MAKALAH SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM (4)

MAKALAH SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM

Oleh:
Kelompok 6
Nama Anggota: *Aditya Adidaya
*Muliana
*Sri Hardiyanti
*Yandi Firdaus
*Yaumil Oktarina

KEMENTERIAN AGAMA
MADRASAH ALIYAH NEGERI MODEL PALANGKA RAYA 2014-2015

ISLAM DI INDONESIA
Proses Masukya Agama Islam ke Indonesia
A.
Teori-teori Masukya Agama Islam ke Indonesia.
Proses masuk dan berkembangnya agama Islam di Indonesia menurut Suryanegara
dalam bukunya yang berjudul Menemukan Sejarah, terdapat 3 teori yaitu:
1) Teori Gujarat
Teori berpendapat bahwa agama Islam masuk ke Indonesia pada abad 13 dan

pembawanya berasal dari Gujarat (Cambay), India. Dasar dari teori ini adalah:
a.

Kurangnya fakta yang menjelaskan peranan bangsa Arab dalam

penyebaran Islam di Indonesia.
b.
Hubungan dagang Indonesia dengan India telah lama melalui jalur
Indonesia – Cambay – Timur Tengah – Eropa.
c.
Adanya Batu nisan Sultan Samudra Pasai yaitu Sultan Malik Al-Shaleh
pada tahun 1297 yang bercorak khas Gujarat
Pendukung teori Gujarat adalah Snouck Hurgronye,W.F. Stutterheim dan Bernard H. M.
Vlekke. Para ahli yang mendukung teori Gujarat, lebih memusatkan perhatiannya pada saat
timbulnya kekuasaan politik Islam yaitu adanya kerajaan Samudra Pasai.
Hal ini juga bersumber dari keterangan Marcopolo dari Venesia. (Italia) yang pernah
singgah di Perlak ( Perureula) tahun 1292. Ia menceritakan bahwa di Perlak sudah
banyak penduduk yang memeluk Islam dan banyak pedagang Islam dari India yang
menyebarkan ajaran Islam
2) Teori Mekkah

Teori ini merupakan teori baru yang muncul sebagai sanggahan terhadap teori lama
yaitu teori Gujarat.Teori Makkah berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia pada
abad ke 7 dan pembawanya berasal dari Arab (Mesir). Dasar teori ini adalah:
a.
Pada abad ke-7 yaitu tahun 674 di pantai barat Sumatera sudah terdapat
perkampungan Islam, dengan pertimbangan bahwa pedagang Arab sudah mendirikan
perkampungan sejak abad ke-4. Hal ini juga sesuai dengan berita dari Cina.
b.
Kerjaan Samudera Pasai penganut aliran mahzab Syafi’i, dimana pengaruh
mahzab Syafi’i terbesar pada waktu itu adalah Mesir dan Mekah. Sedangkan
Gujarat/India adalah penganut mahzab Hanafi.
c.
Raja-raja Samudera Pasai menggunakan gelar Al-Malik yaitu gelar tersebut
berasal dari Mesir.
Pendukung Teori Makkah ini adalah Hamka, Van Leur dan T.W. Arnold. Para ahli yang
mendukung teori menyatakan bahwa abad 13 sudah berdiri kekuasaan polotik Islam,

jadi masuknya ke Inonesia terjadi jauh sebelumnya abad ke-7 dan berperan besar
terhadap proses penyebarannya adalah bangsa Arab sendiri.
3) Teori Persia

Teori ini berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia abad 13 dan pembawanya
berasal dari Persia (Iran). Dari teori ini adalah kesamaan budaya Persia dengan budaya
masyarakat IslamIndonesia seperti:
1)
Peringatan 10 Muharram atau Asyura atas meninggalnya Hasan dan Husein,
cucu Nabi Muhammad, yang sangat di junjung oleh orang Syiah/Islam Iran. DiSumatra
Barat peringatan tersebut disebut dengan upacara Tabuik/Tabut.Sedangkan di pulau
Jawa ditandai dengan pembuatan bubur Syuro.
2)
Kesamaan ajaran Sufi yang dianut Syaikh Siti Jennar dengan sufi dari
Iran yaituAl – Hallaj.Penggunaan istilah bahasa Iran dalam sistem mengeja huruf
Arab untuk tanda-tanda bunyi Harakat.
3)
Ditemukannya makam Maulana Malik Ibrahim tahun 1419 di Gresik.
4)
Adanya perkampungan Leren/Leran di Giri daerah Gresik. Leren adalah
namasalah satu Pendukung teori ini yaitu Umar Amir Husen dan P.A. Hussein
Jayadiningrat.
Ketiga teori tersebut, pada dasarnya masing-masing memiliki kebenaran
dankelemahannya. Maka itu berdasarkan teori tersebut dapatlah disimpulkan

bahwaIslam masuk ke Indonesia dengan jalan damai pada abad ke – 7 dan mengalami
perkembangannya pada abad 13. Sebagai pemegang peranan dalam penyebaranIslam
adalah bangsa Arab, bangsa Persia dan Gujarat (India).
Sumber-sumber yang menerangkan masuk dan berkembangnya agama Islam ke
a.

nusantara.
Sumber dari luar negeri.
1.
Berita dari bangsa Arab yang melakukan perdagangan dengan Indonesia
sekitar abad ke-7 pada masa kerajaan Sriwijaya.
2.
Berita dari Marco Polo tentang adanya kerajaan Islam yang pertama di
Nusantara yaitu Samudera Pasai.
3.
Berita dari India bahwa para pedagang India dari Gujarat telah melakukan
4.

penyebaran Islam di Nusantara.
Catatan Ma-Huan dari Cina, yang menceritakan bahwa kira-kira sekitar tahun

1400 telah ada saudagar-saudagar Islam yang tinggal di pesisir pantai utara Pulau
Jawa.

b.
1.

Sumber dari dalam negeri.
Penemuan batu di Lenan Gresik yang telah menggunakan bahsa Arab dan

2.

diduga telah adalah makam dari Fatimah Binti Maimun (1028).
Makam Sultan Malik As-Shaleh di Sumatera Utara yang meninggal pada bulan
Ramadhan 676 H atau1297 M.

3.

Makam Syekh Maulana Malik Ibrahim di Gresik yang Wafat tahun 1419 M.

Ditengah perbedaan penafsiran proses masuk dan berkembangannya agama Islam di

Nusantara tersebut, para ahli sepakat bahwa golongan pembawa agama Islam di
Nusantara adalah kaum pedagang, selain sebagai kewajiban seorang Muslim,
penyebaran agama melalui perdgangan ketika itu merupakam jalan yang paling efisien.
Pada saat itu pelayaran dan perdgangan internasional sangant berkembang. Tidak
heran jika daerah pesisir pantai terlebih dahulu memeluk agama Islam adalah daerah
Pesisir. Selain itu, kaum mubaligh atau guru agama juga datang untuk mengajarkan dan
menyebarkan agama Islam. Kedatangan para mubaligh ini mempercepat islamisasi
daerah-daerah di Nusantara. Mereka mendirikan banyak pesantren yang mencetak
kader-kader ulama atau guru agama lokal. Golongan lain yang juga disebut sebagai
pembawa agama Islam adalah penganut Tasawuf (kaum sufi). Mereka diperkirakan
masuk ke Nusantara pada abad ke-13.
Selain golongan pembawa tentu terdapat pula golongan penerima agama Islam.
Diantaranya adalah
1.
2.
3.

