ART Tony Tampake gerakan Gereja Metro fulltext

Gerakan Gereja Metro di Amarasi Kupang NTT

Tony Tampake

Abstract
Since decades ago numbers of new religious movements or new Christian
denominations have increasingly emerged in Indonesia. The emergence of them has
resulted in tension with some mainstream religious communities. They are seen as
religious setcs and social deviation. Therefore sometimes they are in jeopardy. Government
and society can not accept them as recognized religions. In East Nusa Tenggara Province
there have been more than forty Christian denominations living together. One of these is
Metro Seventh-Day Adventis Church. The denomination has emerged since 2006 affected
by the problem of leadership and management among the Seventh-Day Adventis Church
leaders in Kupang. This problem resulted in a conflict between church leaders in Kupang
and ordinary peoples in Amarasi. The conflict provocated some Seventh-Day Adventis
congregations in Amarasi to declared a new religious institution, called Metro SeventhDay Adventis Church (Gereja Adven Hah ketujuh Metro) This article shows that the
emergence of Metro Seventh-Day Adventis Church is a kind of sociological phenomena. In
the name of their identity, numbers of ordinary people who are living in rural area have
resisted domination of the church leaders in Kupang. Therefore, Metro Seventh-Day
Adventis Church is not a sect in terms of theological notion but a social movement by a
religious democratic society.

Keywords: Religious Movement, Denomination.

Pengantar
Indonesia adalah masyarakat yang bhineka tunggal ika. Kenyataan sosial ini
dikondisikan oleh ragam budaya, adat istiadat, bahasa, dan agama yang dimilikinya.
Indonesia adalah juga sebuah kesatuan politik di dalam Negara Republik Indonesia
(NKRI). Oleh karena itu maka realitas kebhinekatunggalikaan harus dipahami secara
dialektis, yaitu sebagai masyarakat multikulural dan satu kesatuan ideologis.
Dari segi sosial keagamaan, realitas tersebut di atas harus dirawat secara arif
dan bijaksana. Kebebasan beragama bagi setiap harus dibarengi dengan sikap rukun
dan saling menghormati satu sama lain. Apabila hal tersebut dapat diwujudkan maka
masyarakat akan terintegrasi kuat dan memiliki modal sosial untuk pembangunan
kesejahteraan.

y^askita, Jurnal Studi Agama dan Masyarakat

Fenomena kebangkitan ragam gerakan keagamaan baru yang memisahkan diri
dari agama arus utama telah menjadi tantangan tersendiri terhadap kondisi ideal
tersebut di atas. Agama-agama arus utama memandang gerakan-gerakan keagamaan
baru sebagai ancaman terhadap keberadaan mereka, baik secara institusional maupun

doktrinal. Pada umunya agama-agama arus utama mengambil sikap intoleran terhadap
kelompok-kelompok yang disebut sempalan agama. Sementara kelompok-kelompok
sempalan justru semakin militan dalam gerakannya. Keadaan ini memicu konflik dalam
masyarakat dan mengakibatkan proses disintegrasi.
Di Propinsi Nusa Tenggara Timur, menurut data pada Kantor Wilayah
Kementerian Agama, terdapat empat puluh lima aliran agama Kristen. Dari jumlah itu,
dua puluh tiga di antaranya muncul pada dekade terakhir ini dan sedang menunggu
untuk didaftar secara resmi oleh pemerintah. Mereka adalah Gereja Kemenangan Iman
Indonesia, Saksi Yehova, Gereja Kristen Rasuli, Gereja Isa Almasih, Gereja Bethani,
Gereja Advent Metro Indonesia, Gereja Lutheran, Gereja Kristen Rahmani Indonesia,
Gereja Kristen Setia Indonesia, Gereja Ketulusan Hati, Gereja Kristen Sabu Oesao, Gereja
Huria Kristen Batak, Gereja Kristen Protestan Kehidupan Rohani, Gereja Kristen
Bersinar, Gereja Kristen Orthodox, Gereja Kristen Nusantara, Gereja Pekabaran Injil
Jalan Suci, Gereja Kristen Kemah Daud, Gereja Reformasi Tarus, Gereja Persekutuan
Kristen Alkitab Indonesia, Gereja Kristus Yesus, Gereja Anugerah Bethesda, dan Gereja
Injil Seutuh Internasional.
Kehadiran

aliran-aliran


tersebut

dapat

dilihat

sebagai

indikator

proses

demokrasi di Indonesia pada umumnya dan di wilayah Nusa Tenggara Timur pada
khususnya. Masyarakat semakin mendapat ruang dan waktu untuk mengekspresikan
rasa dan karsa keagamaannya. Namun di pihak lain, kemunculan berbagai aliran ini
ternyata menimbulkan keresahan di dalam masyarakat. Keresahan ini tidak saja
berhubungan dengan klaim-klaim eksklusif, tetapi juga dengan cara-cara penyebaran
ajaran, cara-cara mendapatkan anggota baru, dan isu perpindahan umat dari satu aliran
ke aliran lain. Akibatnya harmoni sosial terganggu dan daya rekat sosial melemah.
Pemerintah dan lembaga-lembaga masyarakat telah berupaya untuk meredam

prasangka dan konflik yang disebabkan oleh kemunculan ragam gerakan keagamaan
baru. Salah satu upaya yang dilakukan adalah menyediakan informasi yang objektif dan

66

Tony Tampake, "Gerakan Gereja Metro..."

imparsial tentang keberadaan mereka. Tulisan yang bersumber dari basil penelitian
yang dilakukan pada tahun 2011-2012 terhadap gerakan Gereja Adven Hari Ketujuh
Metro yang ada di Amarasi Kabupaten Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur ini
kiranya dapat menjadi satu sumber informasi yang dimaksudkan.

