Analisis Faktor Industri Hiburan Hollywo
Paper Akhir PPEI 2015
Diansasi Proborini
Analisis Faktor Industri Hiburan Hollywood di Amerika Masih Beroperasi
dan Berkembang Selama Krisis 2008
Oleh:
Diansasi Proborini (071311233023)1
[email protected]
Abstraction
American Hollywood film industry is no doubt as one major company
that truly stated as one of the U.S. financial source. Previously, the 2008
economic crisis brought a major impact enough to U.S. society itself. The
increasing number of unemployment and the threat of the collapse of industries
within the country were one of them, yet the film industry is no exception.
However, entertainment industry seems continue to operate as usual despite of
the recession forged. Motives that make Hollywood entertainment industry
survive and remain victorious even seem the same as in previous years – like in
1930s and 1960s. Due to that fact, this study will emphasize points of discussion
on the factors that keep Hollywood film production process remain victorious in
spite of the 2008 economy crisis.
Keywords: 2008 crises, recession, unemployment, supply and demand theory,
entertainment industry, Hollywood.
Abstraksi
Indsutri perfilman Hollywood Amerika tidak dipungkiri menjadi salah
satu industri besar yang bahkan disinyalir menjadi sumber pemasukan finansial
Amerika Serikat yang cukup besar pula. Sebelumnya, peristiwa krisis ekonomi
pada tahun 2008 silam sejatinya telah membawa dampak yang cukup besar bagi
Amerika yaitu peningkatan jumlah pengangguran dan ancaman bangkrutnya
industri-industri dalam negeri, tidak terkecuali industri perfilman.
Bagaimanapun industri hiburan Hollywood tampak tetap beroperasi seperti
biasa walaupun ditempa resesi. Motif-motif yang membuat industri hiburan
Hollywood bertahan pun nampak sama dengan tahun-tahun sebelumnya.
Sehubungan dengan hal tersebut, kajian kali ini akan menekankan poin
pembahasan pada faktor-faktor yang menjaga proses produksi perfilman
Hollywood tetap jaya walaupun di tengah krisis yang melanda Amerika.
Kata kunci: krisis 2008, resesi, pengangguran, teori permintaan dan penawaran, industri hiburan,
Hollywood.
1
Mahasiswa S1 Hubungan Internasional Universitas Airlangga.
1
Paper Akhir PPEI 2015
Diansasi Proborini
Dinamika Krisis Indsutri Perfilman Hollywood
Industri perfilman Hollywood tidak dapat dipungkiri merupakan salah satu
perindustrian yang berkembang cukup pesat di Amerika khususnya di wilayah
California. Animo masyarakat terkait dengan industri hiburan selalu menunjukan
angka-angka yang fantastis. Hal itu pun menjadi satu hal yang cukup menarik
untuk dikaji khususnya membahas mengenai kondisi industri hiburan Hollywood
sebelum dan sesudah krisis, mengingat situasi tersebut banyak atau sedikit telah
mempengaruhi operasional industri tersebut. Pada dasarnya, industri perfilman
sudah ada sejak tahun 1800an. Namun, industri perfilman Hollywood pertama kali
melegenda pada saat awal abad ke-20, yang mana menjadi suatu penanda
kemajuan dan kemodernan sosialita Amerika pada saat itu, serta menandai era
kemajuan tekhnologi Amerika yang cukup inovatif dalam bidang industri hiburan.
Sebelumnya, pada tahun 1905 Nickelodeon menawarkan suatu inovasi berupa
hiburan publik yang relatif murah dan mudah didapatkan melalui tontonan
tayangan film (History Cooperative, 2014). Gagasan Nickelodeon tersebut terbukti
praktis mampu mendongkrak perekonomian industri perfilman, yang mana para
produser film mendapatkan untung yang melejit sedangkan masyarakat juga
mendapatkan hiburan dengan harga yang terjangkau pula. Hal ini kemudian
mengalami peningkatan yang cukup signifikan, dimana industri-industri perfilman
mulai banyak bermunculan. Dimulai pada tahun 1912 hingga tahun 1929 telah
tercatat terdapat sekitar 19 perusahaan film yang aktif memproduksi film (Silver,
2007). Dari sekumpulan perusahaan film tersebut terciptalah Hollywood sebagai
rumah produksi film di Amerika.
Tidak dapat dipungkiri, Amerika sebagai negara hegemon dunia telah
mengalami beragam dinamika perekonomian yang berpotensi mempengaruhi
jalannya aktivitas perekonomian dalam negeri bahkan luar negeri sekalipun. Salah
satunya adalah mempengaruhi sektor perindustrian Amerika yang tidak terkecuali
industri perfilmannya sendiri. Tahun 1930 ditengarahi menjadi salah satu krisis
ekonomi yang paling berpengaruh dalam sejarah yang dikenal dengan istilah Great
Depression. Dampaknya lantas tentu saja mempengaruhi industri perfilman
Hollywood yang terbilang baru tersebut. Bagaimanapun, industri perfilman
Hollywood pasca krisis pun mulai bangkit kembali hingga diketahui menjadi salah
2
Paper Akhir PPEI 2015
Diansasi Proborini
satu media penyebar propaganda pada saat Perang Dunia sedang berkecamuk.
Krisis ekonomi selanjutnya terjadi pada tahun 1960an yang membawa industri
perfilman Hollywood berada ditengah-tengah resesi. Ledakan ekonomi yang
dialami Amerika saat itu menyebabkan kenaikan tingkat pengangguran yang cukup
signifikan dari tahun 1960 sampai tahun 1969 hingga mencapai 50 persen
(McLean, 2009). Resesi tersebut pun juga mempengaruhi kelangsungan bisnis
hiburan seperti bioskop. Betapa tidak, nominal pengunjung bioskop sejak resesi
ditengarahi menurun. Dari sebanyak total 60 juta pengunjung per minggu pada
tahun 1950, menurun menjadi 40 juta pengunjung per minggu tahun 1960. Hingga
pada awal tahun 1970an, jumlah pengunjung bioskop saat itu bahkan menurun
cukup drastis menjadi hanya sebesar 17 juta pengunjung bioskop per minggu
(King, 2002).
Dari fenomena resesi tersebut, para pihak pengembang industri film
Hollywood merasakan perlunya merevitalisasi menejemen industrinya agar tetap
jaya. Dengan adanya peningkatan biaya produksi dan penurunan pemasukan, maka
perusahaan-perusahaan studio film memiliki serangkaian strategi yang bisa
menyelamatkan studionya. Pada saat itu acara-acara pertelevisian dinyatakan lebih
mendongkrak peminat daripada film (McLean, 2009). Terbukti bahwa pada tahun
1961 biaya yang dikeluarkan untuk mendukung acara televisi hanya sebesar US$
150.000, sedangkan meningkat menjadi US$ 800.000 pada tahun 1968. Selain
menunjukan kemajuan acara televisi, kenaikan biaya yang cukup signifikan
tersebut juga diakibatkan oleh resesi ekonomi Amerika.
Sebagai salah satu rangkaian usaha strategisnya, pihak komisi survey
menyatakan bahwa data penjualan box-offfice sebesar 48% laku terjual pada
kelompok konsumen berusia kisaran 16-24 tahun (McLean, 2009). Pada tahun
1967 rilis film-film yang bertemakan kehidupan para remaja yang terbilang menuai
kesuksesan yang cukup tinggi. Saat itu, pihak industri hiburan Hollywood
menyadari bahwa usia-usia remaja menjadi tujuan pasar yang cukup menjanjikan.
Hal tersebut lantas didukung dengan pernyatan Jonas Rosenfield selaku wakil
presiden bagian publikasi dan periklanan Twentieth Century Fox yang
mengatakan, “masa depan dunia perfilman Hollywood digantungkan pada pasar
kawula muda, yang mana kita harus terus mengikuti tren-tren dan ritme kaum
3
Paper Akhir PPEI 2015
Diansasi Proborini
muda agar tetap up to date dan laku di pasaran” (Cook, 2000). Untuk mendukung
konsep tersebut, maka studio-studio Hollywood mulai mengedepankan sumber
daya manusia yang masih belia dan memanfaatkan kreativitas para generasi muda
tersebut. Untuk itu, pada tahun 1960an dapat dilihat beberapa perubahan dalam
industri seperti perubahan personil yang lebih muda. Adanya gagasan tersebut
menandai titik balik lahirnya sistem produksi yang baru yang dikenal dengan
istilah Hollywood Renaissance.
