Pola Kuman Penyebab Infeksi Saluran Kemih Dan Sensitivitasnya Terhadap Antibiotika Di RSUP H.Adam Malik Periode Januari 2009-Desember 2009.
POLA KUMAN PENYEBAB INFEKSI SALURAN KEMIH DAN SENSITIVITASNYA TERHADAP ANTIBIOTIKA
DI RSUP H.ADAM MALIK PERIODE JANUARI 2009-DESEMBER 2009
Oleh: NG MEE SAN NIM: 070100275
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2010
(2)
POLA KUMAN PENYEBAB INFEKSI SALURAN KEMIH DAN SENSITIVITASNYA TERHADAP ANTIBIOTIKA
DI RSUP H.ADAM MALIK PERIODE JANUARI 2009-DESEMBER 2009
KARYA TULIS ILMIAH
Oleh: NG MEE SAN NIM: 070100275
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2010
(3)
LEMBAR PENGESAHAN
POLA KUMAN PENYEBAB INFEKSI SALURAN KEMIH DAN SENSITIVITASNYA TERHADAP ANTIBIOTIKA DI RSUP H.ADAM MALIK PERIODE JANUARI 2009-DESEMBER 2009
NAMA : NG MEE SAN
NIM : 070100275
Pembimbing Penguji I
(dr. Nelly Elfrida Samosir, SpPK) (dr. Surjit Singh, SpF) NIP : 1969 0906 2005 01 2002
Penguji II
(dr.Hemma Yulfi,DAP&E, Med.Ed)
Medan, 15 Desember 2010 Dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
(4)
NIP : 19540220 198011 1 001 ABSTRAK
Pendahuluan: Gambaran pola kuman dan sensitivitasnya terhadap antibiotika pada pasien infeksi saluran kemih (ISK) adalah sangat penting untuk diketahui oleh para klinis agar memberi pengobatan yang benar. Pola kuman dan sensitivitasnya terhadap antibiotik sering berubah dari waktu ke waktu dan dapat berbeda di semua tempat, maka adalah penting untuk dianalisis secara berkala. Objektif: Penelititan ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pola kuman penyebab infeksi saluran kemih dan sensitivitasnya terhadap antibiotika di RSUP H. Adam Malik dari 1 Januari 2009 sampai 31 Desember 2009.
Metode: Desain penelitian ini adalah penelitian deskriptif dan data dikumpul secara retrospektif (sekunder) dari catatan hasil kultur urin Divisi Tropmed Patologi Klinik RSUP H.Adam Malik selama setahun dari Januari 2009 sampai Desember 2009. Subjek penelitian adalah sebanyak 186 orang yaitu pasien yang telah melakukan kultur urin di Divisi Tropmed Patologi Klinik dengan hasil kultur positif signifikan dan telah dilakukan uji sensitivitas terhadap antibiotika.
Hasil: Hasil dari penelitian ini yaitu dari 186 sampel, prevalensi pada perempuan (52,7%) lebih banyak dari laki-laki (47,3%) dan kebanyakan adalah pasien rawat inap (81,7%). Kebanyakan sampel (38 sampel) dijumpai pada kelompok usia 0 sampai 15 tahun. Kuman penyebab ISK terbanyak adalah Enterobacter sp. (23,7%) yang masih sensitif dengan doxycycline (100%) dan amikacin (87,9%), dan resisten dengan penicilin (96,7%), ampicilin dan cefuroxim (89,5%) serta sulfametoxazole (85,2%). Seterusnya diikuti Pseudomonas sp. (18,3%) dan
Escherichia coli (17,7%). Amikacin (81,6%) dan nitrofurantoin (55,5%) didapati
masih efektif terhadap kebanyakan jenis kuman penyebab ISK sedangkan penicillin (82,6%), ampicilin (76,2%), dan sulfametoxazole (74,5%) adalah resisten.
Kesimpulan: Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa prevalensi ISK pada perempuan lebih tinggi dari laki-laki, insidens tertinggi dijumpai pada kelompok usia anak-anak (0-15 tahun). Kebanyakan kuman penyebab dari sampel urin merupakan Enterobacter sp., Pseudomonas sp. dan Escherichia coli. Doxycycline dan amikacin masih sensitif terhadap Enterobacter sp. sementara penicilin, ampicilin, cefuroxim dan sulfametoxazole adalah resisten. Amikacin disarankan sebagai obat pilihan untuk terapi empirik pada pasien ISK.
Kata kunci: infeksi saluran kemih, sensitivitas antibiotika, pola kuman dan sensitivitas
(5)
ABSTRACT
Introduction: The bacterial and sensitivity patterns towards antibiotics on urinary tract infection (UTI) patients are very important to be known by clinicians to get a successful treatment. The bacterial and sensitivity pattern towards antibiotics will change in different places and time, so those should be analyzed routinely.
Objective: This study was conducted to evaluate the bacterial and its sensitivity pattern on urinary tract infection patients in RSUP H.Adam Malik within the year of 2009.
Method: This is a descriptive study conducted with retrospective approach on 203 samples whose urine cultures were found to be positive in the Tropmed Division of Clinical Pathology at RSUP H.Adam Malik within the period of January 2009-December 2009.
Results: Of the 186 samples of UTI, prevalence of UTI in women (52.7%) was higher than in men (47.3%) and most was hospitalized patients (81.7%). Most samples were found in the 0-15 age group especially in boys. The most bacteria found in UTI were Enterobacter sp. (23.7%) which is still sensitive towards doxycycline (100%) and amikacin (87.9%), while penicillin (96.7%), ampicilin and cefuroxim (89.5%) and sulfametoxazole (85.2%) are resistance. This is followed by Pseudomonas sp. (18.3%) and Escherichia coli (17.7%). Amikacin (81,6%) and nitrofurantoin (55,5%) are found to be effective towards most bacteria in UTI while penicillin (82,6%), ampicilin (76,2%), and sulfametoxazole (74,5%) are resistance.
Conclusion: Based on the results, it can be concluded that prevalence of UTI in women were higher than in men and most were hospitalized patients. Incidence of UTI was highest in the children age group. The most bacteria found in urine samples were Enterobacter sp.which are sensitive towards doxycycline and amikacin while penicillin, ampicillin, cefuroxim and sulfametoxazole were resistance. It is recommended that amikacin to be used as a drug of choices for empirical therapy in UTI patients.
Key words: urinary tract infection (UTI), antibiotics resistance, bacterial sensitivity pattern
(6)
KATA PENGANTAR
Penulis bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasih karunia-Nya yang telah memelihara dan memampukan penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.
Judul penelitian yang dipilih adalah “Pola Kuman Penyebab Infeksi Saluran Kemih Dan Sensitivitasnya Terhadap Antibiotika Di RSUP H.Adam Malik Periode Januari 2009-Desember 2009”. Karya tulis ilmiah ini adalah sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pembelajaran semester VII di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Banyak sekali hambatan dan tantangan yang dialami penulis selama menyelesaikan karya tulis ilmiah ini. Dengan dorongan, bimbingan, dan arahan dari beberapa pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini tepat pada waktunya. Penulis banyak mendapat bimbingan daripada berbagai pihak yang sangat membantu semasa penulisan dilakukan. Dengan ini, saya mengambil kesempatan untuk mengucapkan rasa setinggi-tinggi penghargaan dan terima kasih kepada :
1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Prof. dr. Gontar A. Siregar, Sp.PD. KGEH atas izin penelitian yang telah diberikan.
2. dr. Nelly Elfrida Samosir, SpPk selaku dosen pembimbing karya tulis ilmiah dan seluruh staf pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang banyak memberi bantuan dan ilmu pengetahuan kepada penulis.
3. dr. Surjit Singh, SpF dan dr.Hemma Yulfi,DAP&E, Med.Ed selaku dosen penguji yang telah banyak memberi saranan dan masukan sehingga hasil penelitian dapat disempurnakan lagi.
4. Direktur RSUP. H. Adam Malik, Medan atas izin penelitian yang diberikan untuk melakukan penelitian di RSUP H. Adam Malik.
(7)
5. Orang tua penulis yang memberi dukungan kepada penulis, moral dan material sehingga peneliti termotivasi untuk melakukan penulisan dengan jaya.
6. Staf-staf pekerja di Department Patologi Klinik RSUP H.Adam Malik yang telah banyak memberi bantuan dalam proses pengumpulan data.
7. Teman-teman kelompok penulisan karya tulis ilmiah dan juga teman-teman lain yang telah banyak memberikan saran dan bantuan kepada peneliti selama penulisan dilakukan.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan Rahmat dan Karunia-Nya kepada semua pihak yang telah memberikan segala bantuan tersebut di atas. Penulis menyadari bahwa penyusunan dan penulisan karya tulis ilmiah ini masih terdapat banyak kekurangan karena keterbasan ilmu pengetahuan dan pengalaman penulis. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang berguna untuk membaiki kesilapan dan juga buat menambah ilmu pengetahuan agar karya yang dihasilkan berkualitas.
Penulis mengharapkan agar karya tulis ilmiah ini dapat memberikan sumbangan ilmiah kepada pihak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara serta kepada sesiapa yang ingin memanfaatkannya.
