Permen LH 11 th 2012 pedoman penyidik tindak pidana

SALINAN

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 11 TAHUN 2012
TENTANG
PEDOMAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERLINDUNGAN DAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang

: a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 63 ayat (1) huruf aa
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,
Pemerintah bertugas dan berwenang melakukan
penegakan hukum lingkungan hidup;
b. bahwa untuk melaksanakan penyidikan tindak pidana
lingkungan hidup, perlu suatu acuan yang dijadikan
pedoman dan dapat menjamin kepastian hukum bagi
Penyidik Pegawai Negeri Sipil Lingkungan Hidup;
c. bahwa

berdasarkan
pertimbangan
sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang
Pedoman Penyidikan Tindak Pidana Di Bidang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;

Mengingat

: 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab
Undang-undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209);
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5059);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang

Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983
Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3258);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 Tentang
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun
1983 Tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5145);

1

5. Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2011 tentang
Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 24
Tahun 2010 Tentang Kedudukan, Tugas dan Fungsi
Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas
dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 142);
6. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 16

tahun 2010 Tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Lingkungan;

Menetapkan

MEMUTUSKAN:
: PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP
TENTANG PEDOMAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA DI BIDANG
PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP.
Pasal 1
Peraturan Menteri ini bertujuan untuk memberikan
pedoman kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil Lingkungan
Hidup
dalam
melaksanakan
penyidikan
dan
pengadministrasian penyidikan tindak pidana di bidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.


Pasal 2
Ruang lingkup pedoman penyidikan tindak pidana di bidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup terdiri atas:
a. pendahuluan;
b. pelaksanaan penyidikan; dan
c. administrasi penyidikan.

Pasal 3
Pedoman penyidikan tindak pidana di bidang perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup tercantum dalam
Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini.

Pasal 4
Peraturan Menteri ini
diundangkan.

mulai

berlaku


pada

tanggal

2

Agar
setiap
orang
mengetahuinya,
memerintahkan
pengundangan
Peraturan
Menteri
ini
dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 3 Agustus 2012

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
BALTHASAR KAMBUAYA
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 7 Agustus 2012
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
AMIR SYAMSUDIN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 NOMOR 789
Salinan sesuai dengan aslinya
Kepala Biro Hukum dan Humas,

Inar Ichsana Ishak

3

LAMPIRAN

PERATURAN MENTERI NEGARA
LINGKUNGAN HIDUP
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 11 TAHUN 2012
TENTANG PEDOMAN PENYIDIKAN
TINDAK PIDANA DI BIDANG
PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN
LINGKUNGAN HIDUP

PEDOMAN PENYIDIKAN
TINDAK PIDANA DI BIDANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN
LINGKUNGAN HIDUP

I.

PENDAHULUAN
A. Umum
1.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara

Pidana menyatakan bahwa penyidikan tindak pidana merupakan
sub sistem atau bagian yang tidak terpisahkan dari Sistem
Peradilan Pidana Terpadu. Proses penegakan hukum pidana
merupakan satu rangkaian proses hukum mulai dari
penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan pengadilan.

2.

Proses penyidikan tindak pidana di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup dilaksanakan melalui tahap
penyelidikan, penindakan, pemeriksaan serta penyelesaian dan
penyerahan berkas perkara. Esensi penyelidikan di bidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilakukan
dengan kegiatan mengumpulkan bahan keterangan.

3.

Melalui fungsi “Koordinasi dan Pengawasan” (Korwas) diharapkan
pelaksanaan tugas pokok penyidikan antara Penyidik Pejabat
Pegawai Negeri Sipil Lingkungan Hidup dengan Penyidik Polri

dapat berjalan selaras dan harmonis.

4.

Proses penyidikan tindak pidana di bidang perlindungan dan
pengeloaan lingkungan hidup oleh Penyidik Pejabat Pegawai Negeri
Sipil Lingkungan Hidup dalam pelaksanaannya terkait dengan
aparat penegak hukum lain terutama yang berada di dalam sistem
peradilan kriminal (criminal justice system).

5.

Untuk mewujudkan proses penyidikan tindak pidana di bidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang profesional,
transparan, akuntabel, murah, efektif dan efisien perlu dibuat
pedoman teknis, khususnya bagi Penyidik Pejabat Pegawai Negeri
Sipil Lingkungan Hidup yang didukung dengan administrasi
penyidikan yang telah disepakati dengan unsur penegak hukum
lainnya.


1

B. Sasaran
Sasaran pedoman ini adalah:
1.

Memberikan pemahaman mengenai kegiatan yang dilaksanakan
oleh Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil Lingkungan Hidup
dalam melaksanakan pengumpulan bahan keterangan dan
penyidikan.

2.

Memberikan standar dalam melakukan tindakan dalam rangka
penanganan tindak pidana di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup.

3.

Memberikan acuan dalam penatausahaan maupun kelengkapan

administrasi penyidikan.

C. Azas
Dalam melaksanakan penyidikan, Penyidik Pejabat Pegawai Negeri
Sipil Lingkungan Hidup harus memperhatikan azas-azas yang terdapat
dalam Hukum Acara Pidana yang menyangkut hak-hak warga negara,
antara lain:
1.

Legalitas
penyidikan dilaksanakan berdasarkan ketentuan hukum yang
berlaku.

2.

Praduga tak bersalah (Presumption of Innocence)
Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, dan
atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak
bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan
kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum yang tetap.

3.

Persamaan di muka hukum (Equality Before the Law)
Perlakuan yang sama atas diri setiap orang di muka hukum
dengan tidak mengadakan perbedaan.

4.

Pemberian bantuan/penasehat hukum (Legal Aid/Assistance)
Setiap orang yang tersangkut perkara tindak pidana di bidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup wajib diberi
kesempatan memperoleh bantuan hukum yang semata-mata
diberikan untuk melaksanakan kepentingan pembelaan atas
dirinya, sejak saat dilakukan penangkapan dan atau penahanan.
Sebelum dimulainya pemeriksaan, kepada tersangka wajib
diberitahukan tentang apa yang disangkakan kepadanya dan
haknya untuk mendapat bantuan hukum atau dalam perkaranya
itu wajib didampingi penasehat hukum.

D. Prinsip
Penyidikan tindak pidana di bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip
sebagai berikut:
1.

Profesionalisme, yakni penyidikan dilakukan oleh Penyidik Pejabat
Pegawai Negeri Sipil Lingkungan Hidup yang memiliki kemampuan
teknis di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

2.

Akuntabilitas, yakni penyidikan yang dilaksanakan oleh Penyidik
Pejabat Pegawai Negeri Sipil Lingkungan Hidup dapat
dipertanggungjawabkan.

2

3.

Efektif dan Efisien, yakni penyidikan dilakukan secara tepat
waktu, biaya ringan serta berpedoman pada keseimbangan wajar
antar sumber daya yang dipergunakan.

E. Definisi
Dalam pedoman ini yang dimaksud dengan:
1.

Penyidik adalah Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil Lingkungan
Hidup dan Penyidik Pejabat Kepolisian Republik Indonesia.

2.

Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil Lingkungan Hidup
selanjutnya disebut Penyidik PPNSLH adalah pejabat pegawai
negeri sipil di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup di instansi pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung
jawabnya di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup diberi wewenang sebagaimana penyidik sebagaimana
dimaksud dalam Hukum Acara Pidana untuk melakukan
penyidikan.

