INFEKSI SALURAN NAFAS BAWAH AKUT

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sun Sep 3 4:29:04 2017 / +0000 GMT

INFEKSI SALURAN NAFAS BAWAH AKUT
Infeksi saluran nafas bawah akut adalah masalah kesehatan masyarakat yang persisten dan menyeluruh. Infeksi saluran nafas bawah
akut menimbulkan wabah di seluruh dunia yang lebih besar daripada infeksi virus immunodefisiensi, malaria, kanker, atau serangan
jantung. Di Amerika Serikat, infeksi saluran nafas bawah akut menyebabkan lebih banyak angka kesakitan dan kematian
dibandingkan infeksi yang lain, dan ada sedikit perubahan dalam angka kematian yang disebabkan oleh infeksi saluran nafas selama
lebih 5 dekade.Hasil atau prognosis dari infeksi saluran nafas bawah akut bergantung pada virulensi organisme dan respon inflamasi
paru. Ketika sejumlah kecil mikroba virulensi rendah tersimpan atau mengendap di paru, pertahanan efektif dapat ditingkatkan oleh
sistem pertahanan imun bawaan seperti bersihan mukosiliar, protein anti mikroba di permukaan cairan saluran nafas dan makrofag
alveolar. Sebaliknya, beberapa atau kebanyakan mikroba virulen menimbulkan respon inflamasi. Meskipun respon ini berperan
dalam membangkitkan imunitas bawaan dan kepentingannya untuk membersihkan paru-paru dari mikroba, respon ini juga berperan
langsung terhadap cedera paru dan fungsi abnormal paru. Artikel ini membicarakan mengenai pemahaman terbaru kami tentang
respon inlamasi pada paru-paru yang terinfeksi, menekankan pada kemajuan terbaru dan adanya celah dalam ilmu pengetahuan
mengenai hal ini. Banyak informasi beasal dari percobaan-percobaan terhadap hewan, studi terhadap manusia dan data yang berasal
dari pasien juga disertakan apabila sesuai dan cukup tersedia.a. Inflamasi dan imunitas bawaanInflamasi akut menampilkan
akumulasi dari netrofil dan eksudat plasma di luar pembuluh darah. Di kapiler paru-paru yang tidak terinfeksi, isi darah ini
normalnya dipisahkan dari udara di alveolus oleh kurang dari 1µm, penghalang yang paling tipis antara darah dan lingkungan luar.
Terperangkapnya netrofil di kapiler ini sebagai hasil desakan geometri dan biofisikal, sehingga menambah kuantitas per volume
darah kira-kira 50 kali dibandingkan dengan pembuluh darah lain, pembentukan sejumlah netrofil yang siap berespon ketika

diperlukan.Selama infeksi paru, netrofil bermigrasi keluar dari kapiler paru dan masuk ke dalam rongga udara alveolar. Elie
Metchnikoff, penemu fagositosis menganggap netrofil (atau mikrofag sebutan olehnya) menjadi sel pertahanan yang luar biasa
melawan mikroorganisme. Setelah fagositosis, netrofil membunuh mukroba yang diingesti dengan senyawa oksigen reaktif (cth:
hipoklorit), protein anti mikroba (cth: permeabilitas bakterisid yang diinduksi oleh protein dan laktoferin), dan enzim penghancur
(cth: elastase) (gbr 1). Suatu jalur tambahan penghancuran bakteri telah diidentifikasi ?perangkap netrofil ekstraselular (NET).
Netrofil extrude (NETs) yang tersusun atas jaringan kromatin yang berisi protein anti mikroba, dan NETs ini menjerat dan
membunuh bakteri ekstraselular. Masih ditentukan apakan NETs berguna dalam mekanisme pertahanan inang melawan mikroba
yang motil di cairan yang tidak berstruktur dan bergerak yang mengisi rongga udara paru yang terinfeksi.Isi protein plasma pada
interstisium dan rongga udara paru yang terinfeksi ditentukan oleh aksi kombinasi aliran besar periselular dan transpor transelular
oleh sel endotel dan epitel. Banyak protein plasma termasuk antibodi alami, protein komplemen, C-reaktif protein (yang berasal dari
serum pasien dengan pneumonia), dan pentraxin 3 adalah penting sebagai pertahanan melawan mikroba di paru-paru. Mereka
melakukan fungsi opsonisasi, bakteriostatik dan mikrobisidal selama infeksi. Defisit dalam jumlah netrofil (netropenia) dan defek
pada kualitas (seperti pada penyakit granulomatous kronik) berperan dalam menentukan pasien untuk mendapatkan infeksi
opurtunistik paru, begitu juga dengan defisiensi komplemen dan immunoglobulin. Karena netrofil dan protein plasma
memperantarai fungsi imun bawaan dan diperlukan untuk mencegah infeksi paru, inflamasi akut biasa dianggap sebagai respon imin
bawaan yang penting dalam paru.b. Proses terjadinya inflamasi akut pada paru yang terinfeksib.1. Molekul yang mendeteksi
mikrobaMikroba pasti dideteksi oleh sel inang untuk memulai proses inflamasi pada paru yang terinfeksi. Identifikasi penyerbuan
mikroba bergantung pada satu set reseptor yang bermacam-macam yang disebut resptor-reseptor pengenal pola, yang melekat pada
cairan molekular yang umumnya terdapat pada mikroba. Penemuan kelompok baru reseptor pengenal pola, seperti reseptor yang
menyerupai jembatan, pengikat nukleotida, dan protein yang berbasis oligomerisasi dan penarikan caspase berbasis helicase, telah