Setelah melalui masa resesi tersebut, industri perfilman Hollywood
Amerika kian mengalami kemajuan yang signifikan. Dominasi industri film
Hollywood pun tidak dapat dihindari oleh khalayak masyarakat dunia. Hal ini
terlihat pada tingkat ekspor produksi film Hollywood melampaui impornya sendiri
hingga mendatangkan surplus tersendiri bagi Amerika. Berdasarkan data yang
disampaikan oleh Brookings Institution, Los Angeles sebagai area metropolitan di
Amerika yang memiliki kapasitas ekspor barang dan jasa cukup tinggi hingga
mencapai US$80 Miliyar pada tahun 2010 (LAEDC, 2012). Tayangan film-film
yang diputar di Bioskop menjadi salah satu sarana memperoleh hiburan yang
mudah dan murah.
Kemunduran Sektor-Sektor Industri Amerika
Situsasi krisis finansial atau resesi yang menghantam Amerika sejatinya
tidak dipungkiri membawa suatu kemunduran tersendiri bagi industri-industri
besar yang ada di Amerika. Seperti yang dilansir dalam majalah The American
Prospect, tidak sedikit industri di Amerika yang mengalami gejala-gejala
kemunduran yang berpotensi menghapus gelar dominasi kemajuan industrialnya di
dunia. Gejala kemuduran tersebut pasalnya mulai terlihat sejak tahun 2001
dibarengi dengan ketergabungan Tiongkok dalam WTO, yang mana pada saat itu
Amerika telah kehilangan sebesar 42.000 pabriknya yang mengalami kebangkrutan
(McCormack, 2009). Tahun 2008 bahkan memperparah kondisi kemajuan
industrial Amerika. Industri Amerika mulai berhenti memproduksi barang-barang
seperti baju, computer, elektronik, barang rumah tangga, serta banyak automobile
lainnya. California dan Michigan bahkan sudah bukan lagi basis produksi atau
basis industri seperti sedia kala. Sedangkan tanpa sebuah basis industri, aktivitas
4
Paper Akhir PPEI 2015
Diansasi Proborini
perdagangan Amerika disinyalir akan terus mengalami defisit. Selain itu, Amerika
akan kian bergantung pada pabrik-pabrik asing.
Limbah kertas dinyatakan menjadi benda ekspor terbesar dari Amerika
(McCormack, 2009). Sebanyak 211.300 kontainer limbah kertas diekspor keluar
Amerika oleh perusahaan – yang ironisnya bukan milik Amerika sendiri –
Tiongkok di Amerika, Chung Nam, ke perusahaan mitranya Nine Dragons Paper.
Apabila dibandingkan dengan kuantitas impornya, hal tersebut tidak sebanding.
Wal Mart mengimpor sebanyak 720.000 kontainer yang berisikan barang-barang
hasil industri yang diproduksi di luar negeri (McCormack, 2009). Selain Wal Mart
juga ada Home Depot sebanyak 365.300 kontainer, dan K-Mart sebanyak 248.600
kontainer. Dengan begitu dapat dilihat bahwa Amerika sejatinya lebih banyak
mengimpor daripada aktivitas ekpornya. Industri-industri Amerika sejak tahun
2001 sudah mengalami kemunduran dan kian parah ketika ditempa resesi 2008,
yang mana perindustriannya sudah tidak mampu memenuhi permintaan konsumen
sehingga harus mengimpor dari luar negeri. Amerika pun tidak dipungkiri sudah
dikalahkan oleh Tiongkok dalam soal ekspor.
Kemunduran produksi dan kuantitas ekspor Amerika ini pasalnya dialami
oleh banyak sektor perindustrian. Diantaranya Amerika telah kehilangan gelar
ekspor terbesar perangkat canggih ketika Tiongkok terbukti mengekspor lebih
banyak piranti-piranti tekhnologi canggih sebesar US$ 180 juta, sedangkan
Amerika hanya sebesar US$ 149 juta (McCormack, 2009). Selain itu industri PCB
(Printed Circuit Board) juga mengalami defisit dari sebesar US$ 11 juta pada
tahun 2000 dan menurun menjadi hanya US$ 4 juta pada tahun 2008. Begitu pula
dengan industri alat-alat mesin, industri bahan-bahan material, industri furniture,
serta industri yang memproduksi tekhnologi-tekhnologi canggih lainnya seperti
handphone, laptop, komputer, dan lainnya, dinyatakan kalah saing dengan
Tiongkok. Dengan begitu Amerika terlihat sudah tidak lagi mendominasi pasar
internasional. Hal ini pun menjadi kemunduran bagi perdagangan dan
perekonomian Amerika itu sendiri. Sedangkan dari penjabaran tersebut, terdapat
salah satu industri Amerika yang masih bertahan mendominasi pasaran adalah
industri hiburannya, yang mana hal ini seakan menjadi anomali tersendiri
khususnya ketika Amerika ditempa resesi. Industri hiburan Hollywood seakan-
5
Paper Akhir PPEI 2015
Diansasi Proborini
akan masih beroperasi secara aktif dan terkesan tidak terlalu terpengaruh dengan
krisis tersebut. Beberapa faktor ditengarahi menjadi penyebab bertahannya industri
hiburan Hollywood tetap jaya yang mana dijelaskan dalam pembahasan
selanjutnya.
Anomali Kondisi Industri Hiburan Hollywood saat Krisis 2008
Tahun 2008, Amerika lagi-lagi dihantam krisis ekonomi yang cukup hebat.
Segala bentuk aktivitas industri yang tengah berlangsung di Amerika pun
mengalami gangguan – tidak terkecuali industri perfilman. Dampak yang dihadapi
oleh industri film Hollywood tersebut dapat dilihat dengan adanya pengurangan
dana produksi, sehingga studio-studio yang tengah beroperasi hanya memproduksi
film dalam jumlah yang terbatas. Pembatasan produksi film tersebut ditengarahi
mencapai 20% dari rata-rata aktivitas produksi normal sebelum masa resesi (Lang,
2011). Walaupun kenyataannya jumlah film yang dirilis pada tahun 2008
mengalami kenaikan dari tahun 2007 sebesar 4,2%, dari sejumlah 611 film rilis
pada tahun 2007 meningkat menjadi sebanyak 638 film dirilis pada tahun 20082.
Keterbatasan produksi film tersebut rupanya dirasakan oleh masyarakat – selaku
konsumen film ciptaan Hollywood – bahwa harga-harga yang dibutuhkan untuk
menikmati hiburan tersebut menjadi kian mahal. Hal itu khususnya berlaku di
Amerika. Harga tiket bioskop saat itupun naik sebesar 1,7% dari harga normal
(Cieply & Barnes, 2009). Uniknya, kenaikan harga tiket bioskop tersebut
ditengarahi tidak menyurutkan minat masyarakat untuk pergi ke bioskop.
Kenyataan tersebut menjadi salah satu faktor yang tetap menunjang kegiatan
produksi industri film Hollywood. Terbukti bahwa keuntungan yang didapatkan
dari penjualan tiket bioskop film tahun 2007 dan 2008 tidak menunjukan
perubahan, bahkan terbilang stagnan pada angka US$ 9,6 Milyar untuk kategori
2D, dan mengalami peningkatan penjualan tiket 3D sebesar 1% sehingga
mendapatkan keuntungan sebesar US$ 200 juta (Motion Picture Association of
America, 2012). Bahkan setelah masa-masa krisis jumlah keuntungan yang diraup
oleh Box Office terus mengalami peningkatan baik di Amerika sendiri maupun
Sumber: Rentrak Corporation – Box Office Essentials, dalam Motion Picture Association of
America, 2012. Theatrical Market Statistics.
2
6
Paper Akhir PPEI 2015
Diansasi Proborini
dalam taraf internasional sekalipun. Tahun 2008, total pendapatan dari penjualan
semua film Box Office mencapai US$ 27,7 Milyar. Tahun 2009 meningkat
menjadi US$ 29,4 Milyar, dan meningkat lagi pada tahun-tahun berikutnya secara
berurutan menjadi US$ 31,6 Milyar, US$ 32,6 Milyar, dan US$ 34,7 Milyar pada
tahun 2012 (Motion Picture Association of America, 2012). Dari data-data yang
telah diberikan tersebut menunjukan adanya indikasi bahwa industri hiburan
Hollywood di Amerika dapat dipastikan tidak terlalu terpengaruh oleh resesi.