3.

Tindak pidana di bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup adalah setiap perbuatan yang diancam
hukuman sebagai kejahatan atau pelanggaran sesuai ketentuan
pidana dalam undang-undang di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup.

4.

Penyidikan adalah serangkaian tindakan Penyidik untuk mencari
dan mengumpulkan bukti, yang dengan bukti itu membuat terang
tentang tindak pidana
yang terjadi dan guna menemukan
tersangkanya, dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

5.

Pengumpulan bahan keterangan yang selanjutnya disebut
Pulbaket adalah serangkaian tindakan Penyidik PPNSLH untuk
mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai
tindak pidana di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan
penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang.

6.

Tersangka adalah setiap orang yang karena perbuatannya atau
keadaannya berdasarkan bukti permulaan, patut diduga sebagai
pelaku tindak pidana.

7.

Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna
kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu
perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami
sendiri.

8.

Ahli adalah seorang yang memiliki kemampuan dan keterampilan
khusus tentang hal tertentu.

9.

Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seseorang
karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada
pejabat yang berwenang tentang telah, atau sedang, atau diduga
terjadinya peristiwa tindak pidana.

10. Laporan kejadian yang selanjutnya disebut LK adalah laporan
tertulis yang dibuat Penyidik tentang penjelasan/keterangan yang
diketahui sendiri oleh pelapor atas suatu peristiwa kejahatan
atau pelanggaran di bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup, ataupun diketahui langsung oleh Penyidik
kemudian ditutup dan ditandatangani atas kekuatan sumpah
jabatan.

3

11. Tertangkap tangan adalah tertangkapnya seorang pada waktu
sedang melakukan tindak pidana, atau dengan segera sesudah
beberapa saat tindak pidana itu dilakukan, atau sesaat kemudian
diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya,
atau apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang
diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana
itu yang menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut
melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu.
12. Penindakan adalah setiap tindakan hukum yang dilakukan
terhadap setiap orang maupun benda yang ada hubungannya
dengan tindak pidana dibidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup yang terjadi, maupun upaya paksa melalui
kegiatan pemanggilan, pemeriksaan, penangkapan, penahanan,
penggeledahan, dan penyitaan.
13. Tempat kejadian perkara yang selanjutnya disingkat TKP adalah
tempat dimana suatu tindak pidana dilakukan/terjadi dan
tempat-tempat lain dimana tersangka dan atau korban dan atau
barang bukti, yang berhubungan dengan tindak pidana tersebut
dapat ditemukan.
14. Bukti permulaan yang cukup adalah alat bukti yang berupa
keterangan dan data yang terkandung di dalam dua di antara
Laporan Kejadian, Laporan Pulbaket, Berita Acara Pemeriksaan di
TKP, keterangan saksi-saksi termasuk ahli, dan Barang Bukti,
yang menunjukkan telah terjadi tindak pidana dan bahwa orang
yang akan ditangkap adalah pelaku dan/atau penanggung
jawabnya.
15. Bukti yang cukup adalah bukti permulaan yang cukup ditambah
dengan keterangan dan data yang terkandung dalam satu di
antara Laporan Kejadian, Laporan Pulbaket, Berita Acara
Pemeriksaan di TKP, keterangan saksi, keterangan ahli,
keterangan tersangka, dan barang bukti, dimana setelah
disimpulkan menunjukkan bahwa tersangka adalah pelaku atau
penanggung jawab tindak pidana.
16. Bantuan penyidikan adalah bantuan yang diberikan oleh Penyidik
Pejabat Kepolisian Republik Indonesia kepada Penyidik PPNSLH
berupa bantuan teknis, taktis dan upaya paksa serta konsultasi
penyidikan.
17. Bantuan teknis adalah bantuan pemeriksaan ahli dalam rangka
pembuktian secara ilmiah (scientific crime investigation).
18. Bantuan taktis adalah bantuan personil Polri dan peralatan Polri
dalam rangka pendukung pelaksanaan penyidikan tindak pidana
oleh Penyidik PPNSLH.
19. Bantuan upaya paksa adalah bantuan yang diberikan oleh
Penyidik Pejabat Kepolisian Republik Indonesia kepada Penyidik
PPNSLH berupa kegiatan penindakan secara hukum dalam rangka
penyidikan tindak pidana di bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup.
20. Koordinasi dan Pengawasan yang selanjutnya disebut Korwas
adalah suatu bentuk kerjasama antara Penyidik Pejabat
Kepolisian Republik Indonesia dengan Penyidik PPNSLH dalam
melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup, penilikan dan pengarahan
terhadap pelaksanaan penyidikan untuk menjamin agar seluruh
kegiatan penyidikan yang dilakukan sesuai dengan peraturan
4

perundang-undangan yang menjadi dasar hukumnya, dan sesuai
sendi-sendi hubungan fungsional.
21. Pemeriksaan adalah kegiatan untuk mendapatkan keterangan,
kejelasan dan identitas tersangka, saksi, dan/atau barang bukti
maupun tentang unsur-unsur tindak pidana yang telah terjadi,
sehingga kedudukan atau peranan seseorang maupun barang
bukti di dalam tindak pidana tersebut menjadi jelas dan
dituangkan di dalam berita acara pemeriksaan.
22. Berita acara adalah catatan atau tulisan yang bersifat otentik,
dibuat dalam format tertentu oleh Penyidik PPNSLH atas kekuatan
sumpah jabatan,
yang memuat keterangan dari orang yang
diperiksa atau keterangan yang berkaitan dengan setiap tindakan
yang dilakukan oleh Penyidik PPNSLH.

II.

PELAKSANAAN
A. Diketahuinya tindak pidana
1.

2.

Suatu tindak pidana di bidang pelindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup dapat diketahui dari:
a.

Adanya laporan dari masyarakat atau petugas secara tertulis
atau lisan.

b.

Tertangkap tangan oleh masyarakat atau petugas.

c.

Diketahui langsung oleh Penyidik PPNSLH.

Laporan yang diajukan secara lisan maupun tertulis dicatat oleh
Penyidik PPNSLH, kemudian dituangkan dalam Laporan Kejadian
yang ditandatangani oleh Penyidik.
Laporan kejadian merupakan data awal terjadinya suatu tindak
pidana di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
dan merupakan dasar bagi Penyidik PPNSLH untuk melakukan
pengumpulan bahan keterangan dan penyidikan.

3.

Dalam hal tertangkap tangan, Penyidik tanpa surat perintah
dapat:
a.

Melakukan tindakan pertama di TKP;

b.

Segera melakukan pemeriksaan dan tindakan yang
diperlukan sesuai dengan kewenangan Penyidik PPNSLH;

c.

Membuat berita acara terhadap setiap tindakan serta
melengkapi administrasi penyidikan (Laporan Kejadian, Surat
Perintah Penyidikan, Surat Perintah Penangkapan, dan lainlain) paling lambat dalam waktu satu kali dua puluh empat
jam);

d.

Memberikan surat pemberitahuan kepada keluarga orang
yang ditangkap paling lambat 1 (satu) minggu setelah
dilakukannya penangkapan.

