PROS Wahyu SB Pendidikan dan Peran Full text
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains VIII, Fakultas Sains dan Matematika, UKSW
Salatiga, 15 Juni 2013, Vol 4, No.1, ISSN:2087‐0922
Pendidikan dan Peran Fisikawan Medik dalam Pelayanan Kesehatan
Wahyu Setia Budi
Jurusan Fisika Fakultas Sains dan Matematika Universitas Diponegoro
Pendahuluan
Fisika Medis adalah cabang fisika yang merupakan penerapan Fisika dalam bidang
kedokteran. Penerapan prinsip‐prinsip Fisika dalam bidang kedokteran telah dimulai sejak
zaman dahulu. Peran Fisika Medis menjadi sangat penting sejak penemuan sinar x oleh
Wilhem Roentgen pada tahun 1895. Roentgen yang membuat citra radiografi dari
anatomi manusia yang pertama dan menjadi awal teknologi pencitraan medis[1].
Modalitas pencitraan medis kemudian berkembang cepat dengan munculnya pesawat
Fluroskopi, mammografi, CT scan, USG, MRI, PET dsb. Perkembangan selanjutnya
penggunaan radiasi pengion dalam bidang kesehatan telah mendorong optimasi
pemanfaatannya dengan memperhatikan faktor‐faktor proteksi radiasi untuk
keselamatan petugas, pasien, masyarakat dan lingkungan. Hal tersebut harus selaras
dengan prinsip ALARA As Low As Reasonable Achievable. Dalam rangka optimasi
pemanfaatan peralatan dengan memperhatikan aspek keselamatan diperlukan program
Quality Assurance (QA) yang mencakup langkah‐langkah Quality Control (QC)[2]. Guna
melaksanakan tugas‐tugas tersebut diperlukan tenaga Fisikawan Medik yang profesional,
sedang untuk dapat menghasilkan tenaga Fisikawan Medik yang baik diperlukan program
dan proses pendidikan yang berkualitas. Bagaimana peran Fisikawan Medis dalam
pelayanan kesehatan serta sistem pendidikannya agar dapat melaksanakan peran
tersebut dengan baik menjadi bahan bahasan dalam makalah ini. Ruang lingkup Fisika
Medik yang menjadi perhatian dan dikembangkan di Indonesia saat ini meliputi bidang
Fisika Radiologi Diagnostik, Kedokteran Nuklir dan Fisika Radioterapi, meskipun
sebenarnya cakupan Fisika Medik lebih luas dari ketiga bidang tersebut.
23
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains VIII, Fakultas Sains dan Matematika, UKSW
Salatiga, 15 Juni 2013, Vol 4, No.1, ISSN:2087‐0922
Peran Fisikawan Medik
Sebagaimana telah diketahui bahwa pelayanan radiologi telah banyak
diselenggarakan oleh berbagai lembaga kesehatan seperti rumah sakit, poliklinik,
laboratorium klinik negeri mapun swasta. Meskipun demikian fasilitas peralatan dan
tenaga yang ada menyebabkan kemampuan dan kualitas pelayanan menjadi berbeda‐
beda. Dalam rangka menjamin kualitas pelayanan dan keselamatan dalam menggunakan
radiasi pengion agar tidak menimbulkan dampak negatif serta resiko terhadap pasien,
tenaga medis, masyarakat maupun lingkungan Kementrian kesehatan telah mengeluarkan
pedoman kendali mutu peralatan radiodiagnostik[3], disamping kewajiban memenuhi
ketentuan perizinan yang berlaku[4]. Untuk melaksanakan kegiatan kendali mutu tersebut
secara berkesinambungan diperlukan tenaga Fisikawan Medik. Tenaga Fisikawan Medik
merupakan tenaga kesehatan profesional dalam menunjang pelaksanaan tugas medis
sehingga masuk dalam tenaga keteknisian medis[5].
Fisikawan Medis bertugas melakukan pengendalian parameter fisika pada
penggunaan peralatan kesehatan untuk diagnostik maupun terapi. Tugas dan peran
Fisikawan Medis secara garis besar diantaranya adalah sebagai berikut[6‐8] :
A. Bidang Radiodiagnostik
1. Membuat rancangan ruang/bangunan radiasi.
2. Menyiapkan alat keselamatan kerja terhadap radiasi untuk pencitraan medik
meliputi radiodiagnostik dan kedokteran nuklir.