Medan, 13 Desember 2010
Penulis,
(NG MEE SAN) NIM : 070100275
(8)
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PERSETUJUAN ... i
ABSTRAK ……….. ii
ABSTRACT ……….... iii
KATA PENGANTAR ……… iv-v DAFTAR ISI ... vi-viii DAFTAR TABEL ……… ix
DAFTAR GAMBAR ……… x
DAFTAR LAMPIRAN ……… xi
BAB 1 PENDAHULUAN... 1
1.1 Latar Belakang... 1-4 1.2 Rumusan Masalah... 5
1.3 Tujuan Penelitian... 5
1.4 Manfaat Penelitian... 5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA... 6
2.1. Infeksi Saluran Kemih (ISK)………. 6
2.1.1. Definisi Infeksi Saluran Kemih (ISK)……… 6
2.1.2. Klasifikasi Infeksi Saluran Kemih (ISK)………... 6-7 2.1.3. Epidemiologi Infeksi Saluran Kemih (ISK) 2.1.4. Etiologi Infeksi Saluran Kemih (ISK)…………... 9
…….. 7-9
2.1.5. Patogenesis Infeksi Saluran Kemih (ISK)………. 10-12 2.1.6. Patofisiologi Infeksi Saluran Kemih (ISK)……… 12-13 2.1.7. Presentasi Klinis Infeksi Saluran Kemih (ISK)... 13-14
(9)
2.1.8. Pemeriksaan penunjang ISK ……….. 15-17 2.1.9. Manajemen Infeksi Saluran Kemih (ISK) ………. 18-19 2.1.10. Pencegahan Infeksi Saluran Kemih (ISK) ………. 19-20
2.2. Uji Sensitivitas Antibiotika ……… 20-24
2.2.1. Metode Cakram KIRBY-BAUER ………. 21
2.2.2. Metode konsentrasi Hambatan Minimum (KHM).. 23
2.2.3. Kepekaan Kuman Terhadap Antibiotik………….. 23
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL. 25
3.1 Kerangka Konsep Penelitian... 25
3.2 Definisi Operasional... 26
3.2.2. Cara Ukur………... 26
3.2.3. Alat Ukur……….. 26
3.2.4. Kategori………. 26
3.2.5. Skala Pengukuran……….. 26
BAB 4 METODE PENELITIAN... 27
4.1 Jenis Penelitian... 27
4.2 Waktu dan Lokasi Penelitian... 27
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian... 27
4.4 Teknik Pengumpulan Data... 27-28 4.5 Pengolahan dan Analisa Data... 28
BAB 5 HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian ………. 29
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ………... 29
5.1.2. Deskripsi Karakteristik Sampel ... 30 5.1.3. Deskripsi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin dan
(10)
Umur ... 30-31 5.1.4. Deskripsi Sampel Pasien ISK yang Rawat Inap
dan Rawat Jalan ... 32-33 5.1.5. Deskripsi Sample Berdasarkan Pola Kuman dan
Sensitivitasnya Terhadap Antibiotika ... 33-35
5.2. Pembahasan ……… 35-39
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ……….. 40
6.1. Kesimpulan ……….... 40 6.2. Saran ………... 41
DAFTAR PUSTAKA... 42-46 LAMPIRAN
(11)
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
Tabel 2.1: Epidemiologi ISK menurut usia dan jenis kelamin…… 8 Tabel 2.2: Family, Genus dan Spesies mikroorganisme (MO)
yang paling banyak sebagai penyebab ISK……… 9 Tabel 2.3: Faktor-faktor yang meningkatkan kepekaan terhadap
infeksi saluran kemih (ISK)………... 12 Tabel 2.4: Klasifikasi ISK rekuren dan mikroorganisme (MO)….. 14 Tabel 2.5: Interpretasi sensitivitas antibiotika………. 22 Tabel 5.1: Distribusi Infeksi Saluran Kemih Berdasarkan Jenis
Kelamin dan Umur ...
32
Table 5.2: Distribusi Penderita ISK Berdasarkan Jenis Rawatan
dan Jenis Mikroorganisme yang Dijumpai ... 33 Tabel 5.3: Pola dan Sensitivitas Kuman Terhadap Antibiotika
pada Pederita ISK ... 34-35 Tabel 5.4 Sensitivitas Antibiotika Secara Keseluruhan (Tanpa
(12)
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
Gambar 2.1 Leukosuria
……….
15
Gambar 2.2 Biakan bakteri ………... 16 Gambar 2.3 Plat celup
………...
17
Gambar 2.4 Hasil metode cakram
……….
(13)
DAFTAR LAMPIRAN
1. Daftar riwayat hidup peneliti 2. Surat Izin Penelitian
3. Surat Persetujuan Komisi Etik 4. Data induk / daftar data pasien
5. Tabel crosstabulation mengenai kelompok umur dan jenis kelamin
6. Tabel crosstabulation mengenai jenis kuman yang tumbuh dan jenis rawatan
7. Tabel crosstabulation mengenai sensitivitas kuman terhadap antibiotika 8. Ringkasan tabel pola dan sensitivitas kuman terhdap antibiotika pada
(14)
NIP : 19540220 198011 1 001 ABSTRAK
Pendahuluan: Gambaran pola kuman dan sensitivitasnya terhadap antibiotika pada pasien infeksi saluran kemih (ISK) adalah sangat penting untuk diketahui oleh para klinis agar memberi pengobatan yang benar. Pola kuman dan sensitivitasnya terhadap antibiotik sering berubah dari waktu ke waktu dan dapat berbeda di semua tempat, maka adalah penting untuk dianalisis secara berkala. Objektif: Penelititan ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pola kuman penyebab infeksi saluran kemih dan sensitivitasnya terhadap antibiotika di RSUP H. Adam Malik dari 1 Januari 2009 sampai 31 Desember 2009.
Metode: Desain penelitian ini adalah penelitian deskriptif dan data dikumpul secara retrospektif (sekunder) dari catatan hasil kultur urin Divisi Tropmed Patologi Klinik RSUP H.Adam Malik selama setahun dari Januari 2009 sampai Desember 2009. Subjek penelitian adalah sebanyak 186 orang yaitu pasien yang telah melakukan kultur urin di Divisi Tropmed Patologi Klinik dengan hasil kultur positif signifikan dan telah dilakukan uji sensitivitas terhadap antibiotika.
Hasil: Hasil dari penelitian ini yaitu dari 186 sampel, prevalensi pada perempuan (52,7%) lebih banyak dari laki-laki (47,3%) dan kebanyakan adalah pasien rawat inap (81,7%). Kebanyakan sampel (38 sampel) dijumpai pada kelompok usia 0 sampai 15 tahun. Kuman penyebab ISK terbanyak adalah Enterobacter sp. (23,7%) yang masih sensitif dengan doxycycline (100%) dan amikacin (87,9%), dan resisten dengan penicilin (96,7%), ampicilin dan cefuroxim (89,5%) serta sulfametoxazole (85,2%). Seterusnya diikuti Pseudomonas sp. (18,3%) dan
Escherichia coli (17,7%). Amikacin (81,6%) dan nitrofurantoin (55,5%) didapati
masih efektif terhadap kebanyakan jenis kuman penyebab ISK sedangkan penicillin (82,6%), ampicilin (76,2%), dan sulfametoxazole (74,5%) adalah resisten.
Kesimpulan: Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa prevalensi ISK pada perempuan lebih tinggi dari laki-laki, insidens tertinggi dijumpai pada kelompok usia anak-anak (0-15 tahun). Kebanyakan kuman penyebab dari sampel urin merupakan Enterobacter sp., Pseudomonas sp. dan Escherichia coli. Doxycycline dan amikacin masih sensitif terhadap Enterobacter sp. sementara penicilin, ampicilin, cefuroxim dan sulfametoxazole adalah resisten. Amikacin disarankan sebagai obat pilihan untuk terapi empirik pada pasien ISK.
Kata kunci: infeksi saluran kemih, sensitivitas antibiotika, pola kuman dan sensitivitas
(15)
ABSTRACT
Introduction: The bacterial and sensitivity patterns towards antibiotics on urinary tract infection (UTI) patients are very important to be known by clinicians to get a successful treatment. The bacterial and sensitivity pattern towards antibiotics will change in different places and time, so those should be analyzed routinely.
Objective: This study was conducted to evaluate the bacterial and its sensitivity pattern on urinary tract infection patients in RSUP H.Adam Malik within the year of 2009.
Method: This is a descriptive study conducted with retrospective approach on 203 samples whose urine cultures were found to be positive in the Tropmed Division of Clinical Pathology at RSUP H.Adam Malik within the period of January 2009-December 2009.
Results: Of the 186 samples of UTI, prevalence of UTI in women (52.7%) was higher than in men (47.3%) and most was hospitalized patients (81.7%). Most samples were found in the 0-15 age group especially in boys. The most bacteria found in UTI were Enterobacter sp. (23.7%) which is still sensitive towards doxycycline (100%) and amikacin (87.9%), while penicillin (96.7%), ampicilin and cefuroxim (89.5%) and sulfametoxazole (85.2%) are resistance. This is followed by Pseudomonas sp. (18.3%) and Escherichia coli (17.7%). Amikacin (81,6%) and nitrofurantoin (55,5%) are found to be effective towards most bacteria in UTI while penicillin (82,6%), ampicilin (76,2%), and sulfametoxazole (74,5%) are resistance.
Conclusion: Based on the results, it can be concluded that prevalence of UTI in women were higher than in men and most were hospitalized patients. Incidence of UTI was highest in the children age group. The most bacteria found in urine samples were Enterobacter sp.which are sensitive towards doxycycline and amikacin while penicillin, ampicillin, cefuroxim and sulfametoxazole were resistance. It is recommended that amikacin to be used as a drug of choices for empirical therapy in UTI patients.
Key words: urinary tract infection (UTI), antibiotics resistance, bacterial sensitivity pattern
(16)
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang
Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan keadaan tumbuh dan berkembang biaknya kuman dalam saluran kemih meliputi infeksi di parenkim ginjal sampai infeksi di kandung kemih dengan jumlah bakteriuria yang bermakna. Dalam keadaan normal saluran kemih tidak mengandung bakteri, virus, atau mikroorganisme lainnya. Dengan kata lain bahwa diagnosis ISK ditegakkan dengan membuktikan adanya mikroorganisme di dalam saluran kemih. Pada pasien dengan simptom ISK, jumlah bakteri dikatakan signifikan jika lebih besar dari 105/ml urin. Infeksi ini juga lebih sering dijumpai pada wanita dari
ISK dapat terjadi pada 5% anak perempuan dan 1-2% anak laki-laki. Kejadian ISK pada bayi baru lahir dengan berat lahir rendah mencapai 10-100 kali lebih besar disbanding bayi dengan berat lahir normal (0,1-1%). Sebelum usia 1 tahun, ISK lebih banyak terjadi pada anak laki-laki. Sedangkan setelahnya, sebagian besar ISK terjadi pada anak perempuan. Misalnya pada anak usia pra sekolah di mana ISK pada perempuan mencapai 0,8%, sementara pada laki-laki hanya 0,2%. Dan rasio ini terus meningkat sehingga di usia sekolah, kejadian ISK pada anak perempuan 30 kali lebih besar dibanding pada anak laki-laki. Dan pada anak laki-laki yang disunat, risiko ISK menurun hingga menjadi 1/5-1/20 dari anak laki-laki yang tidak disunat (Sehat Group, 2006).
pada laki-laki, pada wanita dapat terjadi pada semua umur, sedangkan pada laki-laki di bawah umur 50 tahun jarang terjadi. (Lumbanbatu, S.M., 2003).
Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan penyakit yang perlu mendapat perhatian serius. Di Amerika dilaporkan bahwa setidaknya 6 juta pasien datang ke dokter setiap tahunnya dengan diagnosis ISK. Di suatu rumah sakit di Yogyakarta ISK merupakan penyakit infeksi yang menempati urutan ke-2 dan masuk dalam 10 besar penyakit (data bulan Juli – Desember 2004). Komplikasi ISK yang
(17)
paling berat adalah urosepsis dengan angka kematian yang masih tinggi (25-60%), dan bisa menyebabkan terjadinya gagal ginjal akut. Dari data rekam medik di RSUD Dr Sutomo Surabaya penyebab GGA melalui ISK sebesar 16,85%. Dari penelitian Pranawa tahun 1997 mendapatkan infeksi nosokomial dari 80 penderita yang dilakukan pemasangan kateter sebanyak 27,50%, lebih rendah dari yang didapatkan Hernomo Kusumobroto di tahun 1984 sebesar 57,5%. Serta didapatkan bakteriuri asimtomatik pada kehamilan sebesar 10,7%. (Widayati, A., Wirawan, I P.E., Kusharwanti, A., 2004)
Suatu penelitian yang berjudul Pola Dan Sensitivitas Kuman Penderita Infeksi Saluran Kemih dilakukan oleh Samirah et al secara retrospektif pada sampel urin pada tahun 2004 di RS Dr. Wahidin Sudirohusodo. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa kuman yang terbanyak ditemukan ialah Escherichia coli (E.coli) yaitu 39,4% dan di urutan kedua adalah Klebsiella pneumonia 26,3%. Untuk Escherichia coli, antimikroba yang paling sensitif adalah fosfomycin (85,7%), diikuti cefepime, ceftriaxone, aztreonam, dan amikacin. Yang paling resisten yaitu amoxycillin (96,0%), diikuti oleh trimethoprim, ampicillin, cefoperazone, dan tetracycline. Untuk Klebsiella pneumoniae, antimikroba yang paling sensitif ialah ceftriaxone (87,5%), diiukuti ciprofloxacin dan cefotaxime, sedangkan yang resisten yaitu amoxycillin dan ampicillin (100%) dan diikuti trimethoprim. Antimikroba yang sensitive terhadap Pseudomonas aerogenosa ialah amikacin, cefepime, cefoperazone, dibekacin, norfloxacin (100%), sedangkan yang resisten ialah amoxycillin, ampicillin, tetracycline, dan trimethoprim (100%) (Samirah et al, 2006).
Berdasarkan suatu penelitian mengenai etiologi dan pola resisten antibiotik di pasien infeksi saluran kemih di J N M C Hospital Aligarh, India dalam periode Augustus 2004- Juli 2005, dalam sebanyak 100 significant isolates, bakteri jenis batang gram-negatif aerob adalah sebanyak 92% sementara selebihnya adalah kokus gram-positif. Prevalensi bakteri yang paling sering di pasien ISK adalah E.
coli (61%), K. pneumoniae. (22%), dan S. aureus (7.0%), diikuti oleh P. aeruginosa, A. baumannii, Citrobacter sp. dan E. faecalis. Antibiotic β-lactam,
(18)
imipenem mempunyai daya hambat yang paling luas menentang E-coli (100%), diikuti oleh amikacin (49%) dan cephalosporin (15-45%). Selain itu, isolat
klebsiella juga sensitif terhadap imipenem (88%) dikuti oleh amikacin dan
cephotaxime (59%). Nitrofurantoin, tetracycline, co-trimoxazole, dan cefpodoxime didapati paling resisten terhadap isolate Pseudomonas. (Akram, M., Shahid, dan Khan, A.U.,2007)
Satu penelitian untuk meneliti pola sensitivitas microbal di ISK pada anak di Mofid Children’s Hospital selama March 2000 hingga Agustus 2001 juga telah dilakukan. Mikroba terbanyak yang didadapat melalui kultur dilapor adalah
E-coli (56,6%), Klebsiella (11,3%) dan Proteus (8,9%). E-coli mempunyai kadar
sensitivitas 97,8% terhadap ceftriaxone, 95,8% ke ceftizoxime, dan 95,2% ke cefotaxim. Selain itu, Pseudomonas paling sensitive terhadap amikacin (84%), diikuti oleh ciprofloxacin (85%) dan gentamycin (76%). Didapati Pseudomanas resisten total terhadap amoxicillin, ampicillin, dan trimsulfa (100%). Klebsiella
sp. paling sensitif terhadap ciprofloxaxin (95,1%) dan ceftriaxone (90,7%),
sementara resisten terhadap ampicillin (81,5%) dan amoxicillin (77%). (Sharifan, M., Karimi, A., Tabatabaci, S.R. and Anvaripour, N., 2006)
Suatu penelitian yang berjudul Pola Kepekaan Kuman Terhadap Antibiotika Di Ruang Rawat Interesif RS Fatmawati Jakarta Tahun 2001-2002 memberikan hasil yang berbeda dari lain. Hasil terbanyak ditunjukkan oleh Pseudomonas sp (39.4 %), diikuti Klebsiella sp (27.8 %), Escherichia coli (21.5 %) dan Streptococcus β haemoliticus, (4.9 %). Pola kepekaan yang diperoleh dari data menunjukkan kuman Pseudomonas sp. mempunyai kepekaan yang tinggi berturut-turut terhadap fosmisin, amikasin dan seftriakson. Resistensi tertinggi berturut-turut adalah penisilin G, amoksisilin, ampisilin dan sefaleksin. Kuman
Klebsiella sp. didapati sensitif terhadap netilmisin, amikasin, seftriakson dan
sefotaksim sementara resistensi terhadap amoksisilin, penisilin G, ampisilin dan kloramfenikol. Kuman Escherichia coli. Adalah sensitif terhadap seftriakson, amikasin dan seftizoksim sedangkan resistens terhadap ampisilin, penisilin G,
(19)
amoksisilin dan kloramfenikol. (Refdanita, Maksum, R., Nurgani, A., Endang, P., 2004)
Mempertimbangkan fenomena pola kuman yang dapat berubah dari waktu ke waktu dan berbeda-beda di satu tempat dengan tempat lain, resistensinya terhadap antibiotika yang tertentu juga berbeda. Ha-hal inilah yang mendorong peneliti untuk meneliti pola kuman penyebab ISK dan sensitivitas antibiotika di RSUP H. Adam Malik selama tahun 2009.
(20)
1.2. Rumusan masalah:
Bagaimanakah pola kuman penyebab infeksi saluran kemih dan bagaimanakah kepekaan bakteri tersebut terhadap antibiotik di RSUP H.Adam Malik pada tahun 2009?
1.3. Tujuan penelitian: 1.3.1. Tujuan umum
Mengetahui gambaran pola kuman penyebab infeksi saluran kemih dan sensitivitasnya terhadap antibiotika di RSUP H. Adam Malik dari 1 Januari 2009 hingga 31 Desember 2009.
1.3.2. Tujuan khusus
a) Mengetahui kejadian infeksi saluran kemih menurut kelompok umur.
b) Mengetahui angka kejadian infeksi saluran kemih menurut jenis kelamin.
c) Mengetahui pola kuman penyebab ISK pada pasien rawat inap dan rawat jalan.
d) Mengetahui kepekaan antibiotik terhadap tiap jenis kuman penyebab ISK yang ditemui.
1.4. Manfaat penelitian
a) Melalui penelitian ini, hasilnya dapat menjadi sumber informasi kepada para dokter dan praktisi kesehatan lain, masyarakat umum serta rumah sakit mengenai jenis bakteri yang paling banyak menyebabkan ISK.
b) Melalui penelitian gambaran kepekaan antibiotik ini, dapat dijadikan sebagai pedoman pentalaksanaan penyakit infeksi saluran kemih, baik di rumah sakit, praktek umum, maupun fasilitas kesehatan lainnya bilamana kultur urin tidak dapat dilakukan. Sehingga diharapkan pemberian antibiotika kepada pasien dapat lebih terarah dan mencapai angka keberhasilan yang tinggi.
(21)
Daftar pustaka :
Sehat group:
(22)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 INFEKSI SALURAN KEMIH
2.1.1 Definisi
Infeksi saluran kemih adalah suatu infeksi yang melibatkan ginjal, ureter, buli-buli, ataupun uretra. Infeksi saluran kemih (ISK) adalah istilah umum yang menunjukkan keberadaan mikroorganisme (MO) dalam urin (Sukandar, E., 2004).
Bakteriuria bermakna (significant bacteriuria): bakteriuria bermakna menunjukkan pertumbuhan mikroorganisme murni lebih dari 105 colony forming
unit (cfu/ml) pada biakan urin. Bakteriuria bermakna mungkin tanpa disertai
presentasi klinis ISK dinamakan bakteriuria asimtomatik (convert bacteriuria). Sebaliknya bakteriuria bermakna disertai persentasi klinis ISK dinamakan bakteriuria bermakna asimtomatik. Pada beberapa keadaan pasien dengan persentasi klinis tanpa bekteriuria bermakna. Piuria bermakna (significant pyuria), bila ditemukan netrofil >10 per lapangan pandang. (Sukandar, E., 2004)
2.1.2 Klasifikasi
Infeksi dapat diklasifikasikan berdasarkan lokasi infeksi di dalam saluran kemih. Akan tetapi karena adanya hubungan satu lokasi dengan lokasi lain sering didapatkan bakteri di dua lokasi yang berbeda. Klasifikasi diagnosis Infeksi Saluran Kemih dan Genitalia Pria yang dimodifikasikan dari panduan EAU (European Association of Urology) dan IDSA (Infectious Disease Society of
America) terbagi kepada ISK non komplikata akut pada wanita, pielonefritis non
komplikata akut, ISK komplikata, bakteriuri asimtomatik, ISK rekurens, uretritis dan urosepsis (Naber KG et al). Pielonefritis akut (PNA) adalah proses inflamasi parenkim ginjal yang disebabkan infeksi bakteri. Pielonefritis kronis (PNK) mungkin akibat lanjut dari infeksi bakteri berkepanjangan atau infeksi sejak masa kecil. Obstruksi saluran kemih dan refluks vesikoureter dengan atau tanpa
(23)
bakteriuria kronik sering diikuti pembentukan jaringan ikat parenkim ginjal yang ditandai pielonifritis kronik yang spesifik. (Sukandar, E., 2004)
Selain itu, ISK juga dinyatakan sebagai ISK uncomplicated (simple) dan ISK complicated. ISK simple adalah infeksi yang terjadi pada insan sehat dan tidak menyebar ke tempat tubuh yang lain. ISK simple ini biasanya sembuh sempurna sesuai dengan pemberian obat. Sementara ISK complicated adalah infeksi yang disebabkan oleh kelainan anatomis pada seluran kemih, menyebar ke bagian tubuh yang lain, bertambah berat dengan underlying disease, ataupun bersifat resisten terhadap pengobatan. Berbanding dengan yang simple, ISK complicated lebih sukar diobati.