B. Pengumpulan Bahan dan Keterangan
1.

Persiapan
a.

Melakukan koordinasi dengan ahli, petugas laboratorium, dan
Korwas PPNS, maupun instansi terkait.
5

b.

c.

Menyiapkan kelengkapan administrasi yang meliputi:
1)

surat perintah tugas.

2)

surat permintaan bantuan ahli, petugas laboratorium, Penyidik Polri dan/atau staf/petugas dari instansi
yang bertanggungjawab di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup sesuai kebutuhan.

3)

laporan kejadian atau data awal lainnya.

Menyiapkan Peralatan
Peralatan yang dibawa disesuaikan dengan dugaan tindak
pidana lingkungan hidup yang terjadi, antara lain:
1)

peralatan
pengambilan
sampel
temasuk
alat
penanganannya (botol sampel, alat pengambil sampel,
pengawet, pendingin);

2)

tali, label dan lak;

3)

alat pembungkus barang bukti/sampel (kertas sampul
warna coklat, kantong plastik berbagai ukuran, amplop
besar, dan lain-lain sesuai keperluan);

4)

alat pengukur (meteran);

5)

peralatan uji portabel (test kit);

6)

perlengkapan P3K dan peralatan keselamatan pribadi
(sepatu boot/sepatu keamanan, baju pelindung, kaca
mata atau penutup muka, sarung tangan, dan lain-lain);

7)

kamera;

8)

handycam;

9)

Global Positioning System (GPS);

10) garis PPNSLH;
11) komputer jinjing (notebook);
12) printer;
13) alat tulis;
14) formulir administrasi penyidikan;
15) buku catatan;
16) alat komunikasi.
2.

Penanganan TKP
a.

Pengamanan TKP
Pengamanan TKP dilakukan dengan:

b.

1)

memasang garis PPNSLH;

2)

memerintahkan setiap orang yang diduga terkait dengan
tindak pidana di bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup untuk tetap tinggal di tempat;

3)

melakukan penjagaan.

Pemotretan
1)

Pemotretan dilakukan terhadap situasi TKP secara
keseluruhan dari berbagai sudut dan detail dalam jarak
dekat (close up) terhadap setiap objek dalam TKP.
6

2)

c.

d.

Hasil pemotretan dilengkapi dengan keterangan yang
memuat hal-hal berikut:
a)

hari, tanggal, bulan, tahun dan jam pemotretan;

b)

merek dan tipe kamera;

c)

kecepatan (speed) kamera dan diafragma;

d)

sumber cahaya;

e)

filter
lensa
kamera
menggunakan filter).

f)

jarak kamera terhadap objek (dilengkapi sketsa
kasar TKP yang memuat letak kamera dan objek
yang difoto);

g)

tinggi kamera;

h)

nama, pangkat, jabatan dan NIP petugas yang
melakukan pemotretan.

yang

digunakan

(jika

Pembuatan Sketsa TKP
1)

Sketsa TKP dibuat dengan
berukuran (kertas milimeter);

2)

Pada sketsa TKP, dibuat tanda atau arah letak TKP;

3)

Dibuat dengan skala untuk mengukur jarak antara objek
yang satu dengan objek yang lain;

4)

Untuk setiap objek diberi tanda dengan huruf kapital dan
pada keterangan gambar dijelaskan letak objek tersebut;

5)

Untuk keabsahan sketsa TKP, Penyidik PPNSLH harus
mencantumkan informasi sebagai berikut:
a)

nama pembuat;

b)

tanggal pembuatan;

c)

peristiwa yang terjadi di TKP;

d)

Lokasi TKP.

menggunakan

kertas

Pengumpulan Barang Bukti
Barang bukti tindak pidana di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup meliputi:
1)

Sampel/contoh uji (limbah dan/atau material lain yang
bersifat sebagai sisa usaha dan/atau kegiatan, serta
materi/unsur
lainnya).
Pelaksanaan
pengambilan
sampel/ contoh uji tersebut perlu memperhatikan:
a)

metode pengambilan dan perlakuan.
Metode pengambilan dan perlakuan sampel/contoh
uji harus sesuai dengan Standar Nasional Indonesia
(SNI).

b)

penyisihan.
Penyisihan dilakukan pada saat pengambilan barang
bukti/sampel/contoh uji. Barang bukti/sampel/
contoh uji dipisahkan dengan keterangan “sebagai
barang bukti” dan “sebagai sampel analisis”.

c)

laboratorium.
7

Pengujian
barang
bukti/sampel/contoh
uji
dilakukan di laboratorium yang terakreditasi dan
teregistrasi.

e.

2)

Dokumen-dokumen kajian, perizinan, dan surat lainnya
terkait dengan kegiatan/usaha;

3)

Peralatan, benda, dan/atau bahan yang digunakan
untuk melakukan tindak pidana di bidang perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup;

4)

Benda-benda lain yang memiliki hubungan langsung
atau tidak langsung dengan tindak pidana yang terjadi.

Identifikasi Saksi/Tersangka
Identifikasi saksi/tersangka dapat dilakukan dengan cara:

f.

1)

Mengajukan pertanyaan kepada orang atau pihak yang
diduga melihat, mendengar atau mengalami sendiri
tindak pidana yang terjadi;

2)

Mengajukan pertanyaan kepada orang-orang yang
mengetahui dan/atau yang berhubungan dengan TKP.

Pembuatan Berita Acara
Setiap kegiatan yang dilakukan dalam pengumpulan bahan
dan keterangan dibuatkan berita acaranya, antara lain:
1) Berita acara pemeriksaan TKP;

g.

2)

Berita acara pengambilan barang bukti/sampel/contoh
uji;

3)

Berita acara pembungkusan dan penyegelan barang
bukti/sampel/contoh uji;

4)

Berita acara penyitaan barang bukti/sampel/contoh uji;

5)

Berita acara penyisihan barang bukti/sampel/contoh uji;

6)

Berita acara pengambilan foto/video.

7)

Berita acara penyerahan barang bukti/sampel/contoh uji
ke laboratorium.

8)

Berita acara pengambilan hasil analisis barang bukti/
sampel/contoh uji dari laboratorium.

Pembuatan dan Penyampaian Laporan Pulbaket
Hasil pelaksanaan pulbaket dilaporkan secara lengkap
kepada pejabat pemberi perintah dan/atau koordinator
Penyidik PPNSLH.

C. Penyidikan
1.

Perencanaan Penyidikan
Sebelum melakukan penyidikan, Penyidik PPNSLH dan atasan
Penyidik PPNSLH membuat perencanaan untuk menentukan arah
pelaksanaan dengan melakukan:

8

a.

Penjabaran unsur pasal yang diperkirakan dilanggar
Contoh:
Pasal 102 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang
berbunyi “Setiap orang yang melakukan pengelolaan limbah
B3 tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (4),
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun
dan paling lama 3 (tiga) tahun dan paling sedikit
Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak
Rp 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah)”, dijabarkan sebagai
berikut:
No.
1.

2.

3.

Unsur Pasal

Tersangka
(TSK)

Setiap orang

Yang
melakukan
pengelolaan
limbah B3

Tanpa izin
sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal 59
ayat (4)
Jumlah

Barang Bukti


KTP



Kartu Keluarga



Akte kelahiran

Saksi


Ketua
lingkungan
(RT/RW)



Keluarga TSK



Karyawan



Alat pengolahan
limbah (kalau
ada)



Petugas
pengelola
limbah



Sampel limbah
B3



Karyawan





Ahli.