Sejarah Berdirinya Gereja Metro di Amarasi NTT
Keberadaan Gereja Adven Hari Ketujuh Metro di Amarasi Kupang NTT tidak
dapat dilepaskan dari sejarah munculnya aliran Adventis di Amerika pada pertengahan
abad ke-19 dan masuknya Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh di Indonesia pada awal
abad ke-20. Sejarah gereja-gereja adven berawal dari peran William Muller (lahir 1782]
yang memperdalam pengetahuannya tentang isi Alkitab secara otodidak karena tidak
puas dengan rasionalisme di zamannya. la kemudian tertarik dengan kisah-kisah
nubuatan di dalam Alkitab dan membuat kesimpulan bahwa hari kiamat akan segera

tiba.1
Verkuyl mengatakan bahwa gempa bumi hebat yang melanda Portugal dan
berbagai bencana alam lain yang terjadi pada masa itu membuat orang-orang tertarik
dengan pandangan-pandangan Muller yang disebarkan melalui lembaran-lembaran
tulisan. Banyak orang yang terpengaruh dan menjadi pengikut ajaran Muller. Hal ini
menimbulkan konflik antara Muler dan pengikutnya dengan gereja-gereja resmi di
Amerika. Beberapa tahun kemudian pengaruh ajaran Muller merosot karena tahun yang
ditentukan olehnya sebagai akhir zaman, yaitu 1843, tidak terjadi apa-apa, padahal
beribu-ribu orang yang percaya dengan ajarannya telah meninggalkan pekerjaan,
rumah, keluarga, dan semua harta benda untuk menyambut kedatangan hari kiamat.
Mereka merasa tertipu oleh fantasi Muller dan berbalik menyerangnya.2
Setelah pengikut ajaran Muller merosot, munculah sepasang suami istri yang
bernama James dan Ellen Gould White Harmon. Mereka membangkitkan kembali
keyakinan bahwa hari kiamat sudah dekat dan dapat diperkirakan saatnya dengan
melakukan perhitungan yang cermat berdasarkan nubuat-nubuat di dalam Alkitab.
Gerakan yang dipimpin oleh suami istri White mendapat sambutan sebagian kecil
masyarakat Amerika, terutama mereka yang mengalami berbagai tekanan hidup di

1
2


J. Verkyul, Geredja dan Bidat (Djakarta: Badan Penerbit Kristen, 1962], 83.
Verkuyl, Geredja dan Bidat, 84.

67

as kit a, Jurnal Studi Agama dan Masyarakat

dalam masyarakat. Suami istri White menambahkan satu ajaran lain di samping ajaran
tentang hari kiamat, yaitu ajaran tentang hari Sabat sebagai hari penyembahan.
Menurut mereka,

hari yang benar untuk beribadah kepada Tuhan bukanlah hari

Minggu, tetapi hari Sabtu, sesuai dengan ajaran Alkitab tentang Sabat. Ajaran tentang
Sabat ini kian lama menjadi sentral di dalam gereja advent dan menjadi doktrin pokok
mereka.3
Emil H. Tambunan mencatat bahwa Gereja Advent masuk ke Indonesia padn
tanggal 31 desember 1899 melalui kedatangan keluarga Ralph Waldo Munson di
Padang pada akhir tahun itu. Mereka menumpang kapal Prince Hendriks yang berlayar

dari New York (USA)

sejak tanggal

11 November 1899 dan tiba di di Pelabuhan

Emmahaven (Teluk Bayur sekarang) pada tanggal 31 Desember tahun yang sama.
Mereka diutus oleh Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh di Michigan USA untuk menginjil
di antara orang-orang tionghoa di Hindia Belanda saat itu. Di Padang mereka memiliki
seorang rekan kerja yang bernama Tay Hong Siang, seorang Pendeta gereja Methodis
dari Singapura tetapi aslinya berasal dari Bukit Tinggi.

Di Padang mereka membeli

sebidang tanah yang di atasnya berdiri dua rumah tua dan satu bangunan sekolah
dengan uang yang telah dikumpulkan oleh anggota gereja Advent di Michigan USA.
Mereka tinggal di rumah itu dan membuka sekolah Bahasa Inggris untuk anak-anak
keturunan tionghoa di Padang dan membuka kursus Bahasa Inggris bagi orang-orang
Belanda di sana. Sekolah ini menjadi media bagi mereka untuk menyampaikan ajaranajaran gereja advent. Beberapa tahun kemudian gerakan ini meluas ke Sumatra Utara,
khususnya di daerah Tapanuli.4

Menurut informasi dari Bapak Semuel Tinenti, Sekretaris Desa Ponain dan tokoh
masyarakat setempat, gereja advent masuk ke Amarasi pada tahun 1967 melalui
kegiatan kebaktian-kebaktian kebangunan rohani (KKR) dan seminar-seminar iman
yang disponsori oleh Penginjil-Penginjil Gereja Advent dari luar NTT. Mereka masuk ke
Amarasi karena telah ada seorang tokoh masyarakat setempat yang masuk ke gereja
advent, yaitu Bapak Yulius Taebenu. Pengaruh tokoh tersebut terhadap keluarga dan
masyarakat di Amarasi menjadi salah satu faktor penentu berkembangnya aliran Gereja
Advent di sana.

3

Verkuyl, Geredja dan Bidat, 87.
Emil H. Tambunan, Gereja Masehi Advert Hari Ketujuh di Indonesia: Sejarah Perintisan (Jakarta:
Gereja Masehi Adven Hari Ketujuh Indonesia, 1999}, 2.
4

68

Tony Tampake, "Gerakan Gereja Metro..."


