ART Ebenhaizer Nuban Timo Gereja dan Budaya Fulltext

Ebenhaizer Nuban Timo

manusia yang berbhineka dan terus berubah itu tanpa merusak atau menghancurkan
budaya-budaya itu, tetapi pada saat yang sama membawa pembaharuan dan
perubahan terhadap budaya-budaya itu sehingga Injil yang adalah kekuatan Allah
dapat menyelamatkan baik orang Yahudi maupun orang Yunani (Rm. 1:16), masingmasing dengan budayanya?
Gereja berhadapan di sini dengan sebuah tugas besar dan berat, yakni
bagaimana menanamkan injil dalam budaya suatu masyarakat sehingga warga
masyarakat pemilik budaya itu dapat percaya pada Tuhan dan hidup sesuai dengan
nilai-nilai yang dimiliki bersama oleh injil maupun oleh budaya masyarakatnya.
Tugas ini oleh gereja Katholik diberi nama inkulturasi, yakni usaha masuk
dalam kultur suatu alam budaya atau membudaya agar kehidupan kristiani tidak
merupakan gejala asing di tengah alam budaya itu (Soenarja, 1977, h. 5). Kaum
protestan lebih menyukai nama kontekstualisasi, yang dipahami sebagai upaya untuk
memahami iman Kristen dipandang dari suatu konteks tertentu, baik itu budaya
tradisional maupun modern (Bevans, 2002, h. 1).
Meskipun berbeda dalam sebutan tetapi isi dari tugas itu sebenarnya sama,
yakni usaha untuk menginkarnasikan Injil dalam budaya masyarakat di mana
Injil diberitakan sehingga Injil dalam seluruh hal ikutannya, seperti berbahasa,
berlambang, berdoa, berpikir, berbicara, berdiam, bergaya, berseni, berpuisi,
berteologi, berperasaan, dst. menjelma dalam wajah budaya tersebut.

Inkarnasi Firman merupakan model atau prototipe dari upaya ini. Yesus Kristus
yang merupakan inkarnasi Allah menghayati hidup-Nya dalam kebuadayaan Yahudi.
Ia memikirkan dan menguraikan ajaran-Nya dalam pola pikiran dan ungkapan
bahasa orang Yahudi pada zaman-Nya sehingga hidup, pengajaran dan karya-Nya
bersenyawa dengan budaya Yahudi.
Dua Aksen Penting dalam Upaya Kontekstualisasi

Dalam upaya kontekstualisasi atau inkulturasi perlu diperhatikan pertanyaan
berikut: seberapa jauh Injil diintegrasikan ke dalam satu budaya demi melestarikan
budaya tersebut sambil tetap menjaga fungsi kritis dari Injil terhadap budaya itu demi
mengembangkan atau mentrasformasikan budaya itu?
Tugas ini berlaku untuk keseluruhan budaya yang ada dan bertumbuh di
dalam masyarakat yang menjadi lokus bagi pemberitaan Injil Kristus. Kita tahu
bersama bahwa dalam masyarakat multi-kultur sering terjadi benturan dari budaya.
Dalam benturan itu ada budaya tertentu yang tampil sebagai pemenang dan karena

itu dijadikan sebagai panglima yang mengatur dan mengontrol kehidupan bersama.