Walaupun kenyataannya beberapa studio melakukan pemangkasan besar-besaran,
namun apabila dilihat dari segi konsumsi masyarakat terlihat bahwa tidak ada
kecenderungan negatif yang menunjukan penurunan jumlah konsumen.
Dalam merujuk pada konsepsi teoritis, kondisi seperti itu dapat dikaitkan
dengan teori permintaan dan penawaran ekonomi. Yang mempengaruhi jalannya
industri film Hollywood disini adalah permintaan masyarakat yang cukup tinggi
akan hiburan-hiburan di tengah situasi masyarakat yang tidak stabil akibat resesi.
Perlu diketahui terlebih dahulu bahwa permintaan (demand) merupakan taraf yang
menunjukan keinginan konsumen untuk membeli sesuatu. Dalam hal ini terlihat
bahwa adanya permintaan tersebut memunculkan suatu produksi atau penawaran
yang tak lain adalah produk hiburan. Berdasarkan hukum permintaan, hubungan
antara kuantitas dan harga yang diinginkan adalah dua hal yang tidak bisa
dipisahkan (Mankiw, 2012). Umumnya, ketika harga barang murah atau turun
permintaan akan cenderung naik. Hal ini pun berlaku sebaliknya. Untuk itu, sentra
produksi dan perdagangan itu ditentukan oleh pasar yang mana hukum permintaan
dan penawaran berlaku. Sedangkan melihat realita yang telah dijelaskan
sebelumnya, kenaikan harga fasilitas hiburan yang ditawarkan tidak menyurutkan
minat para konsumen untuk berhenti mengkonsumsi hiburan-hiburan tersebut. Hal
ini seakan menjadi sesuatu yang unik, yang mematahkan konsepsi hukum
permintaan secara umum. Walaupun tidak dipungkiri, terjadi penurunan tingkat
konsumsi hiburan daripada tahun-tahun sebelumnya namun itu hanya sebesar
sekitar 4% saja (Motion Picture Association of America, 2012). Berangkat dari
data tersebut, hal ini menjadi menarik untuk dikaji lebih lanjut dan dicari latar
belakang permintaan masyarakat yang cenderung stabil walaupun terdapat
kenaikan harga.
7
Paper Akhir PPEI 2015
Diansasi Proborini
Situasi krisis yang terjadi di Amerika membuat mental masyarakat diliputi
dengan atmosfir yang resah dan gelisah hingga meningkatkan kadar stress
masyarakat. Untuk itulah saat itu industri hiburan menjadi sarana yang
menjanjikan untuk memperoleh hiburan masyarakat dari situasi yang kelam, serta
sebagai pilar ekonomi Amerika dan masyarakat yang bekerja di bidang industri
hiburan walaupun di tengah krisis yang melanda. Kenaikan harga tiket bioskop di
Amerika tampak berbanding lurus dengan jumlah pengunjung bioskop, yang mana
pengunjung juga disinyalir semakin banyak yang berdatangan tidak peduli apakah
tiket bioskop semakin mahal atau tidak. Penjualan tiket bioskop tersebut dapat
dikatakan menjadi salah satu faktor penyebab mengapa industri film Hollywood
masih aktif berproduksi walaupun ditengah situasi krisis. Hingga pasca krisis pun
kuota penjualan tiket bioskop terlihat masih terus meningkat. Hal itu pun dibarengi
dengan produksi film-film Box Office yang semakin menarik minat masyarakat.
Dapat dikatakan bahwa industri hiburan merupakan salah satu aspek yang
tidak terlalu terkena pengaruh krisis ekonomi di Amerika. Mau tidak mau,
masyarakat masih saja mencari-cari sarana hiburan yang murah dan praktis
didapatkan, yaitu salah satunya adalah menonton film maupun televisi. Walaupun
begitu, animo masyarakat tersebut masih tidak cukup untuk menutupi kebutuhan
biaya produksi sehingga beberapa studio terpaksa memotong anggaran
produksinya, seperti Miramax dan Paramount Vintage yang mengeliminasi
anggaran untuk scoring film (Lang, 2011). Tidak terkecuali, studio-studio raksasa
seperti Sony dan Warner Bross juga terpaksa melakukan rasionalisasi hingga
menyebabkan peningkatan jumlah pengangguran pada saat itu. Kebijakan merger
yang dilakukan beberapa pihak studio juga menjadi penyebab rasionalisasi lainnya.
Bagaimanapun kebijakan rasionalisasi yang diterapkan oleh beberapa pihak studio
tetap saja, industri hiburan dinyatakan sebagai salah satu industri yang menyerap
tenaga kerja yang cukup banyak dibanding sektor-sektor perindustrian lainnya
bahkan di tengah resesi sekalipun.
Pemasukan dalam sektor industri hiburan tersebut tentu menjadi satu hal
yang penting demi menjamin kelangsungan bisnis. Penjualan DVD film-film
blockbuster Hollywood juga merupakan salah satu sumber pemasukan bisnis
hiburan film. Ironisnya, pada saat krisis penjualan DVD menjadi strategi yang
8
Paper Akhir PPEI 2015
Diansasi Proborini
tidak menjanjikan. Kenaikan harga-harga yang merata membuat masyarakat
enggan membeli dan lebih memilih menikmati hiburan yang ditayangkan di
televisi kabel. Melihat kenyataan tersebut, Universal Studio Hollywood sebagai
salah satu produsen film terbesar di Amerika akhirnya melakukan penjualan filmfilmnya pada TV kabel seperti HBO, FOX Movies, dan lain-lain (Gomery &
Pafort-Overduin, 2011). Dalam hal ini, penjualan film dalam TV Kabel disinyalir
menjadi satu-satunya cara yang efektif untuk mendapatkan pemasukan. Mengingat
pengguna TV Kabel sudah mulai marak di berbagai belahan dunia lainnya, maka
beberapa studio melihat hal ini sebagai strategi terdepannya agar masih bisa
bertahan di tengah-tengah resesi.
Pemasukan lainnya sekiranya dapat diperoleh oleh studio produksi dari
dana-dana hutang. Ironisnya, ketika masa resesi bank-bank di Amerika tidak
sanggup memberikan pinjaman bagi terlaksananya produksi film Hollywood.
Untuk itu, Dreamworks sebagai salah satu studio produksi film mendapatkan
suntikan dana pinjaman sebesar kurang lebih US$700 juta dari spekulasinya
dengan grup India’s Reliance (Siklos, 2008). Melihat realita industri film
Hollywood tersebut memunculkan kekhawatiran oleh beberapa pihak bahwa
kebijakan hutang luar-negeri yang begitu besar tersebut hanya akan menambah
beban negara. Selain itu, apabila proses pembayaran yang dilakukan tidak lancar
maka dikhawatirkan pada tahun-tahun yang akan datang pinjaman hutang akan
sulit didapatkan karena hutang-hutang sebelumnya belum lunas.
Kekhawatiran yang muncul tersebut senantiasa terhapus oleh meningkatnya
pemasukan industri perfilman Hollywood yang cukup memuaskan. Diketahui
bahwa setiap tahun jumlah pendapatan industri perfilman mengalami peningkatan.
Hal ini dapat digambarkan kedalam sebuah tabel berikut ini:
9
Paper Akhir PPEI 2015
Diansasi Proborini
Sumber: Motion Picture Association of America, Inc.*
Dari data grafik tersebut dapat disaksikan kondisi perkembangan industri
hiburan dari tahun ke tahun pasca resesi. Terlihat jelas bahwa total pendapatan
produksi film Box Office selalu menunjukan kenaikan dari tahun ke tahun. Box
Office dalam skala global untuk semua film yang dirilis di setiap negara di seluruh
dunia mencapai US$34,7 Milyar pada tahun 2012, yang mana jumlah tersebut
mengindikasikan kenaikan sebesar 6% dari tahun 2011. Peningkatan ini juga
terjadi karena sebagian besar Box Office internasional (belum termasuk Amerika
dan Kanada) meraup pemasukan sebesar US$23,9 Milyar, naik sebesar 6% dari
tahun 2011, yang juga dipenagruhi oleh pertumbuhan di sebagian besar wilayah
geografis (Motion Picture Association of America, 2012). Dengan begitu dapat
dilihat bahwa Box Office internasional (tidak termasuk Amerika dan Kanada)
mengalami total kenaikan sebesar 32% dalam kurun waktu lima tahun saja.