melengkapi penelitian tentang biologi imunitas bawaan. Tabel 1 mendaftar beberapa reseptor pengenal pola dengan hubungan
langsung terhadap imunitas bawaan pada paru-paru atau terhadap infeksi pernafasan.Untuk beberapa mikroba, ada variasi molekul
yang bisa mengaktifkan banyak reseptor pengenal pola yang berbeda. Barangkali karena alasan ini defisiensi reseptor pengenal pola
pada individu menghasilkan mode fenotip yang lebih banyak selama percobaan yang menginduksi infeksi saluran nafas bawah akut
daripada defisiensi protein adapter aliran bawah dengan sinyal dari banyak reseptor pengenal pola. Jalur sinyal intraselular
dicetuskan oleh berbagai reseptor pengenal pola yang berkumpul pada pusat sinyal, seperti faktor-faktor transkripsi pada faktor inti
?B (NF-?B) dan golongan faktor regulasi interferon. Faktor-faktor ini menggabungkan sinyal dari berbagai stimulus (berhubungan
dengan reseptor pengenal pola) dan respon-respon pencetus. NF-?B memperantarai transkripsi molekul adhesi, chemokin, colony
stimulating factor dan sitokin-sitokin lain yang diperlukan untuk respon inflamasi. Pada tikus dengan perangsangan oleh bakteri di
paru, NF-?B rel A (juga dikenal sebagai p65) diperlukan untuk membangkitkan produksi molekul adhesi dan chemokin dan juga
untuk memulai berkumpulnya netrofil dan pertahanan inang. Faktor regulasi interferon memperantarai ekspresi dari interferon tipe 1

Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com

| Page 1/5 |

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sun Sep 3 4:29:04 2017 / +0000 GMT

dan interferon yang dibangkitkan oleh gen antivirus. Faktor regulasi interferon 3 mempengaruhi infeksi virus parainfluenza di paru