60


PENUNTUN Vol. 14, No. 25, 2013

Ebenhaizer Nuban Timo

manusia yang berbhineka dan terus berubah itu tanpa merusak atau menghancurkan
budaya-budaya itu, tetapi pada saat yang sama membawa pembaharuan dan
perubahan terhadap budaya-budaya itu sehingga Injil yang adalah kekuatan Allah
dapat menyelamatkan baik orang Yahudi maupun orang Yunani (Rm. 1:16), masingmasing dengan budayanya?
Gereja berhadapan di sini dengan sebuah tugas besar dan berat, yakni
bagaimana menanamkan injil dalam budaya suatu masyarakat sehingga warga
masyarakat pemilik budaya itu dapat percaya pada Tuhan dan hidup sesuai dengan
nilai-nilai yang dimiliki bersama oleh injil maupun oleh budaya masyarakatnya.
Tugas ini oleh gereja Katholik diberi nama inkulturasi, yakni usaha masuk
dalam kultur suatu alam budaya atau membudaya agar kehidupan kristiani tidak
merupakan gejala asing di tengah alam budaya itu (Soenarja, 1977, h. 5). Kaum
protestan lebih menyukai nama kontekstualisasi, yang dipahami sebagai upaya untuk
memahami iman Kristen dipandang dari suatu konteks tertentu, baik itu budaya
tradisional maupun modern (Bevans, 2002, h. 1).
Meskipun berbeda dalam sebutan tetapi isi dari tugas itu sebenarnya sama,
yakni usaha untuk menginkarnasikan Injil dalam budaya masyarakat di mana

Injil diberitakan sehingga Injil dalam seluruh hal ikutannya, seperti berbahasa,
berlambang, berdoa, berpikir, berbicara, berdiam, bergaya, berseni, berpuisi,
berteologi, berperasaan, dst. menjelma dalam wajah budaya tersebut.
Inkarnasi Firman merupakan model atau prototipe dari upaya ini. Yesus Kristus
yang merupakan inkarnasi Allah menghayati hidup-Nya dalam kebuadayaan Yahudi.
Ia memikirkan dan menguraikan ajaran-Nya dalam pola pikiran dan ungkapan
bahasa orang Yahudi pada zaman-Nya sehingga hidup, pengajaran dan karya-Nya
bersenyawa dengan budaya Yahudi.
Dua Aksen Penting dalam Upaya Kontekstualisasi

Dalam upaya kontekstualisasi atau inkulturasi perlu diperhatikan pertanyaan
berikut: seberapa jauh Injil diintegrasikan ke dalam satu budaya demi melestarikan
budaya tersebut sambil tetap menjaga fungsi kritis dari Injil terhadap budaya itu demi
mengembangkan atau mentrasformasikan budaya itu?
Tugas ini berlaku untuk keseluruhan budaya yang ada dan bertumbuh di
dalam masyarakat yang menjadi lokus bagi pemberitaan Injil Kristus. Kita tahu
bersama bahwa dalam masyarakat multi-kultur sering terjadi benturan dari budaya.
Dalam benturan itu ada budaya tertentu yang tampil sebagai pemenang dan karena

itu dijadikan sebagai panglima yang mengatur dan mengontrol kehidupan bersama.


60

PENUNTUN Vol. 14, No. 25, 2013

Ebenhaizer Nuban Timo

manusia yang berbhineka dan terus berubah itu tanpa merusak atau menghancurkan
budaya-budaya itu, tetapi pada saat yang sama membawa pembaharuan dan
perubahan terhadap budaya-budaya itu sehingga Injil yang adalah kekuatan Allah
dapat menyelamatkan baik orang Yahudi maupun orang Yunani (Rm. 1:16), masingmasing dengan budayanya?
Gereja berhadapan di sini dengan sebuah tugas besar dan berat, yakni
bagaimana menanamkan injil dalam budaya suatu masyarakat sehingga warga
masyarakat pemilik budaya itu dapat percaya pada Tuhan dan hidup sesuai dengan
nilai-nilai yang dimiliki bersama oleh injil maupun oleh budaya masyarakatnya.
Tugas ini oleh gereja Katholik diberi nama inkulturasi, yakni usaha masuk
dalam kultur suatu alam budaya atau membudaya agar kehidupan kristiani tidak
merupakan gejala asing di tengah alam budaya itu (Soenarja, 1977, h. 5). Kaum
protestan lebih menyukai nama kontekstualisasi, yang dipahami sebagai upaya untuk
memahami iman Kristen dipandang dari suatu konteks tertentu, baik itu budaya