2.1.3 Epidemiologi
ISK tergantung banyak faktor; seperti usia, gender, prevalensi bakteriuria, dan faktor predisposisi yang menyebabkan perubahan struktur saluran kemih termasuk ginjal. Selama periode usia beberapa bulan dan lebih dari 65 tahun perempuan cenderung menderita ISK dibandingkan laki-laki. ISK berulang pada laki-laki jarang dilaporkan, kecuali disertai faktor predisposisi (pencetus). Prevalensi bakteriuria asimtomatik lebih sering ditemukan pada perempuan. Prevalensi selama periode sekolah (school girls) 1 % meningkat menjadi 5% selama periode aktif secara seksual. Prevalensi infeksi asimtomatik meningkat mencapai 30%, baik laki-laki maupun perempuan bila disertai faktor predisposisi seperti berikut litiasis, obstruksi saluran kemih, penyakit ginjal polikistik, nekrosis papilar, diabetes mellitus pasca transplantasi ginjal, nefropati analgesik, penyakit
sickle-cell, senggama, kehamilan dan peserta KB dengan table progesterone, serta
(24)
Table2.1: Epidemiologi ISK menurut usia dan jenis kelamin (Nguyen, H.T.,2004):
Umur (tahun)
Insidens (%)
Faktor risiko Perempuan Lelaki
<1 0,7 2,7 Foreskin, kelainan anatomi gastrourinary 1-5 4,5 0,5 Kelainan amatomi gastrourinary
6-15 4,5 0.5 Kelainan fungsional gastrourinary 16-35 20 0,5 Hubungan seksual, penggunaan
diaphragm
36-65 35 20 Pembedahan, obstruksi prostate, pemasangan kateter
>65 40 35 Inkontinensia, pemasangan kateter, obstruksi prostat
Pada anak yang baru lahir hingga umur 1 tahun, dijumpai bakteriuria di 2,7% lelaki dan 0,7% di perempuan (Wettergren, Jodal, and Jonasson, 1985). Insidens ISK pada lelaki yang tidak disunat adalah lebih banyak berbanding dengan lelaki yang disunat (1,12% berbanding 0,11%) pada usia hidup 6 bulan pertama ( Wiswell and Roscelli, 1986). Pada anak berusia 1-5 tahun, insidens bakteriuria di perempuan bertambah menjadi 4.5%, sementara berkurang di lelaki menjadi 0,5%. Kebanyakan ISK pada anak kurang dari 5 tahun adalah berasosiasi dengan kelainan congenital pada saluran kemih, seperti vesicoureteral reflux atau
obstruction. Insidens bakteriuria menjadi relatif constant pada anak usia 6-15
tahun. Namun infeksi pada anak golongan ini biasanya berasosiasi dengan kelainan fungsional pada saluran kemih seperti dysfunction voiding. Menjelang remaja, insidens ISK bertambah secara signifikan pada wanita muda mencapai 20%, sementara konstan pada lelaki muda. Sebanyak sekitar 7 juta kasus cystitis akut yang didiagnosis pada wanita muda tiap tahun. Faktor risiko yang utama yang berusia 16-35 tahun adalah berkaitan dengan hubungan seksual. Pada usia lanjut, insidens ISK bertambah secara signifikan di wanita dan lelaki. Morbiditas
(25)
dan mortalitas ISK paling tinggi pada kumpulan usia yang <1 tahun dan >65 tahun. (Nguyen, H.T., 2004).
2.1.4 Etiologi
Pada keadaan normal urin adalah steril. Umumnya ISK disebabkan oleh kuman gram negatif. Escherichia coli merupakan penyebab terbanyak baik pada yang simtomatik maupun yang asimtomatik yaitu 70 - 90%. Enterobakteria seperti
Proteus mirabilis (30 % dari infeksi saluran kemih pada anak laki-laki tetapi
kurang dari 5 % pada anak perempuan ), Klebsiella pneumonia dan Pseudomonas
aeruginosa dapat juga sebagai penyebab.
Tabel 2.2: Famili, Genus dan Spesies mikroorganisme (MO) yang Paling Sering Sebagai Penyebeb ISK (Sukandar, E., 2004)
Organisme gram positif seperti
Streptococcus faecalis (enterokokus), Staphylococcus epidermidis dan
Streptococcus viridans jarang ditemukan. Pada uropati obstruktif dan kelainan struktur saluran kemih pada anak laki-laki sering ditemukan Proteus species. Pada ISK nosokomial atau ISK kompleks lebih sering ditemukan kuman Proteus dan
Pseudomonas (Lumbanbatu, S.M., 2003).
Gram negative Gram positive
Famili Genus Spesies Famili Genus Spesies
Enterobacteri acai
Escherichia coli Micrococc aceae
Staphyloc occus
aureus Klebsiella pneumonia
oxytosa Streptococ ceae Streptococ cus fecalis enterococcu s
Proteus mirabilis vulgaris Enterobacter cloacae
aerogenes Providencia rettgeri
stuartii Morganella morganii Citrobacter freundii
diversus Serratia morcescens Pseudomonad
aceae
Pseudomonas aeruginosa
(26)
Pathogenesis bakteriuria asimtomatik dengan presentasi klinis ISK tergantung dari patogenitas dan status pasien sendiri (host).
A. Peran patogenisitas bakteri. Sejumlah flora saluran cerna termasuk
Escherichia coli diduga terkait dengan etiologi ISK. Patogenisitaas E.coli
terkait dengan bagian permukaan sel polisakarida dari lipopolisakarin (LPS). Hanya IG serotype dari 170 serotipe O/ E.coli yang berhasil diisolasi rutin dari pasien ISK klinis, diduga strain E.coli ini mempunyai patogenisitas khusus (Sukandar, E., 2004).
B. Peran bacterial attachment of mucosa. Penelitian membuktikan bahwa fimbriae merupakan satu pelengkap patogenesis yang mempunyai kemampuan untuk melekat pada permukaan mukosa saluran kemih. Pada umumnya P
fimbriae akan terikat pada P blood group antigen yang terdpat pada sel epitel
saluran kemih atas dan bawah (Sukandar, E., 2004).
C. Peranan faktor virulensi lainnya. Sifat patogenisitas lain dari E.coli berhubungan dengan toksin. Dikenal beberapa toksin seperti α-hemolisin,
cytotoxic necrotizing factor-1(CNF-1), dan iron reuptake system (aerobactin
(27)
berhubungan degan pathogenicity island (PAIS) dan hanya 5% terikat pada gen plasmio. (Sukandar, E., 2004)
Virulensi bakteri ditandai dengan kemampuan untuk mengalami perubahan bergantung pada dari respon faktor luar. Konsep variasi fase MO ini menunjukan ini menunjukkan peranan beberapa penentu virulensi bervariasi di antara individu dan lokasi saluran kemih. Oleh karena itu, ketahanan hidup bakteri berbeda dalam kandung kemih dan ginjal. (Sukandar, E., 2004)
D. Peranan Faktor Tuan Rumah (host)
i. Faktor Predisposisi Pencetus ISK. Penelitian epidemiologi klinik mendukung hipotensi peranan status saluran kemih merupakan faktor risiko atau pencetus ISK. Jadi faktor bakteri dan status saluran kemih pasien mempunyai peranan penting untuk kolonisasi bakteri pada saluran kemih. Kolonisasi bacteria sering mengalami kambuh (eksasebasi) bila sudah terdapat kelainan struktur anatomi saluran kemih. Dilatasi saluran kemih termasuk pelvis ginjal tanpa obstruksi saluran kemih dapat menyebabkan gangguan proses klirens normal dan sangat peka terhadap infeksi. Endotoksin (lipid A) dapat menghambat peristaltik ureter. Refluks vesikoureter ini sifatnya sementara dan hilang sendiri bila mendapat terapi antibiotika. Proses pembentukan jaringan parenkim ginjal sangat berat bila refluks visikoureter terjadi sejak anak-anak. Pada usia dewasa muda tidak jarang dijumpai di klinik gagal ginjal terminal (GGT) tipe kering, artinya tanpa edema dengan/tanpa hipertensi. (Sukandar, E., 2004)
ii. Status Imunologi Pasien (host). Penelitian laboratorium mengungkapkan bahwa golongan darah dan status sekretor mempunyai konstribusi untuk kepekaan terhadap ISK. Pada tabel di bawah dapat dilihat beberapa faktor yang dapat meningkatkan hubungan antara berbagai ISK (ISK rekuren) dan status secretor (sekresi antigen darah yang larut dalam air dan beberapa kelas immunoglobulin) sudah lama diketahui. Prevalensi ISK juga meningkat terkait dengan golongan darah AB, B dan PI
(28)
(antigen terhadap tipe fimbriae bakteri) dan dengan fenotipe golongan darah Lewis. (Sukandar, E., 2004)
Table 2.3 Faktor-faktor yang meningkatkan kepekaan terhadap infeksi saluran kemih (UTI) (Sukandar, E., 2004).
Genetic Biologis Perilaku Lainnya
Status
nonsekretorik
Kelainan congenital Senggama Operasi urogenital Antigen golongan
darah ABO
Urinary tract obstruction Riwayat infeksi saluran kemih sebelumnya
Diabetes inkontinensi
Penggunaan diafragma, kondom, spermisida, penggunaan, penggunaan antibiotic terkini.