Sarana





Karyawan

Korban



Masyarakat



Pejabat yg
mengeluarkan
izin



Ahli

• Keputusan izin
.....
• Administrasi

........ Barang Bukti

..... Saksi

Keterangan:
Dari analisis terhadap unsur-unsur pasal yang akan
dikenakan pada tersangka, dapat diketahui jumlah barang
bukti maupun saksi yang dapat digunakan sebagai acuan
untuk pembagian tugas, perencanaan waktu dan kontrol/
pengendalian pelaksanaan penyidikan.
b.

c.

Penentuan sasaran penyidikan, yang meliputi:
1)

orang yang diduga melakukan tindak pidana;

2)

jenis perbuatan pidana;

3)

unsur-unsur pasal yang telah dilanggar;

4)

alat bukti dan barang bukti.

Cara bertindak, yang meliputi:
1)

teknis pengumpulan bahan keterangan;

2)

teknis penindakan;
9

2.

3)

teknis pemeriksaan;

4)

penyelesaian dan penyerahan berkas perkara.

d.

Penentuan target waktu
menyelesaikan penyidikan.

yang

e.

Pengelolaan penyidikan berupa
penyidikan, evaluasi, dan laporan.

akan

digunakan

penyiapan

untuk

administrasi

Pembentukan Tim Penyidikan
Penunjukan personil Penyidik PPNSLH yang dilibatkan dalam tim
penyidikan perlu memperhatikan:
a.

Personil yang ditunjuk mempunyai moral baik, integritas,
dedikasi, dan profesional.

b.

Personil Penyidik PPNSLH yang ditunjuk sebaiknya tidak
memiliki hubungan subjektivitas dengan tersangka.

c.

Jumlah Penyidik PPNSLH yang ditunjuk disesuaikan dengan
kompleksitas kasus yang ditangani.
Contoh:
1)
2)

Penanganan kasus mudah dapat dilaksanakan oleh 2
(dua) orang Penyidik PPNSLH.
Penanganan kasus sedang dapat dilaksanakan oleh 3
(tiga) orang Penyidik PPNSLH.

3)

Penanganan kasus
sulit dapat dilaksanakan oleh 4
(empat) orang Penyidik PPNSLH.

4)

Penanganan kasus sangat sulit dilaksanakan oleh tim
yang
beranggotakan paling sedikit 5 (lima) orang
Penyidik PPNSLH.

3.

Pembentukan tim supervisi atau asistensi untuk mengawasi dan
mendukung pelaksanaan penyidikan.

4.

Penyediaan dukungan kepada tim penyidikan berupa:
a.

sarana dan pra sarana.

b.

anggaran.

c.

kelengkapan piranti lunak, antara lain petunjuk pelaksanaan
dan petunjuk teknis.

5. Mekanisme Penyidikan
a.

Dimulainya Penyidikan
1)

Penyidikan tindak pidana di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup dilakukan setelah
dikeluarkannya Surat Perintah Penyidikan oleh pejabat
yang berwenang dengan ketentuan sebagai berikut:
a)

Tingkat Pusat dikeluarkan oleh atasan Penyidik
PPNSLH setingkat Eselon II selaku Penyidik PPNSLH.

b)

Tingkat Daerah/Wilayah dikeluarkan oleh atasan
Penyidik PPNSLH setingkat eselon II selaku Penyidik
PPNSLH.

c)

Dalam hal atasan Penyidik PPNSLH bukan penyidik
(di daerah/wilayah), surat perintah penyidikan
10

dikeluarkan oleh Koordinator Penyidik PPNSLH yang
diketahui oleh atasan Penyidik PPNSLH.
2)
b.

c.

Penyidik
PPNSLH
memberitahukan
dimulainya
penyidikan kepada Penuntut Umum dan Penyidik Polri.

Pemanggilan Saksi dan/atau Tersangka
1)

Pemanggilan dilaksanakan sesuai ketentuan KUHAP
yang dilakukan dengan surat panggilan yang sah dan
menyebutkan alasan panggilan yang jelas.

2)

Surat panggilan ditandatangani oleh atasan Penyidik
PPNSLH setingkat Eselon II selaku Penyidik PPNSLH.
Dalam hal atasan bukan PPNSLH, surat panggilan
ditandatangani oleh koordinator Penyidik PPNSLH.

3)

Penyampaian surat panggilan dilaksanakan oleh petugas
yang ditunjuk oleh Penyidik PPNSLH yang bersangkutan
dan disertai dengan tanda bukti penerimaan.

4)

Surat panggilan sudah diterima oleh yang bersangkutan
paling lambat 3 hari sebelum tanggal kehadiran yang
ditentukan.

5)

Surat panggilan wajib diberi nomor sesuai ketentuan
registrasi penyidikan di lingkungan instansi Penyidik
PPNSLH.

6)

Dalam hal panggilan pertama tidak dipenuhi tanpa
alasan yang sah, dilakukan pemanggilan kedua disertai
surat perintah membawa, yang administrasinya dibuat
oleh Penyidik PPNSLH.

7)

Dalam hal membawa saksi dan/atau tersangka, Penyidik
PPNSLH dapat meminta bantuan kepada Penyidik Polri
yang dalam pelaksanaan dilakukan secara bersamasama. Pelaksanaan membawa saksi dan/atau tersangka
ini dituangkan dalam berita acara.

8)

Dalam hal saksi dan/atau tersangka yang dipanggil
berdomisili di luar wilayah kerja Penyidik PPNSLH,
pemanggilan dilakukan dengan bantuan Penyidik Polri.

9)

Untuk memanggil saksi dan/atau tersangka WNI yang
berada di luar negeri, Penyidik PPNSLH dapat meminta
bantuan kepada Penyidik Polri.

Penangkapan
1)

Penangkapan dilaksanakan sesuai ketentuan KUHAP;

2)

Penangkapan dapat dilakukan paling lama satu kali dua
puluh empat jam;

3)

Surat perintah penangkapan ditandatangani oleh atasan
PPNSLH setingkat eselon II selaku Penyidik PPNSLH.
Apabila atasan Penyidik PPNSLH bukan Penyidik
PPNSLH,
maka
surat
perintah
penangkapan
ditandatangani Koordinator Penyidik PPNSLH;

4)

Dalam melakukan penangkapan Penyidik PPNSLH
menunjukkan surat perintah tugas terlebih dahulu,
kemudian memberikan 1 (satu) lembar surat perintah
penangkapan kepada tersangka;

11

5)

Satu lembar surat perintah penangkapan diberikan
kepada keluarga orang yang ditangkap segera setelah
dilakukan penangkapan;

6)

Setelah melakukan penangkapan, Penyidik PPNSLH
segera membuat Berita Acara Penangkapan dalam 7
(tujuh) rangkap dan ditandatangani oleh PPNSLH yang
melakukan penangkapan dan oleh orang yang ditangkap;

7)

Apabila
orang
yang
ditangkap
tidak
mau
menandatangani berita acara penangkapan, maka
Penyidik PPNSLH memberi catatan dalam berita acara
penangkapan disertai alasannya;