Para adipati pesisir yang langsung berhubungan denagn pedagang muslim,
Raja dan bangsawan yang ikut mempercepat perkembangan Islam,
Para pedagang muslim yang terlibat langsung dengan pedagang Islam dari


luar,
4.
Para wali songo,
5.
Rakyat yang di Islamkan Wali songo.
Saluran dan Proses Islamisasi di Nusantara
Islamisasi di nusantara pada umumnya berjalan damai, melalui perdagangan dan
dakwah oleh para mubaligh dan sufi. Namun, ada kalanya penyebaran diwarnai dengan
penaklukan, misalnya jika situasi politik dikerajaan-kerajaan itu mengalami kekacauan
akibat perebutan kekuasaan. Disamping itu, islam juga berfungsi sebagai alat untuk
mempersatukan kekuasaan dalam menghadapi lawan.
a. Perdagangan
Islamisai melaluai jalur perdagangan terjadi pada tahap awal, yaitu sejalan dengan
ramainya lalu lintas perdagangan laut pada abad ke-7 hingga abad ke-16. Pada saat iti,
pedagang muslim yang berdagang ke nusantara semakin banyak sehingga akhirnya
membentuk pemukiman yang disebut pekojan. Dari tempat ini, mereka berinteraksi dan
berasimilasi dengan masyarakat asli sambil menyebarkan agama Islam.
b. Perkawinan
Para pedagang yang datang ke nusantara danyak yang menikah dengan wanita

pribumi. Sebelum perkawinan berlangsung, wanita-wanita pribumi yang belum

beragama Islam diminta mengucapkan syahadat sebagai tanda menerima Islam
sebagai agamanya. Dengan proses seperti ini, kelompok mereka semakin besar dan
lambat laun berkembang dari komunitas kecil menjadi kerajaan-kerajaan Islam.
c. Tasawuf
Saluran penyebaran Islam yang tidak kalah pentingnya adalah melalui tasawuf.
Tasawuf adalah ajaran atau cara untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Ajaran tasawuf
ini banyak dijumpai dalam cerita babad dan hikayat masyarakat setempat. Beberapa
tokoh penyebar tasawuf yang terkenal adalah Hamzah Fansuri, Syamsudin, Syekh Abdul
Shamad dan Nuruddin Ar-Ranirry.
d. Kesenian
Saluran penyebaran agama Islam di Nusantara terlihat pula dalam kesenian Islam,
seperti peninggalan seni bangunan, seno pahat, seni musik, dan seni sastra. Hasil-hasil
tersebut dapat pula dilihat pada masjid-masjid kuno di Demak, Cirebon, Banten, dan
Aceh.
e. Dakwah Wali Songo
Proses penyebaran Islam di Nusantara khususnya di pulau Jawa tidak lepas dari
peranan para wali. Para wali bertindak sebagai juru dakwah, penyebar dan perintis
agama Islam. Dengan bekalpengetahuan agama dan keahlian tersebut,para wali

mendapat banyak pengikut dan sangat dihormati.
Di Jawa, terdapat sembilan wali yang sangat terkenal. Para wali ini kemudian dikemal
dengan sebutan Wali Songo ( wali sembilan, karena jumlah wali ada sembilan orang).
Mereka adalah sebagai berikut.
1.
Sunan Ampel (Raden Rahmat), di Ampel, Surabaya.
2.
Sunan Maulana Malik Ibrahim di Gresik.
3.
Sunan Giri (Raden Paku), di Bukit Giri, Surabaya.
4.
Sunan Drajat, di Drajat, Surabaya.
5.
Sunan Bonan (Makdum Ibrahim), di Bonang, Tuban
6.
Sunan Muria, yang tinggal di lereng gunung Muria, Kudus.
7.
Sunan Kalijaga (Joko Said), di Kalidangu, Demak.
8.
Sunan Kudus, yang bertempat tinggal di Kudus.

9.
Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah), di Gunung Jati, Cirebon
Perkembangan Islam di Nusantara
Ada beberapa faktor yang menyebabkan agama Islam dapat berkembang dengan
cepat di Indonesia. Diantaranya sebagai berikut.
1.
Syarat masuk agama Islam sangatlah mudah. Seseorang hanya butuh
mengucapkan kalimat syahadat untuk bisa secara resmi masuk Islam.
2.
Agama Islam tidak mengenal sistem pembagian masyarakat berdasarkan
perbedaan kasta. Setiap anggota masyarakat memiliki kedudukan yang sama sebagai
hamba Allah SWT. Kenyataan ini berbeda dengan kondisi sebelumnya dimana
masyarakat terbagi dalam kasta-kasta.

3.

Penyebaran agama Islam dilakukan dengan jalan yang relatif damai (tanpa

melalui kekerasan)
4.

Sifat masyarakat Nusantara yang ramah tamah memberi peluang untuk
bergaul lebih erat dengan bangsa lain. Di dalam pergaulan itu, terjadi saling
mempengaruhi dan saling pengertian.
5.
Upacara-upacara ke agamaan dalam Islam lebih sederhana, dan di padankan
dengan upacara-upacara yang telah ada sebelumnya.
Faktor-faktor diatas, didikung pula dengan semangat para penganut Islam untuk
terus menyebarkan agama yang telah dianutnya. Bagi penganut agama Islam,
menyebarkan agama Islam adalah sebuah kewajiban.

Kerajaan-kerajaan islam di
indonesia (SEJARAH)
KERAJAAN SAMUDERA PASAI
1. Awal Perkembangan Kerajaan Samudera Pasai
Kerajaan Samudera Pasai terletak di pantai utara Aceh, pada muara Sungai Pasangan
(Pasai). Pada muara sungai itu terletak dua kota, yaitu samudera (agak jauh dari laut)
dan Pasai (kota pesisir). Kedua kota yang masyarakatnya sudah masuk Islam
tersebut disatukan oleh Marah Sile yang masuk Islam berkat pertemuannya dengan
Syekh Ismail, seorang utusan Syarif Mekah. Merah Selu kemudian dinobatkan
menjadi sultan (raja) dengan gelar Sultan Malik al Saleh.
Setelah resmi menjadi kerajaan Islam, Samudera Pasai berkembang pesat menjadi
pusat perdagangan dan pusat studi Islam yang ramai. Pedagang dari India, Benggala,
Gujarat, Arab, Cina serta daerah di sekitarnya banyak berdatangan di Samudera
Pasai.
Samudera Pasai setelah pertahanannya kuat segera meluaskan kekuasaan ke daerah
pedalaman meliputi Tamiang, Balek Bimba, Samerlangga, Beruana, Simpag, Buloh
Telang, Benua, Samudera, Perlak, Hambu Aer, Rama Candhi, Tukas, Pekan, dan Pasai.
2. Aspek Kehidupan Politik

Ada beberapa raja yang pernah memerintah Samudera Pasai, antara lain:
1)

Sultan Malik al Saleh ( 1290 – 1297)

2)

Muhammad Malik az Zahir ( 1297 – 1326 )

3)

Mahmud Malik az Zahir ( 1326 – 1345)

4)

Mansur Malik az Zahir ( …. – 1346 )

5)

Ahmad Malik az Zahir ( 1346 – 1383 )

6)

Zain al Abidin Malik az Zahir ( 1383 – 1405 )

7)

Nahrasiyah ( 1405 – 1412 )

8)

Sallah ad Din ( 1412 – … )

9)

Abu Zaid Malik az Zahir ( … – 1455 )

10) Mahmud Malik az Zahir ( 1455 – 1477 )
11) Zain al Abidin ( 1477 – 1500 )
12) Abdullah Malik az Zahir ( 1501 – 1513 )
13) Zain al Abidin ( 1513 – 1524 )
Kehidupan politik yang terjadi di Kerajaan Samudera Pasai dapat dilihat pada masa
pemerintahan raja-raja berikut ini:
1. Sultan Malik al Saleh
Sultan Malik al Saleh merupakan raja pertama di Kerajaan Samudera Pasai. Dalam
menjalankan pemerintahannya, Beliau berhasil menyatukan dua kota besar di
Kerajaan Samudera Pasai, yakni kota Samudera dan kota Pasai
dan menjadikan masyarakatnya sebagai umat Islam. Setelah beliau mangkat pada
tahun 1297, jabatan beliau diteruskan oleh putranya, Sultan Malik al Thahir. Lalu