Kesimpulan
*
Motion Picture Association of America, 2012. Theatrical Market Statistics.
10
Paper Akhir PPEI 2015
Diansasi Proborini
Fenomena krisis ekonomi tahun 2008 yang terjadi di Amerika tidak
dipungkiri merupakan salah satu krisis yang terparah sejak Great Depression tahun
1930 dan era Perang Dunia. Krisis atau resesi yang terjadi di Amerika
menyebabkan dampak yang begitu merugikan bagi masyarakat yang mana
sebagian besar industri ataupun perusahaan melaksanakan kebijakan rasionalisasi
sehingga banyak sumber daya manusia yang menjadi pengangguran dan makin
menambah beban pemerintah serta akan berpotensi meningkatkan taraf
kriminalitas di Amerika. Dari realita tersebut industri hiburan Hollywood
merupakan salah satu bidang industri yang menyerap tenaga kerja yang cukup
banyak, khususnya di California. Industri hiburan menjadi salah satu bagian yang
menentukan taraf pengangguran dan tingkat ekonomi di Los Angeles. Dalam hal
ini, industri hiburan dapat dikatakan sebagai industri yang cukup menentukan bagi
kondisi perekonomian di Los Angeles. Betapa tidak, ada banyak studio besar
disana yang berhasil menghasilkan milyaran dolar tiap tahunnya dari penjualan
film-film di Amerika maupun di negara-negara lain di seluruh dunia. Penjualan
tersebut meliputi aktivitas ekspor yang lebih besar daripada impor yang disinyalir
mendatangkan surplus tersendiri bagi perekonomian Amerika.
Bagaimanapun industri hiburan Hollywood sendiri terkena imbas resesi
yang menyebabkan gangguan atau hambatan terhadap proses produksi film.
Namun gangguan tersebut sekiranya bukanlah suatu perkara yang justru
menghentikan aktivitas produksi secara total. Kenaikan harga tiket bioskop serta
harga jual film tidak lantas menyurutkan pendapatan industri hiburan tersebut.
Masyarakat Amerika yang saat itu diliputi oleh kegelisahan dalam suasana resesi
bahkan cenderung mencari pelampiasan untuk menghapus kekhawatirannya
sejenak. Cara-cara tersebut tak lain bisa didapatkan dengan menonton film ataupun
televisi. Dengan begitu acara-acara hiburan menjadi satu hal yang dinantikan oleh
masyarakat di tengah krisis. Hal itu kemudian menjadi basis argumen mengapa
industri hiburan tetap beroperasi walaupun ditengah resesi, yang mana motif yang
demikian ini cenderung tidak berbeda dengan krisis-krisis sebelumnya pada tahun
1930 dan 1960an. TV kabel dan kebutuhan masyarakat akan hiburan mudah dan
murah lah yang menjadi penyebab bertahannya industri hiburan Hollywood
Amerika. Disamping itu, tidak dipungkiri industri perfilman Hollywood memiliki
11
Paper Akhir PPEI 2015
Diansasi Proborini
daya kreativitas yang masih belum bisa ditandingi oleh industri perfilman lainnya,
sehingga produksi film Amerika bertahan menjadi hiburan pilihan masyarakat.
Bagaimanapun, studio-studio film memiliki kebijakan pemangkasan dana agar
tetap bisa mempertahankan bisnisnya. Disisi lain mereka mendapatkan pinjaman
dari pihak asing. Selanjutnya hasil-hasil penjualan filmnya pada akhirnya menutup
kekhawatiran para produsen film. Dengan begitu sudah cukup jelas penyebab
maupun alasan industri hiburan Hollywood merupakan salah satu bisnis yang
cukup menjanjikan di Amerika.
Masa depan industri hiburan Hollywood pasca resesi
Selain dampak negatif dari krisis ekonomi tahun 2008 terhadap industri
perfilman, bagaimanapun industri film Hollywood mulai menunjukan tanda-tanda
kemajuan dibanding sektor-sektor perindustrian lainnya, seperti automobile
misalnya. California sebagai tempat basis produksi industri hiburan dinyatakan
menjadi tempat yang paling banyak menyerap tenaga kerja dalam industri
pertelevisian dan film. Sampai tahun 2011 pun ada sekitar 126.300 orang bekerja
di industri film dan video, yang mana berdasarkan laporan Departemen Tenaga
Kerja California angka tersebut menunjukan peningkatan sebesar 3000 pekerjaan
hanya dalam waktu satu bulan saja, (Lang, 2011). Hal itu merupakan suatu
kemajuan sejak sebelum masa resesi tahun 2007 yang sebesar 117.000 pekerjaan
terdaftar, dan juga mewakili kenaikan dari 105.400 pekerjaan yang tercatat pada
saat pasca resesi bulan Juni 2009 silam (Lang, 2011). Hal seperti itu pun berlaku
pula dalam industri hiburan pertelevisian, yang mana bisnis televisi bisa dikatakan
akan pulih seperti masa-masa pre-resesi.
Walaupun ditimpa krisis yang begitu hebatnya, industri hiburan Hollywood
tampaknya tidak akan mudah surut begitu saja. Produksi film dan serial-serial
televisi di Los Angeles kian meningkat, terutama setelah pemerintah negara bagian
memperpanjang insentif pajak hingga setahun (Lang, 2011). Di New York,
perpanjangan lima tahun insentif pajak film telah mendorong banyaknya produksi
film di New York sendiri. Terbukti bahwa tahun 2011 New York tercatat memiliki
130 proyek pembuatan film yang akan menghasilkan US$ 1,5 Miliyar, sedangkan
tahun 2010 silam menghasilkan US$ 1,4 Milyar dalam 92 proyek syuting film.
12
Paper Akhir PPEI 2015
Diansasi Proborini
Prospek industri hiburan Hollywood menunjukan kemajuan dari tahun ke
tahunnya. Hal itu juga didukung dengan adanya film-film Box Office maupun
remake yang dinanti-nanti oleh para moviegoers. Tidak dipungkiri bahwa dewasa
ini ketertarikan masyarakat akan film-film produksi Hollywood semakin
meningkat, sehingga memperkuat dominasi industri hiburan Hollywood di dunia.
Referensi
Cieply, M. & Barnes, B., 2009. In Downturn, Americans Flock to the Movies. The
New York Times, [Online]
Tersedia: http://www.nytimes.com/2009/03/01/movies/01films.html?_r=0
[Diakses 15 Juni 2015]
Cook, D. A., 2000. Lost Illusions: American Cinema in the Shadow of Watergate
and Vietnam. Berkley: University of California Press.
Gomery, D. & Pafort-Overduin, C., 2011. Movie History: A Survey. Edisi Kedua.
New York: Taylor and Francis.
History Cooperative, 2014. The History of the Hollywood Movie Industry. [Online]
Tersedia:
http://historycooperative.org/the-history-of-the-hollywood-
movie-industry/
[Diakses, 15 Juni 2015]
King, G., 2002. New Hollywood Cinema: An Introduction . New York: Columbia
University Press.
LAEDC, 2012. The Entertainment Industry and the Los Angeles County Economy.
California: The Kyser Center for Economic Research.
Lang, B., 2011. Hollywood and The Job Crisis: Just How Bad Is It?. The Wrap,
[online]
13
Paper Akhir PPEI 2015
Tersedia:
Diansasi Proborini
http://www.thewrap.com/movies/article/hollywoods-recession-
how-industry-coping-downturn-31872/
[Diakses, 15 Juni 2015]
Mankiw, N. G., 2012. Principles of Macroeconomics. Edisi keenam. Mason, OH:
South-Western Cengage Learning
McCormack, R., 2009. The Plight of American Manufacturing. The American
Prospect, [Online] 21 Desember.
Tersedia: http://prospect.org/article/plight-american-manufacturing
[Diakses, 30 Juni 2015]
McLean, D., 2009. The Evolution of the term 'New Hollywood' . North Ryde, NSW:
Faculty of Arts, Macquarie University.
Motion Picture Association of America, 2012. Theatrical Market Statistics.
Siklos, R., 2008. Tense times in Hollywood's dream factory. Fortune Magazine,
[Online]
Tersedia:
http://archive.fortune.com/2008/10/17/news/economy/siklos_la.fortune/ind
ex.htm
[Diakses, 18 Juni 2015]
Silver, Jonathan D., 2007. Hollywood’s dominance of the movie industry: How did
it arise and how has it been maintained? . Ph.D. Queensland: Queensland
University of technology.