8)

Sesudah atau sebelum dilakukan penangkapan, Penyidik
PPNSLH memberitahu Kepala Desa/Ketua Lingkungan
dimana tersangka yang ditangkap itu bertempat tinggal;

9)

Penangkapan yang dilakukan di luar wilayah hukum
Penyidik
PPNSLH
yang
bertugas
melakukan
penangkapan dapat dikoordinasikan dengan Penyidik
PPNSLH setempat atau dimintakan bantuan kepada
Penyidik Polri;

10) Dalam hal diperlukan penguatan personil untuk
melakukan penangkapan, Penyidik PPNSLH dapat
meminta bantuan kepada Penyidik Polri secara tertulis.
Permintaan tertulis ini memuat identitas tersangka dan
alasan penangkapan, serta dilampiri dengan laporan
kejadian dan laporan kemajuan penyidikan yang
ditujukan kepada:

d.

a)

Tingkat Pusat kepada Bareskrim Polri up. Biro
Korwas PPNS;

b)

Tingkat Daerah/Wilayah kepada Dit.Reskrimsus/
Sat. Reskrim.

Penahanan
1)

Penahanan
KUHAP.

dilaksanakan

sesuai

dengan

ketentuan

2)

Surat perintah penahanan ditandatangani oleh atasan
Penyidik PPNSLH setingkat eselon II selaku Penyidik
PPNSLH. Dalam hal atasan Penyidik PPNSLH bukan
Penyidik PPNSLH, maka surat perintah penahanan
ditandatangani oleh Koordinator Penyidik PPNSLH.

3)

Perintah penahanan yang diberikan oleh penyidik
berlaku paling lama 20 (dua puluh) hari dan dapat
diperpanjang oleh penuntut umum paling lama 40
(empat puluh) hari.

4)

Berdasarkan pemeriksaan dokter, tersangka yang
ditahan dalam keadaan sakit dan perlu dirawat di rumah
sakit, dapat dibantarkan penahanannya oleh Penyidik
PPNSLH. Pelaksanaan pembantaran penahanan adalah
sebagai berikut:
a)

ada surat perintah pembantaran dan dibuat berita
acara pembantaran.

b)

setelah selesai dirawat berdasarkan keterangan
dokter, pembantaran dicabut dengan surat perintah
12

pencabutan pembantaran dan
acara pencabutan pembantaran.

e.

f.

g.

dibuatkan

berita

c)

dalam hal tersangka dilanjutkan penahanannya,
dikeluarkan surat perintah penahanan lanjutan dan
dibuatkan berita acara penahanan lanjutan.

d)

lamanya waktu pembantaran tidak dihitung sebagai
waktu penahanan.

Penangguhan Penahanan
1)

Penangguhan penahanan dilaksanakan sesuai ketentuan
KUHAP.

2)

Permohonan penangguhan penahanan dapat diajukan
oleh tersangka, keluarga tersangka atau penasehat
hukum kepada Penyidik PPNSLH atau atasan Penyidik
PPNSLH yang melakukan penahanan.

Pengalihan jenis penahanan
1)

Penyidik PPNSLH atau atasan Penyidik PPNSLH dapat
melakukan pengalihan jenis penahanan atas permintaan
tersangka, keluarga tersangka atau penasehat hukum.

2)

Pengalihan jenis penahanan dilaksanakan berdasarkan
surat perintah dari atasan Penyidik PPNSLH setingkat
eselon II selaku Penyidik PPNSLH yang tembusannya
diberikan kepada tersangka dan keluarganya serta
instansi yang berkepentingan.

3)

Penyidik
PPNSLH
dapat
menitipkan
penahanan
tersangka kepada Penyidik Polri dengan mengajukan
permintaan secara tertulis yang memuat identitas secara
lengkap dan dilampiri dengan surat perintah penahanan
dan pemberitahuan kepada keluarga. Permintaan ini
ditujukan kepada:
a)

Tingkat Pusat kepada Bareskrim Polri up. Biro
Korwas PPNS.

b)

Tingkat Daerah/Wilayah kepada Dit.Reskrimsus/
Sat. Reskrim.

Penggeledahan
1)

dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a)

mengajukan permintaan izin penggeledahan terlebih
dahulu dengan membuat surat yang ditujukan
kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat dengan
tembusan kepada Penyidik Polri.

b)

sebelum surat permintaan izin penggeledahan
dikirim kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat,
Penyidik PPNSLH dapat minta pertimbangan kepada
penyidik Polri tentang alasan perlunya dilakukan
penggeledahan.

c)

surat permintaan izin penggeledahan ditandatangani
oleh atasan Penyidik PPNSLH setingkat eselon II
selaku PPNSLH. Dalam hal atasan bukan Penyidik
PPNSLH, surat permintaan ditandatangani oleh
Koordinator Penyidik PPNSLH.
13

2)

d)

setelah surat izin penggeledahan dikeluarkan oleh
Ketua Pengadilan Negeri setempat, dikeluarkan surat
perintah penggeledahan yang ditandatangani oleh
atasan PPNSLH setingkat eselon II selaku Penyidik
PPNSLH. Koordinator Penyidik PPNSLH. Dalam hal
atasan bukan Penyidik PPNSLH, surat permintaan
ditandatangani oleh Koordinator Penyidik PPNSLH

e)

apabila tersangka atau penghuni menyetujui,
penggeledahan rumah/tempat tertutup lainnya
dilakukan dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang.

f)

apabila
tersangka
atau
penghuni
menolak,
penggeledahan rumah/tempat tertutup lainnya
dilakukan dengan disaksikan oleh Kepala Desa atau
Ketua Lingkungan dan 2 (dua) orang saksi
tambahan.

g)

setelah melakukan penggeledahan, Penyidik PPNSLH
segera membuat berita acara yang turunannya
diberikan kepada penghuni rumah/tempat tertutup
yang bersangkutan.

h)

pelaksanaan
pengegeledahan
rumah/tempat
tertutup lainnya yang dilakukan di luar daerah
hukum Penyidik PPNSLH dikoordinasikan dengan
Penyidik PPNSLH setempat dimana akan dilakukan
penggeledahan.

Dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak sehingga
Penyidik PPNSLH harus segera bertindak, maka:
a)

Penggeledahan dapat dilakukan tanpa surat izin
Ketua Pengadilan Negeri.

b)

Penggeledahan dapat dilakukan:
(1)

pada halaman rumah tersangka bertempat
tinggal, berdiam atau berada dan yang berada
diatasnya.

(2)

pada setiap tempat lain tersangka bertempat
tinggal, berdiam atau berada.

(3)

di tempat tindak
terdapat bekasnya.

(4)

di tempat
lainnya.

