemudian Nuruddin Mahmud, putra Zanky,
menariknya sebagai tentara anggota. Asaduddin Shirkuh dipercayai memerintah kota
Homs sebagai Negara bahan Mosul. Sementara itu, Ayyub diserahi tanggung jawab
sebagai Gubernur Baalbek dan Damaskus atas Rekomendasi Nuruddin Mahmud pada
tahun 1154 M. Asaduddin Shirkuh dan pasukannya berhasil membekuk pasukan
Shawar-Amalric I, serta menyerang daerah-daerah kekuasaan tentara salib di Timur

[19]

Dekat. Bahkan, ia hampir memenangkan dan menguasai Kerajaan Antiokhia (salah
satu Kerajaan Salib terbesar).
Peperangan ini berakhir dengan perjanjian damai pada Agustus 1167 M, yang isinya
sebagai berikut :
1.

Pertukatan tawanan perang

2.

Asaduddin Shirkuh dan Shalahuddin al –Ayyubi harus kembali ke Syria

3.

Amauric I harus kembali ke Jerusalem

4.

Kota Alexandria diserahkan kembali kepda Shawar
Pada tahun 1167 M, tentara salib yang dipimpin oleh Amauric I melanggar

perjanjian damai tersebut, yaitu ia menyerang Mesir dan bermaksud menguasainya.
Amalric I bersekutu dengan kekaisaran Byzantium. Mengetahui hal itu, Shawar
beralih aliansi, yaitu memusuhi Amalric I dan bergabung dengan Asaduddin Shirkuh
yang memang mengetahui gelagat ini lebih awal akhirnya menerima Shawar dengan
senang hati. Asaduddin Shirkuh adalah sebuah nam dari Kurdi-Persia yang
secara harfiyah berarti “Singa (dari) gunung”. Sedangkan gelar kehormatan, yaitu
Asad Ad-Din bermakna “Singa Iman”. Orang-orang salib (dan barat pada umumnya)
memanggilnya Siraconus.
6.

Hasan Al-Sabbah (sang Pembunuh Bayaran)
Hasan Al-Sabbah (1050-1124) ialah seorang ulama Persia, dai Islam, dan

seorang pengikut Fanatik Madzhab Ismailiyah Nizari. Ia memiliki banyak pengikut,
dan basis kekuatannya terletak di pegunungan Alborz, Iran Utara. Tempat itu bernama
Alamut, ia adalah pendiri dan tokoh sentral kelompok Hassasin atau Assasin , sebuah
kelompok yang menurut Barat sebagai kelompok teroris pertama di dunia. Hassasin
adalah cabang dari Islam Syi’ah Ismailiyah, yang daerah kekuasaannya mencakup
Irak, Iran, Syria dan Lebanon. Mereka mengirim orang-orangnya untuk membunuh
pemimpin penting Sunni yang dianggapnya kaum kafir perebut tahta. Hassasin
banyak membunuh pemimpin utama tentara salib dalam periode Perang Salib III,
serta para raja di Kerajaan Salib di Asia Kecil. Hassasin berarti pengikut Hassan AlSabbah. Pada usia 17 tahun, Hasan Al-Sabbah bersumpah setia kepada Al-Muntansir.
Sebagai Da’i, ia amat terkenal dan banyak orang mengaguminya. Saat itu, banyak
umat Kristen yang masuk Islam dan banyak pula orang Sunni yang menjadi Syi’ah.
Karena menjadi Nomaden atas buruan para musuhnya, ia dan para pengikutnya pun
menyerang Alamut pada tahun 1088 M untuk dijadikan sebagai basis kekuatannya.
[20]

Kaum Hassasin menjadi semakin kuat. Rencana pembunuhan terhadap ulama, imam,
dan khalifah Sunni pun dilancarkan. Tidak hanya itu, mereka juga merencanakan
pembunuhan terhadap para pembesar tentara salib sekaligus Raja Salib di wilayah
Asia Kecil yang telah dikuasainya.
Adapun para pemimpin dari pihak Islam yang telah dibunuh dan dibantai adalah :
1.

Nizam al-Mulk pada tahun 1092 M. ia adalah wazir Dinasti Abbasiyah yang
paling terkenal

2.

AL-AFDHAL Shahanshah pada tahun 1122 M. Ia ialah wazir Dinasti Fatimiyah
yang telah memenjarakan pembunuhan terhadap Nizar

3.

Ibnu al-Khashshab, pada tahun 1125 M. Ia adalah Sultan Aleppo

4.

Al-Bursuqi pada tahun 1126 M. Ia ialah Sultan Mosul.

Para pemimpin tentara salib dan raja di Negara-negara salib Asia Kecil yang telah
dibunuh sebagai berikut :
1.

Conrad de Montferrat pada tahun 1192 M. Ia adalah Raja Jerusalem pada
periode perang salib III

2.

Raymond II pada tahun 1152 M. Ia adalah Raja Tripoli dan termasuk salah satu

panglima perang salib yang terkenal
3.