3. Membuat rencana dan melaksanakan survey radiasi diagnostik, dan melakukan
penilaian rencana kerja survey radiasi bagi tingkat madya.
4. Melakukan tindakan kedaruratan pencitraan radiodiagnostik.
5. Melakukan dosimetri peralatan konvensional, intervensional dan non pengion.
6. Menyiapkan alat dan melaksanakan QA/QC untuk pencitraan medik meliputi
radiodiagnostik, kedokteran nuklir, peralatan non pengion dan fasilitas
pengolahan film .
7. Melakukan kalibrasi dan pengukuran film badge dan TLD serta menyusun tabel
data eksposi.
8. Melakukan perawatan dan pemeliharaan alat proteksi radiasi.
24
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains VIII, Fakultas Sains dan Matematika, UKSW
Salatiga, 15 Juni 2013, Vol 4, No.1, ISSN:2087‐0922
9. Melakukan penelitian terkait pengembangan radiologi
B. Bidang Kedokeran Nuklir
1. Mendesain ruangan/bangunan radiasi fasilitas kedoteran nuklir.
2. Menyusun rencana survey radiasi, dan penilaian rencana survey bagi tingkat
madya.
3. Menyusun analisis kebutuhan peralatan bidang kedokteran nuklir.
4. Melakukan tindakan kedaruratan.
5. Melakukan dosimetri kalibrasi aktivitas radioisotop dan dosimetri menghitung
dosis untuk pasien.
6. Melakukan QA/QC pesawat kedokteran nuklir.
7. Melaksanakan pembinaan teknis dengan tenaga kesehatan lain dan instalasi
radiologi lain, monitoring dan evaluasi pelayanan fisika medik.
8. Melaksanakan pengawasan pemeriksaan kesehatan pekerja radiasi dan sosialisasi
budaya keselamatan kerja terhadap radiasi.
9. Pengelolaan limbah radioaktif.
10. Melakukan penelitian terkait pengembangan kedokteran nuklir
C. Bidang Radioterapi
1. Memdesain ruangan/bangunan radioterapi .
2. Menyusun/menganalisa kebutuhan alat pelayanan radioterapi .
3. Menyiapkan alat keselamatan kerja dan alat QA/QC radioterapi.
4. Melaksanakan keselamatan radiasi dengan alat ukur radiasi dan melakukan
tindakan kedaruratan radioterapi.
5. Merancang pengolah limbah radiasi.
6. Melakukan perhitungan dosis radiasi dan distribusinya pada radioterapi eksternal
dan brakhiterapi dengan Treatment Planning System (TPS).
7. Melakukan verifikasi data TPS dan data alat
8. Melakukan QA/QC pesawat LINAC, telegama (Co), peralatan brakhiterapi, pesawat
simulator dan TPS, serta alat ukur radiasi, baik untuk yang harian dan bulanan
serta tahunan
25
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains VIII, Fakultas Sains dan Matematika, UKSW
Salatiga, 15 Juni 2013, Vol 4, No.1, ISSN:2087‐0922
9. Melaksanakan pengukuran/kalibrasi keluaran sumber radiasi. Juga melakukan
pengukuran radiasi output terbuka/ wedge/ tray untuk seluruh lapangan sinar;
melakukan pengukuran PDD (Percentage depth dose),TMR (tissue maximum ratio),
TAR (tissue air ratio), BSF (Back Scatter Factor), BSC (back scater collimator), SCP
(scater collimator and phantom).
10. Melakukan penelitian terkait pengembangan radioterapi.
Tugas dan peran Fisikawan medik sudah dimulai sejak merancang ruang/bangunan,
penyusunan kebutuhan peralatan baik untuk keperluan pelayanan, peralatan
keselamatan dan perlatan untuk keperluan kontrol kualitas sehingga dapat dicapai mutu
pelayanan yang berkualitas baik. Dalam bidang Radiodiagnostik dan Kedokteran Nuklir
diharapkan peralatan yang digunakan dapat menghasilkan citra dan atau data yang baik
sehingga mendukung ketepatan diagnosa, serta terjaminnya keselamatan pekerja, pasien,
masyarakat dan lingkungan. Dalam bidang Radioterapi peran Fisikawan Medik selain hal‐
hal di atas masih ditambah dengan akurasi dosis dan ketepatan sasaran yang diberikan
pada pasien. Sehingga selain harus memahami Fisika Radiasi dan Dosimetri, bekal
pengetahuan Anatomi dan penguasaan teknologi peralatan yang digunakan mutlak
diperlukan.