***
14
Diansasi Proborini
Analisis Faktor Industri Hiburan Hollywood di Amerika Masih Beroperasi
dan Berkembang Selama Krisis 2008
Oleh:
Diansasi Proborini (071311233023)1
[email protected]
Abstraction
American Hollywood film industry is no doubt as one major company
that truly stated as one of the U.S. financial source. Previously, the 2008
economic crisis brought a major impact enough to U.S. society itself. The
increasing number of unemployment and the threat of the collapse of industries
within the country were one of them, yet the film industry is no exception.
However, entertainment industry seems continue to operate as usual despite of
the recession forged. Motives that make Hollywood entertainment industry
survive and remain victorious even seem the same as in previous years – like in
1930s and 1960s. Due to that fact, this study will emphasize points of discussion
on the factors that keep Hollywood film production process remain victorious in
spite of the 2008 economy crisis.
Keywords: 2008 crises, recession, unemployment, supply and demand theory,
entertainment industry, Hollywood.
Abstraksi
Indsutri perfilman Hollywood Amerika tidak dipungkiri menjadi salah
satu industri besar yang bahkan disinyalir menjadi sumber pemasukan finansial
Amerika Serikat yang cukup besar pula. Sebelumnya, peristiwa krisis ekonomi
pada tahun 2008 silam sejatinya telah membawa dampak yang cukup besar bagi
Amerika yaitu peningkatan jumlah pengangguran dan ancaman bangkrutnya
industri-industri dalam negeri, tidak terkecuali industri perfilman.
Bagaimanapun industri hiburan Hollywood tampak tetap beroperasi seperti
biasa walaupun ditempa resesi. Motif-motif yang membuat industri hiburan
Hollywood bertahan pun nampak sama dengan tahun-tahun sebelumnya.
Sehubungan dengan hal tersebut, kajian kali ini akan menekankan poin
pembahasan pada faktor-faktor yang menjaga proses produksi perfilman
Hollywood tetap jaya walaupun di tengah krisis yang melanda Amerika.
Kata kunci: krisis 2008, resesi, pengangguran, teori permintaan dan penawaran, industri hiburan,
Hollywood.
1
Mahasiswa S1 Hubungan Internasional Universitas Airlangga.
1
Paper Akhir PPEI 2015
Diansasi Proborini
Dinamika Krisis Indsutri Perfilman Hollywood
Industri perfilman Hollywood tidak dapat dipungkiri merupakan salah satu
perindustrian yang berkembang cukup pesat di Amerika khususnya di wilayah
California. Animo masyarakat terkait dengan industri hiburan selalu menunjukan
angka-angka yang fantastis. Hal itu pun menjadi satu hal yang cukup menarik
untuk dikaji khususnya membahas mengenai kondisi industri hiburan Hollywood
sebelum dan sesudah krisis, mengingat situasi tersebut banyak atau sedikit telah
mempengaruhi operasional industri tersebut. Pada dasarnya, industri perfilman
sudah ada sejak tahun 1800an. Namun, industri perfilman Hollywood pertama kali
melegenda pada saat awal abad ke-20, yang mana menjadi suatu penanda
kemajuan dan kemodernan sosialita Amerika pada saat itu, serta menandai era
kemajuan tekhnologi Amerika yang cukup inovatif dalam bidang industri hiburan.
Sebelumnya, pada tahun 1905 Nickelodeon menawarkan suatu inovasi berupa
hiburan publik yang relatif murah dan mudah didapatkan melalui tontonan
tayangan film (History Cooperative, 2014). Gagasan Nickelodeon tersebut terbukti
praktis mampu mendongkrak perekonomian industri perfilman, yang mana para
produser film mendapatkan untung yang melejit sedangkan masyarakat juga
mendapatkan hiburan dengan harga yang terjangkau pula. Hal ini kemudian
mengalami peningkatan yang cukup signifikan, dimana industri-industri perfilman
mulai banyak bermunculan. Dimulai pada tahun 1912 hingga tahun 1929 telah
tercatat terdapat sekitar 19 perusahaan film yang aktif memproduksi film (Silver,
2007). Dari sekumpulan perusahaan film tersebut terciptalah Hollywood sebagai
rumah produksi film di Amerika.
Tidak dapat dipungkiri, Amerika sebagai negara hegemon dunia telah
mengalami beragam dinamika perekonomian yang berpotensi mempengaruhi
jalannya aktivitas perekonomian dalam negeri bahkan luar negeri sekalipun. Salah
satunya adalah mempengaruhi sektor perindustrian Amerika yang tidak terkecuali
industri perfilmannya sendiri. Tahun 1930 ditengarahi menjadi salah satu krisis
ekonomi yang paling berpengaruh dalam sejarah yang dikenal dengan istilah Great
Depression. Dampaknya lantas tentu saja mempengaruhi industri perfilman
Hollywood yang terbilang baru tersebut. Bagaimanapun, industri perfilman
Hollywood pasca krisis pun mulai bangkit kembali hingga diketahui menjadi salah
2
Paper Akhir PPEI 2015
Diansasi Proborini
satu media penyebar propaganda pada saat Perang Dunia sedang berkecamuk.
Krisis ekonomi selanjutnya terjadi pada tahun 1960an yang membawa industri
perfilman Hollywood berada ditengah-tengah resesi. Ledakan ekonomi yang
dialami Amerika saat itu menyebabkan kenaikan tingkat pengangguran yang cukup
signifikan dari tahun 1960 sampai tahun 1969 hingga mencapai 50 persen
(McLean, 2009). Resesi tersebut pun juga mempengaruhi kelangsungan bisnis
hiburan seperti bioskop. Betapa tidak, nominal pengunjung bioskop sejak resesi
ditengarahi menurun. Dari sebanyak total 60 juta pengunjung per minggu pada
tahun 1950, menurun menjadi 40 juta pengunjung per minggu tahun 1960. Hingga
pada awal tahun 1970an, jumlah pengunjung bioskop saat itu bahkan menurun
cukup drastis menjadi hanya sebesar 17 juta pengunjung bioskop per minggu
(King, 2002).
Dari fenomena resesi tersebut, para pihak pengembang industri film
Hollywood merasakan perlunya merevitalisasi menejemen industrinya agar tetap
jaya. Dengan adanya peningkatan biaya produksi dan penurunan pemasukan, maka
perusahaan-perusahaan studio film memiliki serangkaian strategi yang bisa
menyelamatkan studionya. Pada saat itu acara-acara pertelevisian dinyatakan lebih
mendongkrak peminat daripada film (McLean, 2009). Terbukti bahwa pada tahun
1961 biaya yang dikeluarkan untuk mendukung acara televisi hanya sebesar US$
150.000, sedangkan meningkat menjadi US$ 800.000 pada tahun 1968. Selain
menunjukan kemajuan acara televisi, kenaikan biaya yang cukup signifikan
tersebut juga diakibatkan oleh resesi ekonomi Amerika.
Sebagai salah satu rangkaian usaha strategisnya, pihak komisi survey
menyatakan bahwa data penjualan box-offfice sebesar 48% laku terjual pada
kelompok konsumen berusia kisaran 16-24 tahun (McLean, 2009). Pada tahun
1967 rilis film-film yang bertemakan kehidupan para remaja yang terbilang menuai
kesuksesan yang cukup tinggi. Saat itu, pihak industri hiburan Hollywood
menyadari bahwa usia-usia remaja menjadi tujuan pasar yang cukup menjanjikan.
Hal tersebut lantas didukung dengan pernyatan Jonas Rosenfield selaku wakil
presiden bagian publikasi dan periklanan Twentieth Century Fox yang
mengatakan, “masa depan dunia perfilman Hollywood digantungkan pada pasar
kawula muda, yang mana kita harus terus mengikuti tren-tren dan ritme kaum
3
Paper Akhir PPEI 2015
Diansasi Proborini
muda agar tetap up to date dan laku di pasaran” (Cook, 2000). Untuk mendukung
konsep tersebut, maka studio-studio Hollywood mulai mengedepankan sumber
daya manusia yang masih belia dan memanfaatkan kreativitas para generasi muda
tersebut. Untuk itu, pada tahun 1960an dapat dilihat beberapa perubahan dalam
industri seperti perubahan personil yang lebih muda. Adanya gagasan tersebut
menandai titik balik lahirnya sistem produksi yang baru yang dikenal dengan
istilah Hollywood Renaissance.