Orang-orang yang menjadi anggota jemaat GMAHK di Amarasi pada mulanya
adalah anggota jemaat Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT). Menurut Bapak Semuel,
Sekretaris Desa Ponain, arus perpindahan tersebut tidak menjadi masalah dan tidak
menimbulkan konflik dalam masyarakat pada waktu itu karena adanya kesadaran
masyarakat bahwa urusan kepercayaan dan keagamaan bersifat pribadi dan tidak dapat
dipaksakan. Selain itu kuatnya rasa kekeluargaan di antara warga masyarakat membuat
perpindahan keanggotaan gereja tidak menimbulkan perpecahan dan perselisihan di
dalam masyarakat.
Dari jemaat-jemaat GMAHK di Amarasi itu kemudian berdirilah Gereja Masehi
Advent Hari ketujuh Metro NTT melalui Deklarasi Ponain tanggal 8 Mei 2006. Pada hari
itu ada sembilan jemaat menyatakan diri berpisah atau keluar dari aliran/denominasi
Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh Daerah NTT dan mendirikan Gereja Masehi Advent
Hari Ketujuh Metro (GMAHK Metro) NTT, dengan pusatnya di desa Ponain Kec. Amarasi
Kab. Kupang. Kesembilan jemaat itu adalah jemaat Oeneke, jemaat Naikom, jemaat
Nekmese, Jemaat Foasa, Jemaat Sonraen, Jemaat Panite, Jemaat Oehani, Jemaat Bitan,
dan Jemaat Maimol.
Di dalam dokumen Deklarasi Ponain tertulis lima butir pemikiran yang menjadi
dasar mereka untuk menyatakan diri keluar atau berpisah dari GMAHK Daerah NTT
dan mendirikan GMAHK Metro NTT, yaitu:
a. Kebebasan beragama merupakan hak asasi setiap umat.

b. Pembentukan Gereja Advent Metro adalah sesuai dengan Peraturan Jemaat Gereja
Masehi Advent Hari Ketujuh se-dunia.
c.

Segala bentuk pemaksaan dan tindakan otoriter dalam kepemimpinan gereja adalah
tidak sesuai dengan kehendakTuhan.

d. Persatuan dan kesatuan umat dalam kasih Kristus

adalah merupakan kekuatan

gereja.
e. Penyelesaian masalah administrasi dengan GMAHK Daerah NTT akan dilakukan
secara rohani.
Berdasarkan pokok-pokok pikiran itu maka kesembilan jemaat tersebut menyatakan:
Senin tanggal 08 mei 2006, atas rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa,
Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh Metro Indonesia Nusa Tenggara
Timur yang selanjutnya disingkat GMAHK-Metro NTT, kami deklarasikan
resmi berdiri sebagai gereja yang terbuka bagi setiap umat yang ingin


69

"Waskita, )urnal Studi Agama dan Masyarakat

bergabung da\am barisan menuju ke Sorga, tanpa memandang suku,
kaum dan bahasa.
Sembilan orang yang menandatangani Deklarasi Ponain itu adalah Jefry Tokae
dari Jemaat Oeneke, R. Ch. Ataupah dari Jemaat Naikom, Abed Tneh dari Jemaat
Nekmese, Yohanes Kapitan dari Jemaat Foasa, Okto Nenoharan dari Jemaat Sonraen,
btraim Ayub ban Jemaat Pamte, ^aema "UaYvak dan jemaat Oebaal,

Bauamtuau dari

Jemaat Bitan, dan J. Laalobang dari Jemaat Maimol. Deklarasi ini disaksikan oleh Pdr
Tommy Langitan, Ketua Umum GMAHK-M1 Jakarta dan Drs. Melkianus Adoe, Ketua
DPRD Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Berdasarkan

wawancara dengan Bpk. Anton Runesi, Ketua Jemaat GMAHK

Metro NTT di Sonraen diperoleh informasi bahwa alasan-alasan kesembilan jemaat
tersebut untuk memisahkan diri dan membentuk GMAHK Metro NTT adalah:
a. Adanya kebijakan pemutasian dan penempatan pendeta di Sonraen oleh Pimpinan
GMAHK Daerah NTT yang tidak sesuai dengan aspirasi jemaat dan tidak melibatkan
jemaat.
b. Adanya proses pemilihan Pimpinan GMAHK NTT yang tidak transparan dan tidak
melibatkan jemaat-jemaat di luar kota Kupang.
Adanya tindakan penolakan terhadap para wakil atau utusan jemaat dari luar
kota Kupang dalam pertemuan GMAHK Daerah NTT di Kupang yang dilakukan oleh
pimpinan daerah GMAHK NTT.
Hal-hal tersebut di atas menimbulkan kekecewaan di kalangan jemaat dan
tokoh-tokoh jemaat GMAHK yang ada di Amarasi. Keadaan tersebut menimbulkan
keretakan dan ketegangan hubungan antara jemaat-jemaat GMAHK di Kecamatan
Amarasi dengan para pimpinan GMAHK yang ada di Kupang. Ketegangan ini terus
meningkat dan menimbulkan putusnya komunikasi dan dialog untuk menyelesaikan
masalah dan perbedaan di antara mereka. Pada akhirnya, jemaat-jemaat GMAHK yang
ada di kecamatan Amarasi Kab. Kupang mengambil keputusan untuk keluar dari
GMAHK dan mendirikan sebuah perkumpulan jemaat gereja Advent hari ketujuh yang
baru yang disebut GMAHK Metro NTT. Peristiwa inilah yang dideklarasikan pada
tanggal 8 Mei 2006 di Desa Ponain Kecamatan Amarasi.

70

Tony Tampake, "Gerakan Gereja Metro..."