takhta kerajaan dilanjutkan lagi oleh kedua cucunya yang bernama Malik al Mahmud
dan Malik al Mansur.
2. Malik al Mahmud dan Malik al Mansur.
Dalam menjalankan pemerintahannya, Malik al Mahmud dan Malik al Mansur pernah
memindahkan ibu kota kerajaan ke Lhok Seumawe dengan dibantu oleh kedua
perdana menterinya.
3. Sultan Ahmad Perumadal Perumal
Pada masa pemerintahan Sultan Ahmad Perumadal Perumal inilah, Kerajaan
Samudera Pasai pertama kalinya menjalin hubungan dengan Kerajaan / Kesultanan
lain, yakni Kesultanan Delhi (India).
3. Aspek Kehidupan Ekonomi dan Sosial
Kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat Samudera Pasai dititikberatkan pada
kegiatan perdagangan, pelayaran dan penyebaran agama. Hal ini dikarenakan,
banyaknya pedagang asing yang sering singgah bahkan menetap di daerah
Samudera Pasai, yakni Pelabuhan Malaka. Mereka yang datang dari berbagai negara
seperti Persia, Arab, dan Gujarat kemudian bergaul dengan penduduk setempat dan
menyebarkan agama serta kebudayaannya masing-masing. Dengan demikian,
kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat Samudera Pasai bertambah maju,
begitupun di bidang perdagangan, pelayaran dan keagamannya.
Keberadaan agama Islam di Samdera Pasai sangat dipengaruhi oleh perkembangan
di Timur Tengah. Hal itu terbukti pada saat perubahan aliran Syi’ah menjadi Syafi’i di
Samudera Pasai. Perubahan aliran tersebut ternyata mengikuti perubahan di Mesir.
Pada saat itu, di Mesir sedang terjadi pergantian kekuasaan dari Dinasti Fatimah yang
beraliran Syi’ah kepada Dinasti Mameluk yang beraliran Syafi’i.
Aliran Syafi’i dalam perkembangannya di samudera Pasai menyesuaikan dengan
adat istiadat setempat. Oleh karena itu kehidupan sosial masyarakatnya merupakan
campuran Islam dengan adat istiadat setempat.
4. Kemunduran Kerajaan Samudera Pasai

Pada waktu Samudera Pasai berkembang, Majapahit juga sedang mengembangkan
politik ekspansi. Majapahit setelah meyakini adanya hubungan antara Samudera
Pasai dan Delhi yang membahayakan kedudukannya, maka
pada tahun 1350 M segera menyerang Samudera Pasai. Akibatnya, Samudera Pasai
mengalami kemunduran. Pusat perdagangan Samudera Pasai pindah ke pulau Bintan
dan Aceh Utara (Banda Aceh). Samudera Pasai runtuh ditaklukkan Aceh
KERAJAAN ACEH
1. Awal Perkembangan Kerajaan Aceh
Aceh semula menjadi daerah taklukkan Kerajaan Pedir. Akibat Malaka jatuh ke
tangan Portugis, pedagang yang semula berlabuh di pelabuhan Malaka beralih ke
pelabuhan milik Aceh. Dengan demikian, Aceh segera berkembang dengan cepat dan
akhirnya lepas dari kekuasaan Pedir. Aceh berdiri sebagai kerajaan merdeka. Sultan
pertama yang memerintah dan sekaligus pendiri Kerajaan Aceh adalah Sultan Ali
Mughayat Syah (1514-1528 M).
2. Aspek Kehidupan Politik dan Pemerintahan
Aceh cepat tumbuh menjadi kerajaan besar karena didukung oleh faktor sebagai
berikut:
1)

Letak Ibu kota Aceh yang sangat strategis.

2)

Pelabuhan Aceh ( Olele ) memiliki persyaratan yang baik sebagai pelabuhan

dagang.
3)

Daerah Aceh kaya dengan tanaman lada sebagai mata dagangan ekspor yang

penting.
4)

Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis menyebabkan pedagang Islam banyak yang

singgah ke Aceh.
Sultan Ali Mughayat Syah merupakan Raja pertama di Aceh sekaligus beliau
merupakan pendiri Kerajaan Aceh. Setelah beliau mangkat, raja selanjutnya adalah
Sultan Ibrahim. Dalam pemerintahannya beliau berhasil menaklukkan Pedir. Raja

berikutnya adalah Iskandar Muda. Pada masa pemerintahan beliau, Aceh mencapai
puncak kejayaan dan menjadi sumber komoditas lada dan emas. Beliau mangkat
pada tahun 1636 M dan digantikan oleh menantunya Iskandar Thani yang tidak
memiliki kecakapan. Dalam pemerintahannya, Kerajaan Aceh terus-menerus
mengalami kemunduran.
3. Aspek Kehidupan Kebudayaan
Letak Aceh yang strategis menyebabkan perdagangannya maju pesat. Dengan
demikian, kebudayaan masyarakatnya juga makin bertambah maju karena sering
berhubungan dengan bangsa lain. Contohnya, yaitu tersusunnya hukum adat yang
dilandasi ajaran Islam yang disebut Hukum Adat Makuta Alam. Dengan hukum adat
Makuta Alam itulah, sehingga tata kehidupan dan segala aktivitas masyarakat Aceh
didasarkan pada aturan Islam. Dengan demikian, keadaan Aceh seolah-olah identik
dengan Mekah, Arab Saudi. Atas dasar itulah, Aceh mendapat julukan Serambi
Mekah.
4. Aspek Kehidupan Ekonomi dan Sosial
Bidang perdagangan yang maju menjadikan Aceh makin makmur. Setelah Sultan
Ibrahim dapat menaklukkan Pedir yang kaya akan lada putih, Aceh makin bertambah
makmur dan menjadi sumber komoditas lada dan emas. Dengan kekayaan
melimpah, Aceh mampu membangun angkatan bersenjata yang kuat.
5. Kemunduran Kerajaan Aceh
Kemunduran Kerajaan Aceh ketika itu disebabkan oleh hal-hal sebagai-berikut:
1. Kekalahan perang antara Aceh melawan Portugis di Malaka pada tahun 1629 M.
2. Tokoh pengganti Iskandar Muda tidak secakap pendahulunya.
3. Permusuhan yang hebat di antara kaum ulama yang menganut ajaran berbeda.
4. Daerah-daerah yang jauh dari pemerintahan pusat melepaskan diri dengan Aceh.

5. Pertahanan Aceh lemah sehingga bangsa-bangsa Eropa lainnya berhasil mendesak
dan menggeser daerah-daerah perdagangan Aceh. Akibatnya perekonomian semakin
melemah.
KERAJAAN DEMAK
1. Awal Perkembangan Kerajaan Demak
Kerajaan Demak merupakan kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa. Demak
sebelumnya merupakan daerah vasal atau bawahan dari Majapahit. Daerah ini
diberikan kepada Raden Patah, keturunan Raja Majapahit yang terakhir. Ketika
kekuasaan kerajaan Majapahit melemah, Raden Patah memisahkan diri sebagai
bawahan Majapahit pada tahun 1478 M. Dengan dukungan dari para bupati, Raden
Patah mendirikan kerajaan Islam Demak dengan gelar Senopati Jimbung
Ngabdurrahman Panembahan Palembang Sayidin Panatagama. Sejak saat itu,
kerajaan Demak berkembang menjadi kerajaan maritim yang kuat. Wilayahnya cukup
luas, hampir meliputi sepanjang pantai utara Pulau Jawa. Sementara itu, daerah
pengaruhnya sampai ke luar Jawa, seperti ke Palembang, Jambi, Banjar, dan Maluku.
2. Aspek Kehidupan Politik dan Pemerintahan
Pada tahun 1507 M, Raja Demak pertama, Raden Patah mangkat dan digantikan oleh
putranya Pati Unus. Pada masa pemerintahan Pati Unus, Demak dan Portugis
bermusuhan, sehingga sepanjang pemerintahannya, Pati Unus hanya memperkuat
pertahanan lautnya, dengan maksud agar Portugis tidak masuk ke Jawa. Setelah
mangkat pada tahun 1521, Pati unus digantikan oleh adiknya Trenggana. Setelah
naik takhta, Sultan Trenggana melakukan usaha besar membendung masuknya
portugis ke Jawa Barat dan memperluas kekuasaan Kerajaan Demak. Beliau
mengutus Faletehan beserta pasukannya untuk menduduki Jawa Barat. Dengan
semangat juang yang tinggi, Faletehan berhasil menguasai Banten dan Sunda Kelapa
lalu menyusul Cirebon. Dengan demikian, seluruh pantai utara Jawa akhirnya tunduk
kepada pemerintahan Demak. Faletehan kemudian diangkat menjadi raja di Cirebon.
Pasukan demak terus bergerak ke daerah pedalaman dan berhasil menundukkan
Pajang dan Mataram, serta Madura. Untuk memperkuat kedudukannya, Sultan
Trenggana melakukan perkawinan politik dengan Bupati Madura, yakni mengawinkan
Putri Sultan Trenggana dengan Putra Bupati Madura, Jaka Tingkir. Sultan Trenggana