tikus. Tapi gen dan fungsi imun yang diperlukannya atau faktor regulasi interferon yang lain selama infeksi paru masih tidak
diketahui.b.2. Sel - sel sentinel di paru-paruPopulasi sel myeloid dengan fungsi khusus seperti sel sentinel, makrofag alveolar dan sel
dendritik, terletak dalam paru-paru. Sel-sel ini terutama dilengkapi dengan reseptor pengenal pola, dan secara alami dikondisikan
untuk melawan mikroba yang berasal dari udara luar.Makrofag alveolar adalah sel yang mobil yang berpatroli di permukaan luminal
alveoli. Makrofag alveolar juga dikenal sebagai dust sel karena kemampuannya untuk menghilangkan dan mencerna zat-zat inert
yang terhirup. Mereka juga menghasilkan tanda peringatan ketika paru diinfeksi, tetapi penghambatan sinyal ini hingga waktu yang
tepat adalah sangat penting. Suatu mekanisme penghambatan yang mungkin memerlukan ujung globular dari protein A dan D
surfaktan, yang mengikat reseptor makrofag alveolar dan menekan aktivitas inflamasi pada paru-paru yang terinfeksi. Selama
infeksi, ujung globular ini melekat pada zat-zat patogen, dan adanya ujung kolagen oligomerisasi (suatu hasil pengelompokan
protein surfaktan pada permukaan zat patogen) mengaktifasi makrofag alveolar yang sebelumnya diam. Hal ini masuk akal bahwa
aktivitas inflamasi dari makrofag alveolar secara konstitutif ditekan oleh Transforming growth factor (TGF?) yang dihasilkan oleh
integrin sel epitel. Produk mikroba mengawali sinyal yang memperkuat supresi ini, dengan demikian mengaktivasi fungsi inflamasi
makrofag alveolar.Sel dendritik tersebar diseluruh saluran nafas. Pada jalan nafas bagian konduksi, sel dendritik intra epitel tersebar
hingga ke cairan di lumen saluran nafas, dimana mereka memakan zat-zat dari material yang disapu oleh transport mukosiliari dari
alveolus menuju glottis. Sebagai respon adanya mikroba di paru-paru, maka lebih banyak sel dendritik bermigrasi ke paru-paru
melalui jaringan dan juga melalui aliran kelenjar limfe. Sel dendritik adalah tipe sel yang mempresentasikan antigen dan merupakan
pusat respon imun yang didapat. Sel dendritik juga memiliki fungsi penting dalam imunitas bawaan, reseptor pengenal pola yang
mereka miliki membuat mereka secara khusus cocok untuk mendeteksi virus dan ketika terangsang mereka mulai menghasilkan
interferon tipe 1 dengan level yang sangat tinggi. Penurunan jumlah sel dendritik atau terputusnya sinyal dari interferon 1 menembah
kemungkinan terjadinya infeksi virus di paru.Makrofag alveolar dan sel dendritik memiliki kemampuan yang terbatas untuk

membunuh mikroba tetapi mereka sangat penting untuk mengenali mikroba dan mengirim informasi ini ke sel-sel lain seperti sel
epitel dan limfosit. Sel-sel ini kemudian mengumpulkan efektor imunitas bawaan yaitu netrofil.b.3. Efektor-efektor imunitas
bawaanRekrutmen netrofil dicetuskan oleh sel-sel paru. Cetusan molekul adhesi pada sel paru mengakibatkan penarikan dan sinyal
informasi terhadap netrofil. Chemokin dari sel-sel paru menyebabkan kemotaksis dan mempengaruhi arah pergerakan netrofil.
Colony stimulating factor (CSF) menyebabkan produksi netrofil dan pelepasannya dari jaringan haematopoeitik.Sawar epitel
diantara isi rongga udara paru (termasuk mikroba) dan pengendapan zat-zat menyebabkan hambatan transfer informasi terhadap
rekrutmen netrofil. Pada tikus transgenik penghambatan terhadap aktivasi NF-?B ditunjukkan secara eklusif dalam sel epitel paru,
Penghambatan aktivasi NF-?B mengurangi ekspresi sitokin dan juga chemokin netrofil. Defek pada ekspresi gen sel epitel
mengganggu proses rekrutment netrofil dan pembunuhan bakteri dalam paru-paru.Dengan meningkatnya pengetahuan terhadap
peranan sel epitel dalam inflamasi paru, usaha-usaha sedang dilakukan untuk menjelaskan jalur aktivasi sel epitel pada paru yang
terinfeksi. Sel epitel paru bisa diaktivasi secara langsung oleh beberapa mikroba, seperti Staph aureus, Pseudomonas aeruginosa,
tetapi mikroba lain seperti Pneumococci (Penyebab terbanyak pneumonia komunitas), sulit atau tidak bisa dikenali oleh sel epitel.
Selama pneumonia pneumococus, sinyal alarm dibangkitkan oleh sel sentinel myeloid terutama TNF-? dan interleukin-1 (1? dan 1?),
penting untuk aktivasi epitel dan menimbulkan respon inflamasi. Blok terhadap sinyal dari TNF-? atau interleukin 1 menghasilkan
efek-efek yang ringan jika dibandingkan dengan blok terhadap kedua jalur tersebut secara simultan, menimbulkan anggapan bahwa
sitokin-sitokin ini memiliki fungsi yang tumpang tindih selama infeksi saluran nafas akut. Pertahanan inang yang diperantarai
netrofil melawan pneumocici pada paru-paru memerlukan sinyal-sinyal tersebut.Sel-sel epitelial juga bisa diaktivasi oleh sitokin
limfosit (gbr 2). Interleukin 17 mengaktivasi sel epitel untuk melepaskan chemokin dan CSF dan ini penting untuk sistem
pertahanan inang yang diperantarai netrofil selama infeksi Kleibsella pneumonia. Selama infeksi tersebut, interleukin 17 diproduksi
oleh sel T dan produksinya distimulasi oleh sinyal lain dari interleukin 23 makrofag. Suatu sub populasi dari beberapa sel T natural