Di pihak lain, menurut informasi dari Pimpinan GMAHK di Kupang bahwa pada
waktu itu, tokoh-tokoh jemaat GMAHK di Amarasi tidak mau bekerja sama dan
menerima kebijakan pimpinan gereja dan hanya memaksakan kehendak mereka sendiri
dan sudah terpengaruh oleh pimpinan GMAHK Metro Indonesia di Jakarta. Sedangkan
pimpinan gereja di Kupang memikirkan kepentingan gereja yang lebih luas sehingga
kebijakan mutasi dan penempatan pendeta serta seleksi calon pemimpin harus
dilaksanakan menurut mekanisme yang mereka telah tentukan.
Dari informasi-informasi tersebut dapat dikatakan bahwa latar belakang
berdirinya GMAHK Metro NTT bukan karena hal-hal yang menyangkut pokok-pokok
ajaran atau doktrinal, melainkan karena faktor yang bersifat organisasi internal dan
kepemimpinan. Hal ini diakui oleh tokoh-tokoh jemaat GMAHK Metro NTT maupun
oleh para pimpinan GMAHK di kota Kupang. Sekretaris Pimpinan Wilayah GMAHK di
Kota Kupang mengatakan bahwa pokok perselisihan bukanlah masalah ajaran akan
tetapi masalah pemahaman berorganisasi. Itulah sebabnya walaupun GMAHK Metro
NTT telah memisahkan diri dari GMAHK Daerah Kupang, tetapi pokok-pokok ajaran
imannya tetap sama.
Menurut Pdt. Absalom Runesi, dalam perkembangan selanjutnya terjadi
perbedaan pendapat di antara jemaat-jemaat GMAHK Metro NTT di Amarasi. Perbedaan
pendapat itu menyangkut keinginan untuk kembali bersatu dengan GMAHK sebagai
panggilan untuk menjaga persekutuan dan persatuan gereja-gereja Advent sedunia. Di
samping itu, ada beberapa jemaat GMAHK MI di Amarasi yang merasa sulit untuk
membangun rumah ibadahnya karena belum adanya pendaftaran secara resmi tentang
status keberadaan mereka sebagai salah satu aliran/denominasi di NTT. Itulah
sebabnya empat jemaat GMAHK Metro yang dulunya ikut menandatangani Deklarasi
Ponain menyatakan diri kembali bergabung dengan GMAHK Daerah NTT. Sampai
dengan tahun 2011 GMAHK Metro NTT di Amarasi tinggal menjadi tiga jemaat, yaitu
Jemaat Naikom, Jemaat Kuan Kavi, dan Jemaat Sonraen.

Keanggotaan Gereja dan Struktur Organisasi
Secara resmi aliran atau denominasi ini menyebut diri mereka sebagai Gereja
Masehi Advent Hari Ketujuh Metro NTT. Mereka bernaung di bawah badan hukum

71

"Wasftita, Jurnal Studi Agama dan Masyarakat

Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh Metro Indonesia di Jakarta. Keabsahan dan legalitas
aliran atau denominasi ini telah diakui oleh pemerintah sebagai sebuah organisasi
keagamaan melalui SK Menteri Hukum dan Ham RI Direktorat Jendral Administrasi
Hukum Umum No. C-53.HT. 01.03.TH.2006, tanggal 20 Oktober 2006 yang menetapkan
memberikan pengesahan akta pendirian Perkumpulan Gereja Masehi Advent Hari
Ketujuh Metro Indonesia. Pengesahan ini didasarkan pada akta notaris 20 Juni 2006
tentang

Badan Hukum GMAHK Metro Indonesia. Dengan demikian sebagai sehunh

organisasi keagamaan dan kemasyarakatan, GMAHK Metro, baik yang di Jakarta
maupun di NTT telah diakui oleh Pemerintah.
Menurut Pdt. Absalom Runesi, S.Th yang melayani jemaat-jemaat GMAHK Metro
NTT di Ponain, masyarakat di sekitar telah menerima kehadiran mereka dan tidak
berkeberatan apabila rumah ibadah didirikan di sana. Sementara menurut Kepala Desa
Ponain, masyarakat Ponain dapat menerima kehadiran Gereja Metro berdasarkan
prinsip kebebasan beragama dan toleransi serta kerukunan. Keadaan ini memberi
peluang bagi jemaat-jemaat GMAHK Metro NTT di Amarasi untuk melakukan
konsolidasi dan penataan kelembagaan. Menurut data di jemaat-jemaat GMAHK Metro
di Amarasi, jumlah kepala keluarga mereka adalah enam puluh empat, dengan anggota
baptis sebanyak seratus tujuh puluh orang.
Menurut Struktur Organisasinya, GMAHK Metro NTT berada di bawah struktur
Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh Sedunia

yang disebut General Conference yang

berpusat di Amerika serikat. Di bawah General Conference terdapat divisi-divisi dan
unit-unit. Divisi adalah aras yang meliputi beberapa negara di suatu kawasan,
sedangkan uni adalah aras di masing-masing negara. Dengan demikian Gereja Masehi
Advent Hari Ketujuh di Indonesia masuk dalan suatu uni. Aras uni dibagi lagi ke dalam
pengurus-pengurus daerah menurut wilayah provinsinya.
Pada

aras

jemaat,

sruktur

organisasi

GMAHK

Metro

terdiri

pimpinan/majelis jemaat yang terdiri dari ketua, sekretaris, dan bendahara.

dari

Majelis

jemaat ini membawahi beberapa departemen dan komisi pelayanan. Di setiap
departemen dan komisi ada pengurus atau kordinator yang bertanggung jawab dalam
melaksanakan program-program pelayanan kepada umat.

72

Tony Tampake, "Gerakan Gereja Metro..."