Pendidikan Fisika Medik
Meningkatnya pemanfaatan radioisotop dalam bidang radioterapi dan kedokteran
nuklir serta perkembangan peralatan radiodiagnostik modern seperti CT scan dsb, telah
menyadarkan kebutuhan akan tenaga Fisikawan Medik yang sangat mendesak. Hal
tersebut telah mendorong dibukanya Pendidikan Fisika Medik pada tahun 1986 di
Universitas Diponegoro bekerjasama dengan Departemen Kesehatan.
Setelah alumni program pendidikan Fisika Medik angkatan pertama tersebut
dikembalikan ke Departemen Kesehatan untuk bertugas sebagai tenaga Fisikawan Medik
di Rumah Sakit pada berbagai propinsi di seluruh Indonesia, program pendidikan tersebut
sempat terhenti. Selanjutnya perkembangan teknologi peralatan kesehatan yang semakin
pesat, khususnya perkembangan peralatan yang menggunakan radiasi pengion, maka
26
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains VIII, Fakultas Sains dan Matematika, UKSW
Salatiga, 15 Juni 2013, Vol 4, No.1, ISSN:2087‐0922
pada tahun 1996 Universitas Diponegoro kembali bekerjasama dengan Departemen
Kesehatan membuka kembali pendidikan Sarjana Fisika dengan bidang minat Fisika
Medik. Program Pendidikan Sarjana Fisika dengan bidang minat Fisika Medik,
memberikan bekal kekhususan kepada peserta didik meliputi bidang Radiodiagnostik,
Kedokteran Nuklir dan Radioterapi.
Pada saat ini kebutuhan tenaga Fisikawan Medik dalam rangka pelayanan
kesehatan di Rumah Sakit sebagian besar diisi oleh Sarjana Fisika dengan pendidikan
tambahan, hal ini telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku[9]. Profesi Fisikawan Medik
pada dasarnya memerlukan bekal penguasaan Fisika dan Matematika yang memadai.
Sedang karena profesi Fisikawan Medik di rumah sakit berkaitan dengan pelayanan pasien
baik langsung maupun tidak langsung, maka diperlukan pengalaman klinis yang cukup.
Oleh sebab itu sebenarnya untuk dapat menjalankan profesi sebagai Fisikawan Medik di
rumah sakit diperlukan pula tambahan pendidikan profesi, melalui residensi atau clinical
training di rumah sakit.
Fisikawan Medik semestinya merupakan Fisikawan yang menguasai Fisika dan
Matematika dengan dengan baik serta memiliki ketrampilan profesional. Sehingga
pendidikan Fisika Medik sebaiknya diawali dengan jenjang pendidikan akademik dan
dilanjutkan dengan pendidikan profesional. Pada bidang radioterapi Fisikawan Medik juga
mempunyai tugas melakukan penelitian dan pengembangan, selain itu Fisikawan Medik
juga diharapkan mampu mengikuti perkembangan sains dan teknologi, tentu bukan hal
yang berlebihan bila diusulkan agar Fisikawan Medik berpendidikan strata dua. Sampai
dengan saat ini minimum telah dua perguruan tinggi yang membuka program S2 dengan
bidang minat Fisika Medik. Kendala umum yang dihadapi dalam menyelenggarakan
pendidikan Fisika medik adalah masih terbatasnya sumber daya manusia dengan keahlian
dan kualifikasi yang dibutuhkan serta peralatan. Organisasi profesi yang ada juga telah
menunjukkan perannya sangat penting dalam membina profesionalisme anggotanya.
Meningkatnya kebutuhan jumlah tenaga dan pentingnya peran Fisikawan Medik
dalam pelayanan kesehatan, telah mendorong berbagai perguruan tinggi untuk ikut serta
menyelenggarakan pendidikan Fisika Medik yang tergabung dalam Asosiasi Institusi
Pendidikan Fisika Medik Indonesia yang dimotori oleh Universitas Indonesia. Asosiasi
27
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains VIII, Fakultas Sains dan Matematika, UKSW
Salatiga, 15 Juni 2013, Vol 4, No.1, ISSN:2087‐0922
tersebut menjadi forum komunikasi dalam menyusun program pendidikan Fisika Medik
seperti kurikulum, perencanaan program residensi, perencanaan laboratorium Fisika
Medik Nasional. Melalui kegiatan tersebut diharapkan akan dihasilkan tenaga Fisikawan
Medik yang profesional dan berkualitas sesuai standar nasional maupun internasional.