killer di paru juga bisa membangkitkan interleuki 17 untuk merangsang sel epitel dan mendatangkan rekrutmen netrofil, dan
interleukin 17 yang dihasilkan sel-sel ini tidak bergantung pada interleukin 23. Sel T yang mensekresi interleukin 17 juga
melepaskan interleukin 22, yang berfungsi seperti interleukin 17 dalam mengaktivasi sel-sel epitel. Jika, kapan dan bagaimana
interleukin 22 mempebgaruhi respon imun bawaan selama infeksi paru adalah pertanyaan-pertanyaan yang belum terjawab.Netrofil
bukanlah titik akhir dalam jalur komunikasi ini, tapi menyampaikan informasi penting yang mengarahkan respon imun, Netrofil
membangkitkan sinyal proinflamasi seperti TNF-?, interleukin 1 dan chemokin, chemerin (yang menarik dan mengaktivasi sel
dendritik) dan perangsang limfosit ? yang mengatur pemilihan, daya tahan dan pertumbuhan sel ?. Netrofil adalah sumber sel T yang
mengaktivasi sitokin interleukin 12 pada paru-paru dan interleukin 12 memperkuat interferon ? untuk membantu pertahanan inang
yang diperantarai netrofil selama pneumonia. Netrofil berkemampuan melepaskan reseptor pengenal pola ekstraselular pentraxin 3,

Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com

| Page 2/5 |

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sun Sep 3 4:29:04 2017 / +0000 GMT

dan inang dengan pertahanan tubuh yang lemah misalnya tikus dengan defisiensi petraxin 3 bisa ditingkatkan dengan pemberian
larutan pentraxin 3 atau melalui transfer netrofil dari tikus lain tapi yang tidak mengalami defisiensi pentraxin3. Jadi respon imun
bawaan yang didapat maupun bawaan melawan mikroba pada paru diatur oleh sinyal-sinyal yang berasal dari netrofilc. Inflamsi dan

Cedera paru akutInflamsi berbahaya bagi imunitas bawaan dan pertahanan tubuh inang, tapi inflamasi juga bisa mencederai
paru-paru. Pengumpulan cairan plasma ekstravaskular, sebagian pada udem paru non kardiogenik, adalah pertanda cedera paru-paru
akut. Hasil produksi netrofil yang dibangkitkan untuk membunuh mikroba seperti golongan oksigen reaktif dan protease juga
membunuh sel inang dan merusak jaringan inang. Resiko-resiko inflamasi sebenarnya telah didemontrasikan pada model yaitu tikus
transgenik dimana aktivasi NF-?B pada sel epitel paru cukup untuk menyebabkan rekrutmen netrofil, edema paru, hipoksemia
arterial dan kematian meskipun tidak ada infeksi atau rangsangan eksogen apapun. Jadi, respon imun bawaan diperlukan untuk
menjaga paru dari mikroba tapi juga bisa menyebabkan cedera dan berperan pada patofisiologi infeksi. Barangkali oleh karena hal
ini, infeksi paru merupakan penyebab terbanyak dari sindrom distres pernapasan akut.Penghambatan sinyal inflamasi bisa bersifat
melindungi selama infeksi paru. Sebagai contoh, penghentian sinyal TNF-? dan interleukin 1 sekaligus (tapi tidak salah satunya saja)
mengurangi edema paru dan berkurangnya komplians paru yang sering ditemukan pada tikus dengan pneumonia E. Coli. Reseptor
pencetus yang terdapt pada sel Myeloid 1 (TREM-1) yang berfungsi pada jalur umpan balik positif untuk memperkuat TNF-?,
interleukin 1 dan inflamasi, hal ini sangat berhubungan erat dengan pasien pneumonia yang pengukuran TREM-1 yang terlarut
dalam cairan lavase bronkhoalveolar telah dikemukakan sebagai tes diagnostik. Penghambatan TREM-1 mengurangi TNF,
interleukin 1 dan tampilan patofisiologi pada tikus dengan pneumonia P.aeruginosa. Kortikosteroid bisa efektif sebagai penghambat
non spesifik inflamasi. Pada uji coba klinis, infus kortikosteroid pada pasien dengan pneumonia komuniti berat, 23 pasien yang
mendapt kortikosteroid mengalami cedera paru yang lebih sedikit dan angka harapan hidup yang lebih tinggi daripada 23 pasien
yang mendapat plasebo. Hasil dari uji coba ini masih provokatif tapi harus dipandang dengan hati-hati hingga studi lebih lanjut
dilengkapi. Adanya celah dalam ilmu pengetahuan masih substantial. Hal ini belum pernah terjadi pada pasien yang mana infeksi
mungkin bermanfaat daripada terapi antiinflamasi. Pada keseluruhannya, studi ini menyatakan bahwa terapi dengan bertarget
inflamasi mungkin bermanfaat dalam mengatasi infeksi paru berat tertentu dan memerlukan penelitian lebih lanjut untuk masalah