Azas, Pengakuan, Visi-Misi, dan Pokok-Pokok Ajaran
Anggaran Dasar GMAHK Metro Pasal 11 tentang Pengakuan Iman menyatakan
dengan tegas bahwa mereka mengakui Yesus Kristus (Isa Almasih) adalah Tuhan dan
Juruselamat manusia. Di dalam Anggaran Dasar GMAHK Metro pasal 12 tentang asas
dan dasar ditegaskan bahwa aliran/denominasi ini berasaskan Alkitab (Firman Tuhan),
Pancasila, dan Undang-undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia 1945.
Sementara dalam pasal 4 ditegaskan bahwa visi aliran/denominasi ini adalah
terwujudnya satu umat yang diselamatkan dan akan masuk ke surga bila Yesus Kristus
(Isa Almasih) datang pada kali yang kedua. Pada pasal 5 ditegaskan bahwa misinya
adalah melaksanakan amanat Yesus Kristus sesuai dengan yang tertulis dalam Matius
28,19-20.5
Selain kepercayaan dasar tersebut, menurut Pdt. Absalom Runesi yang melayani
jemaat GMAHK Metro di Ponain bahwa GMAHK Metro tidak merayakan hari-hari besar
Kristen seperti yang dilakukan oleh denominasi lain. GMAHK Metro tidak merayakan
Natal pada setiap tanggal 25 Desember karena menurut mereka tanggal tersebut
bukanlah hari kelahiran Yesus.

GMAHK Metro tidak melakukan peribadatan secara

berjemaat pada setiap hari Minggu, karena bagi mereka hari penyembahan yang
diamanatkan oleh Alkitab bukanlah hari Minggu melainkan hari Sabat, dalam hal ini
adalah hari Sabtu. Kepercayaan ini didasarkan pada petunjuk Alkitab bahwa enam hari
lamanya Tuhan bekerja menciptakan langit dan bumi serta segala isinya. Pada hari yang
ketujuh Tuhan berhenti bekerja dan menetapkan hari itu sebagai hari perhentian atau
Sabat agar umat dapat beristirahat dan menyembah Dia.

Kegiatan-kegiatan Ritual
Hal

yang

dimaksudkan

dengan

ritual

di

sini

adalah

kegiatan-kegiatan

peribadatan atau penyembahan yang dilakukan oleh umat secara berjemaat, baik di
gedung ibadah mereka maupun di rumah-rumah umat yang dilaksanakan secara
bergiliran. Secara rutin kegiatan keagamaan/ritual itu terdiri dari:

5

Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa muridKu dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan
Anak dan Rob Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu.
Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman

73

'Waskita, Jurnal Studi Agama dan Masyarakat

a.

Kebaktian/ibadah Buka Sabat yang dilaksanakan setiap Jumat petang di rumah
ibadah dan dihadiri oleh seluruh umat serta dipimpin oleh pendeta jemaat atau
majelis jemaat.

b. Sekolah Sabat yang dilaksanakan setiap hari Sabtu pagi mulai jam 9 di rumah ibadah
dan

dihadiri

oleh

seluruh umat.

Kegiatan

ini

menjadi

kesempatan

untuk

menyampaikan dan menjelaskan pokok-pokok kepercayaan dasar kepada seluruh
umat.
c.

Pelayanan Perorangan yang dilaksanakan setiap hari Sabtu siang setelah Sekolah
Sabat di rumah ibadah usai.

d. Khotbah Sabat yang dilaksanakan setiap hari Sabtu siang di rumah ibadah setelah
acara pelayanan perorangan. Khotbah Sabat ini diisi dengan doa, nyanyian,
pembacaan

firman

Tuhan

dari

Alkitab

dan

uraiannya

oleh

pendeta

atau

pengkhotbah.
e.

Kebaktian Rumah Tangga yang dilaksanakan setiap hari Minggu malam di rumahrumah anggota/umat secara bergilir. Kebaktian ini dipimpin oleh pendeta atau
majelis jemaat.

f.

Kebaktian Tengah Pekan yang dilaksanakan setiap hari Rabu malam di rumah
ibadah dan yang dipimpin oleh pendeta atau majelis jemaat.

Selain kegiatan ritual yang bersifat rutin mingguan, terdapat juga kegiatan ritual yang
bersifat rutin berkala, yaitu:
a.

Kebaktian Perjamuan Suci yang dilaksanakan tiga bulan sekali di rumah ibadat.
Perjamuan Suci ini dilakukan untuk merayakan hari kematian dan kebangkitan
Yesus Kristus sebagai hari pengorbanan dan penyelamatan Tuhan bagi umatNya. Di
dalam Perjamuan Suci ini umat menerima dan makan roti roti tidak beragi serta
minum anggur sebagai simbol penerimaan karunia pengampunan dosa dan
keselamatan yang telah dilakukan oleh Yesus Kristus lewat kematian dan
kebangkitanNya. Perjamuan Suci hanya boleh dipimpin oleh pendeta dan hanya
boleh diikuti oleh umat yang telah dibaptis.

b. Kebaktian Tahun Baru yang dilaksanakan setiap awal tahun (1 Januari) di rumah
ibadah dan yang dihadiri oleh semua anggota/umat dengan dipimpin oleh pendeta.
c.

Kebaktian nikah yang dilaksanakan di rumah ibadah sesuai dengan permintaan
anggota/umat. Kebaktian nikah ini dipimpin oleh pendeta.

74

Tony Tampake, "Gerakan Gereja Metro..."

d. Kebaktian ucapan syukur keluarga yang berhubungan dengan peristiwa khusus
seperti hari ulang tahun dan yang dilaksanakan di rumah-rumah anggota/umat.
Ibadah ini dipimpin oleh pendeta atau majelis jemaat.