tradisional maupun modern (Bevans, 2002, h. 1).
Meskipun berbeda dalam sebutan tetapi isi dari tugas itu sebenarnya sama,
yakni usaha untuk menginkarnasikan Injil dalam budaya masyarakat di mana
Injil diberitakan sehingga Injil dalam seluruh hal ikutannya, seperti berbahasa,
berlambang, berdoa, berpikir, berbicara, berdiam, bergaya, berseni, berpuisi,
berteologi, berperasaan, dst. menjelma dalam wajah budaya tersebut.
Inkarnasi Firman merupakan model atau prototipe dari upaya ini. Yesus Kristus
yang merupakan inkarnasi Allah menghayati hidup-Nya dalam kebuadayaan Yahudi.
Ia memikirkan dan menguraikan ajaran-Nya dalam pola pikiran dan ungkapan
bahasa orang Yahudi pada zaman-Nya sehingga hidup, pengajaran dan karya-Nya
bersenyawa dengan budaya Yahudi.
Dua Aksen Penting dalam Upaya Kontekstualisasi

Dalam upaya kontekstualisasi atau inkulturasi perlu diperhatikan pertanyaan
berikut: seberapa jauh Injil diintegrasikan ke dalam satu budaya demi melestarikan
budaya tersebut sambil tetap menjaga fungsi kritis dari Injil terhadap budaya itu demi
mengembangkan atau mentrasformasikan budaya itu?
Tugas ini berlaku untuk keseluruhan budaya yang ada dan bertumbuh di
dalam masyarakat yang menjadi lokus bagi pemberitaan Injil Kristus. Kita tahu
bersama bahwa dalam masyarakat multi-kultur sering terjadi benturan dari budaya.

Dalam benturan itu ada budaya tertentu yang tampil sebagai pemenang dan karena

itu dijadikan sebagai panglima yang mengatur dan mengontrol kehidupan bersama.

60

PENUNTUN Vol. 14, No. 25, 2013

Ebenhaizer Nuban Timo

manusia yang berbhineka dan terus berubah itu tanpa merusak atau menghancurkan
budaya-budaya itu, tetapi pada saat yang sama membawa pembaharuan dan
perubahan terhadap budaya-budaya itu sehingga Injil yang adalah kekuatan Allah
dapat menyelamatkan baik orang Yahudi maupun orang Yunani (Rm. 1:16), masingmasing dengan budayanya?
Gereja berhadapan di sini dengan sebuah tugas besar dan berat, yakni
bagaimana menanamkan injil dalam budaya suatu masyarakat sehingga warga
masyarakat pemilik budaya itu dapat percaya pada Tuhan dan hidup sesuai dengan
nilai-nilai yang dimiliki bersama oleh injil maupun oleh budaya masyarakatnya.
Tugas ini oleh gereja Katholik diberi nama inkulturasi, yakni usaha masuk
dalam kultur suatu alam budaya atau membudaya agar kehidupan kristiani tidak

merupakan gejala asing di tengah alam budaya itu (Soenarja, 1977, h. 5). Kaum
protestan lebih menyukai nama kontekstualisasi, yang dipahami sebagai upaya untuk
memahami iman Kristen dipandang dari suatu konteks tertentu, baik itu budaya
tradisional maupun modern (Bevans, 2002, h. 1).
Meskipun berbeda dalam sebutan tetapi isi dari tugas itu sebenarnya sama,
yakni usaha untuk menginkarnasikan Injil dalam budaya masyarakat di mana
Injil diberitakan sehingga Injil dalam seluruh hal ikutannya, seperti berbahasa,
berlambang, berdoa, berpikir, berbicara, berdiam, bergaya, berseni, berpuisi,
berteologi, berperasaan, dst. menjelma dalam wajah budaya tersebut.
Inkarnasi Firman merupakan model atau prototipe dari upaya ini. Yesus Kristus
yang merupakan inkarnasi Allah menghayati hidup-Nya dalam kebuadayaan Yahudi.
Ia memikirkan dan menguraikan ajaran-Nya dalam pola pikiran dan ungkapan
bahasa orang Yahudi pada zaman-Nya sehingga hidup, pengajaran dan karya-Nya
bersenyawa dengan budaya Yahudi.
Dua Aksen Penting dalam Upaya Kontekstualisasi

Dalam upaya kontekstualisasi atau inkulturasi perlu diperhatikan pertanyaan
berikut: seberapa jauh Injil diintegrasikan ke dalam satu budaya demi melestarikan
budaya tersebut sambil tetap menjaga fungsi kritis dari Injil terhadap budaya itu demi
mengembangkan atau mentrasformasikan budaya itu?