mangkat pada tahun 1546 M. Mangkatnya Beliau menimbulkan kekacauan politik
yang hebat di Demak. Negara bagian banyak yang melepaskan diri, dan para ahli
waris Demak juga saling berebut tahta sehingga timbul perang saudara dan
muncullah kekuasaan baru, yakni Kerajaan Pajang.
3. Aspek Kehidupan Sosial dan Budaya
Kehidupan sosial masyarakat Kerajaan Demak telah berjalan teratur. Pemerintahan
diatur dengan hukum Islam tanpa meninggalkan norma-norma lama begitu saja.
Hasil kebudayaan Demak merupakan kebudayaan yang berkaitan dengan Islam.
Seperti ukir-ukiran Islam dan berdirinya Masjid Agung Demak yang masih berdiri
sampai sekarang. Masjid Agung tersebut merupakan lambang kebesaran Demak
sebagai kerajaan Islam.
4. Aspek Kehidupan Ekonomi
Dalam bidang ekonomi, Demak berperan penting karena mempunyai daerah
pertanian yang cukup luas dan sebagai penghasil bahan makanan, terutama beras.
Selain itu, perdagangannya juga maju. Komoditas yang diekspor, antara lain beras,
madu, dan lilin.
5. Keruntuhan Kerajaan Demak
Keruntuhan Kerajaan Demak disebabkan karena pembalasan dendam yang dilakukan
oleh Ratu Kalinyamat yang bekerja sama dengan Bupati Pajang Hadiwijaya (Jaka
Tingkir). Mereka berdua ingin menyingkirkan Aria Penansang sebagai pemimpin
Kerajaan Demak karena Aria Penansang telah membunuh suami dan adik suami dari
Ratu Kalinyamat. Dengan tipu daya yang tepat mereka berhasil meruntuhkan
pemerintahan dari Bupati Jipang yang tidak lain adalah Aria Penansang. Aria
Penansang sendiri berhasil dibunuh Sutawijaya. Sejak saat itu pemerintahan Demak
pindah ke Pajang dan tamatlah riwayat Kerajaan Demak.
KERAJAAN BANTEN
1. Awal Perkembangan Kerajaan Banten

Semula Banten menjadi daerah kekuasaan Kerajaan Pajajaran. Rajanya (Samiam)
mengadakan hubungan dengan Portugis di Malaka untuk membendung meluasnya
kekuasaan Demak. Namun melalui, Faletehan, Demak berhasil menduduki Banten,
Sunda Kelapa, dan Cirebon. Sejak saat itu, Banten segera tumbuh menjadi pelabuhan
penting menyusul kurangnya pedagang yang berlabuh di Pelabuhan Malaka yang
saat itu dikuasai oleh Portugis.
Pada tahun 1552 M, Faletehan menyerahkan pemerintahan Banten kepada putranya,
Hasanuddin. Di bawah pemerintahan Sultan Hasanuddin (1552-1570 M), Banten
cepat berkembang menjadi besar. Wilayahnya meluas sampai ke Lampung,
Bengkulu, dan Palembang.
2. Aspek Kehidupan Politik dan Pemerintahan
Raja Banten pertama, Sultan Hasanuddin mangkat pada tahun 1570 M dan
digantikan oleh putranya, Maulana Yusuf. Sultan Maulana Yusuf memperluas daerah
kekuasaannya ke pedalaman. Pada tahun 1579 M kekuasaan Kerajaan Pajajaran
dapat ditaklukkan, ibu kotanya direbut, dan rajanya tewas dalam pertempuran. Sejak
saat itu, tamatlah kerajaan Hindu di Jawa Barat.
Pada masa pemerintahan Maulana Yusuf, Banten mengalami puncak kejayaan.
Keadaan Banten aman dan tenteram karena kehidupan masyarakatnya diperhatikan,
seperti dengan dilaksanakannya pembangunan kota. Bidang pertanian juga
diperhatikan dengan membuat saluran irigasi.
Sultan Maulana Yusuf mangkat pada tahun 1580 M. Setelah mangkat, terjadilah
perang saudara untuk memperebutkan tahta di Banten. Setelah peristiwa itu, putra
Sultan Maulana Yusuf, Maulana Muhammad yang baru berusia sembilan tahun
diangkat menjadi Raja dengan perwalian Mangkubumi.
Masa pemerintahan Maulana Muhammad berlangsung tahun 1508-1605 M.
Kemudian digantikan oleh Abdulmufakir yang masih kanak-kanak didampingi oleh
Pangeran Ranamenggala. Setelah pangeran Rana Menggala wafat, Banten
mengalami kemunduran.
3. Aspek Kehidupan Ekonomi dan Sosial

Banten tumbuh menjadi pusat perdagangan dan pelayaran yang ramai karena
menghasilkan lada dan pala yang banyak. Pedangang Cina, India, gujarat, Persia, dan
Arab banyak yang datang berlabuh di Banten. Kehidupan sosial masyarakat Banten
dipengaruhi oleh sistem kemasyarakatan Islam. Pengaruh tersebut tidak terbatas di
lingkungan daerah perdagangan, tetapi meluas hingga ke pedalaman.
4. Kemunduran Kerajaan Banten
Penyebab kemunduran Kerajaan Banten berawal saat mangkatnya Raja Besar Banten
Maulana Yusuf. Setelah mangkatnya Raja Besar terjadilah perang saudara di Banten
antara saudara Maulana Yusuf dengan pembesar Kerajaan Banten. Sejak saat itu
Banten mulai hancur karena terjadi peang saudara, apalagi sudah tidak ada lagi raja
yang cakap seperti Maulana Yusuf.
KERAJAAN MATARAM ISLAM
1. Awal Perkembangan Kerajaan Mataram Islam
Pada waktu Sultan Hadiwijaya berkuasa di Pajang, Ki Ageng Pemanahan dilantik
menjadi Bupati di Mataram sebagai imbalan atas keberhasilannya membantu
menumpas Aria Penangsang. Sutawijaya, putra Ki Ageng Pemanahan diambil anak
angkat oleh Sultan Hadiwijaya. Setelah Ki Ageng Pemanahan wafat pada tahun 1575
M, Sutawijaya diangkat menjadi bupati di Mataram. Setelah menjadi bupati,
Sutawijaya ternyata tidak puas dan ingin menjadi raja yang menguasai seluruh Jawa,
sehingga terjadilah peperangan sengit pada tahun 1528 M yang menyebabkan
Sultan Hadiwijaya mangkat. Setelah itu terjadi perebutan kekuasaan di antara para
Bangsawan Pajang dengan pasukan Pangeran Pangiri yang membuat Pangeran
Pangiri beserta pengikutnya diusir dari Pajang, Mataram. Setelah suasana aman,
Pangeran Benawa (putra Hadiwijaya) menyerahkan takhtanya kepada Sutawijaya
yang kemudian memindahkan pusat pemerintahannya ke kotagede pada tahun 1568
M. Sejak saat itu berdirilah Kerajaan Mataram.
2. Aspek Kehidupan Politik dan Pemerintahan
Dalam menjalankan pemerintahannya, Sutawijaya, Raja Mataram banyak
menghadapi rintangan. Para bupati di pantai utara Jawa seperti Demak, Jepara, dan