ini.Virus influenza patogenitas tinggi sperti virus avian influenza A (H5N1) dan virus yang menimbulkan pandemic pada 1918,
menimbulkan respon inflamasi yang kuat pada manusia dan hewan coba. Adanya kesamaan pada respon yang berlebihan
menyokong ide bahwa apa yang disebut dengan badai sitokin memperantarai patofisiologi selama infeksi ini, tapi bukti langsung
yang mendukung konsep ini masih kurang. Berkurangnya jumlah netrofil akan meningkatkan pertumbuhan virus dan mempercepat
kematian pada tikus yang terinfeksi virus influenza A H5N1, memberi kesan bahwa sedikitnya infeksi pada percobaan ini, netrofil
melakukan lebih banyak manfaat daripada kerugian yang ditimbulkannnya. Penghentian sinyal sitokin pada tikus dengan infeksi
virus influenza A H5N1 ada sedikit atau sama sekali tidak ada efek. Anggapan bahwa sitokin terlalu jauh diteliti adalah tidak terlalu
penting terhadap patofisiologi infeksi virus influenza A H5N1. Studi lebih lanjut diperlukan untuk menerangkan apakah, dan jika
begitu mediator inflamasi mana yangmempengaruhi patofisiologi infeksi virus influenza patogenitas tinggi dan apakah penghentian
sitokin atau jalur sinyal aliran atas atau bawah dari sitokin bisa melindungi inang dari cedera inflamasi selama infeksi seperti ini.d.
Regulasi Inflamasi akut pada paru yang terinfeksiTubuh memerlukan mekanisme-mekanisme untuk memelihara inflamasi akut tetap
terjaga. Belum banyak diketahui tentang mekanisme regulasi ini bila dibandingkan dengan pengetahuan tentang mekanisme
pencetusan dan penguatan inflamasi. Beberapa contoh bagaimana mekanisme regulasi mempengaruhi hasil dari infeksi paru dibahas
disini.Strategi penghentian seperti ini adalah untuk membatasi aktifitas NF-?B. Protein p50 NF-?B memiliki banyak fungsi seperti
mengekang transkripsi gen dengan tempat perlekatan NF-?B di promotornya. Selama pneumonia bakterial pada tikus, defisiensi p50
meningkatkan ekspresi sitokin dan mencetuskan cedera paru. Jadi, p50 fungsi normalnya adlah untuk mencegah pertambahan sitokin
dan cedera inflamasi selama pneumonia.Mekanisme lain berhubungan dengan adanya sinyal yang berasal dari reseptor pengenal
pola. Reseptor interleukin 1 yang berhubungan dengan kinase (IRAK)-molekul yang menyerupai (IRAK-M) menghambat IRAK
yang memperantarai pensinyalan dari reseptor pengenal pola dan sitokin yang mengaktivasi NF-?B. Sepsis mencetuskan IRAK-M
pada makrofag alveolar tikus, dan protein ini mengurangi ekspresi sitokin dan membahayakan pertahanan paru inang. IRAK-M

mungkin berperan dalam terjadinya sepsis pada pasien oleh karena nosokomial pneumonia. Molekul regulasi yang lain menghambat
pensinyalan reseptor pengenal pola secara tidak langsung. Sebagai contoh, karbonmonoksida yang dihasilkan oleh heme
oksigenase-1 menghambat pensinyalan reseptor pengenal pola transmembran. Defisiensi heme oksigenasi-1, meningkatkan
inflamasi dan cedera yang diinduksi oleh bakteri dan virus influenza pada paru-paru tikus. Pencegahan cedera mungkin dapat
dilakukan dengan antiinflamasi dana aktivitas perlindungan jaringan terhadap heme oksigenase-1.Tranduser sinyal dan aktivator
transkripsi 3 (STAT 3) juga memiliki efek anti inflamasi dan perlindungan jaringan. Mutasi pada STAT 3 menyebabkan sindrom
hiper Ig E yang ditandai dengan infeksi paru yang berat dan berulang. Faktor transkripsi ini diaktivasi oleh makrofag dan sel epitel

Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com

| Page 3/5 |

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sun Sep 3 4:29:04 2017 / +0000 GMT

selama inflamasi paru akut.. Makrofag STAT 3 memperantarai respon anti inflamasi yang diinduksi oleh sitokin interleukin 10 yang
menurunkan pertahanan inang tapi membatasi cedera paru selama pneumonia. Sel epitel STAT 3 penting dalam mencegah cedera
paru selama infeksi. Sinyal-sinyal yang mengaktifkan sel epitel STAT 3 masih belum pasti, tapi tidak mungkin melibatkan
interleukin 10. Aktivasi STAT 3 pada paru selama infeksi E. Coli sebagian bergantung pada interleukin 6, yang penting untuk
mengatasi pneumonia akibat bakteri.Prostaglandin 1 (prostasiklin) dikeluarkan selama infeksi pernafasan oleh sinsitial virus dan

mempunyai efek protektif yang mungkin diperantarai oleh efek anti inflamasi sel dendritik. Sebagai tambahan untuk terjadinya
aktivitas anti inflamasi, lipid-lipid lain seperti lipoxin, resolvin, protektin membantu jaringan inflamasi kembali sehat. Selama dan
setelah pneumonia, perubahan arsitektur lobus paru dari konsolidasi komplit ke keadaan normal dapat dinilai. Sayangnya, tidak
banyak penelitian yang melaporkan mekanisme-mekanisme yang mendasari proses resolusi selama infeksi paru, jadi dugaan adanya
peranan lipid saat ini harus didasarkan pada ramalan saja.e. Respon mikroba terhadap inflamasiInfeksi saluran nafas bawah akut bisa
disebabkan oleh monomikroba atau polimikroba, dengan virulensi yang berbeda-beda mulai dari yang komensal hingga yang
patogenitas tinggi. Mikroba-mikroba ini memiliki mekanisme untuk meniadakan efek banyak efektor dan proses pengiriman sinyal
seperti yang telah dijelaskan di atas. Subversi mikroba pada jalur individual mungkin merupakan suatu tekanan selektif yang
mengarahkan inang mamalia untuk mengalami jalur multipel, pararel kadang-kadang terlihat berlebih-lebihan untuk imunitas
bawaan denagn aktivasi epitel. Strategi beberapa mikroba secara khusus berhubungan dengan infeksi paru dan jalur imunitas bawaan
seperti yang dijelaskan diatas adalah topik utama yang dijadikan contoh. Meniadakan mekanisme efektor imunitas bawaan jelas
menguntungkan bagi mikroba meskipun NETs telah ditemukan baru-baru ini, tindakan balasan dari mikroba telah diketahui. Sebagai
contoh, NETs yang dilepaskan oleh netrofil gagal menangkap dan membunuh pneumococci. Suatu DNase pneumococcal membelah
NETs dan bakteria bebas. Selama infeksi DNase ini adalh suatu faktor virulensi yang memberikan suatu keuntungan kompetitif bagi
bakteri untuk melawan bakteri golongan mutasi DNase di paru-paru tikus yang menghasilkan peningkatan mortalitas akibat
pneumonia pada tikus tersebut. Mencegah inang dalam mendeteksi patogen adalah strategi lain yang sering digunakan oleh mikroba.
Sebagai contoh asam retinoat (gen I yang dapat diinduksi oleh pola intraselular) reseptor pengenalan untuk RNA virus dilekati oleh
protein virus influenza yang mencegah pensinyalan aliran bawah, aktifasi faktor regulasi interferon dan ekspresi dari interferon tipe
1. Penghapusan protein ini melemahkan infeksi viru influenza menambah jumlah interferon tipe 1 di paru-paru dan mengurangi
mortalitas. Banyak pathogen menghentikan jalur pensinyalan proinflamasi dan memperkuat jalur pensinyalan anti inflamasi.Patogen