Tugas ini berlaku untuk keseluruhan budaya yang ada dan bertumbuh di
dalam masyarakat yang menjadi lokus bagi pemberitaan Injil Kristus. Kita tahu
bersama bahwa dalam masyarakat multi-kultur sering terjadi benturan dari budaya.
Dalam benturan itu ada budaya tertentu yang tampil sebagai pemenang dan karena

itu dijadikan sebagai panglima yang mengatur dan mengontrol kehidupan bersama.

60

PENUNTUN Vol. 14, No. 25, 2013

Ebenhai
zer N uban Ti
mo

m anusia yang berbhineka dan terus berubah itu tanpa m erusak atau m enghancurkan
budaya-budaya itu, tetapi pada saat yang sam a m em baw a pem baharuan dan
perubahan terhadap budaya-budaya itu sehingga Injil yang adalah kekuatan Allah
dapatm enyelam atkan baik orang Yahudim aupun orang Yunani (R m . 1:16), m asingm asing dengan budayanya?
G erej

a berhadapan di sini dengan sebuah tugas besar dan berat, yakni
bagaim ana m enanam kan injil dalam budaya suatu m asyarakat sehingga w arga
m asyarakatpem ilik budaya itu dapatpercaya pada Tuhan dan hidup sesuaidengan
nilai-nilaiyang dim ilikibersam a oleh inj
ilm aupun oleh budaya m asyarakatnya.
Tugas inioleh gerej
a Katholik diberi nam a inkulturasi, yakni usaha m asuk
dalam kultur suatu alam budaya atau m em budaya agar kehidupan kristiani tidak
m erupakan gej
ala asing di tengah alam budaya itu (Soenarj
a, 1977, h. 5). Kaum
protestan lebih m enyukainam a kontekstualisasi, yang dipaham isebagaiupaya untuk
m em aham iim an Kristen dipandang dari suatu konteks tertentu, baik itu budaya
tradisionalm aupun m odern (Bevans, 2002, h. 1).
M eskipun berbeda dalam sebutan tetapiisidaritugas itu sebenarnya sam a,
yakni usaha untuk m enginkarnasikan Injil dalam budaya m asyarakat di m ana
Injil diberitakan sehingga Injil dalam seluruh hal ikutannya, seperti berbahasa,
berlam bang, berdoa, berpikir, berbicara, berdiam , bergaya, berseni
, berpuisi,
berteologi, berperasaan, dst. m enjelm a dalam w aj

ah budaya tersebut.
InkarnasiFirm an m erupakan m odelatau prototipe dariupaya ini.Yesus Kristus
yang m erupakan inkarnasiAllah m enghayatihidup-N ya dalam kebuadayaan Yahudi
.
Ia m em ikirkan dan m enguraikan aj
aran-N ya dalam pola pikiran dan ungkapan
bahasa orang Yahudi pada zam an-N ya sehingga hidup, pengaj
aran dan karya-N ya
bersenyaw a dengan budaya Yahudi.
D ua Aksen Penting dalam U paya Kontekstuali
sasi

D alam upaya kontekstualisasiatau inkulturasiperlu diperhatikan pertanyaan
berikut: seberapa j
auh Inj
il diintegrasikan ke dalam satu budaya dem im elestarikan
budaya tersebutsam biltetap m enj
aga fungsikritis dariInjilterhadap budaya itu dem i
m engem bangkan atau m entrasform asikan budaya itu?
Tugas ini berlaku untuk keseluruhan budaya yang ada dan bertum buh di

dalam m asyarakat yang m enj
adi lokus bagi pem beritaan Injil Kristus. Kita tahu
bersam a bahw a dalam m asyarakatm ulti-kultur sering terj
adibenturan daribudaya.
D alam benturan i
tu ada budaya tertentu yang tam pil sebagaipem enang dan karena

itu dijadikan sebagaipanglim a yang m engatur dan m engontrolkehidupan bersam a.

