MANTAN BUPATI KLU DIPERIKSA

MANTAN BUPATI KLU DIPERIKSA
Jaksa Garap 30 Penerima Bansos RTLH

www.jurnalmetro.com
MATARAM – Mantan Bupati Kabupaten Lombok Utara (KLU) Djohan Sjamsu
dipanggil Kejati NTB. Ia diminta keterangan terkait laporan dugaan penyimpangan Bantuan
Sosial (Bansos) tahun 2015. Djohan memenuhi panggilan jaksa, Rabu (4/5) lalu. Jaksa
menanyakan seputar penetapan dan pencairan bansos dimasa kepemimpinannya.
“Mantan bupati (Djohan Sjamsu) diperiksa pekan lalu,” kata penyelidik bansos Kadek
Topan Adi Putra didampingi juru bicara Kejati NTB I Made Sutapa, kemarin (10/5).
Selain mantan bupati, jaksa juga memeriksa penjabat bupati KLU Ashari. Ia diperiksa
secara bersamaan dengan Djohan, namun di ruangan berbeda.
“Pemeriksaan Pak Djohan bersamaan dengan penjabat bupati (Ashari),” terang dia.
Topan menjelaskan, Djohan diperiksa dalam kapasitas selaku mantan bupati. Saat penetapan dan
pencairan bansos yang berasal dari APBDi murni Djohan berstatus sebagai bupati. Sementara,
penjabat bupati Ashari juga menetapkan besaran anggaran dan penetapan penerima bansos. Tapi
bansos yang berasal dari APBD perubahan.
“Penjabat ini mulai bertugas Agustus 2015,” sebutnya. Ia membeberkan, pihaknya juga
telah memeriksa SKPDii terkait. Sedangkan, sekda akan diagendakan diperiksa dalam waktu
dekat. “(Sekda) pasti kami panggil,” tegas dia.
Topan mengurai sesuai nomenklatur tahun anggaran 2015, bansos ini berasal dari APBD

murni dan perubahan. Untuk APBD murni dianggarkan Rp 3,7 miliar. Kemudian pada APBD
perubahan muncul nomenklatur bansos sebesar Rp10,2 miliar. Total bansos tahun 2015 sebesar
Rp 14 miliar lebih.
“Dari dana itu terealisasi Rp 13,2 miliar,” sebut dia. Bansos ini dianggarkan pula untuk
Rehab Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) Rp 10 miliar dan Kelompok Usaha Bersama (Kuber)

Rp 2 miliar, dan sisanya untuk organisasi masyarakat.” Ada 100 proposal atau kelompok yang
terima bansos RTLH. Sedangkan Kuber ada 100 proposal,” beber Topan.
Hasil perkembangan terakhir, lanjut dia, ada beberapa indikasi yang didalami. Karena
dalam pencairan bansos ini ada potensi perbuatan melawan hukum dan dugaan penyalahgunaan
kewenangan.
“Masih kami dalami. Karena kasus ini masih lidik (penyelidikan). Nanti akan kami
padukan dengan keterangan ahli,” katanya. Lebih lanjut, dia menjelaskan, dari data 100
kelompok penerima bantuan RTLH, sekitar 30 kelompok diperiksa kemarin. Namun yang
dipanggil dan diperiksa hanya ketua kelompoknya saja.
“Satu kelompok satu proposal. Dalam satu kelompok itu ada 10 orang,” jelasnya.
Sementara, sambung dia dalam bansos kemasyarakatan muncul dua surat keputusan (SK). Ia
belum bisa memastikan jumlahnya secara detail. Tapi, berdasarkan SK ada 17 kelompok dan 29
penerima.
“Penerima bansos kemasyarakatan sudah selesai diperiksa dan sudah disimpulkan,” aku

dia tanpa menjelaskan hasil kesimpulannya.
Topan sedikit mengulas awal laporan kasus bansos ini. Ia menerangkan, awalnya
masyarakat melaporkan dugaan penerima bantuan fiktif. Nama kelompok tercantum dalam SK,
tapi mereka tidak menerima bantuan.
“Dari bahan yang kami kumpulkan berkembang ke rehab rumah. Kita menemukan ada
modus baru,” terang dia. Sementara, sekitar 30 orang ketua kelompok penerima bansos RTLH
menjalani pemeriksaan di Aula Kejati NTB kemarin. Jaksa mulai menggarap penerima bantuan
sekitar pukul 12.20 Wita hingga pukul 15.30 Wita.
Salah seorang penerima bantuan Hasan Bisri mengaku tidak pernah mengajukan
permohonan bantuan RTLH. Dirinya mendapat penunjukan dari dinas terkait. “Saya ditunjuk dan
langsung muncul nama. Tidak pernah mengajukan proposal,” aku Ketua Kelompok Batu
Rimpang II Desa Sambik Bangkol di Kejati NTB, kemarin (10/5).
Bantuan yang diterima itu sebesar Rp 100 juta. Dana itu cair dua tahap. Pertama Rp 60
juta dan kedua Rp 40 juta. Dana itu dibagi kepada 10 orang anggota. “Masing-masing Rp 10
juta,” jelasnya. Sementara, Ketua Kelompok Batu Rimpang I Naharudin mengakui hal yang
sama. Ia mengaku tidak mengajukan permohonan bantuan RTLH. Pemda langsung mengucurkan
bantuan senilai Rp 100 juta. “Kami ditunjuk, lalu anggaran dicairkan,” terang dia.