Pelayanan dan Keterlibatan Sosial
Menurut pengamatan dan basil wawancara dengan pendeta jemaat dan majelis
jemaat

GMAHK

Metro

di

Amarasi

bahwa

pelayanan

dan

keterlibatan

sosial

kemasyarakatan sudah menjadi salah satu misi mereka. Namun karena situasi dan
kondisi jemaat yang masih baru berdiri maka pelayanan dan keterlibatan sosial
kemasyarakat tersebut

belum dapat diprogramkan secara resmi. Mereka masih

mengutamakan konsolidasi internal, penataan kelembagaan dan pelayanan, serta
penyediaan

fasilitas

peribadatan,

mengingat fasilitas

yang ada masih bersifat

sementara.
Pada tingkat individu, GMAHK Metro mendorong umatnya untuk melaksanakan
tugas-tugas profesi di dalam masyarakat dengan sebaik-baiknya sebagai refleksi iman
mereka. GMAHK Metro mendukung program-program pemerintah daerah dalam
meningkatkan

kesejahteraan

masyarakat

melalui

program-program

pertanian,

peternakan, dan pendidikan.
Secara kelembagaan mereka belum memiliki program-program mandiri di
bidang hubungan dan kerja sama antar umat beragama atau antar aliran kekristenan
karena masih memprioritaskan program konsolidasi internal, pelembagaan kegiatan
pelayanan ritual, dan penyediaan fasilitas peribadatan. Akan tetapi, GMAHK terus
mendorong umatnya untuk membina dan mengembangkan sikap toleransi dan
kerukunan serta kerja sama dengan umat beragama lain di lingkungannya. Hal ini nyata
melalui keterlibatan dan partisipasi aktif umat GMAHK Metro NTT pada acara-acara
kemasyarakatan yang bersifat nasional maupun lokal.
Menurut camat Kecamatan Amarasi Selatan, pada awal berdirinya GMAHK Metro
di Sonraen, masyarakat diresahkan dan sempat timbul konflik di dalam masyarakat.
Tetapi dewasa ini keresahan dan konflik tersebut sudah dapat teratasi melalui dialog
antar pemimpin umat dan pemerintah setempat. Hal yang masih diharapkan sekali

75

'Wasfiita, Jurnal Studi Agama dan Masyarakat

adalah terbinanya kembali hubungan saling mengakui dan menerima antara GMAHK
Daerah NTT dengan GMAHK Metro NTT.

Analisis Sosial dan Teologis
Fakta menunjukan bahwa faktor utama yang menyebabkan berdirinya GMAHK
Metro NTT adalah ketidaksepahaman pihak jemaat-jemaat lokal di Amarasi dengan
pimpinan daerah di Kupang

dalam hal kebijakan di bidang kepemimpinan dan

penempatan pendeta di aras jemaat. Berdasarkan otoritas dan pertimbangannya
sendiri, pimpinan GMAHK Daerah NTT di Kupang mengeluarkan Surat Keputusan
Pemutasian/Penempatan Pendeta di Jemaat Sonraen. Kebijakan pimpinan daerah ini
ternyata tidak sesuai dengan situasi dan kondisi permasalahan yang aktual di aras
jemaat lokal. Bagi jemaat, kebijakan dan keputusan pemutasian tersebut mengganggu
proses pembangunan gedung gereja yang memang cukup sulit diupayakan. Ini adala'
momentum pertama retaknya hubungan antara jemaat-jemaat lokal di Amarasi dengan
pimpinan daerah GMAHK daerah NTT di Kupang.
Keretakan hubungan tersebut menjadi lebih buruk pada saat dilaksanakannya
proses pemilihan pimpinan daerah GMAHK NTT. Menurut pimpinan daerah di Kota
Kupang, mekanisme penjaringan calon pimpinan daerah tidak melibatkan jemaatjemaat lokal. Sementara menurut pimpinan jemaat-jemaat lokal, mereka telah
disepelekan dan tidak dilibatkan dalam proses pemilihan tersebut. Pemahaman yang
berbeda tentang mekanisme pemilihan pimpinan ini menjadi pemicu perpecahan.
Secara antropologis ini merupakan perbedaan pemahaman dan perpecahan
antara mereka yang hidup di Pedesaan Amarasi yang memiliki kondisi kultural, sosial,
ekonomi, politik, dan tingkat pendidikan yang sederhana dibanding dengan mereka
yang tinggal di Kupang yang memiliki situasi masyarakat perkotaan. Di dalam konteks
empirik NTT kita dapat melihat kontrasnya situasi sosial, ekonomi, dan pendidikan
antara masyarakat pedesaan di Amarasi (rural) dengan masyarakat perkotaan di
Kupang (urban). Kondisi umum wilayah dan penduduk NTT menunjukan antara lain
bahwa mayoritas utama penduduk di Amarasi dan Amarasi Selatan, khususnya desa
Ponain dan Kelurahan Sonraen adalah penganut agama Kristen. Selain identitas
keagamaan itu, secara kultural mereka juga adalah penduduk ash tanah Timor yang

76

Tony Tampake, "Gerakan Gereja Metro..."

mewarisi hak-hak adat terhadap pengambilan kebijakan publik dan penguasaan
sumber-sumber daya di dalam masyarakat. Namun demikian karena kondisi wilayah
dan iklim yang relatif kering maka pada saat-saat tertentu mereka mengalami
kerawanan di bidang ekonomi, Selain itu, perkembangan infra struktur transportasi dan
ekonomi membuat mereka harus bersaing dengan kekuatan-kekuatan sosial, budaya,
ekonomi, dan politik yang datang dari luar. Kondisi ini membuat masyarakat lebih
waspada dan kritis terhadap kekuatan-kekuatan sosial politik dari luar yang mau
mengendalikan dan menguasai mereka.
Perspektif ini dapat menjelaskan mengapa terjadi pemisahan dan pendirian
sebuah aliran/denominasi baru, yaitu GMAHK Metro di Amarasi. Pemisahan dan
pendirian itu adalah sebuah tindakan resistensi kelompok-kelompok mayoritas
termarginal di Amarasi terhadap dominasi kelompok minoritas dan simbol-simbol
kekuasan global yang otoritatif dan represif. Manuel Castells menyebut tindakan seperti
ini sebagai bagian dari upaya kelompok-kelompok sosial keagamaan yang termarginal
untuk mengkonstruksi identitas mereka di tengah masyarakat yang semakin kompleks
dan global. Tindakan itu disebutnya resistance identity yang lahir dari aktor-aktor sosial
yang hidup di dalam kondisi dan posisi terdevaluasi atau terstigmatisasi oleh logika
dominasi yang dimiliki
[legitimizing

identity].