(5)

apabila tertangkap tangan.

pidana

penginapan

dan

dilakukan
tempat

atau
umum

c)

Setelah melakukan penggeledahan, Penyidik PPNSLH
segera membuat berita acara yang turunannya
diberikan kepada penghuni rumah/tempat tertutup
yang bersangkutan.

d)

Setelah melakukan penggeledahan, Penyidik PPNSLH
segera melaporkan tentang tindakan tersebut Kepada
Ketua
Pengadilan
Negeri
setempat
untuk
mendapatkan persetujuannya.

e)

Penggeledahan pakaian dan penggeledahan badan
dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
(1)

penggeledahan pakaian seseorang, termasuk
barang yang dibawanya didasarkan pada
14

adanya dugaan atau alasan yang cukup bahwa
pada orang tersebut terdapat benda yang dapat
disita.
(2)

h.

pada saat tersangka tertangkap tangan dan
dibawa kepada Penyidik PPNSLH, maka
Penyidik
PPNSLH
segera
melakukan
penggeledahan
pakaian
dan/atau
badan
tersangka.

f)

Berita Acara Penggeledahan ditandatangani oleh
Penyidik PPNSLH yang melakukan penggeledahan dan
tersangka/keluarga tersangka dan/atau kepala desa/
ketua lingkungan, serta 2 (dua) orang saksi.

g)

Dalam pelaksanaan penggeledahan, Penyidik PPNSLH
berwenang memerintahkan setiap orang yang terkait
dengan tindak pidana untuk tidak meninggalkan
tempat selama penggeledahan berlangsung.

Penyitaan
1)

Pelaksanaan penyitaan
ketentuan KUHAP.

dilakukan

sesuai

dengan

2)

Pelaksanaan penyitaan dilakukan dengan ketentuan
sebagai berikut:
a)

mengajukan permintaan izin penyitaan secara
tertulis terlebih dahulu kepada Ketua Pengadilan
Negeri setempat dengan tembusan kepada Penyidik
Polri.

b)

sebelum surat permintaan izin penyitaan dikirim
kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat, Penyidik
PPNSLH dapat meminta pertimbangan kepada
penyidik Polri tentang alasan perlunya dilakukan
penyitaan.

c)

surat permintaan izin penyitaan ditanda tangani
oleh atasan Penyidik PPNSLH setingkat eselon II
selaku PPNSLH. Dalam hal Atasan bukan Penyidik
PPNSLH, surat permintaan ditandatangani oleh
Koordinator Penyidik PPNSLH;

d)

setelah surat izin penyitaan dikeluarkan oleh Ketua
Pengadilan Negeri setempat, dikeluarkan surat
perintah penyitaan yang ditandatangani oleh atasan
Penyidik PPNSLH setingkat eselon II selaku Penyidik
PPNSLH. Apabila atasannya bukan Penyidik
PPNSLH, penanda-tanganan dilaksanakan
oleh
Koordinator Penyidik PPNSLH.

e)

setelah melakukan penyitaan, Penyidik PPNSLH
segera membuat berita acara penyitaan yang
ditandatangani
oleh
Penyidik
PPNSLH
yang
melakukan penyitaan dan pemilik/orang yang
menguasai benda yang disita. Salinan berita acara
tersebut diberikan kepada pemilik/orang yang
menguasai benda yang disita

f)

penyitaan yang dilakukan di luar daerah hukum
Penyidik PPNSLH, pelaksanaannya dikoordinasikan
dengan Penyidik PPNSLH setempat dimana akan
dilakukan penyitaan.
15

3)

i.

Dalam keadaan sangat perlu dan mendesak atau
tertangkap tangan, Penyidik PPNSLH dapat melakukan
penyitaan, yang pelaksanaannya:
a)

tanpa surat izin/surat izin khusus dari Ketua
Pengadilan Negeri.

b)

tanpa surat perintah penyitaan.

c)

penyitaan dapat dilakukan terhadap benda dan/
atau alat yang ternyata/diduga telah dipergunakan
untuk melakukan tindak pidana dan/atau benda
lain yang dapat dipakai sebagai barang bukti.

d)

setelah melakukan penyitaan, Penyidik PPNSLH
wajib segera melaporkan pelaksanaan penyitaan
kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat guna
mendapatkan persetujuan.

e)

Berita Acara Penyitaan ditandatangani oleh Penyidik
PPNSLH yang melakukan penyitaan dan oleh
tersangka/ keluarga tersangka dan/atau kepala
desa/ketua lingkungan dan 2 (dua) orang saksi.

f)

setelah dilakukan penyitaan,
Penyidik PPNSLH
memberikan tanda terima kepada pemilik/orang
yang menguasai benda yang disita.

g)

Penyidik PPNSLH berwenang memerintahkan setiap
orang agar yang terkait dengan tindak pidana untuk
tidak meninggalkan tempat selama proses penyitaan
berlangsung.

h)

pelaksanaan penyitaan yang dilakukan di luar
daerah hukum Penyidik PPNSLH dikoordinasikan
dengan Penyidik PPNSLH setempat dimana akan
dilakukan penyitaan.

Pemeriksaan
1)

Dalam mengumpulkan keterangan, Penyidik PPNSLH
melakukan pemeriksaan yang dituangkan dalam berita
acara berdasarkan ketentuan KUHAP terhadap:
a) Saksi;
b) Ahli;
c) Tersangka.

2)

Sebelum melaksanakan pemeriksaan, Penyidik PPNSLH
wajib:
a) menentukan waktu, tempat, dan sarana pemeriksaan.
b)

mempelajari kasus yang terjadi dan unsur-unsur
pidananya.

c)

menyusun dan merumuskan daftar pertanyaan
pemeriksaan untuk mendapatkan jawaban yang
secara garis besar meliputi:
(1)

pertanyaan awal, yaitu pertanyaan yang
menyangkut identitas atau biodata/riwayat
hidup.

(2)

pertanyaan pokok, yaitu pertanyaan yang
mengarah pada jawaban unsur-unsur tindak
pidana.
16

(3)

3)

pertanyaan tambahan, yaitu pertanyaan yang
merupakan hasil pengembangan pertanyaan
pokok
yang
mengandung
hal-hal
yang
meringankan atau memberatkan, serta latar
belakang
dan
faktor
yang
mendorong
dilakukannya tindak pidana.

Dalam memeriksa tersangka, Penyidik PPNSLH wajib:
a)

mengambil gambar/foto tersangka dari jarak dekat
(close up), baik dari depan maupun dari samping.

b)

4)

5)

6)

meneliti identitas orang yang diperiksa dengan
mencocokan tanda pengenal orang yang akan
diperiksa seperti KTP, SIM, Paspor, KIMS, dan
sebagainya.
Dalam hal diperlukan bantuan teknis pemeriksaan
psikologi guna mendapatkan keterangan dari saksi
dan/atau tersangka, Penyidik PPNSLH dapat meminta
bantuan secara tertulis kepada penyidik Polri dengan
menguraikan risalah permasalahan.
Dalam hal diperlukan pemeriksaan laboratorium
forensik, Penyidik PPNSLH dapat meminta bantuan
secara tertulis kepada penyidik Polri yang dilampiri
dengan:
a)

laporan kejadian;

b)

laporan kemajuan;

c)

berita acara penemuan, penyitaan, penyisihan,
pembungkusan, dan penyegelan barang bukti.

Dalam hal diperlukan pemeriksaan identifikasi, Penyidik
PPNSLH dapat meminta bantuan secara tertulis kepada
penyidik Polri yang dilampiri dengan:
a)

laporan kejadian;

b)

laporan kemajuan;

c)

berita acara pemeriksaan saksi/tersangka;

d)

dalam pemeriksaan sidik jari disertai dengan barang
bukti sidik jari laten dan sidik jari pembanding.