paru tidak hanya mengganggu dalam pensinyalan sistem imun inang, mereka juga mendengar percakapan imun dan menggunakan
informasi ini untuk membimbing mereka dalam memberi respon yang sesuai. Sebagai contoh P.aeruginosa memiliki reseptor yang
dapat mengenali interferon ?, dan apabila ada interferon ? reseptor ini akan mencetuskan ekpresi gen yang menyebabkan
pembentukan biofilm. Biofilm tersebut memungkinkan bakteri lebih kebal terhadap imunitas bawaan dan antibiotik, kemungkinan
ini adalah respon adaptif selama infeksi. Sebagai tambahan P.aeruginosa dan bakteri ayng lain berespon terhadap TNF-? dan sitokin
yang lain dengan meningkatkan laju pertmbuhan. Pada tikus yang netropenia, kemampuam TNF-? untuk meningkatkan
pertumbuhan bakteri memperburuk infeksi paru. Jadi, patogen mengetahui pensinyalan imun bawaan dan berespon dengan jalan
mengalahkan pertahanan inang dan memfasilitasi infeksi.f. Variasi genetik dalam jalur inflamasiMekanisme untuk membangkitkan
dan mengatur inflamasi akut telah dijelaskan di atas, untuk menentukan hasil dari percobaan infeksi paru yang diinduksi pada hewan
coba. Adanya kekurangan dan polimorfisme pada gen manusia sebagai faktor-faktor yang terlibat dalam mekanisme ini telah
dihubungkan dengan infeksi paru dan segala akibatnya seperti infeksi yang invasif dan menyeluruh atau cedera paru akut. Meskipun
ada pembatasan pada asosiasi genotip-fenotip menjamin perimbangan ini. Data-data tersebut mengindikasikan bahwa pengetahuan
tentang imunitas bawaan dan infeksi paru yang didapat dari percobaan terhadap hewan bias diaplikasikan pada manusia. Variasi
genetik pada mediator-mediator imunitas bawaan mempengaruhi hasil keluaran dari paparan saluran nafas bawah manusia terhadap
mikroba. Alasan lain mengapa studi mengenai genotip dan fenotip manusia penting adalah bahwa hal-hal tersebut terjadi di alam
daripada di lingkungan laboratorium. Infeksi melibatkan persimpangan antara inang dan mikroba dalam komplek dan ekosistem
dinamik yang tidak sesuai dengan penelitian di laboratorium.Sebagai contoh, pasien dengan defisiensi IRAK-4 (dengan sinyal
berasal dari banyak reseptor pengenal pola) dapat lebih rentan terhadap mikroba spektrum sempit, meliputi rentang umur yang
sempit, dan dengan variasi populasi yang lebih banyak daripada percobaan invitro dengan sel manusia atau percobaan invivo dengan
sel ikus. Pasien dengan immunodefisiensi cenderung dating dengan suatu grup infeksi (Cth: Pasien dengan penyakit granulomatous

kronik khususnya rentan terhadap 5 mikroba. Variasi genom dan lingkungan menghasilkan rentang kerentanan diantara pasien
dengan immunodefisiensi yang sama. Di masa depan analisis poligenik mungkin bisa menunjukkan polimorfisme kombinasi pada
gen yang multipel mempengaruhi infeksi paru secara lebih dramatis daripada variasi monogenic, karena jalur pararel adalah umum
pada imunitas bawaan. Suatu tema yang mendesak bahwa kerentanan genetik terhadap infeksi adalah lebih sering dari yang dikira
sekarang. Kerentanan tersebu mungkin saja poligenik dengan penetrasi inkomplit terbatas pada fenotip klinis yang dijelaskan secara

Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com

| Page 4/5 |

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sun Sep 3 4:29:04 2017 / +0000 GMT

singkat.g. KesimpulanRespon imun bawaan terhadap mikroba di pari menentukan hasil keluaran dari infeksi, adanya respon yang
kurang bisa menyebabkan infeksi yang mengancam nyawa, tapi respon yang berlebihan bisa mengarah pada cedera inflamasi yang
juga mengamcam nyawa. Penelitian lebih lanjut akan menolong mengidentifikasi populasi-populasi yang kemungkinan besar
mendapatkan infeksi paru berat dan akan memandu dalam pengembangan intervensi terapetik dan propilaksis.

Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com

| Page 5/5 |