Kudus yang dulunya tunduk pada Pajang memberontak ingin lepas dan menjadi
kerajaan merdeka. Akan tetapi, Sutawijaya berusaha menundukkan bupati-bupati
yang menentangnya dan Kerajaan Mataram berhasil meletakkan landasan
kekuasaannya mulai dari Galuh (Jabar) sampai pasuruan (Jatim).
Setelah Sutawijaya mangkat, tahta kerajaan diserahkan oleh putranya, Mas Jolang,
lalu cucunya Mas Rangsang atau Sultan Agung. Pada masa pemerintahan Sultan
Agung, muncul kembali para bupati yang memberontak, seperti Bupati Pati, Lasem,
Tuban, Surabaya, Madura, Blora, Madiun, dan Bojonegoro.
Untuk menundukkan pemberontak itu, Sultan Agung mempersiapkan sejumlah besar
pasukan, persenjataan, dan armada laut serta penggemblengan fisik dan mental.
Usaha Sultan Agung akhirnya berhasil pada tahun 1625 M. Kerajaan Mataram
berhasil menguasai seluruh Jawa, kecuali Banten, Batavia, Cirebon, dan Blambangan.
Untuk menguasai seluruh Jawa, Sultan Agung mencoba merebut Batavia dari tangan
Belanda. Namun usaha Sultan mengalami kegagalan.
3. Aspek Kehidupan Sosial
Kehidupan masyarakat di kerajaan Mataram, tertata dengan baik berdasarkan hukum
Islam tanpa meninggalkan norma-norma lama begitu saja. Dalam pemerintahan
Kerajaan Mataram Islam, Raja merupakan pemegang kekuasaan tertinggi, kemudian
diikuti oleh sejumlah pejabat kerajaan. Di bidang keagamaan terdapat penghulu,
khotib, naid, dan surantana yang bertugas memimpin upacara-upacara keagamaan.
Di bidang pengadilan, dalam istana terdapat jabatan jaksa yang bertugas
menjalankan pengadilan istana. Untuk menciptakan ketertiban di seluruh kerajaan,
diciptakan peraturan yang dinamakan anger-anger yang harus dipatuhi oleh seluruh
penduduk.
4. Aspek Kehidupan Ekonomi dan Kebudayaan
Kerajaan Mataram adalah kelanjutan dari Kerajaan Demak dan Pajang. Kerajaan ini
menggantungkan kehidupan ekonominya dari sektor agraris. Hal ini karena letaknya
yang berada di pedalaman. Akan tetapi, Mataram juga memiliki daerah kekuasan di
daerah pesisir utara Jawa yang mayoritas sebagai pelaut. Daerah pesisir inilah yang
berperan penting bagi arus perdagangan Kerajaan Mataram. Kebudayaan yang

berkembang pesat pada masa Kerajaan Mataram berupa seni tari, pahat, suara, dan
sastra. Bentuk kebudayaan yang berkembang adalah Upacara Kejawen yang
merupakan akulturasi antara kebudayaan Hindu-Budha dengan Islam. Di samping itu,
perkembangan di bidang kesusastraan memunculkan karya sastra yang cukup
terkenal, yaitu Kitab Sastra Gending yang merupakan perpaduan dari hukum Islam
dengan adat istiadat Jawa yang disebut Hukum Surya Alam.
5. Kemunduran Mataram Islam
Kemunduran Mataram Islam berawal saat kekalahan Sultan Agung merebut Batavia
dan menguasai seluruh Jawa dari Belanda. Setelah kekalahan itu, kehidupan ekonomi
rakyat tidak terurus karena sebagian rakyat dikerahkan untuk berperang.
KERAJAAN MAKASSAR
1. Awal Perkembangan Kerajaan Makassar
Di Sulawesi Selatan pada awal abad ke-16 terdapat banyak kerajaan, tetapi yang
terkenal adalah Gowa, Tallo, bone, Wajo, Soppeng, dan Luwu. Berkat dakwah dari
Datuk ri Bandang dan Sulaeman dari Minangkabau, akhirnya Raja Gowa dan Tallo
masuk Islam (1605) dan rakyat pun segera mengikutinya.
Kerajaan Gowa dan Tallo akhirnya dapat menguasai kerajaan lainnya. Dua kerajaan
itu lazim disebut Kerajaan Makassar. Dari Makasar, agama Islam menyebar ke
berbagai daerah sampai ke Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa
Tenggara Timur. Makassar merupakan salah satu kerajaan Islam yang ramai akan
pelabuhannya. Hal ini, karena letaknya di tengah-tengah antara Maluku, Jawa,
Kalimantan, Sumatera, dan Malaka.
2. Aspek Kehidupan Politik dan Pemerintahan
Kerajaan Makassar mula-mula diperintah oleh Sultan Alauddin (1591-1639 M). Raja
berikutnya adalah Muhammad Said (1639-1653 M) dan dilanjutan oleh putranya,
Hasanuddin (1654-1660 M). Sultan Hasanuddin berhasil memperluas daerah
kekuasaannya dengan menundukkan kerajaan-kerajaan kecil di Sulawesi Selatan,
termasuk Kerajaan Bone. VOC setelah mengetahui Pelabuhan Makassar, yaitu
Sombaopu cukup ramai dan banyak menghasilkan beras, mulai mengirimkan utusan

untuk membuka hubungan dagang. Setelah sering datang ke Makassar, VOC mulai
membujuk Sultan Hasanuddin untuk bersama-sama menyerbu Banda (pusat rempahrempah). Namun, bujukan VOC itu ditolak. Setelah peristiwa itu, antara Makassar dan
VOC mulai terjadi konflik. Terlebih lagi setelah insiden penipuan tahun 1616. Pada
saat itu para pembesar Makassar diundang untuk suatu perjamuan di atas kapal
VOC, tetapi nyatanya malahan dilucuti dan terjadilah perkelahian yang menimbulkan
banyak korban di pihak Makassar. Keadaan meruncing sehingga pecah perang
terbuka. Dalam peperangan tersebut, VOC sering mengalami kesulitan dalam
menundukkan Makassar. Oleh karena itu, VOC memperalat Aru Palakka (Raja Bone)
yang ingin lepas dari kerajaan Makassar dan menjadi kerajaan merdeka.
3. Aspek Kehidupan Ekonomi, Sosial, dan Kebudayaan
Kerajaan Makassar berkembang menjadi kerajaan maritim. Hasil perekonomian
terutama diperoleh dari hasil pelayaran dan perdagangan. Pelabuhan Sombaupu
( Makassar ) banyak didatangi kapal-kapal dagang sehingga menjadi pelabuhan
transit yang sangat ramai. Dengan demikian, masyarakatnya hidup aman dan
makmur. Dalam menjalankan pemerintahannya, Raja dibantu oleh Bate Salapanga
(Majelis Sembilan) yang diawasi oleh seorang paccalaya (hakim). Sesudah sultan,
jabatan tertinggi dibawahnya adalah pabbicarabutta (mangkubumi) yang dibantu
oleh tumailang matoa dan malolo. Panglima tertinggi disebut anrong guru lompona
tumakjannangan. Bendahara kerajaan disebut opu bali raten yang juga bertugas
mengurus perdagangan dan hubungan luar negeri. Pejabat bidang keagamaan
dijabat oleh kadhi yang dibantu imam, khatib, dan bilal. Hasil kebudayaan yang
cukup menonjol dari Kerajaan Makassar adalah keahlian masyarakatnya membuat
perahu layar yang disebut pinisi dan lambo.
4.