oleh
Bagi

lembaga keagamaan yang mapan
Castelss

fenomena

munculnya

di

masyarakat

aliran/denominasi

keagamaan baru di masyarakat adalah bagian dari dinamika dan mekanisme sosial
masyarakat modern.6
Secara politis, gelombang demokrasi, reformasi politik, dan partisipasi publik
yang semakin terasa di negeri ini bergulung hingga di Amarasi dan membangkitkan
kesadaran serta kepercayaan diri kelompok-kelompok lokal dan mayoritas termarginal
untuk bangkit dan berpartisipasi secara aktif di dalam proses perubahan struktur sosial
di wilayahnya. Mekanisme sosiologis dan dinamika politik ini terjadi di dalam kasus
berdirinya GMAHK Metro NTT yang berpusat di Amarasi sebagai pecahan dari GMAHK
Daerah NTT yang berpusat di Kota Kupang.
Denominasi-denominasi

Kristen yang berada

di

bawah

payung gerakan

reformasi abad ke-15 menganut doktrin/ree inquiry, yaitu doktrin tentang status dan
6

Manuel Castells, The Power of Identity (Oxford UK: Blackwell Publishing, 2004), 7-9.

77

"Waskitd, Jurnal Studi Agama dan Masyarakat

peran yang sama bagi semua orang Kristen dalam menyelidiki isi Alkitab. Doktrin ini
berdasar pada nasihat-nasihat rasuli di dalam kitab-kitab Perjanjian Baru yang
menekankan kesetaraan di dalam membaca dan memahami teks kitab suci. Doktrin ini
memungkinkan

dalam

sebuah

aliran/denominasi untuk merumuskan sikap teologis mereka terhadap

sebuah

kebijakan

kaum

keagamaan

awam

yang

dan

kelompok-kelompok lokal

dikeluarkan

oleh

para

ulama.

di

Kemunculan

dan

perkembangan GMAHK Metro di NTT tidak dapat dilepaskan dari pengaruh doktrin
reformasi tersebut. Hal ini dapat dibuktikan dari pernyataan seorang pemimpin jemaat
GMAHK Metro di Amarasi bahwa keberadaan mereka merupakan sebuah kritik dan
gerakan reformasi terhadap ide-ide dan praktek-praktek gereja yang elitis dan
otoritatif.
Secara teologis tidak ada perbedaan antara ajaran dan praktek ritual GMAHK
Metro di Amarasi dengan GMAHK Daerah NTT yang berpusat di Kota Kupang. Keduanya
berpegang pada Alkitab sebagai Firman Allah dan 28 Kepercayaan Dasar Kristiani
Alkitabiah.
Sosiologi agama menggunakan dua konsep untuk menjelaskan fenomena
keagamaan, yaitu konsep religi dan konsep agama.7 Filsafat Agama juga menyebutkan
adanya

tiga

elemen

untuk

menjelaskan

fenomena

keagamaan,

yaitu

elemen

institusional, elemen intelektual, dan elemen mystical.8 Berdasarkan konsep-konsep ini
kita dapat mengatakan bahwa apa yang terjadi dengan kasus berdirinya GMAHK Metro
sebagai pemisahan dari GMAHK Daerah NTT adalah menyangkut agama sebagai agama
atau sebagai sebuah institusi, bukan agama sebagai sebuah religi atau hal-hal yang
berhubungan dengan yang sakral. Demikian juga halnya dari segi elemen-elemen
keagamaannya, kasus berdirinya GMAHK Metro sebagai kelompok yang memisahkan
diri dari GMAHK Daerah NTT adalah menyangkut elemen yang pertama yaitu persoalan
kelembagaan. Umat Gereja Advent yang ada di Amarasi melihat dan merasakan bahwa
secara

institusional/kelembagaan

GMAHK

daerah

NTT

telah

gagal

mewadahi

kepentingan-kepentingan lokal dan harapan-harapan serta aspirasi mereka. Mereka
mendirikan sebuah institusi/lembaga keagamaan yang baru yang dapat mewadahi
kepentingan dan harapan mereka. Karena itu sebagai sebuah religi GMAHK Metro
7
8

78

Nicholas Abercrombie (et.al.), KamusSosiologi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), 470-471.
Dorothee Soelle, The Silent Cry, Mysticism and Resistance (Hamburg: Fortress, 2001), 49.

Tony Tampake, "Gerakan Gereja Metro..."

bukanlah agama baru. Apa yang baru adalah GMAHK Metro sebagai agama atau institusi
yang mengatur kehidupan keagamaan manusia. Dengan kata lain, kemunculan GMAHK
Metro di NTT lebih bersifat sosial historis ketimbang teologis dogmatis. Dengan
memakai konsep perkembangan Gereja Kristen dari Ernst Troletsch9 maka dapat
dikatakan bahwa kehadiran GMAHK Metro di dalam sejarah sosial keagamaan
masyarakat NTT adalah bagian dari perkembangan sosiologis gereja-gereja advent itu
sendiri.
Pemilahan tersebut di atas penting untuk dilakukan demi menghindarkan
munculnya tuduhan ajaran sesat atau stigma kelompok sekte/bidat. Sikap curiga dan
menghakimi yang mengarah pada aksi-aksi kekerasan massa terhadap aliran-aliran
denominasi baru dapat dicegah dengan identifikasi di atas.
Di

dalam

masyarakat

yang

demokratis

tidak

berlaku

dalil

abad-abad

pertengahan yang berbunyi one king, one faith, one law. Asumsi-asumsi masyarakat prademokrasi yang menganggap diversitas keagamaan sebagai distorsi tenunan sosial dan
ancaman serius bagi kerusuhan sosial tidak mendapat tempat lagi di dalam masyarakat
demokratis. Karena itu di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang demokratis
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, setiap warga negara dijamin kebebasannya
untuk beragama dan menjalankan agamanya dalam