Kesimpulan
Berdasarkan hal‐hal di atas tampak bahwa peran Fisikawan Medis dalam
pelayanan kesehatan khususnya radiodiagnostik, kedokteran nuklir dan radioterapi
sangat penting. Peran tersebut menyangkut keselamatan aplikasi radiasi pengion maupun
non pengion, jaminan kualitas unjuk kerja pesawat yang digunakan sehingga akan
diperoleh citra dan data yang baik sehingga mendukung ketepatan diagnostik, serta
akurasi dosis yang diberikan pada pasien dalam radioterapi. Agar dapat melaksanakan
tugas dan peran tersebut diperlukan Fisikawan Medik yang memiliki pengetahuan
akademik yang baik dengan kemampuan profesional yang memadai. Sumber daya
manusia dengan kualifikasi tersebut dapat dihasilkan melalui sistem pendidikan akademik
kemudian dilanjutkan dengan pendidikan profesional.
Daftar Pustaka
1. Bushberg J T, Siebert J A, Leidholdt E M and J M Boone; “The Essential Physics
of Medical Imaging”, Lippincott Williams & Wilkins 2002.
2. Papp J; “Quality managemant in the Imaging Sciences”, Mosby Inc 2002.
3. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1250/ MENKES/SK/XII/2009, tentang
Pedoman Kendali Mutu (Quality Control) Peralatan Radiodiagnostik.
4. Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 2008 tentang Perizinan Pemanfaatan
Sumber Radiasi Pengion dan Bahan Nuklir.
5. Keputusan Menteri Kesehatan RI N0; 048/ Menkes/SK/I/2007, tentang
Penetapan Tenaga Fisika Medik sebagai Tenaga Kesehatan.
6. Peraturan Menteri Kesehatan RI No: 262/Menkes/Per/IV/2009, tentang
Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Fisikawan Medis dan Angka Kreditnya.
7. AAPM Report No.42, The Role of the clinical medical physicist in diagnostic
radiology, Woodbury, 1994.
8. AAPM Report No.38, The Role of the physicist in radiation oncology, American
Institute of Physics, New York 1993.
9. Peraturan Menteri PAN Nomor : PER/12/M.PAN/5/2008, tentang Jabatan
Fungsional Fisikawan Medis dan Angka Kreditnya.
28
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains VIII, Fakultas Sains dan Matematika, UKSW
Salatiga, 15 Juni 2013, Vol 4, No.1, ISSN:2087‐0922
Nara Sumber : Prof. Wahyu
Institusi
: UNDIP
NAMA
No.
INSTANSI
PERTANYAAN
JAWABAN
STIKES
BUKU KESEHATAN
Di bandung ada bisa
DARMA
MASIH KURANG,
mengkontak RS Hasan
HUSADA
MOHON INFORMASI
Sadikin
PENANYA
1
Ibu Ninan
Buku2 pegangan yang bisa
dipakai selain dr Gabriel....
2
Pak
ITB
Muhammad
Martoprawiro
Ada tidak langkah strategis
dari asosiasi untuk
mengatasi masalah.
Asosiasi fis medik akan di
infokan ke asosiasi sains.
Langkah strategis:
Ada assosiasi sains,
sehingga asosisi fis medik
bisa diinfokan ke asosiasi
sains
a.Menyusun kurikulum
bersama ( 21 SKS)
2. 5 th ke depan
menggunakan standart
nasional. ( untuk jadi fis med
yg akan bekerja ke rs harus
profesi)
3. 6 th ke depan fis med
harus S2
Asosiasi harus
memperjuangkan ke depkes
untuk fismed harus S2 ( 6 Th
ke depan), sehingga 10 th ke
depan kita sudah memenuhi
standart internasional
3
Pak Adi
Sanata
Darma
Di UGM akan dibangun RS
Akademik UGM,
bagaimana kualitasnya
apakah untuk pendidikan (
coba-coba mahasiswa)
29
Untuk RS Sardjito juga
berasal dari Rs Pendidikan
UGM. Untuk menangani
pasien tetap dengan standart
RS. Penanganan pasien tetap
Dr spesialis
Salatiga, 15 Juni 2013, Vol 4, No.1, ISSN:2087‐0922
Pendidikan dan Peran Fisikawan Medik dalam Pelayanan Kesehatan
Wahyu Setia Budi
Jurusan Fisika Fakultas Sains dan Matematika Universitas Diponegoro
Pendahuluan
Fisika Medis adalah cabang fisika yang merupakan penerapan Fisika dalam bidang
kedokteran. Penerapan prinsip‐prinsip Fisika dalam bidang kedokteran telah dimulai sejak
zaman dahulu. Peran Fisika Medis menjadi sangat penting sejak penemuan sinar x oleh
Wilhem Roentgen pada tahun 1895. Roentgen yang membuat citra radiografi dari
anatomi manusia yang pertama dan menjadi awal teknologi pencitraan medis[1].