Pangeran Edward I of England pada tahun 1271 M. Ia adalah Raja Inggris

sekaligus Raja Jerusalem.
Kaum Hussasin menjadi lemah. Akhirnya, tahun demi tahun, Hassasin
menghilang ditelan sejarah. Sementara itu, jauh sebelum penaklukkan Alamut oleh
Hulagu, yakni pada tahun 1124 M, Hasan al-Sabbah meninggal dunia di Alamut.

7.

Shalahuddin al-Ayyubi (Tokoh Terbesar Kesatria Muslim Sepanjang Sejarah

Perang Salib)
Salahudin Al Ayubi atau sering juga di sebut sebagai “Saladin” di dunia barat,
merupakan panglima perang Muslim yang dikagumi kepiawaian berperang serta
keshalihannya baik kepada kawan dan lawan-lawannya. Keberanian dan
kepahlawanannya tercatat sejarah di kancah perang salib. Juli 1192 sepasukan muslim
dalam perang salib menyerang tenda-tenda pasukan salib diluar benteng kota Jaffa,
termasuk didalamnya ada tenda Raja Inggris, Richard I. Raja Richard pun menyongsong
serangan pasukan muslim dengan berjalan kaki bersama para prajuritnya. Perbandingan
pasukan muslim dengan Kristen adalah 4:1. Salahudin Al Ayubi yang melihat Richard
[21]

dalam kondisi seperti itu berkata kepada saudaranya : ” Bagaimana mungkin seorang raja
berjalan kaki bersama prajuritnya? Pergilah ambil kuda Arab ini dan berikan kepadanya,
seorang laki-laki sehebat dia tidak seharusnya berada di tempat ini dengan berjalan kaki “.
Fragmen diatas dicatat sebagai salah satu karakter yang pemurah dari Salahudin, bahkan
kepada musuhnya sekalipun. Walalupun sedang diatas angin tetap berlaku adil dan
menghormati lawan-lawannya.
Salahudin lahir disebuah kastil di Takreet tepi sungai Tigris (daerah Irak) tahun
1137 Masehi atau 532 Hijriyah. Bernama asli Salah al-Din Yusuf bin Ayub. Ayahnya
Najm ad-Din masih keturunan suku Kurdi dan menjadi pengelola kastil itu. Setelah
kelahiran Salahudin keluarga Najm-ad-Din bertolak ke Mosul, akibat ada konflik didalam
kastil. Di Mosul , keluarga Najm bertemu dan membantu Zangi, seorang penguasa arab
yang mencoba menyatukan daerah-daerah muslim yang terpecah menjadi beberapa
kerajaan seperti Suriah, Antiokhia, Aleppo, Tripoli, Horns, Yarussalem, Damaskus.
Zangi berhasil menguasai Suriah selanjutnya Zangi bersiap untuk menghadapi
serbuan tentara Salib dari Eropa yang telah mulai memasuki Palestina. Zangi bersama
saudaranya; Nuruddin menjadi mentor bagi Salahudin kecil yang mulai tumbuh
berkembang dalam lingkungan keluarga ksatria. Dari kecil sudah mulai terlihat karakter
kuat Salahudin yang rendah hati, santu serta penuh belas kasih. Zangi meninggal
digantikan Nuruddin. Paman Salahudin, Shirkuh kemudian ditunjuk untuk menaklukan
Mesir yang saat itu sedang dikuasai dinasti Fatimiyah. Setelah penyerangan kelima kali,
tahun 1189 Mesir dapat dikuasai. Shirkuh kemudian meninggal. Selanjutnya Salahudin
diangkat oleh Nuruddin menjadi pengganti Shirkuh.
Salahudin yang masih muda dan dinggap “hijau” ternyata mampu melakukan
mobilisasi dan reorganisasi pasukan dan perekonomian di Mesir, terutama untuk
menghadapi kemungkinan serbuan balatentara Salib. Berkali-kali serangan pasukan Salib
ke Mesir dapat Salahudin patahkan. Akan tetapi keberhasilan Salahudin dalam memimpin
mesir mengakibatkan Nuruddin merasa khawatir tersaingi. Akibatnya hubungan mereka
memburuk. Tahun 1175 Nuruddin mengirimkan pasukan untuk menaklukan Mesir. Tetapi
Nuruddin meninggal saat armadanya sedang dalam perjalanan. Akhirnya penyerangan
dibatalkan. Tampuk kekuasaan diserahkan kepada putranya yang masih sangat muda.
Salahudin berangkat ke Damaskus untuk mengucapkan bela sungkawa.
Kedatangannya banyak disambut dan dielu-elukan. Salahudin yang santun berniat untuk
menyerahkan kekuasaan kepada raja yang baru dan masih belia ini. Pada tahun itu juga

[22]

raja muda ini sakit dan meninggal. Posisinya digantikan oleh Salahudin yang diangkat
menjadi pemimpin kekhalifahan Suriah dan Mesir.
Saat Salahudin berkuasa, perang salib sedang berjalan dalam fase kedua dengan
dikuasainya Yerussalem oleh pasukan Salib. Namun pas