Kemunduran Kerajaan Makassar

Kemunduran Kerajaan Makassar disebabkan karena permusuhannya dengan VOC
yang berlangsung sangat lama. Ditambah dengan taktik VOC yang memperalat Aru
Palakka ( Raja Bone) untuk mengalahkan Makassar. Kebetulan saat itu Kerajaan
Makassar sedang bermusuhan dengan Kerajaan Bone sehingga Raja Bone setuju
bekerja sama dengan VOC.
KERAJAAN TERNATE

1. Awal Perkembangan Kerajaan Ternate
Pada abad ke-13 di Maluku sudah berdiri Kerajaan Ternate. Ibu kota Kerajaan Ternate
terletak di Sampalu (Pulau Ternate). Selain Kerajaan Ternate, di Maluku juga telah
berdiri kerajaan lain, seperti Jaelolo, Tidore, Bacan, dan Obi. Di antara kerajaan di
Maluku, Kerajaan Ternate yang paling maju. Kerajaan Ternate banyak dikunjungi oleh
pedagang, baik dari Nusantara maupun pedagang asing.
2. Aspek Kehidupan Politik dan Pemerintahan
Raja Ternate yang pertama adalah Sultan Marhum (1465-1495 M). Raja berikutnya
adalah putranya, Zainal Abidin. Pada masa pemerintahannya, Zainal Abidin giat
menyebarkan agama Islam ke pulau-pulau di sekitarnya, bahkan sampai ke Filiphina
Selatan. Zainal Abidin memerintah hingga tahun 1500 M. Setelah mangkat,
pemerintahan di Ternate berturut-turut dipegang oleh Sultan Sirullah, Sultan Hairun,
dan Sultan Baabullah. Pada masa pemerintahan Sultan Baabullah, Kerajaan Ternate
mengalami puncak kejayaannya. Wilayah kerajaan Ternate meliputi Mindanao,
seluruh kepulauan di Maluku, Papua, dan Timor. Bersamaan dengan itu, agama Islam
juga tersebar sangat luas.
3. Aspek Kehidupan Ekonomi, Sosial, dan Kebudayaan
Perdagangan dan pelayaran mengalami perkembangan yang pesat sehingga pada
abad ke-15 telah menjadi kerajaan penting di Maluku. Para pedagang asing datang
ke Ternate menjual barang perhiasan, pakaian, dan beras untuk ditukarkan dengan
rempah-rempah. Ramainya perdagangan memberikan keuntungan besar bagi
perkembangan Kerajaan Ternate sehingga dapat membangun laut yang cukup kuat.
Sebagai kerajaan yang bercorak Islam, masyarakat Ternate dalam kehidupan sehariharinya banyak menggunakan hukum Islam . Hal itu dapat dilihat pada saat Sultan
Hairun dari Ternate dengan De Mesquita dari Portugis melakukan perdamaian dengan
mengangkat sumpah dibawah kitab suci Al-Qur’an. Hasil kebudayaan yang cukup
menonjol dari kerajaan Ternate adalah keahlian masyarakatnya membuat kapal,
seperti kapal kora-kora.
4. Kemunduran Kerajaan Ternate

Kemunduran Kerajaan Ternate disebabkan karena diadu domba dengan Kerajaan
Tidore yang dilakukan oleh bangsa asing ( Portugis dan Spanyol ) yang bertujuan
untuk memonopoli daerah penghasil rempah-rempah tersebut. Setelah Sultan
Ternate dan Sultan Tidore sadar bahwa mereka telah diadu domba oleh Portugis dan
Spanyol, mereka kemudian bersatu dan berhasil mengusir Portugis dan Spanyol ke
luar Kepulauan Maluku. Namun kemenangan tersebut tidak bertahan lama sebab
VOC yang dibentuk Belanda untuk menguasai perdagangan rempah-rempah di
Maluku berhasil menaklukkan Ternate dengan strategi dan tata kerja yang teratur,
rapi dan terkontrol dalam bentuk organisasi yang kuat.
KERAJAAN TIDORE
1. Awal Perkembangan Kerajaan Tidore
Kerajaan tidore terletak di sebelah selatan Ternate. Menurut silsilah raja-raja Ternate
dan Tidore, Raja Ternate pertama adalah Muhammad Naqal yang naik tahta pada
tahun 1081 M. Baru pada tahun 1471 M, agama Islam masuk di kerajaan Tidore yang
dibawa oleh Ciriliyah, Raja Tidore yang kesembilan. Ciriliyah atau Sultan Jamaluddin
bersedia masuk Islam berkat dakwah Syekh Mansur dari Arab.
2. Aspek Kehidupan Politik dan Kebudayaan
Raja Tidore mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Nuku (17801805 M). Sultan Nuku dapat menyatukan Ternate dan Tidore untuk bersama-sama
melawan Belanda yang dibantu Inggris. Belanda kalah serta terusir dari Tidore dan
Ternate. Sementara itu, Inggris tidak mendapat apa-apa kecuali hubungan dagang
biasa. Sultan Nuku memang cerdik, berani, ulet, dan waspada. Sejak saat itu, Tidore
dan Ternate tidak diganggu, baik oleh Portugis, Spanyol, Belanda maupun Inggris
sehingga kemakmuran rakyatnya terus meningkat. Wilayah kekuasaan Tidore cukup
luas, meliputi Pulau Seram, Makean Halmahera, Pulau Raja Ampat, Kai, dan Papua.
Pengganti Sultan Nuku adalah adiknya, Zainal Abidin. Ia juga giat menentang
Belanda yang berniat menjajah kembali.
3. Aspek Kehidupan Ekonomi dan Sosial

Sebagai kerajaan yang bercorak Islam, masyarakat Tidore dalam kehidupan sehariharinya banyak menggunakan hukum Islam . Hal itu dapat dilihat pada saat Sultan
Nuku dari Tidore dengan De Mesquita dari Portugis melakukan perdamaian dengan
mengangkat sumpah dibawah kitab suci Al-Qur’an.
Kerajaan Tidore terkenal dengan rempah-rempahnya, seperti di daerah Maluku.
Sebagai penghasil rempah-rempah, kerajaan Tidore banyak didatangi oleh Bangsabangsa Eropa. Bangsa Eropa yang datang ke Maluku, antara lain Portugis, Spanyol,
dan Belanda.
4. Kemunduran Kerajaan Tidore
Kemunduran Kerajaan Tidore disebabkan karena diadu domba dengan Kerajaan
Ternate yang dilakukan oleh bangsa asing ( Spanyol dan Portugis ) yang bertujuan
untuk memonopoli daerah penghasil rempah-rempah tersebut. Setelah Sultan Tidore
dan Sultan Ternate sadar bahwa mereka telah diadu domba oleh Portugis dan
Spanyol, mereka kemudian bersatu dan berhasil mengusir Portugis dan Spanyol ke
luar Kepulauan Maluku. Namun kemenangan tersebut tidak bertahan lama sebab
VOC yang dibentuk Belanda untuk menguasai perdagangan rempah-rempah di
Maluku berhasil menaklukkan Ternate dengan strategi dan tata kerja yang teratur,
rapi dan terkontrol dalam bentuk organisasi yang kuat.

NAMA-NAMA ULAMA AWAL DI INDONESIA
Ulama adalah sebutan bagi para mubaligh yang pekerjaannya lebih khususu
mengajarkan agama Islam dan benar-benar menguasai dan memahami mengenai
seluk beluk agam dan ajaran Islam. Dengan adanya para ulama ini tentu akan lebih
mudah dalam proses Islamisasi dan memperdalam tentang agama Islam. Ada dua
cara yang dilskuksn oleh para ulama untuk menyebarkan agama dan ajaran Islam,
yakni
 Membentuk kader-kader ulama, yaitu dengan menyelenggarakan pengajaran dan
pendidikan Islam melalui Pendidikan pesantren-pesantren di Jawa, dayah di Aceh,
dan surau Minangkabau yang akan bertugas sebagai mubaligh ke daerah-daerah.

 Melalui karya-karya yang tersebar dan dibasa di berbagai tempat yang jauh. Karyakarya tersebut menggambarkan perkembangan pemikiran dan ilmu-illmu keagamaan
di Indonesia pada masa itu. Para ulama di Indonesia banyak bermunculan sekitar
abad ke-16 dan 17 Masehi.
Berikut adalah nama-nama ulama awal di Indonesia serta beberapa penjelasannya.
1). Hamzah Fansuri
Hamzah Fansuri dilahirkan pada akhir abad ke-16 di Barus, Sumatra Utara. Pada
tahun 1726, Francois Valentijn dalam bukunya Oud en Nieuw Oost-Indie pada bab
mengenai Sumatra menyebutkan banwa Hamzah Fansuri adalah sebagai penyair
yang dilahirkan di Fansur. Hamzah Fansuri telah mengembara ke berbagai tempat
untuk menambah pengeteahuannya seperti Mekah, Madinah, Baghdad, Kudus, dan
tempat-tempat jawa lainnya. Ia menguasai bahasa Arab dan Parsi di samping bahasa
Melayu yang memang menjadi bahasa ibunya. Hamzah Fansuri adalah mengembang
tarekat wujudiyah atau Martabat Tujuh. Menurutnya yang disebut wujud iru hanya
satu, walaupun kelihatannya banyak. Wujud yang satu itu mempunyai dua dimensi,
yang meliputi dimensi batin (isi) dan dimensi lahir (kulit). Semua benda yang tampak
itu merupakan perwujudan dari dimensi batin, yaitu waujud yang hakiki, yang tiada
lain adalah Allah. Wujud yang hakiki tersebut mempunyai tujuh martabat, yakni
1. Ahadiyah, hakikat sejati Allah.
2. Wahdah, hakikat Muhammad.
3. Wahidiyah, hakikat Nabi Adam.
4. Alam Arwah, hakikat nyawa.
5. Alam Mistad, hakikat segala bentuk.
6. Alam Ajsam, hakikat tubuh.
7. Alam Ihsan, hakikat manusia.
Semua martabat tersebut bermuara pada yang satu, yaitu ahadiyah, itulah Allah.
Pemikiran tasawufnya ini dipengaruhi oleh paham wahdat al wujud dari Ibnu Arabi
dan al Hallaj, ahli tasawuf yang masyhur pada akhir abad ke-12 dan awal abad ke-13.
Dibawah ini adalah karya-karya Hamzah Fansuri;
1. Asrar all-Arifin (Rahasia Orang yang bijaksana)
2. Syarab al-Asyikin (Minuman Segala Orang yang Berani)
3. Zinat al-Muwahidin (Perhiasan Sekalian Orang yang Mengesakan)