60

PEN U N TU N Vol
. 14, N o. 25, 2013

Ebenhai
zer N uban Ti
mo

m anusia yang berbhineka dan terus berubah itu tanpa m erusak atau m enghancurkan
budaya-budaya itu, tetapi pada saat yang sam a m em baw a pem baharuan dan
perubahan terhadap budaya-budaya itu sehingga Injil yang adalah kekuatan Allah
dapatm enyelam atkan baik orang Yahudim aupun orang Yunani (R m . 1:16), m asingm asing dengan budayanya?
G erej
a berhadapan di sini dengan sebuah tugas besar dan berat, yakni
bagaim ana m enanam kan injil dalam budaya suatu m asyarakat sehingga w arga
m asyarakatpem ilik budaya itu dapatpercaya pada Tuhan dan hidup sesuaidengan
nilai-nilaiyang dim ilikibersam a oleh inj
ilm aupun oleh budaya m asyarakatnya.
Tugas inioleh gerej
a Katholik diberi nam a inkulturasi, yakni usaha m asuk
dalam kultur suatu alam budaya atau m em budaya agar kehidupan kristiani tidak
m erupakan gej
ala asing di tengah alam budaya itu (Soenarj
a, 1977, h. 5). Kaum
protestan lebih m enyukainam a kontekstualisasi, yang dipaham isebagaiupaya untuk
m em aham iim an Kristen dipandang dari suatu konteks tertentu, baik itu budaya
tradisionalm aupun m odern (Bevans, 2002, h. 1).
M eskipun berbeda dalam sebutan tetapiisidaritugas itu sebenarnya sam a,
yakni usaha untuk m enginkarnasikan Injil dalam budaya m asyarakat di m ana
Injil diberitakan sehingga Injil dalam seluruh hal ikutannya, seperti berbahasa,
berlam bang, berdoa, berpikir, berbicara, berdiam , bergaya, berseni
, berpuisi,
berteologi, berperasaan, dst. m enjelm a dalam w aj
ah budaya tersebut.
InkarnasiFirm an m erupakan m odelatau prototipe dariupaya ini.Yesus Kristus
yang m erupakan inkarnasiAllah m enghayatihidup-N ya dalam kebuadayaan Yahudi
.
Ia m em ikirkan dan m enguraikan aj
aran-N ya dalam pola pikiran dan ungkapan
bahasa orang Yahudi pada zam an-N ya sehingga hidup, pengaj
aran dan karya-N ya
bersenyaw a dengan budaya Yahudi.
D ua Aksen Penting dalam U paya Kontekstuali
sasi

D alam upaya kontekstualisasiatau inkulturasiperlu diperhatikan pertanyaan
berikut: seberapa j
auh Inj
il diintegrasikan ke dalam satu budaya dem im elestarikan
budaya tersebutsam biltetap m enj
aga fungsikritis dariInjilterhadap budaya itu dem i
m engem bangkan atau m entrasform asikan budaya itu?
Tugas ini berlaku untuk keseluruhan budaya yang ada dan bertum buh di
dalam m asyarakat yang m enj
adi lokus bagi pem beritaan Injil Kristus. Kita tahu
bersam a bahw a dalam m asyarakatm ulti-kultur sering terj
adibenturan daribudaya.
D alam benturan i
tu ada budaya tertentu yang tam pil sebagaipem enang dan karena

itu dijadikan sebagaipanglim a yang m engatur dan m engontrolkehidupan bersam a.