Modalitas pencitraan medis kemudian berkembang cepat dengan munculnya pesawat
Fluroskopi, mammografi, CT scan, USG, MRI, PET dsb. Perkembangan selanjutnya
penggunaan radiasi pengion dalam bidang kesehatan telah mendorong optimasi
pemanfaatannya dengan memperhatikan faktor‐faktor proteksi radiasi untuk
keselamatan petugas, pasien, masyarakat dan lingkungan. Hal tersebut harus selaras
dengan prinsip ALARA As Low As Reasonable Achievable. Dalam rangka optimasi
pemanfaatan peralatan dengan memperhatikan aspek keselamatan diperlukan program
Quality Assurance (QA) yang mencakup langkah‐langkah Quality Control (QC)[2]. Guna
melaksanakan tugas‐tugas tersebut diperlukan tenaga Fisikawan Medik yang profesional,
sedang untuk dapat menghasilkan tenaga Fisikawan Medik yang baik diperlukan program
dan proses pendidikan yang berkualitas. Bagaimana peran Fisikawan Medis dalam
pelayanan kesehatan serta sistem pendidikannya agar dapat melaksanakan peran
tersebut dengan baik menjadi bahan bahasan dalam makalah ini. Ruang lingkup Fisika
Medik yang menjadi perhatian dan dikembangkan di Indonesia saat ini meliputi bidang
Fisika Radiologi Diagnostik, Kedokteran Nuklir dan Fisika Radioterapi, meskipun
sebenarnya cakupan Fisika Medik lebih luas dari ketiga bidang tersebut.
23
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains VIII, Fakultas Sains dan Matematika, UKSW
Salatiga, 15 Juni 2013, Vol 4, No.1, ISSN:2087‐0922
Peran Fisikawan Medik
Sebagaimana telah diketahui bahwa pelayanan radiologi telah banyak
diselenggarakan oleh berbagai lembaga kesehatan seperti rumah sakit, poliklinik,
laboratorium klinik negeri mapun swasta. Meskipun demikian fasilitas peralatan dan
tenaga yang ada menyebabkan kemampuan dan kualitas pelayanan menjadi berbeda‐
beda. Dalam rangka menjamin kualitas pelayanan dan keselamatan dalam menggunakan
radiasi pengion agar tidak menimbulkan dampak negatif serta resiko terhadap pasien,
tenaga medis, masyarakat maupun lingkungan Kementrian kesehatan telah mengeluarkan
pedoman kendali mutu peralatan radiodiagnostik[3], disamping kewajiban memenuhi
ketentuan perizinan yang berlaku[4]. Untuk melaksanakan kegiatan kendali mutu tersebut
secara berkesinambungan diperlukan tenaga Fisikawan Medik. Tenaga Fisikawan Medik
merupakan tenaga kesehatan profesional dalam menunjang pelaksanaan tugas medis
sehingga masuk dalam tenaga keteknisian medis[5].
Fisikawan Medis bertugas melakukan pengendalian parameter fisika pada
penggunaan peralatan kesehatan untuk diagnostik maupun terapi. Tugas dan peran
Fisikawan Medis secara garis besar diantaranya adalah sebagai berikut[6‐8] :
A. Bidang Radiodiagnostik
1. Membuat rancangan ruang/bangunan radiasi.
2. Menyiapkan alat keselamatan kerja terhadap radiasi untuk pencitraan medik
meliputi radiodiagnostik dan kedokteran nuklir.