4. Syair si Burung Pingai
5. Syair si Burung Pinggak
6. Syair Sidang Fakir
7. Syair Dagang
8. Syair Perahu
Hamzah Fansuri menghasilkan karyanya itu ketika masa Sultan Iskandar Muda,
1606-1636 M (abad ke-17, meghasilkan beberapa buah syair dan prosa).
Berikut ini merupakan syair karyanya;
Syair Perahu
Inilah gerangan suatu madah
Mengarangkan syair terlalu indah
Membetuli jalan tempat berpindah
Disanalah i’tikad diperbetuli sudah
Wahai muda kenali dirimu
Ialah perahu tamsil tubuhmu
Tiadalah berapa lama hidupmu
Ke akhirat jua kekal diammu
Hai muda arif budiman
Hasilkan kemudi dengan pedoman
Alat perahumu jua kerjaka
Itulah jalan membetuli insane
2). Syeikh Abdul Qadir Al Fathani
Kedudukan Syeikh Abdul Qadir bin Abdur Rahman al-Fathani dari sudut ilmu
pengetahuan adalah setaraf dengan ulama-ulama besar yang berada di Mekah dan
Madinah pada zaman itu. Syeikh Abdul Qadir bin Abdur Rahman al-Fathani
menjalankan tugas ulama dengan aktivitis pengajarannya di Masjidil Haram, Mekah
dan di rumahnya sendiri.
Syeikh al-Fathani menyebut bahwa ayahnya, Syeikh Wan Muhammad Zain al-Fathani
lahir dalam tahun 1233 H/1817 M. Diriwayatkan bahawa Syeikh Abdul Qadir alFathani itu lebih tua daripada Syeikh Muhammad Zain al-Fathani. Riwayat lain
menyebut bahwa usia Syeikh Abdul Qadir al-Fathani lebih tua sekitar lima tahun
daripada Syeikh Wan Muhammad Zain al-Fathani. Jadi bererti Syeikh Abdul Qadir al-

Fathani lahir dalam tahun 1228 H/1813 M. Diriwayatkan pula bahawa Syeikh Abdul
Qadir al-Fathani lebih tua daripada Syeikh Nawawi al-Bantani (Imam Nawawi Tsani).
Syeikh Nawawi al-Bantani lahir dalam tahun 1230 H/1814 M. Kedua-dua ulama yang
berasal dari Patani dan Banten itu bersahabat ketika kedua-duanya belajar di Mekah.
Kedua-duanya menerima bai`ah Thariqat Qadiriyah-Naqsyabandiyah daripada Syeikh
Ahmad Khatib Sambas (1217 H/1802 M-1289 H/1872 M). Dalam beberapa hal Syeikh
Nawawi Banten belajar kepada Syeikh Abdul Qadir al-Fathani, di antaranya ilmu
qiraah. Dan demikian sebaliknya dalam beberapa hal Syeikh Abdul Qadir al-Fathani
belajar pula kepada Syeikh Nawawi al-Bantani. Syeikh Abdul Qadir bin Abdur Rahman
al-Fathani telah menyelamatkan cukup banyak karya yang masih dalam bentuk
tulisan tangan (manuskrip) yang dikarang oleh ulama dunia Melayu, terutama sekali
karya-karya Syeikh Daud bin Abdullah al-Fathani. Selain memelihara manuskrip
dengan rapi, Syeikh Abdul Qadir bin Abdur Rahman al-Fathani pula telah melakukan
pentahqiqan dan pentashhihan beberapa buah kitab yang dianggap penting, yang
secara tradisinya banyak diajarkan dari sebelum hingga zaman beliau. Syeikh Abdul
Qadir bin Abdur Rahman al-Fathani ini sangat penting bagi orang-orang Melayu yang
berada di Mekah pada zamannya. Beliau adalah guru bagi seluruh ulama Asia
Tenggara, pakar tempat rujukan dalam semua bidang keilmuan keislaman. Telah
disebutkan bahawa Syeikh Abdul Qadir bin Abdur Rahman al-Fathani adalah keluarga
dekat kepada Syeikh Daud bin Abdullah al-Fathani, maka Syeikh Abdul Qadir bin
Abdur Rahman al-Fathani inilah yang pertama mengambil tempat kemasyhuran
Syeikh Daud bin Abdullah al-Fathani setelah beliau meninggal dunia. Pengetahuan
Islam dan predikat ulama pada peribadi Syeikh Abdul Qadir bin Abdur Rahman alFathani tidak pernah diragukan oleh para ulama yang sezaman dengan beliau.
Kedudukan Syeikh Abdul Qadir bin Abdur Rahman al-Fathani dari sudut ilmu
pengetahuan adalah setaraf dengan ulama-ulama besar yang berada di Mekah dan
Madinah pada zaman itu. Syeikh Abdul Qadir bin Abdur Rahman al-Fathani
menjalankan tugas ulama dengan aktiviti pengajarannya di Masjidil Haram, Mekah dan di rumahnya sendiri. Suatu hal yang
menarik disebut di sini bahawa Syeikh Abdul Qadir bin Abdur Rahman al-Fathani
adalah seorang ulama yang besar pengaruhnya di kalangan Thariqat Syathariyah.
Syeikh Abdul Qadir bin Abdur Rahman al-Fathani adalah seorang Mursyid dalam
Thariqat Syathariyah tersebut. Syeikh Abdul Qadir bin Abdur Rahman al-Fathani
menerima Thariqat Syathariyah adalah secara langsung kepada Syeikh Daud bin