60

PEN U N TU N Vol
. 14, N o. 25, 2013

Ebenhai
zer N uban Ti
mo

m anusia yang berbhineka dan terus berubah itu tanpa m erusak atau m enghancurkan
budaya-budaya itu, tetapi pada saat yang sam a m em baw a pem baharuan dan
perubahan terhadap budaya-budaya itu sehingga Injil yang adalah kekuatan Allah
dapatm enyelam atkan baik orang Yahudim aupun orang Yunani (R m . 1:16), m asingm asing dengan budayanya?
G erej
a berhadapan di sini dengan sebuah tugas besar dan berat, yakni
bagaim ana m enanam kan injil dalam budaya suatu m asyarakat sehingga w arga
m asyarakatpem ilik budaya itu dapatpercaya pada Tuhan dan hidup sesuaidengan
nilai-nilaiyang dim ilikibersam a oleh inj
ilm aupun oleh budaya m asyarakatnya.
Tugas inioleh gerej
a Katholik diberi nam a inkulturasi, yakni usaha m asuk
dalam kultur suatu alam budaya atau m em budaya agar kehidupan kristiani tidak
m erupakan gej
ala asing di tengah alam budaya itu (Soenarj
a, 1977, h. 5). Kaum
protestan lebih m enyukainam a kontekstualisasi, yang dipaham isebagaiupaya untuk
m em aham iim an Kristen dipandang dari suatu konteks tertentu, baik itu budaya
tradisionalm aupun m odern (Bevans, 2002, h. 1).
M eskipun berbeda dalam sebutan tetapiisidaritugas itu sebenarnya sam a,
yakni usaha untuk m enginkarnasikan Injil dalam budaya m asyarakat di m ana
Injil diberitakan sehingga Injil dalam seluruh hal ikutannya, seperti berbahasa,
berlam bang, berdoa, berpikir, berbicara, berdiam , bergaya, berseni
, berpuisi,
berteologi, berperasaan, dst. m enjelm a dalam w aj
ah budaya tersebut.
InkarnasiFirm an m erupakan m odelatau prototipe dariupaya ini.Yesus Kristus
yang m erupakan inkarnasiAllah m enghayatihidup-N ya dalam kebuadayaan Yahudi
.
Ia m em ikirkan dan m enguraikan aj
aran-N ya dalam pola pikiran dan ungkapan
bahasa orang Yahudi pada zam an-N ya sehingga hidup, pengaj
aran dan karya-N ya
bersenyaw a dengan budaya Yahudi.
D ua Aksen Penting dalam U paya Kontekstuali
sasi

D alam upaya kontekstualisasiatau inkulturasiperlu diperhatikan pertanyaan
berikut: seberapa j
auh Inj
il diintegrasikan ke dalam satu budaya dem im elestarikan
budaya tersebutsam biltetap m enj
aga fungsikritis dariInjilterhadap budaya itu dem i
m engem bangkan atau m entrasform asikan budaya itu?
Tugas ini berlaku untuk keseluruhan budaya yang ada dan bertum buh di
dalam m asyarakat yang m enj
adi lokus bagi pem beritaan Injil Kristus. Kita tahu
bersam a bahw a dalam m asyarakatm ulti-kultur sering terj
adibenturan daribudaya.
D alam benturan i
tu ada budaya tertentu yang tam pil sebagaipem enang dan karena

itu dijadikan sebagaipanglim a yang m engatur dan m engontrolkehidupan bersam a.