Setelah melalui masa resesi tersebut, industri perfilman Hollywood
Amerika kian mengalami kemajuan yang signifikan. Dominasi industri film
Hollywood pun tidak dapat dihindari oleh khalayak masyarakat dunia. Hal ini
terlihat pada tingkat ekspor produksi film Hollywood melampaui impornya sendiri
hingga mendatangkan surplus tersendiri bagi Amerika. Berdasarkan data yang
disampaikan oleh Brookings Institution, Los Angeles sebagai area metropolitan di
Amerika yang memiliki kapasitas ekspor barang dan jasa cukup tinggi hingga
mencapai US$80 Miliyar pada tahun 2010 (LAEDC, 2012). Tayangan film-film
yang diputar di Bioskop menjadi salah satu sarana memperoleh hiburan yang
mudah dan murah.
Kemunduran Sektor-Sektor Industri Amerika
Situsasi krisis finansial atau resesi yang menghantam Amerika sejatinya
tidak dipungkiri membawa suatu kemunduran tersendiri bagi industri-industri
besar yang ada di Amerika. Seperti yang dilansir dalam majalah The American
Prospect, tidak sedikit industri di Amerika yang mengalami gejala-gejala
kemunduran yang berpotensi menghapus gelar dominasi kemajuan industrialnya di
dunia. Gejala kemuduran tersebut pasalnya mulai terlihat sejak tahun 2001
dibarengi dengan ketergabungan Tiongkok dalam WTO, yang mana pada saat itu
Amerika telah kehilangan sebesar 42.000 pabriknya yang mengalami kebangkrutan
(McCormack, 2009). Tahun 2008 bahkan memperparah kondisi kemajuan
industrial Amerika. Industri Amerika mulai berhenti memproduksi barang-barang
seperti baju, computer, elektronik, barang rumah tangga, serta banyak automobile
lainnya. California dan Michigan bahkan sudah bukan lagi basis produksi atau
basis industri seperti sedia kala. Sedangkan tanpa sebuah basis industri, aktivitas
4
Paper Akhir PPEI 2015
Diansasi Proborini
perdagangan Amerika disinyalir akan terus mengalami defisit. Selain itu, Amerika
akan kian bergantung pada pabrik-pabrik asing.
Limbah kertas dinyatakan menjadi benda ekspor terbesar dari Amerika
(McCormack, 2009). Sebanyak 211.300 kontainer limbah kertas diekspor keluar
Amerika oleh perusahaan – yang ironisnya bukan milik Amerika sendiri –
Tiongkok di Amerika, Chung Nam, ke perusahaan mitranya Nine Dragons Paper.
Apabila dibandingkan dengan kuantitas impornya, hal tersebut tidak sebanding.
Wal Mart mengimpor sebanyak 720.000 kontainer yang berisikan barang-barang
hasil industri yang diproduksi di luar negeri (McCormack, 2009). Selain Wal Mart
juga ada Home Depot sebanyak 365.300 kontainer, dan K-Mart sebanyak 248.600
kontainer. Dengan begitu dapat dilihat bahwa Amerika sejatinya lebih banyak
mengimpor daripada aktivitas ekpornya. Industri-industri Amerika sejak tahun
2001 sudah mengalami kemunduran dan kian parah ketika ditempa resesi 2008,
yang mana perindustriannya sudah tidak mampu memenuhi permintaan konsumen
sehingga harus mengimpor dari luar negeri. Amerika pun tidak dipungkiri sudah
dikalahkan oleh Tiongkok dalam soal ekspor.
Kemunduran produksi dan kuantitas ekspor Amerika ini pasalnya dialami
oleh banyak sektor perindustrian. Diantaranya Amerika telah kehilangan gelar
ekspor terbesar perangkat canggih ketika Tiongkok terbukti mengekspor lebih
banyak piranti-piranti tekhnologi canggih sebesar US$ 180 juta, sedangkan
Amerika hanya sebesar US$ 149 juta (McCormack, 2009). Selain itu industri PCB
(Printed Circuit Board) juga mengalami defisit dari sebesar US$ 11 juta pada
tahun 2000 dan menurun menjadi hanya US$ 4 juta pada tahun 2008. Begitu pula
dengan industri alat-alat mesin, industri bahan-bahan material, industri furniture,
serta industri yang memproduksi tekhnologi-tekhnologi canggih lainnya seperti
handphone, laptop, komputer, dan lainnya, dinyatakan kalah saing dengan
Tiongkok. Dengan begitu Amerika terlihat sudah tidak lagi mendominasi pasar
internasional. Hal ini pun menjadi kemunduran bagi perdagangan dan
perekonomian Amerika itu sendiri. Sedangkan dari penjabaran tersebut, terdapat
salah satu industri Amerika yang masih bertahan mendominasi pasaran adalah
industri hiburannya, yang mana hal ini seakan menjadi anomali tersendiri
khususnya ketika Amerika ditempa resesi. Industri hiburan Hollywood seakan-
5
Paper Akhir PPEI 2015
Diansasi Proborini
akan masih beroperasi secara aktif dan terkesan tidak terlalu terpengaruh dengan
krisis tersebut. Beberapa faktor ditengarahi menjadi penyebab bertahannya industri
hiburan Hollywood tetap jaya yang mana dijelaskan dalam pembahasan
selanjutnya.
Anomali Kondisi Industri Hiburan Hollywood saat Krisis 2008
Tahun 2008, Amerika lagi-lagi dihantam krisis ekonomi yang cukup hebat.
Segala bentuk aktivitas industri yang tengah berlangsung di Amerika pun
mengalami gangguan – tidak terkecuali industri perfilman. Dampak yang dihadapi
oleh industri film Hollywood tersebut dapat dilihat dengan adanya pengurangan
dana produksi, sehingga studio-studio yang tengah beroperasi hanya memproduksi
film dalam jumlah yang terbatas. Pembatasan produksi film tersebut ditengarahi
mencapai 20% dari rata-rata aktivitas produksi normal sebelum masa resesi (Lang,
2011). Walaupun kenyataannya jumlah film yang dirilis pada tahun 2008
mengalami kenaikan dari tahun 2007 sebesar 4,2%, dari sejumlah 611 film rilis
pada tahun 2007 meningkat menjadi sebanyak 638 film dirilis pada tahun 20082.
Keterbatasan produksi film tersebut rupanya dirasakan oleh masyarakat – selaku
konsumen film ciptaan Hollywood – bahwa harga-harga yang dibutuhkan untuk
menikmati hiburan tersebut menjadi kian mahal. Hal itu khususnya berlaku di
Amerika. Harga tiket bioskop saat itupun naik sebesar 1,7% dari harga normal
(Cieply & Barnes, 2009). Uniknya, kenaikan harga tiket bioskop tersebut
ditengarahi tidak menyurutkan minat masyarakat untuk pergi ke bioskop.
Kenyataan tersebut menjadi salah satu faktor yang tetap menunjang kegiatan
produksi industri film Hollywood. Terbukti bahwa keuntungan yang didapatkan
dari penjualan tiket bioskop film tahun 2007 dan 2008 tidak menunjukan
perubahan, bahkan terbilang stagnan pada angka US$ 9,6 Milyar untuk kategori
2D, dan mengalami peningkatan penjualan tiket 3D sebesar 1% sehingga
mendapatkan keuntungan sebesar US$ 200 juta (Motion Picture Association of
America, 2012). Bahkan setelah masa-masa krisis jumlah keuntungan yang diraup
oleh Box Office terus mengalami peningkatan baik di Amerika sendiri maupun
Sumber: Rentrak Corporation – Box Office Essentials, dalam Motion Picture Association of
America, 2012. Theatrical Market Statistics.
2
6
Paper Akhir PPEI 2015
Diansasi Proborini
dalam taraf internasional sekalipun. Tahun 2008, total pendapatan dari penjualan
semua film Box Office mencapai US$ 27,7 Milyar. Tahun 2009 meningkat
menjadi US$ 29,4 Milyar, dan meningkat lagi pada tahun-tahun berikutnya secara
berurutan menjadi US$ 31,6 Milyar, US$ 32,6 Milyar, dan US$ 34,7 Milyar pada
tahun 2012 (Motion Picture Association of America, 2012). Dari data-data yang
telah diberikan tersebut menunjukan adanya indikasi bahwa industri hiburan
Hollywood di Amerika dapat dipastikan tidak terlalu terpengaruh oleh resesi.