semangat toleransi, kerukunan,

dan kerja sama dengan umat beragama lain. Pluralitas keagamaan adalah sebuah
keniscayaan sosial masyarakat demokratis, sehingga masyarakat tidak mungkin
menghindarinya, kecuali merawatnya sehingga memberi kontribusi bagi kohesi dan
tenunan sosial (social fabric) di Indonesia. Demikian juga halnya, semua agama dan
semua aliran keagamaan mendapat kedudukan yang sama di hadapan pemerintah.
Secara ideal inilah konsep yang harus dipakai untuk membahas hubungan dan kerja
sama antara GMAHK Metro NTT dengan umat beragama lain dan dengan pemerintah.
Referensi

historis

yang

alkitabiah

juga

menunjukan

bahwa

fenomena

aliran/denominasi yang bersifat sosiologis adalah bagian dari sejarah agama Kristen
sejak kemunculannya di zaman para rasul. Perbedaan konteks budaya dan intelektual
serta tantangan sosial politik agama Kristen akan mempengaruhi cara-cara orang
Kristen itu sendiri dalam memahami teks dan konteks kehendak Tuhan serta dalam
9

Ernst Troeltsch, The Social Teaching of the Christian Churches (Chicago & London: The University of
Chicago Press, 1911), 181.

79

'Waskita, Jurnal Studi Agama dan Masyarakat

cara-cara

mengorganisir

aktivitas

keagamaan

mereka.

Munculnya

dua

aliran/denominasi GMAHK Metro di Amarasi sebagai pemekaran GMAHK Daerah NTT
di Kupang dapat dipandang secara sinopsis dengan kemunculan denominasi Kristen
Helenistik di Antiokhia sebagai pemekaran jemaat Kristen Yudaistik yang ada di
Yerusalem. Memang ada perbedaan di antara keduanya, tetapi perbedaan itu hanya
bersifat sosial

dan

kultural. Apa yang mempersatukan

mereka

adalah

dasar

kepercayaan kepada Tuhan melalui Yesus Kristus.

Kesimpulan
Berdasarkan paparan dan analisis tersebut di atas maka dapat dibuat beberapa
kesimpulan, yaitu:
a.

Di desa Ponain Kec. Amarasi dan di kelurahan Sonraen Kec. Amarasi Selatan
Kabupaten

Kupang

Provinsi

NTT

secara

faktual

telah

berdiri

sebuah

aliran/denominasi Kristen yang baru yang disebut Gereja Masehi Advent Hari
Ketujuh Metro NTT (GMAHK Metro NTT). Aliran/denominasi ini merupakan basil
pemisahan dari Gereja Masehi Advent hari Ketujuh Daerah NTT (GMAHK Daerah
NTT). GMAHK Metro NTT dideklarasikan pada tanggal 8 Mei 2006 di desa Ponain
Kec. Amarasi. Sebagai sebuah organisasi sosial kemasyarakat, GMAHK Metro NTT
berada di bawah Badan Hukum Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh Metro Indonesia
yang berpusat di Jakarta.
b. Faktor-faktor yang menyebabkan lahirnya Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh Metro
NTT (GMAHK Metro NTT) sebagai sebuah aliran/denominasi baru lebih bersifat
sosiologis antropologis. Oleh karena itu, GMAHK Metro NTT hanya dapat dipandang
sebagai sebuah aliran/denominasi baru di dalam konteks organisasi sosial
keagamaannya.
c.

Terdapat kesamaan ajaran dan praktek ritual antara GMAHK Metro dengan GMAHK
Daerah NTT. Oleh karena itu secara teologis dogmatis, GMAHK Metro NTT bukanlah
sebuah agama atau aliran/denominasi baru.

80

Tony Tampake, "Gerakan Gereja Metro..."

Daftar Pustaka
. Beritakanlah Firman Allah llmu Kehidupan Sejati dan Abadi melalui 28
Kepercayaan Dasar Kristiani Aikitabiah. Bandung: Indonesia Publishing House,
2010.
Abercrombie, Nicholas, Stephen Hill, Bryan Turner. Kamus Sosiologi.
Pustaka pelajar, 2010.

Yogyakarta:

Agus, Bustanuddin. Agama dalam Kehidupan Manusia. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Perkasa, 2006.
Aritonang, Jan. Berbagai Aliran di dalam dan di sekitar Gereja. Jakarta: PT. BPK Gunung
Mulia, 1995.
Azra, Azyumardi. Merawat Kemajemukan Merawat Indonesia. Yogyakarta: Kanisius,
2007.
Barker, Eillen. New Religious Movements. London: HMSO Bookshops, 1991.
Castells, Manuel. The Power of Identity. Oxford UK: Blackwell Publishing, 2004.
Faisal, Sanapiah. Format-Format Penelitian Sosial. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2003.
Furseth, Inger. An Introduction to Sociology of Religion. Burlington USA: Ashgate
Publishing Company, 2006.
Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh. Peraturan Jemaat GMAHK. Bandung: Indonesia
Publishing House, 2005.
Hendropuspito. 1983. Sosiologi Agama. Yogyakarta: Kanisius & BPK Gunung Mulia.
Mahyuzar, M. Atlas Tematik Kabupaten Kupang. Semarang: Penerbit Aneka llmu, 2010.
Mead, Frank S & Hill, Samuel S. Handbooks of Denominations. Nashville: Abingdon Press,
2008.
Soelle, Dorothee. The Silent Cry; Mysticism and Resistance. Hamburg: Augsburg Fortress,
2001.
Troeltsch, Ernst. The Social Teaching of the Christian Churches. Chicago & London: The
University of Chicago Press, 1931.
Verkuyl, J. Geredja dan Bidat. Djakarta: Badan Penerbit Kristen, 1962.

81