3. Membuat rencana dan melaksanakan survey radiasi diagnostik, dan melakukan
penilaian rencana kerja survey radiasi bagi tingkat madya.
4. Melakukan tindakan kedaruratan pencitraan radiodiagnostik.
5. Melakukan dosimetri peralatan konvensional, intervensional dan non pengion.
6. Menyiapkan alat dan melaksanakan QA/QC untuk pencitraan medik meliputi
radiodiagnostik, kedokteran nuklir, peralatan non pengion dan fasilitas
pengolahan film .
7. Melakukan kalibrasi dan pengukuran film badge dan TLD serta menyusun tabel
data eksposi.
8. Melakukan perawatan dan pemeliharaan alat proteksi radiasi.
24
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains VIII, Fakultas Sains dan Matematika, UKSW
Salatiga, 15 Juni 2013, Vol 4, No.1, ISSN:2087‐0922
9. Melakukan penelitian terkait pengembangan radiologi
B. Bidang Kedokeran Nuklir
1. Mendesain ruangan/bangunan radiasi fasilitas kedoteran nuklir.
2. Menyusun rencana survey radiasi, dan penilaian rencana survey bagi tingkat
madya.
3. Menyusun analisis kebutuhan peralatan bidang kedokteran nuklir.
4. Melakukan tindakan kedaruratan.
5. Melakukan dosimetri kalibrasi aktivitas radioisotop dan dosimetri menghitung
dosis untuk pasien.
6. Melakukan QA/QC pesawat kedokteran nuklir.
7. Melaksanakan pembinaan teknis dengan tenaga kesehatan lain dan instalasi
radiologi lain, monitoring dan evaluasi pelayanan fisika medik.
8. Melaksanakan pengawasan pemeriksaan kesehatan pekerja radiasi dan sosialisasi
budaya keselamatan kerja terhadap radiasi.
9. Pengelolaan limbah radioaktif.
10. Melakukan penelitian terkait pengembangan kedokteran nuklir
C. Bidang Radioterapi
1. Memdesain ruangan/bangunan radioterapi .
2. Menyusun/menganalisa kebutuhan alat pelayanan radioterapi .
3. Menyiapkan alat keselamatan kerja dan alat QA/QC radioterapi.
4. Melaksanakan keselamatan radiasi dengan alat ukur radiasi dan melakukan
tindakan kedaruratan radioterapi.
5. Merancang pengolah limbah radiasi.
6. Melakukan perhitungan dosis radiasi dan distribusinya pada radioterapi eksternal
dan brakhiterapi dengan Treatment Planning System (TPS).
7. Melakukan verifikasi data TPS dan data alat
8. Melakukan QA/QC pesawat LINAC, telegama (Co), peralatan brakhiterapi, pesawat
simulator dan TPS, serta alat ukur radiasi, baik untuk yang harian dan bulanan
serta tahunan
25
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains VIII, Fakultas Sains dan Matematika, UKSW
Salatiga, 15 Juni 2013, Vol 4, No.1, ISSN:2087‐0922
9. Melaksanakan pengukuran/kalibrasi keluaran sumber radiasi. Juga melakukan
pengukuran radiasi output terbuka/ wedge/ tray untuk seluruh lapangan sinar;
melakukan pengukuran PDD (Percentage depth dose),TMR (tissue maximum ratio),
TAR (tissue air ratio), BSF (Back Scatter Factor), BSC (back scater collimator), SCP
(scater collimator and phantom).
10. Melakukan penelitian terkait pengembangan radioterapi.
Tugas dan peran Fisikawan medik sudah dimulai sejak merancang ruang/bangunan,
penyusunan kebutuhan peralatan baik untuk keperluan pelayanan, peralatan
keselamatan dan perlatan untuk keperluan kontrol kualitas sehingga dapat dicapai mutu
pelayanan yang berkualitas baik. Dalam bidang Radiodiagnostik dan Kedokteran Nuklir
diharapkan peralatan yang digunakan dapat menghasilkan citra dan atau data yang baik
sehingga mendukung ketepatan diagnosa, serta terjaminnya keselamatan pekerja, pasien,
masyarakat dan lingkungan. Dalam bidang Radioterapi peran Fisikawan Medik selain hal‐
hal di atas masih ditambah dengan akurasi dosis dan ketepatan sasaran yang diberikan
pada pasien. Sehingga selain harus memahami Fisika Radiasi dan Dosimetri, bekal
pengetahuan Anatomi dan penguasaan teknologi peralatan yang digunakan mutlak
diperlukan.