Walaupun kenyataannya beberapa studio melakukan pemangkasan besar-besaran,
namun apabila dilihat dari segi konsumsi masyarakat terlihat bahwa tidak ada
kecenderungan negatif yang menunjukan penurunan jumlah konsumen.
Dalam merujuk pada konsepsi teoritis, kondisi seperti itu dapat dikaitkan
dengan teori permintaan dan penawaran ekonomi. Yang mempengaruhi jalannya
industri film Hollywood disini adalah permintaan masyarakat yang cukup tinggi
akan hiburan-hiburan di tengah situasi masyarakat yang tidak stabil akibat resesi.
Perlu diketahui terlebih dahulu bahwa permintaan (demand) merupakan taraf yang
menunjukan keinginan konsumen untuk membeli sesuatu. Dalam hal ini terlihat
bahwa adanya permintaan tersebut memunculkan suatu produksi atau penawaran
yang tak lain adalah produk hiburan. Berdasarkan hukum permintaan, hubungan
antara kuantitas dan harga yang diinginkan adalah dua hal yang tidak bisa
dipisahkan (Mankiw, 2012). Umumnya, ketika harga barang murah atau turun
permintaan akan cenderung naik. Hal ini pun berlaku sebaliknya. Untuk itu, sentra
produksi dan perdagangan itu ditentukan oleh pasar yang mana hukum permintaan
dan penawaran berlaku. Sedangkan melihat realita yang telah dijelaskan
sebelumnya, kenaikan harga fasilitas hiburan yang ditawarkan tidak menyurutkan
minat para konsumen untuk berhenti mengkonsumsi hiburan-hiburan tersebut. Hal
ini seakan menjadi sesuatu yang unik, yang mematahkan konsepsi hukum
permintaan secara umum. Walaupun tidak dipungkiri, terjadi penurunan tingkat
konsumsi hiburan daripada tahun-tahun sebelumnya namun itu hanya sebesar
sekitar 4% saja (Motion Picture Association of America, 2012). Berangkat dari
data tersebut, hal ini menjadi menarik untuk dikaji lebih lanjut dan dicari latar
belakang permintaan masyarakat yang cenderung stabil walaupun terdapat
kenaikan harga.
7
Paper Akhir PPEI 2015
Diansasi Proborini
Situasi krisis yang terjadi di Amerika membuat mental masyarakat diliputi
dengan atmosfir yang resah dan gelisah hingga meningkatkan kadar stress
masyarakat. Untuk itulah saat itu industri hiburan menjadi sarana yang
menjanjikan untuk memperoleh hiburan masyarakat dari situasi yang kelam, serta
sebagai pilar ekonomi Amerika dan masyarakat yang bekerja di bidang industri
hiburan walaupun di tengah krisis yang melanda. Kenaikan harga tiket bioskop di
Amerika tampak berbanding lurus dengan jumlah pengunjung bioskop, yang mana
pengunjung juga disinyalir semakin banyak yang berdatangan tidak peduli apakah
tiket bioskop semakin mahal atau tidak. Penjualan tiket bioskop tersebut dapat
dikatakan menjadi salah satu faktor penyebab mengapa industri film Hollywood
masih aktif berproduksi walaupun ditengah situasi krisis. Hingga pasca krisis pun
kuota penjualan tiket bioskop terlihat masih terus meningkat. Hal itu pun dibarengi
dengan produksi film-film Box Office yang semakin menarik minat masyarakat.
Dapat dikatakan bahwa industri hiburan merupakan salah satu aspek yang
tidak terlalu terkena pengaruh krisis ekonomi di Amerika. Mau tidak mau,
masyarakat masih saja mencari-cari sarana hiburan yang murah dan praktis
didapatkan, yaitu salah satunya adalah menonton film maupun televisi. Walaupun
begitu, animo masyarakat tersebut masih tidak cukup untuk menutupi kebutuhan
biaya produksi sehingga beberapa studio terpaksa memotong anggaran
produksinya, seperti Miramax dan Paramount Vintage yang mengeliminasi
anggaran untuk scoring film (Lang, 2011). Tidak terkecuali, studio-studio raksasa
seperti Sony dan Warner Bross juga terpaksa melakukan rasionalisasi hingga
menyebabkan peningkatan jumlah pengangguran pada saat itu. Kebijakan merger
yang dilakukan beberapa pihak studio juga menjadi penyebab rasionalisasi lainnya.
Bagaimanapun kebijakan rasionalisasi yang diterapkan oleh beberapa pihak studio
tetap saja, industri hiburan dinyatakan sebagai salah satu industri yang menyerap
tenaga kerja yang cukup banyak dibanding sektor-sektor perindustrian lainnya
bahkan di tengah resesi sekalipun.
Pemasukan dalam sektor industri hiburan tersebut tentu menjadi satu hal
yang penting demi menjamin kelangsungan bisnis. Penjualan DVD film-film
blockbuster Hollywood juga merupakan salah satu sumber pemasukan bisnis
hiburan film. Ironisnya, pada saat krisis penjualan DVD menjadi strategi yang
8
Paper Akhir PPEI 2015
Diansasi Proborini
tidak menjanjikan. Kenaikan harga-harga yang merata membuat masyarakat
enggan membeli dan lebih memilih menikmati hiburan yang ditayangkan di
televisi kabel. Melihat kenyataan tersebut, Universal Studio Hollywood sebagai
salah satu produsen film terbesar di Amerika akhirnya melakukan penjualan filmfilmnya pada TV kabel seperti HBO, FOX Movies, dan lain-lain (Gomery &
Pafort-Overduin, 2011). Dalam hal ini, penjualan film dalam TV Kabel disinyalir
menjadi satu-satunya cara yang efektif untuk mendapatkan pemasukan. Mengingat
pengguna TV Kabel sudah mulai marak di berbagai belahan dunia lainnya, maka
beberapa studio melihat hal ini sebagai strategi terdepannya agar masih bisa
bertahan di tengah-tengah resesi.
Pemasukan lainnya sekiranya dapat diperoleh oleh studio produksi dari
dana-dana hutang. Ironisnya, ketika masa resesi bank-bank di Amerika tidak
sanggup memberikan pinjaman bagi terlaksananya produksi film Hollywood.
Untuk itu, Dreamworks sebagai salah satu studio produksi film mendapatkan
suntikan dana pinjaman sebesar kurang lebih US$700 juta dari spekulasinya
dengan grup India’s Reliance (Siklos, 2008). Melihat realita industri film
Hollywood tersebut memunculkan kekhawatiran oleh beberapa pihak bahwa
kebijakan hutang luar-negeri yang begitu besar tersebut hanya akan menambah
beban negara. Selain itu, apabila proses pembayaran yang dilakukan tidak lancar
maka dikhawatirkan pada tahun-tahun yang akan datang pinjaman hutang akan
sulit didapatkan karena hutang-hutang sebelumnya belum lunas.
Kekhawatiran yang muncul tersebut senantiasa terhapus oleh meningkatnya
pemasukan industri perfilman Hollywood yang cukup memuaskan. Diketahui
bahwa setiap tahun jumlah pendapatan industri perfilman mengalami peningkatan.
Hal ini dapat digambarkan kedalam sebuah tabel berikut ini:
9
Paper Akhir PPEI 2015
Diansasi Proborini
Sumber: Motion Picture Association of America, Inc.*
Dari data grafik tersebut dapat disaksikan kondisi perkembangan industri
hiburan dari tahun ke tahun pasca resesi. Terlihat jelas bahwa total pendapatan
produksi film Box Office selalu menunjukan kenaikan dari tahun ke tahun. Box
Office dalam skala global untuk semua film yang dirilis di setiap negara di seluruh
dunia mencapai US$34,7 Milyar pada tahun 2012, yang mana jumlah tersebut
mengindikasikan kenaikan sebesar 6% dari tahun 2011. Peningkatan ini juga
terjadi karena sebagian besar Box Office internasional (belum termasuk Amerika
dan Kanada) meraup pemasukan sebesar US$23,9 Milyar, naik sebesar 6% dari
tahun 2011, yang juga dipenagruhi oleh pertumbuhan di sebagian besar wilayah
geografis (Motion Picture Association of America, 2012). Dengan begitu dapat
dilihat bahwa Box Office internasional (tidak termasuk Amerika dan Kanada)
mengalami total kenaikan sebesar 32% dalam kurun waktu lima tahun saja.