7)

Dalam hal diperlukan keterangan ahli, Penyidik PPNSLH
dapat meminta bantuan secara langsung kepada ahli
yang bersangkutan.

8)

Konfrontasi
Apabila dalam pemeriksaan terdapat pertentangan atau
ketidaksesuaian keterangan antara tersangka yang satu
dengan tersangka yang lain,
atau antara tersangka
dengan saksi, atau antara saksi dengan saksi yang lain,
Penyidik PPNSLH dapat melakukan pemeriksaan
konfrontasi guna mencari persesuaian serta kepastian
keterangan yang benar atau paling mendekati kebenaran.

17

9)

Rekonstruksi
Untuk memberikan gambaran serta meyakinkan
pemeriksa atas kebenaran keterangan tersangka atau
saksi dalam memperjelas suatu rangkaian kegiatan
terjadinya suatu tindak pidana, dapat dilakukan
rekonstruksi dengan memperagakan kembali cara
tersangka melakukan tindak pidana
yang dipandu
dengan skenario dari hasil pemeriksaan yang telah
didapat.

10) Pengambilan Sumpah Saksi dan Ahli:
a)

Apabila berdasarkan hasil pengamatan Penyidik
PPNSLH timbul dugaan bahwa saksi yang diperiksa
tidak akan hadir dalam pemeriksaan di sidang
pengadilan,
maka
dilakukan
pengambilan
sumpah/janji sebelum pemeriksaan di tingkat
penyidikan dimulai.

b)

Apabila dalam proses pemeriksaan saksi yang
diperiksa memberitahukan kepada Penyidik PPNSLH
bahwa dirinya tidak
dapat hadir dalam tahap
peradilan, Penyidik PPNSLH menuangkan informasi
tersebut dalam berita acara pemeriksaan dan
melakukan pengambilan sumpah/janji saksi yang
bersangkutan.
(1)

Dalam berita acara pengambilan sumpah/janji
saksi/ahli, dicantumkan identitas masingmasing orang yang menandatangani berita
acara tersebut.

(2)

Inti sumpah/janji adalah pernyataan saksi/ahli,
bahwa ia akan/telah memberi keterangan yang
sebenarnya.

(3)

Penyidik PPNSLH menyediakan minimal 2 (dua)
orang yang dapat diangkat sebagai saksi dalam
pengambilan sumpah/janji saksi/ahli.

(4)

Sebelum
pengambilan
sumpah/janji
agar
ditanyakan terlebih dahulu agama saksi/ahli
dan kesediaannya untuk diambil sumpahnya.

(5)

Tata cara pengambilan sumpah/janji dilakukan
sesuai
dengan
agama
dan
kepercayaan
saksi/ahli. Naskah pengambilan sumpah/janji
dibacakan
oleh
Penyidik
PPNSLH
atau
rohaniwan dan diikuti oleh saksi/ahli yang
diambil sumpahnya.

(6)

Berita
acara
pengambilan
sumpah/janji
saksi/ahli dibuat oleh Penyidik PPNSLH dan
ditandatangani oleh Penyidik PPNSLH yang
mengambil sumpah, orang yang disumpah, dan
para saksi.

(7)

Naskah sumpah/janji dan kelengkapan lainnya
disesuaikan dengan agama saksi/ahli sebagai
berikut:

18

(a)

Saksi:
i.

Untuk yang beragama Islam.
“Demi Allah, saya bersumpah, bahwa
saya
sebagai
saksi
telah/akan)*
memberikan
keterangan
yang
sebenarnya, tidak lain dari yang
sebenarnya.
Apabila
saya
tidak
memberikan
keterangan
yang
sebenarnya, saya akan mendapat
kutukan dari Tuhan.”

ii.

Untuk yang beragama Katolik.
“Demi Allah, Bapak, Putra, dan Roh
Kudus, saya bersumpah, bahwa saya
sebagai
Saksi,
telah/akan)*
menerangkan
dengan
sungguhsungguh dan sebenarnya, tidak lain
dari yang sebenarnya. Jika saya
berdusta,
saya
akan
mendapat
hukuman dari Tuhan.”

iii.

Untuk yang beragama Protestan.
“Demi Allah saya bersumpah, bahwa
saya sebagai Saksi, telah/akan)*
menerangkan
dengan
sungguhsungguh dan sebenarnya, tidak lain
dari yang sebenarnya. Jika saya
berdusta,
saya
akan
mendapat
hukuman dari Tuhan. Semoga Allah
menolong saya.”

iv.

Untuk yang beragama Hindu Dharma.
“Demi Ida Sanghyang Widi Wasa, saya
bersumpah, bahwa saya sebagai saksi,
telah/akan)* memberikan keterangan
yang sebenarnya, tidak lain dari yang
sebenarnya.
Apabila
saya
tidak
memberikan
keterangan
yang
sebenarnya, saya akan mendapat
kutukan dari Tuhan.”

v.

Untuk yang beragama Budha.
“Demi Sanghyang Adhi Budha, saya
berjanji, bahwa saya sebagai Saksi,
telah/akan)* memberikan keterangan
yang sebenarnya. Jika saya berdusta
atau menyimpang dari pada yang telah
saya ucapkan ini, maka saya bersedia
menerima karma yang buruk.”

vi.

Untuk yang memeluk Aliran Kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
19

“Demi Tuhan Yang Maha Esa, saya
berjanji bahwa saya, telah/akan)*
memberikan
keterangan
yang
sebenarnya, tidak lain dari yang
sebenarnya. Dan jika saya, tidak
memberikan
keterangan
yang
sebenarnya semoga Tuhan yang Maha
Esa memberikan kutukan kepada
saya.”
(b)

Ahli:
i.

Untuk yang beragama Islam:
“Demi Allah, saya bersumpah, bahwa
saya
sebagai
Ahli
telah/akan)*
memberikan
keterangan
menurut
pengetahuan
saya
yang
sebaikbaiknya, tidak lain dari pada yang
sebaik-baiknya. Apabila saya tidak
memberikan
keterangan
yang
sebenarnya, saya akan mendapat
kutukan dari Tuhan.”

ii.

Untuk yang beragama Katolik:
“Demi Allah, Bapak, Putra dan Roh
Kudus, saya bersumpah, bahwa saya
sebagai Ahli, telah/akan)* memberikan
keterangan menurut pengetahuan saya
yang sebaik-baiknya, tidak lain dari
pada yang sebaik-baiknya. Jika saya
berdusta,
saya
akan
mendapat
hukuman dari Tuhan.”

iii.

Untuk yang beragama Protestan:
“Demi Allah saya bersumpah, bahwa
saya
sebagai
Ahli,
telah/akan)*
memberikan
keterangan
menurut
pengetahuan
saya
yang
sebaikbaiknya, tidak lain dari pada yang
sebaik-baiknya. Jika saya berdusta,
saya akan mendapat hukuman dari
Tuhan. Semoga Allah menolong saya.”

iv.

Untuk yang beragama Hindu Dharma:
“Demi Ida Sanghyang Widi Wasa, saya
bersumpah, bahwa saya sebagai Ahli,
telah/akan)* memberikan keterangan
menurut pengetahuan saya yang
sebaik-baiknya, tidak lain dari pada
yang sebaik-baiknya. Apabila saya
tidak memberikan keterangan yang
sebenarnya, saya akan mendapat
kutukan dari Tuhan.”
20

v.