Pendidikan Fisika Medik
Meningkatnya pemanfaatan radioisotop dalam bidang radioterapi dan kedokteran
nuklir serta perkembangan peralatan radiodiagnostik modern seperti CT scan dsb, telah
menyadarkan kebutuhan akan tenaga Fisikawan Medik yang sangat mendesak. Hal
tersebut telah mendorong dibukanya Pendidikan Fisika Medik pada tahun 1986 di
Universitas Diponegoro bekerjasama dengan Departemen Kesehatan.
Setelah alumni program pendidikan Fisika Medik angkatan pertama tersebut
dikembalikan ke Departemen Kesehatan untuk bertugas sebagai tenaga Fisikawan Medik
di Rumah Sakit pada berbagai propinsi di seluruh Indonesia, program pendidikan tersebut
sempat terhenti. Selanjutnya perkembangan teknologi peralatan kesehatan yang semakin
pesat, khususnya perkembangan peralatan yang menggunakan radiasi pengion, maka
26
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains VIII, Fakultas Sains dan Matematika, UKSW
Salatiga, 15 Juni 2013, Vol 4, No.1, ISSN:2087‐0922
pada tahun 1996 Universitas Diponegoro kembali bekerjasama dengan Departemen
Kesehatan membuka kembali pendidikan Sarjana Fisika dengan bidang minat Fisika
Medik. Program Pendidikan Sarjana Fisika dengan bidang minat Fisika Medik,
memberikan bekal kekhususan kepada peserta didik meliputi bidang Radiodiagnostik,
Kedokteran Nuklir dan Radioterapi.
Pada saat ini kebutuhan tenaga Fisikawan Medik dalam rangka pelayanan
kesehatan di Rumah Sakit sebagian besar diisi oleh Sarjana Fisika dengan pendidikan
tambahan, hal ini telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku[9]. Profesi Fisikawan Medik
pada dasarnya memerlukan bekal penguasaan Fisika dan Matematika yang memadai.
Sedang karena profesi Fisikawan Medik di rumah sakit berkaitan dengan pelayanan pasien
baik langsung maupun tidak langsung, maka diperlukan pengalaman klinis yang cukup.
Oleh sebab itu sebenarnya untuk dapat menjalankan profesi sebagai Fisikawan Medik di
rumah sakit diperlukan pula tambahan pendidikan profesi, melalui residensi atau clinical
training di rumah sakit.
Fisikawan Medik semestinya merupakan Fisikawan yang menguasai Fisika dan
Matematika dengan dengan baik serta memiliki ketrampilan profesional. Sehingga
pendidikan Fisika Medik sebaiknya diawali dengan jenjang pendidikan akademik dan
dilanjutkan dengan pendidikan profesional. Pada bidang radioterapi Fisikawan Medik juga
mempunyai tugas melakukan penelitian dan pengembangan, selain itu Fisikawan Medik
juga diharapkan mampu mengikuti perkembangan sains dan teknologi, tentu bukan hal
yang berlebihan bila diusulkan agar Fisikawan Medik berpendidikan strata dua. Sampai
dengan saat ini minimum telah dua perguruan tinggi yang membuka program S2 dengan
bidang minat Fisika Medik. Kendala umum yang dihadapi dalam menyelenggarakan
pendidikan Fisika medik adalah masih terbatasnya sumber daya manusia dengan keahlian
dan kualifikasi yang dibutuhkan serta peralatan. Organisasi profesi yang ada juga telah
menunjukkan perannya sangat penting dalam membina profesionalisme anggotanya.
Meningkatnya kebutuhan jumlah tenaga dan pentingnya peran Fisikawan Medik
dalam pelayanan kesehatan, telah mendorong berbagai perguruan tinggi untuk ikut serta
menyelenggarakan pendidikan Fisika Medik yang tergabung dalam Asosiasi Institusi
Pendidikan Fisika Medik Indonesia yang dimotori oleh Universitas Indonesia. Asosiasi
27
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains VIII, Fakultas Sains dan Matematika, UKSW
Salatiga, 15 Juni 2013, Vol 4, No.1, ISSN:2087‐0922
tersebut menjadi forum komunikasi dalam menyusun program pendidikan Fisika Medik
seperti kurikulum, perencanaan program residensi, perencanaan laboratorium Fisika
Medik Nasional. Melalui kegiatan tersebut diharapkan akan dihasilkan tenaga Fisikawan
Medik yang profesional dan berkualitas sesuai standar nasional maupun internasional.