Kesimpulan
*
Motion Picture Association of America, 2012. Theatrical Market Statistics.
10
Paper Akhir PPEI 2015
Diansasi Proborini
Fenomena krisis ekonomi tahun 2008 yang terjadi di Amerika tidak
dipungkiri merupakan salah satu krisis yang terparah sejak Great Depression tahun
1930 dan era Perang Dunia. Krisis atau resesi yang terjadi di Amerika
menyebabkan dampak yang begitu merugikan bagi masyarakat yang mana
sebagian besar industri ataupun perusahaan melaksanakan kebijakan rasionalisasi
sehingga banyak sumber daya manusia yang menjadi pengangguran dan makin
menambah beban pemerintah serta akan berpotensi meningkatkan taraf
kriminalitas di Amerika. Dari realita tersebut industri hiburan Hollywood
merupakan salah satu bidang industri yang menyerap tenaga kerja yang cukup
banyak, khususnya di California. Industri hiburan menjadi salah satu bagian yang
menentukan taraf pengangguran dan tingkat ekonomi di Los Angeles. Dalam hal
ini, industri hiburan dapat dikatakan sebagai industri yang cukup menentukan bagi
kondisi perekonomian di Los Angeles. Betapa tidak, ada banyak studio besar
disana yang berhasil menghasilkan milyaran dolar tiap tahunnya dari penjualan
film-film di Amerika maupun di negara-negara lain di seluruh dunia. Penjualan
tersebut meliputi aktivitas ekspor yang lebih besar daripada impor yang disinyalir
mendatangkan surplus tersendiri bagi perekonomian Amerika.
Bagaimanapun industri hiburan Hollywood sendiri terkena imbas resesi
yang menyebabkan gangguan atau hambatan terhadap proses produksi film.
Namun gangguan tersebut sekiranya bukanlah suatu perkara yang justru
menghentikan aktivitas produksi secara total. Kenaikan harga tiket bioskop serta
harga jual film tidak lantas menyurutkan pendapatan industri hiburan tersebut.
Masyarakat Amerika yang saat itu diliputi oleh kegelisahan dalam suasana resesi
bahkan cenderung mencari pelampiasan untuk menghapus kekhawatirannya
sejenak. Cara-cara tersebut tak lain bisa didapatkan dengan menonton film ataupun
televisi. Dengan begitu acara-acara hiburan menjadi satu hal yang dinantikan oleh
masyarakat di tengah krisis. Hal itu kemudian menjadi basis argumen mengapa
industri hiburan tetap beroperasi walaupun ditengah resesi, yang mana motif yang
demikian ini cenderung tidak berbeda dengan krisis-krisis sebelumnya pada tahun
1930 dan 1960an. TV kabel dan kebutuhan masyarakat akan hiburan mudah dan
murah lah yang menjadi penyebab bertahannya industri hiburan Hollywood
Amerika. Disamping itu, tidak dipungkiri industri perfilman Hollywood memiliki
11
Paper Akhir PPEI 2015
Diansasi Proborini
daya kreativitas yang masih belum bisa ditandingi oleh industri perfilman lainnya,
sehingga produksi film Amerika bertahan menjadi hiburan pilihan masyarakat.
Bagaimanapun, studio-studio film memiliki kebijakan pemangkasan dana agar
tetap bisa mempertahankan bisnisnya. Disisi lain mereka mendapatkan pinjaman
dari pihak asing. Selanjutnya hasil-hasil penjualan filmnya pada akhirnya menutup
kekhawatiran para produsen film. Dengan begitu sudah cukup jelas penyebab
maupun alasan industri hiburan Hollywood merupakan salah satu bisnis yang
cukup menjanjikan di Amerika.
Masa depan industri hiburan Hollywood pasca resesi
Selain dampak negatif dari krisis ekonomi tahun 2008 terhadap industri
perfilman, bagaimanapun industri film Hollywood mulai menunjukan tanda-tanda
kemajuan dibanding sektor-sektor perindustrian lainnya, seperti automobile
misalnya. California sebagai tempat basis produksi industri hiburan dinyatakan
menjadi tempat yang paling banyak menyerap tenaga kerja dalam industri
pertelevisian dan film. Sampai tahun 2011 pun ada sekitar 126.300 orang bekerja
di industri film dan video, yang mana berdasarkan laporan Departemen Tenaga
Kerja California angka tersebut menunjukan peningkatan sebesar 3000 pekerjaan
hanya dalam waktu satu bulan saja, (Lang, 2011). Hal itu merupakan suatu
kemajuan sejak sebelum masa resesi tahun 2007 yang sebesar 117.000 pekerjaan
terdaftar, dan juga mewakili kenaikan dari 105.400 pekerjaan yang tercatat pada
saat pasca resesi bulan Juni 2009 silam (Lang, 2011). Hal seperti itu pun berlaku
pula dalam industri hiburan pertelevisian, yang mana bisnis televisi bisa dikatakan
akan pulih seperti masa-masa pre-resesi.
Walaupun ditimpa krisis yang begitu hebatnya, industri hiburan Hollywood
tampaknya tidak akan mudah surut begitu saja. Produksi film dan serial-serial
televisi di Los Angeles kian meningkat, terutama setelah pemerintah negara bagian
memperpanjang insentif pajak hingga setahun (Lang, 2011). Di New York,
perpanjangan lima tahun insentif pajak film telah mendorong banyaknya produksi
film di New York sendiri. Terbukti bahwa tahun 2011 New York tercatat memiliki
130 proyek pembuatan film yang akan menghasilkan US$ 1,5 Miliyar, sedangkan
tahun 2010 silam menghasilkan US$ 1,4 Milyar dalam 92 proyek syuting film.
12
Paper Akhir PPEI 2015
Diansasi Proborini
Prospek industri hiburan Hollywood menunjukan kemajuan dari tahun ke
tahunnya. Hal itu juga didukung dengan adanya film-film Box Office maupun
remake yang dinanti-nanti oleh para moviegoers. Tidak dipungkiri bahwa dewasa
ini ketertarikan masyarakat akan film-film produksi Hollywood semakin
meningkat, sehingga memperkuat dominasi industri hiburan Hollywood di dunia.
Referensi
Cieply, M. & Barnes, B., 2009. In Downturn, Americans Flock to the Movies. The
New York Times, [Online]
Tersedia: http://www.nytimes.com/2009/03/01/movies/01films.html?_r=0
[Diakses 15 Juni 2015]
Cook, D. A., 2000. Lost Illusions: American Cinema in the Shadow of Watergate
and Vietnam. Berkley: University of California Press.
Gomery, D. & Pafort-Overduin, C., 2011. Movie History: A Survey. Edisi Kedua.
New York: Taylor and Francis.
History Cooperative, 2014. The History of the Hollywood Movie Industry. [Online]
Tersedia:
http://historycooperative.org/the-history-of-the-hollywood-
movie-industry/
[Diakses, 15 Juni 2015]
King, G., 2002. New Hollywood Cinema: An Introduction . New York: Columbia
University Press.
LAEDC, 2012. The Entertainment Industry and the Los Angeles County Economy.
California: The Kyser Center for Economic Research.
Lang, B., 2011. Hollywood and The Job Crisis: Just How Bad Is It?. The Wrap,
[online]
13
Paper Akhir PPEI 2015
Tersedia:
Diansasi Proborini
http://www.thewrap.com/movies/article/hollywoods-recession-
how-industry-coping-downturn-31872/
[Diakses, 15 Juni 2015]
Mankiw, N. G., 2012. Principles of Macroeconomics. Edisi keenam. Mason, OH:
South-Western Cengage Learning
McCormack, R., 2009. The Plight of American Manufacturing. The American
Prospect, [Online] 21 Desember.
Tersedia: http://prospect.org/article/plight-american-manufacturing
[Diakses, 30 Juni 2015]
McLean, D., 2009. The Evolution of the term 'New Hollywood' . North Ryde, NSW:
Faculty of Arts, Macquarie University.
Motion Picture Association of America, 2012. Theatrical Market Statistics.
Siklos, R., 2008. Tense times in Hollywood's dream factory. Fortune Magazine,
[Online]
Tersedia:
http://archive.fortune.com/2008/10/17/news/economy/siklos_la.fortune/ind
ex.htm
[Diakses, 18 Juni 2015]
Silver, Jonathan D., 2007. Hollywood’s dominance of the movie industry: How did
it arise and how has it been maintained? . Ph.D. Queensland: Queensland
University of technology.
***
14