Abdullah al-Fathani.
Oleh sebab Syeikh Abdul Qadir bin Abdur Rahman al-Fathani telah diperbolehkan
mentawajjuh, membai'ah, dan mengijazahkan Thariqat Syathariyah tersebut, maka
pengaruh beliau lebih besar di kalangan masyarakat pengamal sufi Islami. Syeikh
Wan Ali Kutan al-Kalantani dipercayai telah menerima Thariqat Syathariyah daripada
Syeikh Abdul Qadir bin Abdur Rahman al-Fathani kerana ulama yang berasal dari
Kelantan itu tidak bertemu ketika dewasa dengan Syeikh Daud bin Abdullah alFathani.
Syeikh Abdul Qadir al-Fathani bin Abdur Rahman al-Fathani sekurang-kurangnya telah
menghasilkan 14 buah karangan, namun kerana kekurangan ruangan perbicaraan
tentangnya terpaksa ditangguhkan.
3). Syeikh Muhammad Mukhtar (Tuan Mukhtar Bogor)
Nama lengkap beliau ialah Syeikh Muhammad Mukhtar bin Atharid al-Bughri alBatawi al-Jawi. Lahir di Bogor, Jawa Barat, pada hari Khamis, 14 Sya’ban 1278 H/14
Februari 1862 M, wafat di Mekah, 17 Shafar 1349 H/13 Juli 1930 M. Tuan Mukhtar
Bogor menguasai banyak bidang disiplin ilmu termasuk ilmu-ilmu hadis, beliau
berpegang dengan Mazhab Syafi’ie, pengikut setia Mazhab Ahlis Sunnah wal Jamaah
aliran Imam Abu Hasan al-Asy'ari dan Imam Abu Manshur al-Maturidi. Beliau
memperoleh pendidikan dari orang tuanya sendiri. Dalam tahun 1299 H/1881 M
melanjutkan pelajarannya di Betawi/Jakarta, belajar kepada al-Allamah al-Habib
Utsman bin Aqil bin Yahya, Mufti Betawi. Melalui ulama Arab keturunan Rasulallah
s.a.w tersebut Tuan Mukhtar Bogor hafal matan-matan ilmu. Syeikh Muhammad
Mukhtar Bogor menghasilkan karya yang tersebar berupa cetakan ada yang ditulis
dalam bahasa Arab dan bahasa Melayu. Yang telah diketahui dan dijumpai adalah
sebagai yang tersebut di bawah ini:
1. Taqribul Maqshad fil Amali bir Rub'il Mujaiyab ( ilmu falakiyah)
2. Ushulud Din I'tiqad Ahlis Sunnah wal Jamaah ( akidah, sifat dua puluh)
3. Ar-Risalatul Wahbatil Ilahiyah fi Bayani Itsqati ma'alal Maiyiti minal Huquqi was
Shiyam was Shalati ( membicarakan fidiyah sembahyang, puasa dan lain-lain)
4. As-Shawa'iqul Muhriqah lil Auhamil Kazibah fi Bayani Hillil Baluti war Raddu `ala
man Harramahu (membicarakan hukum boleh makan belut ) Dan sebagainya.

4). Syeikh Abdul Hamid
Nama lengkapnya ialah Syeikh Abdul Hamid bin Mahmud. Ayah dan datuk neneknya
berasal dari Talu, Minangkabau. Abdul Hamid dilahirkan di Tanjung Balai Asahan
tahun 1298 H/1880 M. Wafat pada hari Khamis, petang Jumaat pada 10 Rabiulakhir
1370 H/18 Februari 1951 M. Menjelang perang dunia kedua, sekitar tahun 1930an,
Abdul Hamid menyelesaikan beberapa buah karangan, yang dapat diketahui ialah:
1. Ad-Durusul Khulasiyah, pernah dicetak di Mekah.
2. Al-Mathalibul Jamaliyah, pernah dicetak di Mekah.
3. Al-Mamlakul `Arabiyah.
4. Nujumul Ihtiba.
5. Tamyizut Taqlidi minal Ittiba.
6. Al-Ittiba.
7. Al-Mufradat.
8. Mi'rajun Nabi.
Selain mengarang kitab, Abdul Hamid juga pernah menerbitkan majalah bahasa Arab
dan Melayu yang diberi judul Majallah `Ulumil Islamiyah.
5) Syamsudin al Sumatrani
Ilmuwan muslim yang merupakan murid Hamzah Fansuri. Syamsudin menulis buku
yang berjudul Mir’atul Mu’minin (Cermin Orang beriman), 1601 M.
6) Nuruddin al Raniri
Ulama yang berasal dari aceh yang banyak menuangkan hasi pemikirannya tentang
ajaran Islam dalam berbagai buku. Ia berasal dari Ranir, Gujarat (India) dan
keturunan bangsa quraisy Hadramaut. Raniri dikenal sebagai orang yang giat
membela ajaran Ahlussunah Waljamaah. Menurut catatan Ahmad Daudi, karyanya
yang sudah diketahui yaitu 29 buah. Diantara karya-karyanya adalah:
1. Al Shirat dan Al Mustaqim berisi uraian tentang hokum.
2. Bustan Al Salathin, berisi sejarah dan tuntunan bagi para raja.
3. Asrar Al Insani fi Ma’rifati al Ruh wa al Rahman, karyanya dalam ilmu kalam.

4. Tibyan fi Ma’rifat al Adyan, yang berisikan perdebatan dengan kaum wujudiyah.
5. Al lama’ah fi Takfir an qala bi Khalq al qur’an, yang juga merupakan bantahan
terhadap pendapat Hamzah Fansuri bahwa al Qur’an itu makhluk.
Raniri berusaha melenyapkan pemikiran Hamzah Fansuri. Dalam dunia tasawuf,
paham Raniri dalam banyak hal lebih cocok dengan ilmu kalam.
7) Syeikh Kuala (Abdurauf)
Berasal dari kerajaan Aceh dari Singkel. Dilahirkan kira-kira tahun 1620. Abdurauf
mendalami ilmu pengetahuan di Mekkah dan Madinah. Dia menghidupakan kembali
ajaran tasawuf yang sebelumnya dikembangkan oleh Hamzah Fansuri. Abduraug juga
membuat tafsir AlQur’an dalam bahasa Melayu dan Jawa.
8) Syeikh Yusuf Makasar
Di Sulawesi, pemikiran tasawuf juga berkembang melalui Syeikh Yusuf Makasar
(1626-1699) yang lama belajar di Timur Tengah. Karya-karyanya diperkirakan
berjumlah 20 buah dan masih dalam bentuk naskah yang belum diterbitkan.
9) Syeikh Muhammad Arsyad al Banjari (1710-1812 M)
Ulama yang muncul sekitar abad ke-19 M, pemikirannya tidak mengenai tasawuf,
tetapi pemikiran fiqih. Ia menulis kitab Sabilul Muhtadin, sebuah kitab fiqih dan kitab
Perukunan Melayu.
10) Haji Ahmad Rifangi (1786-1875 M)
Berasal dari kalisasak yang menuis banyak buku, diantaranya Husnul Mathalib, asnal
Maqashid, Jam’u l Masa’ilAbyanul Hawa’ij, dan Ri’ayatul Himmah, yang umumnya
membahas ushuluddin, fiqih, dan tasawuf.
11) Syeikh Nawawi
Syeikh Nawawi berasal dari Banten menulis tidak kurang dari 26 buah kitab, yang
terkenal diantaranya adalah al Tafsir al Munir.

WALI SONGO DALAM ISLAMISASI DI
INDONESIA
A. Wali Songo dalam Islamisasi di indonesia.
Ada 9 ulama yang sangat berjasa dalam penyabaran islam di jawa. Wali Songo
mengembangkan agama islam antara abad ke 14 sampai 16, menjelang dan setelah
runtuhnya kerajaan majapahit. Dalam babad tanah jawi dalam berdakwah para wali
dianggap sebagai kepala sekelompok mubalig untuk daerah penyiaran tertentu.
Selain dikenal sebagai ulama, mereka juga berpengaruh besar dalam kehidupan
politik pemerintahan. Karena itu, mereka diberi gelar “Sunan” (Susuruhan,
junjungan).
a. Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik.
Dikenal juga dengan nama Maulana Magribi (syekh magribi). Ia juga berasal dari
magribi (afrika utara). Ia berasal dari keluarga muslim yang taat, dan belajar agama
islam sejak kecil. Ia berdakwah secara intensif dan bijaksana. Upaya menghilangkan
sistem kasta dalam masyarakat pada masa itu menjadi objek berdakwah. Cita – cita
dan perjuangannya dilanjutkan oleh anaknya, Sunan Ampel.
b. Raden Rahmat atau Sunan Ampel.
Memulai dakwahnya dari sebuah pesantren yang didirikan di Ampel Denta ( dekat
surabaya ) Jawa Timur. Sunan Giri, Raden Patah, Sunan Bonang dan Sunan Drajat
adalah murid – muridnya. Sunan Ampel dikenal sebagai wali yang tidak setuju
terhadap adat istiadat masyarakat jawa misalnya, kebiasaan mengadakan sesaji dan
selamatan. Namun para wali lain berpendapat bahwa hal itu tidak dapat dihilangkan
dengan segera. Mereka mengusulkan agar adat istiadat itu diberi warna islam.
Akhirnya Sunan Ampel menyetujui bahwa hal itu akan berkembang menjadi bid’ah.
c. Raden Paku ( Raden Ainul Yaqin ) atau Sunan Giri.

Raden Paku adalah putra Maulana