Terapi estrogen
Kepekaan terhadap ISK rekuren dari kelompok pasien dengan saluran kemih normal (ISK tipe sederhana) lebih besar pada kelompok antigen darah non-sekretorik dibandingkan kelompok non-sekretorik. Penelitian lain melaporkan sekresi IgA urin meningkat dan diduga mempunyai peranan penting untuk kepekaan terhadap ISK rekuren. (Sukandar, E., 2004)
2.1.6. Patofisiologi ISK
Pada individu normal, biasanya laki-laki maupun perempuan urin selalu steril karena dipertahankan jumlah dan frekuensi kencing. Utero distal merupakan tempat kolonisasi mikroorganisme nonpathogenic fastidious Gram-positive dan gram negative. (Sukandar, E., 2004)
Hampir semua ISK disebabkan invasi mikroorganisme asending dari uretra ke dalam kandung kemih. Pada beberapa pasien tertentu invasi mikroorganisme dapat mencapai ginjal. Proses ini, dipermudah refluks vesikoureter. Proses invasi mikroorganisme hematogen sangat jarang ditemukan di klinik, mungkit akibat lanjut dari bakteriema. Ginjal diduga merupakan lokasi
(29)
infeksi sebagai akibat lanjut septikemi atau endokarditis akibat Stafilokokus aureus. Kelainan ginjal yang terkait dengan endokarditis (Stafilokkokus aureus) dikenal Nephritis Lohein. Beberapa penelitian melaporkan pielonefritis akut (PNA) sebagai akibat lanjut invasi hematogen. (Sukandar, E., 2004)
2.1.7 Presentasi klinis ISK
Setiap pasien dengan ISK pada laki dan ISK rekuren pada perempuan harus dilakuakan investigasi faktor predisposisi atau pencetus.
a. Pielonefritis Akut (PNA). Presentasi klinis PNA seperti panas tinggi (39,5-40,5 °C), disertai mengigil dan sekit pinggang. Presentasi klinis PNA ini sering didahului gejala ISK bawah (sistitis).
b. ISK bawah (sistitis). Presentasi klinis sistitis seperti sakit suprapubik, polakiuria, nokturia, disuria, dan stanguria.
c. Sindroma Uretra Akut (SUA). Presentasi klinis SUA sulit dibedakan dengan sistitis. SUA sering ditemukan pada perempuan usia antara 20-50 thun. Presentasi klinis SUA sangat miskin (hanya disuri dan sering kencing) disertai cfu/ml urin <105
i. Kelompok pertama pasien dengan piuria, biakan uria dapat diisolasi E-coli dengan cfu/ml urin 10
; sering disebut sistitis abakterialis. Sindrom uretra akut (SUA) dibagi 3 kelompok pasien, yaitu:
3 -105
ii. Kelompok kedua pasien leukosituri 10-50/lapangan pangdang tinggi dan kultur urin steril. Kultur khusus ditemukan clamydia
trachomalis atau bakteri anaerobic.
. Sumber infeksi berasal dari kelenjar peri-uretral atau uretra sendiri. Kelompok pasien ini memberikan respon baik terhadap antibiotik standar seperti ampsilin.
iii. Kelompok ketiga pasien tanpa piuri dan biakan urin steril.
d. ISK rekuren. ISK rekuren terdiri 2 kelompok; yaitu: a). Re-infeksi
(re-infections). Pada umumnya episode infeksi dengan interval >6 minggu
(30)
infeksi disebabkan MO yang sama, disebabkan sumber infeksi tidak mendapat terapi yang adekuat. (Sukandar, E., 2004)
Table 2.4 : klasifikasi ISK Rekuren dan Mikroorganisme (MO) (Sukandar, E., 2004).
Klasifikasi ISK Pathogenesis Mikroorganisme Gender
Sekali-sekali ISK Reinfeksi Berlainan Laki-laki atau wanita
Sering ISK Sering episode
ISK
Berlainan Wanita
ISK persisten Sama Wanita atau laki-laki
ISK setelah terapi Terapi tidak sesuai Sama Wanita atau laki-laki
Tidak adekuat (relapsing)
Terapi inefektif setelah reinfeksi
Sama Wanita atau
laki-laki
Infeksi persisten Sama Wanita atau laki-laki
Reinfeksi cepat Sama/berlainan Wanita atau laki-laki
Fistula enterovesikal
Berlainan Wanita atau laki-laki
(31)
2.1.8 Pemeriksaan penunjang diagnosis ISK
Analisa urin rutin, pemeriksaan mikroskop urin segar tanpa puter, kultur urin, serta jumlah kuman/mL urin merupakan protocol standar untuk pendekatan diagnosis ISK. Pengambilan dan koleksi urin, suhu, dan teknik transportasi sampel urin harus sesuai dengan protocol yang dianjurkan. (Sukandar, E., 2004)
Investigasi lanjutan terutama renal imaging procedures tidak boleh rutin, harus berdasarkan indikasi yang kuat. Pemeriksaan radiologis dimaksudkan untuk mengetahui adanya batu atau kelainan anatomis yang merupakan faktor predisposisi ISK.Renal imaging procedures untuk investigasi faktor predisposisi ISK termasuklah ultrasonogram (USG), radiografi (foto polos perut, pielografi IV,
micturating cystogram), dan isotop scanning. (Sukandar, E., 2004)
Pemeriksaan laboratorium a. Leukosuria
1. Urinalisis
Leukosuria atau piuria merupakan salah satu petunjuk penting terhadap dugaan adalah ISK. Dinyatakan positif bila terdapat > 5 leukosit/lapang pandang besar (LPB) sedimen air kemih. Adanya leukosit silinder pada sediment urin menunjukkan adanya keterlibatan ginjal. Namun adanya leukosuria tidak selalu menyatakan adanya ISK karena dapat pula dijumpai pada inflamasi tanpa infeksi. Apabila didapat leukosituri yang bermakna, perlu dilanjutkan dengan pemeriksaan kultur.
Gambar 2.1. Leukosuria b. Hematuria
(32)
Dipakai oleh beberapa peneliti sebagai petunjuk adanya ISK, yaitu bila dijumpai 5-10 eritrosit/LPB sedimen urin. Dapat juga disebabkan oleh berbagai keadaan patologis baik berupa kerusakan glomerulus ataupun oleh sebab lain misalnya urolitiasis, tumor ginjal, atau nekrosis papilaris.
a. Mikroskopis 2. Bakteriologis
Dapat digunakan urin segar tanpa diputar atau tanpa pewarnaan gram. Dinyatakan positif bila dijumpai 1 bakteri /lapangan pandang minyak emersi.
b. Biakan bakteri
Gambar 2.2. Biakan bakteri
Dimaksudkan untuk memastikan diagnosis ISK yaitu bila ditemukan bakteri dalam jumlah bermakna sesuai dengan criteria Cattell, 1996:
• Wanita, simtomatik >102
10
organisme koliform/ml urin plus piuria, atau 5
Adanya pertumbuhan organisme pathogen apapun pada urin yang diambil dengan cara aspirasi suprapubik
organisme pathogen apapun/ml urin, atau
• Laki-laki, simtomatik >103
• Pasien asimtomatik organisme patogen/ml urin
105 organisme patogen/ml urin pada 2 contoh urin berurutan.
Yang paling sering dipakai ialah tes reduksi griess nitrate. Dasarnya adalah sebagian besar mikroba kecuali enterokoki, mereduksi nitrat bila dijumpai 3. Tes kimiawi
(33)
lebih dari 100.000 - 1.000.000 bakteri. Konversi ini dapat dijumpai dengan perubahan warna pada uji tarik. Sensitivitas 90,7% dan spesifisitas 99,1% untuk mendeteksi Gram-negatif. Hasil palsu terjadi bila pasien sebelumnya diet rendah nitrat, diuresis banyak, infeksi oleh enterokoki dan asinetobakter.
4. Tes Plat-Celup (Dip-slide)
Gambar 2.3. Plat celup
Lempeng plastik bertangkai dimana kedua sisi permukaannya dilapisi perbenihan padat khusus dicelupkan ke dalam urin pasien atau dengan digenangi urin. Setelah itu lempeng dimasukkan kembali ke dalam tabung plastik tempat penyimpanan semula, lalu dilakukan pengeraman semalaman pada suhu 37° C. Penentuan jumlah kuman/ml dilakukan dengan membandingkan pola pertumbuhan pada lempeng perbenihan dengan serangkaian gambar yang memperlihatkan keadaan kepadatan koloni yang sesuai dengan jumlah kuman antara 1000 dan 10.000.000 dalam tiap ml urin yang diperiksa. Cara ini mudah dilakukan, murah dan cukup akurat. Tetapi jenis kuman dan kepekaannya tidak dapat diketahui.
2.1.9 Manajemen ISK
2.1.9.1 Infeksi saluran kemih bawah
Prinsip manajemen ISK bawah meliputi intake cairan yang banyak, antibiotika yang adekuat, dan kalau perlu terapi asimtomatik untuk alkalinisasi urin:
(34)
• Hampir 80% pasien akan memberikan respon setelah 48jam dengan antibiotika tunggal; seperti ampisilin 3 gram, trimetoprim 200mg
• Bila infeksi menetap disertai kelainan urinalisi (lekositoria) diperlukan terapi konvensional selama 5-10 hari
• Pemeriksaan mikroskopik urin dan biakan urin tidak diperlukan bila semua gejala hilang dan tanpa lekositoria.
Reinfeksi berulang (frequent re-infection)
• Disertai faktor predisposisi. Terapi antimikroba yang intensif diikut i koreksi faktor resiko.
• Tanpa faktor predisposisi - Asupan cairan banyak
- Cuci setelah melakukan senggama diikuti terapi antimikroba takaran tunggal (misal trimetroprim 200mg)
- Terapi antimikroba jangka lama sampai 6 bulan.
Sindroma uretra akut (SUA). Pasien dengan SUA dengan hitungan kuman 103-105
2.1.9.2 Infeksi saluran kemih atas
memerlukan antibiotika yang adekuat. Infeksi klamidia memberikan hasi l yang baik dengan tetrasiklin. Infeksi disebabkan MO anaerobic diperlukan antimikroba yang serasi, misal golongan kuinolon. (Sukandar, E., 2004)
Pielonefritis akut. Pada umumnya pasien dengan pielonefritis akut memerlukan rawat inap untuk memlihara status hidrasi dan terapi antibiotika parenteral paling sedikit 48 jam. Indikasi rawat inap pielonefritis akut adalah seperti berikut:
- Kegagalan mempertahankan hidrasi normal atau toleransi terhadap antibiotika oral.
- Pasien sakit berat atau debilitasi.
- Terapi antibiotika oral selama rawat jalan mengalami kegagalan. - Diperlukan invesstigasi lanjutan.
(35)
- Komorbiditas seperti kehamilan, diabetes mellitus, usia lanjut.
The Infection Disease of America menganjurkan satu dari tiga alternatif terapi
antibiotik IV sebagai terapi awal selama 48-72jam sebelum diketahui MO sebagai penyebabnya yaitu fluorokuinolon, amiglikosida dengan atau tanpa ampisilin dan sefalosporin dengan spectrum luas dengan atau tanpa aminoglikosida.