Kesimpulan
Berdasarkan hal‐hal di atas tampak bahwa peran Fisikawan Medis dalam
pelayanan kesehatan khususnya radiodiagnostik, kedokteran nuklir dan radioterapi
sangat penting. Peran tersebut menyangkut keselamatan aplikasi radiasi pengion maupun
non pengion, jaminan kualitas unjuk kerja pesawat yang digunakan sehingga akan
diperoleh citra dan data yang baik sehingga mendukung ketepatan diagnostik, serta
akurasi dosis yang diberikan pada pasien dalam radioterapi. Agar dapat melaksanakan
tugas dan peran tersebut diperlukan Fisikawan Medik yang memiliki pengetahuan
akademik yang baik dengan kemampuan profesional yang memadai. Sumber daya
manusia dengan kualifikasi tersebut dapat dihasilkan melalui sistem pendidikan akademik
kemudian dilanjutkan dengan pendidikan profesional.
Daftar Pustaka
1. Bushberg J T, Siebert J A, Leidholdt E M and J M Boone; “The Essential Physics
of Medical Imaging”, Lippincott Williams & Wilkins 2002.
2. Papp J; “Quality managemant in the Imaging Sciences”, Mosby Inc 2002.
3. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1250/ MENKES/SK/XII/2009, tentang
Pedoman Kendali Mutu (Quality Control) Peralatan Radiodiagnostik.
4. Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 2008 tentang Perizinan Pemanfaatan
Sumber Radiasi Pengion dan Bahan Nuklir.
5. Keputusan Menteri Kesehatan RI N0; 048/ Menkes/SK/I/2007, tentang
Penetapan Tenaga Fisika Medik sebagai Tenaga Kesehatan.
6. Peraturan Menteri Kesehatan RI No: 262/Menkes/Per/IV/2009, tentang
Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Fisikawan Medis dan Angka Kreditnya.
7. AAPM Report No.42, The Role of the clinical medical physicist in diagnostic
radiology, Woodbury, 1994.
8. AAPM Report No.38, The Role of the physicist in radiation oncology, American
Institute of Physics, New York 1993.
9. Peraturan Menteri PAN Nomor : PER/12/M.PAN/5/2008, tentang Jabatan
Fungsional Fisikawan Medis dan Angka Kreditnya.
28
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains VIII, Fakultas Sains dan Matematika, UKSW
Salatiga, 15 Juni 2013, Vol 4, No.1, ISSN:2087‐0922
Nara Sumber : Prof. Wahyu
Institusi
: UNDIP
NAMA
No.
INSTANSI
PERTANYAAN
JAWABAN
STIKES
BUKU KESEHATAN
Di bandung ada bisa
DARMA
MASIH KURANG,
mengkontak RS Hasan
HUSADA
MOHON INFORMASI
Sadikin
PENANYA
1
Ibu Ninan
Buku2 pegangan yang bisa
dipakai selain dr Gabriel....
2
Pak
ITB
Muhammad
Martoprawiro
Ada tidak langkah strategis
dari asosiasi untuk
mengatasi masalah.
Asosiasi fis medik akan di
infokan ke asosiasi sains.
Langkah strategis:
Ada assosiasi sains,
sehingga asosisi fis medik
bisa diinfokan ke asosiasi
sains
a.Menyusun kurikulum
bersama ( 21 SKS)
2. 5 th ke depan
menggunakan standart
nasional. ( untuk jadi fis med
yg akan bekerja ke rs harus
profesi)
3. 6 th ke depan fis med
harus S2
Asosiasi harus
memperjuangkan ke depkes
untuk fismed harus S2 ( 6 Th
ke depan), sehingga 10 th ke
depan kita sudah memenuhi
standart internasional
3
Pak Adi
Sanata
Darma
Di UGM akan dibangun RS
Akademik UGM,
bagaimana kualitasnya
apakah untuk pendidikan (
coba-coba mahasiswa)
29
Untuk RS Sardjito juga
berasal dari Rs Pendidikan
UGM. Untuk menangani
pasien tetap dengan standart
RS. Penanganan pasien tetap
Dr spesialis