Anggaran yang diterima itu dibagikan kepada 10 anggota kelompok. Nilainya masingmasing Rp 10 juta. Bantuan uang itu digunakan untuk membeli material seperti semen, pasir,
batako, dan lainnya. “Anggaran itu sudah dipakai untuk rehab rumah,” tandas dia.

Sumber:
1. Lombok Post, Mantan Bupati KLU Diperiksa, Jaksa Garap 30 Penerima Bansos RTLH,
Rabu, 11 Mei 2016.
2. Suara NTB, Mantan Bupati KLU Diperiksa Soal Bansos Rp 14 Miliar, Rabu, 11 Mei 2016.
Catatan:
 Bantuan Sosial adalah pemberian bantuan berupa uang/barang dari pemerintah daerah kepada
individu, keluarga, kelompok dan/atau masyarakat yang sifatnya tidak secara terus menerus
dan selektif yang bertujuan untuk melindungi dari kemungkinan terjadinya resiko sosial
(Pasal 1 angka 15 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 2016 tentang Perubahan
Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman
Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah).
 Pemerintah daerah dapat memberikan bantuan sosial kepada anggota/kelompok masyarakat
sesuai kemampuan keuangan daerah. Selanjutnya dalam Pasal 23 Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 32 Tahun 2011 dijelaskan bahwa yang dimaksud anggota/kelompok
masyarakat yang dimaksud meliputi:
1. Individu, keluarga, dan/atau masyarakat yang mengalami keadaan yang tidak stabil
sebagai akibat dari krisis sosial, ekonomi, politik, bencana, atau fenomena alam agar dapat
memenuhi kebutuhan hidup minimal; dan
2. Lembaga non pemerintah bidang pendidikan, keagamaan, dan bidang lain yang berperan

untuk melindungi individu, kelompok, dan/atau masyarakat dari kemungkinan terjadinya
resiko sosial.
 Adapun kriteria pemberian bantuan sosial yang diatur dalam Pasal 24 Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 paling sedikit harus memenuhi:
1. Selektif yang diartikan bahwa bantuan sosial hanya diberikan kepada calon penerima yang
ditujukan untuk melindungi dari kemungkinan resiko sosial;

2. Memenuhi persyaratan penerima bantuan, yang meliputi:
a. Memiliki identitas yang jelas; dan
b. Berdomisili dalam wilayah administratif pemerintahan daerah berkenaan.
3. Bersifat sementara dan tidak terus menerus, kecuali dalam keadaan tertentu dapat
berkelanjutan.
4. Sesuai tujuan penggunaan yang meliputi:
a. Rehabilitasi sosial;
b. Perlindungan sosial;
c. Pemberdayaan sosial;
d. Jaminan sosial;
e. Penanggulangan kemiskinan; dan
f. Penanggulangan bencana.
 Bantuan sosial berupa uang dicantumkan dalam RKA-PPKD dan pelaksanaan anggarannya

berdasarkan atas DPA-PPKD, sedangkan bantuan sosial berupa barang dicantumkan dalam
RKA-SKPD dan pelaksanaan anggarannya berdasarkan atas DPA-SKPD (Pasal 29 dan 31
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011).
 Selanjutnya dalam Pasal 32 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011
dijelaskan bahwa daftar penerima dan besaran bantuan sosial ditetapkan oleh Kepala Daerah
dengan Keputusan Kepala Daerah berdasarkan peraturan daerah tentang APBD dan peraturan
kepada daerah tentang penjabaran APBD.
 Pertanggungjawaban pemerintah daerah atas pemberian bantuan sosial yang di atur dalam
Pasal 36 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 meliputi:
1. Usulan dari calon penerima bantuan sosial kepada kepala daerah;
2. Keputusan kepala daerah tentang penetapan daftar penerima bantuan sosial;
3. Pakta integritas dari penerima bantuan sosial yang menyatakan bahwa bantuan sosial yang
diterima akan digunakan sesuai dengan usulan; dan
4. Bukti transfer/penyerahan uang atas pemberian bantuan sosial berupa uang atau bukti
serah terima barang atas pemberian bantuan sosial berupa barang.

i

APBD, 1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, rencana keuangan tahunan pemerintahan


daerah yang disetujui oleh DPRD; 2. suatu rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan
berdasarkan Peraturan Daerah tentang APBD.
ii

Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), organisasi/lembaga pada pemerintah daerah yang

bertanggungjawab kepada gubernur/bupati/walikota dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan yang
terdiri dari sekretaris daerah, dinas daerah dan lembaga teknis daerah, kecamatan, desa, dan satuan polisi
pamong praja sesuai dengan kebutuhan daerah.