Antibiotika merupakan terapi utama pada ISK. Hasil uji kultur dan tes sensitivitas sangat membantu dalam pemilihan antibiotika yang tepat. Efektivitas terapi antibiotika pada ISK dapat dilihat dari penurunan angka lekosit urin disamping hasil pembiakan bakteri dari urin setelah terapi dan perbaikan status klinis pasien. Idealnya antibiotika yang dipilih untuk pengobatan ISK harus memiliki sifat-sifat sebagai berikut : dapat diabsorpsi dengan baik, ditoleransi oleh pasien, dapat mencapai kadar yang tinggi dalam urin, serta memiliki spektrum terbatas untuk mikroba yang diketahui atau dicurigai. Pemilihan antibiotika harus disesuaikan dengan pola resistensi lokal, disamping juga memperhatikan riwayat antibiotika yang digunakan pasien (Coyle and Prince, 2005).
2.1.10. Pencegahan
Data epidemiologi klinik mengungkapkan uji saring bakteriuria asimtomatik bersifat selektif dengan tujuan utama untuk mencegah menjadi bakteriuria disertai presentasi klinik ISK. Uji saring bakteriuria harus rutin dengan jadual tertentu untuk kelompok pasien perempuan hamil, pasien DM terutama perempuan, dan pasca transplantasi ginjal perempuan dan laki-laki, dan kateterasi laki-laki dan perempuan. (Sukandar, E., 2004)
2.2. Uji Sensitiviatas Antibiotika (Antibiotic Sensitivity Test)
Antimikroba atau antibiotik adalah obat atau zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi, yang dapat menghambat/membasmi mikroba lain (jasad renik / bakteri), khususnya mikroba yang merugikan manusia yaitu mikroba
(36)
penyebab infeksi pada manusia (Saepudin, Sulistiawan, R.Y., dan Hanifah, S., 2007).
Tes uji kepekaan antibiotika merupakan suatu metode untuk menentukan kerentanan suatu orgamisme terhadap terapi antibiotika yang diberikan. Apabila organism infeksius telah dikenali, ia dikultur dan diuji terhadap beberapa jenis obat antibiotic (tergantung jenis mikroba sama ada gram positif atau gram negative). Sekiranya pertumbuhan mikroba dihambat oleh aksi obat tersebut, ia dilaporkan sebagai sensitive/peka terhadap antibiotic tersebut. Jika pertumbuhan mikroba tidak dihambat oleh antibiotik, dikatakan sebagai resisten terhadap obat tersebut. (The Free Dictionary by Farlex)
Identifikasi suatu mikroba selalu dikerjakan bersamaan dengan tes AST. Ini dapat memberi gambaran jenis mikroba yang telah dikultur sekaligus mengenali jenis antibiotika yang harus dipertimbangkan. Kepekaan suatu isolasi terhadap antibiotic tertentu diukur dengan mencapai Minimim Inhibitory
Concentration (MIC) atau breakpoint. Ini merupakan konsentrasi minimal/terendah (diuji di double dilutions) antibiotika dimana isolate tidak dapat memberikan pertumbahan yang tampak setelah inkubasi (Rapidmicrobiology).
Penetapan kerentanan patogen terhadap antimikroba penting untuk menyelidik antibiotik yang sesuai untuk mengobati penyakit. Tidak ada gunanya menggunakan antibiotik yang tidak efektif untuk menlawan mikroorganisme penyebab penyakit. Ada beberapa prosedur berbeda yang digunakan oleh ahli mikrobiologi klinis untuk menentukan sensitivitas mikroorganisme terhadap antibiotik, antara lain metode Cakran KIRBY-BAUER dan Metode Konsentrasi Hambatan Minimum (KHM) atau Minimum inhibitory concentration (MIC) (Harmita dan Radji, M., 2008).
Cara yang mudah untuk menetapkan kerentanan organisme terhadap mikroorganisme terhadap antibiotik adalah degan mengokulasi pelat agar dengan biakan dan membiarkan antibiotik berdifusi ke media agar. Cakram yang telah mengandungi antibiotik diletakakkan di permukaan pelat agar yang mengandung
(37)
mikroorganisme yang ingin diuji. Konsentrasi sebanding dengan luas bidang difusi. Pada jarak tertentu pada masing-masing cakram, antibiotik berdifusi sampai pada titik antibiotik tersebut tidak lagi menghambat pertumbuhan mikroba. Efektivitas antibiotik ditunjukkan oleh zona hambatan. Zona hambatan tampak sebagai area jernih atau bersih yang mengelilingi cakram tempat zat dengan aktivitas antimikroba terdifusi. Diameter zona dapat diukur dengan penggaris dan hasil dari eksperimen ini merupakan satu antibiogram (Harmita dan Radji, M., 2008).
2.2.1. Metode Cakram KIRBY-BAUER
Metode difusi agar telah digunakan secara luas dengan menggunakan cakram kertas saring yang tersedia secara komersial, kemasan yang menujukkan konsentrasi antibiotik tertentu juga tersedia. Efektivitas relatif antibiotik yang berbeda menjadi dasar bagi spektrum sensitivitas suatu organisme. Informasi ini, bersama dengan berbagai pertimbangan farmakologi, digunakan dalam memilih antibiotik untuk pengobatan (Harmita dan Radji, M., 2008).
Ukuran zona hambatan dapat dipengaruhi oleh kepadatan atau viskositas media biakan, kecepatan difusi antibiotik, dan interaksi antibiotik dengan media. Selain itu, zat yang ditemukan mempunyai efek samping signifikan tidak bolah digunakan untuk terapi karena zat ini mungkin juga mempunyai efek samping signifikan pada sistem yang diobati (Harmita dan Radji, M., 2008).
Metode cakram mewakili prosedur sederhana untuk menyelidik zat dalam menentukan apakah zat tersebut signifikan dan mempunyai aktivitas antibiotik yang berguna (Harmita dan Radji, M., 2008).
(38)
(sumber: Rapidmikrobiology) Gambar 2.4. menunjukkan suatu hasil daripada metode cakram. Bakteri tersebut adalah sensitif terhadap antibiotika C dan D, sementara resisten terhadap A, B, ,dan E.
Tabel 2.5. Interpretasi sensitivitas antibiotic (diameter zona hambat dalam mm)
(39)
2.2.2. Metode Konsentrasi Hambatan Minimum (KHM)
Konsentrasi hambatan minimum (KHM) adalah konsentrasi antibiotik terendah yang masih dapat menghambat pertumbuhan organisme tertentu. Prosedur ini digunakan untuk menentukan konsentrasi antibiotik yang masih efektif untuk mencegah pertumbuhan patogen dan mengindikasikan dosis antibiotik yang efektif untuk mengontrol infeksi pada pasien. Inokulum mikroorganisme yang telah distandarisasi ditambahkan ke dalam tabung yang mengandung seri enceran suatu antibiotika, dan pertumbuhan mikroorganisme akan termonitor dengan perubahan kekeruhan. Dengan cara ini, KHM antibiotik yang dapat mencegah pertumbuhan mikroorganisme in vitro dapat ditentukan (Harmita dan Radji, M., 2008).
2.2.3. Kepekaan Kuman Terhadap Antibiotik
Rumah sakit merupakan tempat penggunaan antibiotik paling banyak ditemukan. Di negara yang sudah maju 13 – 37 % dari seluruh penderita yang dirawat di rumah sakit mendapatkan antibiotik baik secara tunggal ataupun kombinasi, sedangkan di negara berkembang 30 – 80 % penderita yang dirawat di rumah sakit mendapatkan antibiotik. (Saepudin, Sulistiawan, R.Y., dan Hanifah, S., 2007).
Banyak faktor yang mempengaruhi munculnya kuman resisten terhadap antibiotika. Faktor yang penting adalah faktor penggunaan antibiotika dan pengendalian infeksi. Oleh karena itu, penggunaan antibiotika secara bijaksana merupakan hal yang sangat penting disamping penerapan pengendalian infeksi secara baik untuk mencegah berkembangnya kuman-kuman resisten tersebut ke masyarakat (Hadi, 2006). Data yang akurat berkenaan dengan kuantitas penggunaan antibiotika sangat diperlukan. Data-data tersebut akan lebih bernilai jika dikumpulkan, dianalisis, serta disajikan dengan suatu sistem atau metode yang terstandar (Saepudin, Sulistiawan, R.Y., dan Hanifah, S., 2007). Resisitensi antibiotik dapat berlaku secara natural terhadap sesuatu mikroba/ kombinasi obat, atau resisten yang didapat (acquired resistance), dimana penyalahgunaan
(40)
antimikroba disebabkan populasi yang terexpose kepada lingkungan dengan mikroba yang resisten secara genetik (mutasi spontaneous atau DNA transfer dari sel lain yang resisten). Mikroba tersebut dapat tumbuh dan menyebar (Rapidmicrobiology).
Setiap wilayah perlu mengembangkan suatu kebijakan penggunaan antibiotika sesuai prevalensi resistensi setempat. Situasi penggunaan antibiotika memang harus dievaluasi dari waktu ke waktu dan disesuaikan dengan hasil monitoring kepekaan kuman yang mutakhir serta masukan yang dapat diberikan oleh klinikus (Nelwan, 2006). Diketahuinya pola kepekaan kuman juga sangat bermanfaat untuk menetapkan kebijakan perputaran penggunaan antibiotika (antibiotics cycling) sebagai salah satu upaya meminimalkan kejadian resistensi. Perubahan penggunaan antibiotika untuk pengobatan suatu infeksi sangat mungkin dan bahkan harus dilakukan dengan catatan dilakukan atas dasar pertimbangan pola kepekaan setempat. Dengan demikian terapi antibiotika diharapkan dapat memberikan hasil yang optimal (Saepudin, Sulistiawan, R.Y., dan Hanifah, S., 2007).
(41)
BAB 3
KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah:
Pasien dengan dugaan ISK
Pemeriksaan kultur sampel urin dengan hasil kultur yang
positif
Pola kuman penyebab infeksi saluran kemih
Uji sensitivitas mikroba terhadap antibiotika: disk diffusion method.
- Sensitif
- Kurang sensitif
- resisten
- Jenis kelamin - Usia
- Pasien yang dirawat inap/ rawat jalan
(42)
3.2. Definisi Operasionil
Judu l penelitian: Pola Kuman Penyebab Infeksi Saluran Kemih Dan Sensitivitasnya Terhadap Antibiotika Di RSUP H.Adam Malik Periode Januari 2009-Desember 2009.