Untuk yang beragama Budha:
“Demi Sanghyang Adhi Budha, saya
berjanji, bahwa saya sebagai Ahli,
telah/ akan)* memberikan keterangan
menurut pengetahuan saya yang
sebaik-baiknya tidak lain dari pada
yang
sebaik-baiknya.
Jika
saya
berdusta atau menyimpang dari pada
yang telah saya ucapkan ini, maka
saya bersedia menerima karma yang
buruk.”

vi.

Untuk yang memeluk Aliran Kepercayaan Kepada Tuhan Yang Maha Esa:
“Demi Tuhan Yang Maha Esa, saya
berjanji bahwa saya sebagai Ahli,
telah/akan)* memberikan keterangan
menurut pengetahuan saya yang
sebaik-baiknya, tidak lain dari pada
yang sebaik-baiknya. Dan jika saya,
tidak memberikan keterangan yang
sebenarnya semoga Tuhan yang Maha
Esa memberikan kutukan kepada
saya.”

j.

Pencegahan atau Penangkalan
1)

Untuk kepentingan penyidikan tindak pidana di bidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, dapat
dilakukan pencegahan atau penangkalan terhadap
seseorang yang diduga kuat merupakan pelaku atau
orang yang bertanggungjawab terhadap tindak pidana di
bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

2)

Permintaan pencegahan dan penangkalan ini diajukan
secara tertulis dengan memuat identitas orang yang
dikenakan pencegahan atau penangkalan yang meliputi
sekurang-kurangnya:

3)

a)

Nama;

b)

Umur;

c)

Pekerjaan;

d)

Alamat

e)

Jenis kelamin;

f)

Kewarganegaraan.

Permintaan ini ditujukan kepada:
a)

Tingkat Pusat kepada Bareskrim Polri up. Biro
Korwas PPNS.

b)

Tingkat Daerah/Wilayah kepada Dit.Reskrimsus/
Sat. Reskrim.

21

k.

Penyelesaian Berkas Perkara
1)

penyelesaian berkas perkara merupakan kegiatan akhir
dari proses penyidikan.

2)

ringkasan (resume) kasus yang ditangani, ditulis sesuai
dengan ketentuan sebagai berikut:
a)

Diketik di atas kertas folio warna putih, dengan
jarak 1,5 (satu setengah) spasi;

b)

Di antara spasi tidak boleh dituliskan apapun;

c)

Kata-kata harus ditulis lengkap, tidak diperbolehkan
menggunakan singkatan kecuali singkatan kata
resmi dan dikenal umum;

d)

Penulisan angka yang menyebutkan jumlah harus
diulangi dengan huruf dalam tanda kurung;

e)

Nama orang ditulis dengan huruf besar (huruf
balok);

f)

Tata urut pembuatan resume sebagai berikut:
(1)

Dasar;

(2)

Perkara yang berisi uraian singkat tentang
tindak
pidana
yang
terjadi
dengan
menyebutkan:
(a)

Pasal pidana yang dipersangkakan;

(b)

Pelaku dengan identitas yang lengkap dan
jelas;

(c)

Tempat dan waktu kejadian.

(d)

Dampak/korban terhadap
harta benda/jiwa;

(e)

Taksiran kerugian.

lingkungan/

(3)

Fakta-fakta penanganan di tempat kejadian;

(4)

Surat-surat terkait penanganan perkara
antara lain, surat pemanggilan saksi/
tersangka, perintah membawa, penangkapan,
penahanan,
perpanjangan
penahanan,
pengalihan
penahanan,
penangguhan
penahanan,
pengeluaran
tahanan,
penggeledahan, penyitaan, penyisihan barang
bukti, pelelangan barang bukti, penyitaan
surat lain, memuat nomor dan tanggal surat
beserta:
(a)

Keterangan saksi/ahli;

(b)

Keterangan tersangka;

(c)

Barang Bukti;

(d)

Pembahasan:
Memuat
gambaran
konstruksi
dan
analisis
dari
tindak
pidana
yang
didasarkan pada hubungan yang logis
antara fakta-fakta yang ada dengan
keterangan yang diperoleh, baik dari
tersangka, maupun saksi/ahli, hubungan
22

yang logis antara keterangan yang satu
dengan keterangan yang lainnya, serta
hubungan yang logis antara barang bukti
yang
ada
dengan
fakta
maupun
keterangan yang diperoleh, yang dikaitkan
dengan unsur hukum dari pasal pidana
yang dipersangkakan;
(e)

(5)

l.

Kesimpulan:

Memuat kesimpulan Penyidik PPNSLH
yang dibuat berdasarkan pembahasan
mengenai sangkaan perbuatan pidana
yang dilakukan oleh masing-masing
tersangka dan perbuatannya yang telah
memenuhi unsur-unsur pasal dalam
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup yang dipersangkakan;
Resume, berita acara, dan kelengkapan
administrasi penyidikan disusun sebagai
berkas perkara dengan urutan yang telah
ditentukan.

Penyerahan Berkas Perkara
1)

Penyerahan berkas hasil penyidikan oleh Penyidik
PPNSLH kepada penuntut umum pada dasarnya
merupakan pelimpahan tanggung jawab atas suatu
perkara dari penyidik ke penuntut umum;

2)

Pelaksanaan penyerahan Berkas
dengan urutan sebagai berikut:

Perkara

dilakukan

a)

Tahap pertama, yaitu penyerahan berkas perkara;

b)

Tahap kedua, yaitu penyerahan tersangka dan
barang bukti setelah berkas perkara dinyatakan
lengkap oleh penuntut umum.

D. Pengawasan dan Pengendalian Penyidikan
1.

Atasan Penyidik PPNSLH
Atasan Penyidik PPNSLH memberikan petunjuk atau arahan
tentang kegiatan penyidikan secara rinci dan jelas, untuk
menghindari kesalahan penafsiran oleh Penyidik PPNSLH yang
akan maupun sedang melakukan penyidikan;

2.

Penyidik Polri selaku koordinator dan pengawas PPNS
Pengawasan dan pengendalian yang dilaksanakan oleh Penyidik
Polri dilakukan dalam bentuk pemberian bantuan penyidikan
kepada atasan Penyidik PPNSLH dan Penyidik PPNSLH dalam
melaksanakan tugas penyidikan. Bantuan tersebut meliputi:
a. bantuan taktis, baik berupa personil maupun peralatan
penyidikan;
b. bantuan teknis penyidikan;

23

c. bantuan pemeriksaan ahli dalam rangka pembuktian secara
ilmiah; dan
d. bantuan upaya paksa berupa pemanggilan, penangkapan,
penahanan, penggeledahan, dan penyitaan.
E. Penghentian Penyidikan
1.

2.

Penghentian penyidikan merupakan salah
penyelesaian perkara yang dilakukan apabila:

satu

kegiatan

a.

Tidak terdapat cukup bukti.

b.

Peristiwa yang terjadi bukan merupakan tindak pidana.

c.

Perkara dihentikan demi hukum karena:
1)

Tersangka meninggal dunia.

2)

Masa tindak pidana telah kadaluarsa.

3)

Tindak pidana tersebut telah memperoleh putusan hakim
yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap (nebis