• Defnisi operasionil:
- Infeksi saluran kemih adalah suatu infeksi di satu atau lebih struktur yang membentuk system urinarius dan diagnosisnya dibuat berdasarkan urinalysis yang menunjukkan hasil bakteriuria significant dengan jumlah bakteri >105
- Kuman penyebab ISK adalah jenis bakteri yang menyebabkan terjadinya infeksi di saluran kemih dan terjadi keadaan bakteriuria.
dan kultur urin.
- Uji kepekaan kuman terhadap antibiotika adalah suatu metode untuk menentukan efektifitas antibiotik dalam menghambat pertumbuhan kuman.
- Uji sensitivitas dilakukan dengan menggunakan metode diffusi agar cakram antibiotik (disc diffusion method) dan penentuan sensitivitas antibiotik berdasarkan diameter zona hambat yang berbeda untuk tiap jenis antibiotik.
• Cara ukur: Pengumpulan data dari Instalasi Patoloogi Klinik RSUP H.Adam Malik.
• Alat ukur: Catatan hasil pemriksaan kultur urin di laboratorium Patologi Klinik RSUP H.Adam Malik.
• Kategori:
o Sensitif terhadap antibiotika: suatu organism dikatakan sensitif terhadap suatu antibiotik bila mana infeksi yang disebabkannya merespon terhadap terapi yang menggunakan obat tersebut.
o Kurang sensitive terhadap antibiotika: merupakan zona buffer antara sensitif dan resisten.
(43)
o Resisten terhadap antibiotika: apabila suatu organisme tidak merespon terhadap antibiotik yang diberikan.
(44)
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1. Jenis penelitian: Jenis penelitian yang akan digunakan adalah penelitian deskriptif yang bertujuan mencari pola kuman pada pasien ISK dan kepekaan kuman penyebab. Rancangan penelitian adalah retrospektif dimana pengumpulan data dilakukan dengan mencatat dan menginterpretasi data hasil kultur urin yang dicatat di Instalasi Patologi Klinik.
4.2. Waktu dan tempat penelitian. Penelitian ini akan dilakukan di Instalasi Patologi Klinik RSUP H.Adam Malik karena lokasi ini merupakan rumah sakit milik pemerintah dimana rumah sakit ini dikelola oleh Pemerintah Pusat bersama Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara. Rumah Sakit ini terletak di pinggiran kota Medan, Indonesia. Waktu pelaksanaan penelitian ini adalah setelah pembuatan proposal yaitu dari bulan Agustus hingga Oktober 2010.
4.3. Populasi dan Sample. Populasi penelitian adalah semua pasien yang diduga menderita ISK yang melakukan kultur urin dan uji kepekaan kuman di Instalasi Patologi Klinik RSUP H.Adam Malik dalam kurun waktuk Januari 2009-Desember 2009. Jumlah populasi tersebut diambil dari data hasil kultur urin yang terdapat di Instalasi Patologi Klinik RSUP H. A.Malik.
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian adalah total sampling dimana keseluruhan populasi merupakan sampel.
4.4. Teknik pengumpulan data. Data diperoleh dari catatan hasil kultur urin dari Instalasi Patologi Klinik RSUP H A.Malik. Data yang diperlukan termasuk usia dan jenis kelamin pasien, pasien yang dirawat inap atau rawat jalan, jenis kuman yang terinfeksi oleh pasien berdasarkan hasil kultur urin,
(45)
serta sensitivitas kuman terhadap antibiotik berdasarkan uji kepekaan kuman yang ditandai dengan sensitif, kurang sensitif, dan resisten.
4.5. Pengolahan dan analisa data. Data yang diperoleh dari data hasil kultur urin di Instalasi Patologi Klinik telah diperiksa oleh peneliti supaya tidak berlaku kesalahan membaca data dari data tersebut. Setiap ketidaklengkapan informasi akan diperbaiki sebelum meninggalkan lokasi penelitian. Data-data tersebut kemudiannya akan dimasukkan ke dalam komputer untuk dianalisa. Analisa data ini akan dilakukan dengan menggunakan SPSS for Windows 17.0.
(46)
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian
Proses pengambilan data untuk penelitian ini telah dilakukan pada tanggal 25 Agustus 2010 sampai 15 September 2010 di RSUP H. Adam Malik Medan. Berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan dan dianalisa, jumlah sampel kultur urin yang hasil positif adalah sebanyak 211 sampel. Di antara 211 sampel tersebut, 186 sampel merupakan hasil dengan bateriuria yang signifikan yaitu lebih dari 105 CFU/ml urin, 8 sampel dengan bakteriuria non-signifikan dan 17 sampel merupakan jamur. Hasil sampel dengan bakteriuria non-signifikan dan pertumbuhan jamur dikeluarkan dari penelitian, sehingga sampel yang dianalisa berupa 186 sampel. Hasil penelitian akan ditampilkan di bawah ini.
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan merupakan rumah sakit milik pemerintah yang juga merupakan Rumah Sakit tipe A sesuai dengan SK Menkes no. 547/Menkes/SK/VII/1998 dan sebagai Rumah Sakit Pendidikan sesuai dengan SK Menkes No. 502/Menkes/SK/IX/1991. RSUP H. Adam Malik terletak di lahan yang luas di pinggiran kota Medan Indonesia dimana rumah sakit ini dikelola oleh Pemerintah Pusat bersama Pemerintah Daerah Prov. Sumatera Utara yang memiliki visi sebagai pusat unggulan pelayanan kesehatan dan pendidikan juga merupakan pusat rujukan kesehatan untuk wilayah pembangunan A yang meliputi Provinsi Sumatera Utara, D.I. Aceh, Sumatera Barat dan Riau.
(47)
RSUP H. Adam Malik Medan memiliki fasilitas pelayanan yang terdiri dari pelayanan medis (instalasi rawat jalan, rawat inap, perawatan intensif, gawat darurat, bedah pusat, hemodialisa), pelayanan penunjang medis (instalasi diagnostik terpadu, patologi klinik, patologi anatomi, radiologi, rehabilitasi medik, kardiovaskular, mikrobiologi, nefrologi, endokrinologi), pelayanan penunjang non medis (instalasi gizi, farmasi,
Central Sterilization Supply Depart (CSSD), biolelktro medik, Penyuluh
Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS), dan pelayanan non medis (instalasi tata usaha pasien, teknik sipil, pemulasaran jenazah). Penelitian dilakukan di Divisi Tropmed Patologi Klinik di RSUP H.Adam Malik. 5.1.2. Deskripsi Karakteristik Sampel
Populasi penelitian adalah semua pasien yang diduga menderita infelsi saluran kemih yang melakukan kultur urin dan uji kepekaan kuman di Divisi Tropmed Patologi Klinik RSUP H.Adam Malik dalam kurun waktu Januari 2009-Desember 2009. Jumlah populasi tersebut diambil dari catatan hasil kultur yang terdapat di Divisi Tropmed Patologi Klinik RSUP H.Adam Malik. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian adalah total
sampling. Dengan metode ini didapati sebanyak 211 sampel yang hasil
kultur positif. Dari 211 sampel ini, 186 orang didiagnosis sebagai ISK dengan bakteriuria signifikan (≥ 105 CFU/ml urin), sedangkan 8 sampel merupakan kuman dengan bakteriuria non-signifikan yaitu jumlah koloni < 105 CFU/ml urin, sementara 17 sampel tumbuh dengan jamur / yeast cell candida. Dari keseluruhan sampel yang diperoleh mengenai karakteristik meliputi: jenis kelamin pasien, umur pasien, jenis rawatan (rawat inap atau rawat jalan), jenis kuman yang tumbuh dari kultur, dan sensitivitas kuman terhadap antibiotika.
(1)
jalan 147 M.Sati 5 perempuan Stap.epidermidis
rawat
inap februari 0-15
148 Andrean 12 laki-laki Stap.epidermidis rawat
inap mei 0-15
149 Cut Chairunisa 14 perempuan Stap.epidermidis rawat
jalan march 0-15
150 Nur Fatimah Gultum 21 perempuan Stap.epidermidis rawat
jalan april 16-30
151 Radai TRG 49 laki-laki Stap.epidermidis rawat
inap march 46-60
152 Rosita Musniari 54 perempuan Stap.epidermidis rawat
inap oktober 46-60
153 Armada sitinzal 56 perempuan Stap.epidermidis rawat
jalan oktober 46-60
154 bismar Damanik 62 laki-laki Stap.epidermidis rawat
inap januari 61-75
155 Sesi Audia 3 perempuan Stap.saprophyticus rawat
jalan juni 0-15
156 annisa 8 perempuan Stap.saprophyticus rawat
jalan march 0-15
157 Indra 12 perempuan Stap.saprophyticus rawat
inap oktober 0-15
158 Roni 12 laki-laki Stap.saprophyticus rawat
inap oktober 0-15
159 Nasra Sidabutar 30 perempuan Stap.saprophyticus rawat
inap november 16-30
160 Mariati 42 perempuan Stap.saprophyticus rawat
jalan agustus 31-45
161 Manis Tarigan 57 perempuan Stap.saprophyticus rawat
jalan oktober 46-60
162 Adran Muhammad 64 laki-laki Stap.saprophyticus rawat
inap oktober 61-75
163 M.Robbi Hakim 9 laki-laki Strep. equisimilis rawat
inap march 0-15
164 By. Nuraibah 0.5 perempuan Strep.B-haemolyticus rawat
inap juni 0-15
165 Debi 2 perempuan Strep.B-haemolyticus rawat
inap juni 0-15
166 Lwoni Marita Sarasi 2 perempuan Strep.B-haemolyticus rawat
inap november 0-15
167 Nining 13 perempuan Strep.B-haemolyticus rawat
inap mei 0-15
168 Riris 15 perempuan Strep.B-haemolyticus rawat
jalan november 0-15
169 Hapasan Sinaga 34 laki-laki Strep.B-haemolyticus rawat
inap april 31-45
170 Alfian Hasibuan 41 laki-laki Strep.B-haemolyticus rawat
(2)
171 Fedra Karo Sekan 49 laki-laki Strep.B-haemolyticus rawat
inap oktober 46-60
172 Runding TRG 54 laki-laki Strep.B-haemolyticus rawat
inap juni 46-60
173 Kasan br. Sitipu 65 perempuan Strep.B-haemolyticus rawat
jalan oktober 61-75
174 Justin Ginting 66 laki-laki Strep.B-haemolyticus rawat
inap april 61-75
175 Suarnil Pinta 70 perempuan Strep.B-haemolyticus rawat
inap oktober 61-75
176 Perancis Kaban 71 laki-laki Strep.B-haemolyticus rawat
jalan oktober 61-75
177 Sahrida 10 perempuan Strep.faecalis rawat
inap november 0-15
178 Disman 24 laki-laki Strep.faecalis rawat
inap februari 16-30
179 Donny Irwhansyah 27 laki-laki Strep.faecalis rawat
jalan agustus 16-30
180 Irwandaka 47 laki-laki Strep.faecalis rawat
inap november 46-60
181 Elsye 75 perempuan Strep.faecalis rawat
inap november 61-75
182 Fatmawaty 46 perempuan Strep.pneumoniae rawat
inap januari 46-60
183 Reinaldi 12 laki-laki Strep.viridans rawat
inap april 0-15
184 Donisida Butar 13 laki-laki Strep.viridans rawat
inap march 0-15
185 Rembang sembiring 51 laki-laki Strep.viridans rawat
inap februari 46-60
186 Masarah 66 perempuan Strep.viridans rawat
jalan januari 61-75
187 Monaria Sirait 48 perempuan E-coli-4x10^4+ S.saprophyticus-2x10^4
rawat inap
mei 46-60
188
Gonggom Hiska S.S 0.17 laki-laki Ent.aerogenes-8x10^4 rawat inap juni 0-15 189
Gambar TRG 61 perempuan Ent.aerogenes-8x10^4 rawat inap november 61-75 190
Bejo Susiharto.K 11 laki-laki Ent. sp.-3x10^4 rawat inap
september
0-15 191
Sarni 58 perempuan Kleb.sp.-5x10^4 rawat inap
juni 46-60
192
Ida Romasintra Purba
36 perempuan Stap.epidermidis-3x10^4 rawat inap juli 31-45 193
Surinah br. Sembirin 59 perempuan Stap.epidermidis-3x10^4
rawat jalan
november 46-60
194
Meline Situmeang 63 perempuan Strep.viridans-2x10^4
rawat inap
juli
(3)
195 By. Persadaan kabar 0.5 laki-laki yeast cell candida rawat
inap april 0-15
196 Ragil 0.5 laki-laki yeast cell candida rawat
inap oktober 0-15
197 Zaeleni 4 laki-laki yeast cell candida rawat
inap agustus 0-15
198 Yudhi Patrica 5 laki-laki yeast cell candida rawat
inap agustus 0-15
199 Mangaratua 6 laki-laki yeast cell candida rawat
inap april 0-15
200 Idris 18 laki-laki yeast cell candida rawat
inap april 16-30
201 Rasida Masnar 32 perempuan yeast cell candida rawat
inap juli 31-45
202 Jalinos Siragih 52 laki-laki yeast cell candida rawat
inap juni 46-60
203 Ngayam TRG 57 perempuan yeast cell candida rawat
inap disember 46-60
204 Samijo 57 laki-laki yeast cell candida rawat
inap juni 46-60
205 Umi Kalsum 58 perempuan yeast cell candida rawat
inap februari 46-60
206 Zainap 60 perempuan yeast cell candida rawat
inap oktober 46-60
207 Jasen TRG 71 laki-laki yeast cell candida rawat
inap januari 61-75
208 Dimah 74 perempuan yeast cell candida rawat
inap disember 61-75
209 Kuminah 78 perempuan yeast cell candida rawat
inap februari >75
210 Togar 80 laki-laki yeast cell candida rawat
inap januari >75
211 Dame.br.btb 89 perempuan yeast cell candida rawat
(4)
5.
Ringkasan Tabel Pola dan Sensitivitas Kuman Terhadap Antibiotika pada Pederita ISK:
6.
Jenis
antibiotika
Jenis kuman / sensitivitas (%)
Citro. freundii
E-coli
Entero. sp.
Gaffkya tetragena
Klebsiella sp.
Proteus mirabilis
S
I
R
S
I
R
S
I
R
S
I
R
S
I
R
S
I
R
ampicilin
-
-
100
7,4
3,7
88,9
5,3
5,3
89,5
-
50,0
50,0
-
-
100
50,0
-
50,0
amoxyclav
20,0
40,0
40,0
54,5
40,9
4,5
37,9
31,0
31,0
100
-
-
66,7
33,3
-
50,0
-
50,0
amoxylin
-
-
-
-
-
100
20,0
-
80,0
-
100
-
-
-
100
-
50,0
50,0
amikacin
100
-
-
91,3
8,7
-
87,9
6,1
6,1
100
-
-
75,0
25,0
-
100
-
-
chloramphenicol
-
-
100
8,3
-
91,7
28,6
14,3
57,1
-
-
-
-
-
-
-
-
100
cefoperazone
50,0
50,0
-
25,0
12,5
62,5
9,1
13,6
77,3
-
50,0
50,0
100
-
-
50,0
-
50,0
ceftriaxone
-
-
100
-
25,0
75,0
-
-
100
-
-
-
-
-
100
-
-
-
cefuroxim
33,3
-
66,7
58,8
-
41,2
10,5
-
89,5
-
-
100
75,0
-
25,0
-
-
-
ciprofloxacin
42,9
-
57,1
40,7
3,7
55,6
17,2
13,8
69,0
-
-
100
50,0
-
50,0
100
-
-
cefpirome
-
-
100
33,7
-
66,7
-
-
100
-
-
-
-
-
-
-
-
100
cefotiam
-
-
100
42,9
-
57,1
-
-
100
100
-
-
100
-
-
-
-
-
cefloxaxim
40,0
-
60,0
52,9
-
47,1
14,3
4,8
81,0
-
-
100
100
-
-
100
-
-
doxycycline
12,5
43,8
43,8
12,5
50,0
37,5
100
-
-
-
33,3
66,7
-
33,7
66,7
100
-
-
erythromycin
-
16,7
83,3
12,5
25,0
62,5
6,1
33,3
60,6
50,0
-
50,0
-
-
100
-
-
100
nitrofurantoin
42,9
28,6
28,6
83,3
13,3
3,3
37,8
24,3
37,8
100
-
-
60,0
-
40,0
100
-
-
gentamycin
-
40,0
60,0
35,0
20,0
45,0
10,0
33,3
56,7
100
-
-
-
25,0
75,0
-
100
-
kanamycin
33,3
66,7
-
37,5
50,0
12,5
42,9
21,4
35,7
-
-
-
50,0
-
50,0
-
-
-
meropenem
-
-
100
100
-
-
87,0
8,7
4,3
-
-
-
100
-
-
100
-
-
negram
-
14,3
85,7
33,3
3,7
63,7
29,7
2,7
67,6
-
50,0
50,0
20,0
20,0
60,0
-
-
100
norfloxacin
-
-
100
33,3
-
66,7
27,3
27,3
45,5
-
-
-
100
-
-
-
-
-
penicilin
-
-
100
4,3
-
95,7
3,3
-
96,7
-
50,0
50,0
-
-
100
-
-
-
(5)
Jenis
antibiotika
Jenis kuman / sensitivitas (%)
Proteus vulgaris
Providencia sp.
Pseudomonas sp.
Stap.aureus
Stap.epidermidis
Stap.saprophyticus
S
I
R
S
I
R
S
I
R
S
I
R
S
I
R
S
I
R
ampicilin
-
-
100
11,1
11,1
77,8
5,0
25,0
70,0
25,0
25,0
50,0
50,0
16,7
33,3
16,7
16,7
66,7
amoxyclav
100
-
-
20,0
60,0
20,0
34,8
17,4
47,8
-
-
-
85,7
14,3
-
50,0
50,0
-
amoxylin
-
-
-
-
50,0
50,0
-
-
100
-
-
-
-
-
-
-
-
100
amikacin
100
-
-
83,3
16,7
-
81,8
13,6
4,5
100
-
-
60,0
20,0
20,0
83,3
16,7
-
chloramphenicol
-
-
100
50,0
-
50,0
30,8
15,4
53,8
-
-
-
33,3
33,3
33,3
-
-
100
cefoperazone
50,0
50,0
-
40,0
20,0
40,0
21,4
21,4
57,1
75,0
-
25,0
-
-
100
100
-
-
ceftriaxone
-
100
-
-
-
100
-
-
100
-
-
-
-
-
100
-
-
-
Cefuroxim
-
-
100
20,0
-
80,0
9,1
13,6
77,3
66,7
-
33,3
60,0
-
40,0
75,0
-
25,0
ciprofloxacin
50,0
-
50,0
50,0
-
50,0
55,6
14,8
29,6
33,3
33,3
33,3
50,0
-
50,0
66,7
-
33,3
Cefpirome
-
-
100
-
-
100
14,3
28,6
57,1
100
-
-
-
-
-
100
-
-
Cefotiam
50,0
-
50,0
-
100
-
-
-
100
-
-
100
100
-
-
100
-
-
Cefloxaxim
-
-
-
-
-
100
47,4
10,5
42,1
-
-
100
-
-
100
50,0
-
50,0
doxycycline
-
-
100
50,0
-
50,0
46,7
33,3
20,0
-
100
-
100
-
-
100
-
-
erythromycin
-
-
100
37,5
12,5
50,0
30,8
30,8
38,5
50,0
25,0
25,0
75,0
-
25,0
28,6
28,6
42,9
nitrofurantoin
33,3
33,3
33,3
33,3
22,2
44,4
31,0
17,2
51,7
100
-
-
87,5
-
14,3
100
-
-
Gentamycin
-
-
100
16,7
50,0
33,3
18,5
33,3
48,1
-
-
100
60,0
40,0
-
25,0
50,0
25,0
Kanamycin
50,0
-
50,0
50,0
50,0
-
16,7
33,3
50,0
-
33,3
66,7
-
-
-
25,0
25,0
50,0
Meropenem
-
-
-
75,0
25,0
-
62,5
25,0
12,5
-
-
100
100
-
-
33,3
-
66,7
negram
-
33,3
66,7
37,5
-
62,5
22,7
13,6
63,6
100
-
-
-
14,3
85,7
42,9
-
57,1
Norfloxacin
-
-
100
20,0
-
80,0
40,0
30,0
30,0
50,0
50,0
-
100
-
-
100
-
-
Optochin
-
-
-
-
-
-
-
-
100
-
-
-
--
-
-
-
-
-
Penicillin
-
-
100
-
-
100
-
25,0
75,0
25,0
-
75,0
66,7
-
33,3
28,6
14,3
57,1
sulfanetaxazole
-
-
100
-
-
100
29,4
-
70,6
33,3
33,3
33,3
40,0
40,0
20,0
42,9
-
57,1
(6)