60

PEN U N TU N Vol
. 14, N o. 25, 2013

Ebenhai
zer N uban Ti
mo

m anusia yang berbhineka dan terus berubah itu tanpa m erusak atau m enghancurkan
budaya-budaya itu, tetapi pada saat yang sam a m em baw a pem baharuan dan
perubahan terhadap budaya-budaya itu sehingga Injil yang adalah kekuatan Allah
dapatm enyelam atkan baik orang Yahudim aupun orang Yunani (R m . 1:16), m asingm asing dengan budayanya?
G erej
a berhadapan di sini dengan sebuah tugas besar dan berat, yakni
bagaim ana m enanam kan injil dalam budaya suatu m asyarakat sehingga w arga
m asyarakatpem ilik budaya itu dapatpercaya pada Tuhan dan hidup sesuaidengan
nilai-nilaiyang dim ilikibersam a oleh inj
ilm aupun oleh budaya m asyarakatnya.
Tugas inioleh gerej
a Katholik diberi nam a inkulturasi, yakni usaha m asuk
dalam kultur suatu alam budaya atau m em budaya agar kehidupan kristiani tidak
m erupakan gej
ala asing di tengah alam budaya itu (Soenarj
a, 1977, h. 5). Kaum
protestan lebih m enyukainam a kontekstualisasi, yang dipaham isebagaiupaya untuk
m em aham iim an Kristen dipandang dari suatu konteks tertentu, baik itu budaya
tradisionalm aupun m odern (Bevans, 2002, h. 1).
M eskipun berbeda dalam sebutan tetapiisidaritugas itu sebenarnya sam a,
yakni usaha untuk m enginkarnasikan Injil dalam budaya m asyarakat di m ana
Injil diberitakan sehingga Injil dalam seluruh hal ikutannya, seperti berbahasa,
berlam bang, berdoa, berpikir, berbicara, berdiam , bergaya, berseni
, berpuisi,
berteologi, berperasaan, dst. m enjelm a dalam w aj
ah budaya tersebut.
InkarnasiFirm an m erupakan m odelatau prototipe dariupaya ini.Yesus Kristus
yang m erupakan inkarnasiAllah m enghayatihidup-N ya dalam kebuadayaan Yahudi
.
Ia m em ikirkan dan m enguraikan aj
aran-N ya dalam pola pikiran dan ungkapan
bahasa orang Yahudi pada zam an-N ya sehingga hidup, pengaj
aran dan karya-N ya
bersenyaw a dengan budaya Yahudi.
D ua Aksen Penting dalam U paya Kontekstuali
sasi

D alam upaya kontekstualisasiatau inkulturasiperlu diperhatikan pertanyaan
berikut: seberapa j
auh Inj
il diintegrasikan ke dalam satu budaya dem im elestarikan
budaya tersebutsam biltetap m enj
aga fungsikritis dariInjilterhadap budaya itu dem i
m engem bangkan atau m entrasform asikan budaya itu?
Tugas ini berlaku untuk keseluruhan budaya yang ada dan bertum buh di
dalam m asyarakat yang m enj
adi lokus bagi pem beritaan Injil Kristus. Kita tahu
bersam a bahw a dalam m asyarakatm ulti-kultur sering terj
adibenturan daribudaya.
D alam benturan i
tu ada budaya tertentu yang tam pil sebagaipem enang dan karena

itu dijadikan sebagaipanglim a yang m engatur dan m engontrolkehidupan bersam a.

60

PEN U N TU N Vol
. 14, N o. 25, 2013

Ebenhai
zer N uban Ti
mo

m anusia yang berbhineka dan terus berubah itu tanpa m erusak atau m enghancurkan
budaya-budaya itu, tetapi pada saat yang sam a m em baw a pem baharuan dan
perubahan terhadap budaya-budaya itu sehingga Injil yang adalah kekuatan Allah
dapatm enyelam atkan baik orang Yahudim aupun orang Yunani (R m . 1:16), m asingm asing dengan budayanya?
G erej
a berhadapan di sini dengan sebuah tugas besar dan berat, yakni
bagaim ana m enanam kan injil dalam budaya suatu m asyarakat sehingga w arga
m asyarakatpem ilik budaya itu dapatpercaya pada Tuhan dan hidup sesuaidengan
nilai-nilaiyang dim ilikibersam a oleh inj
ilm aupun oleh budaya m asyarakatnya.
Tugas inioleh gerej
a Katholik diberi nam a inkulturasi, yakni usaha m asuk
dalam kultur suatu alam budaya atau m em budaya agar kehidupan kristiani tidak
m erupakan gej
ala asing di tengah alam budaya itu (Soenarj
a, 1977, h. 5). Kaum
protestan lebih m enyukainam a kontekstualisasi, yang dipaham isebagaiupaya untuk
m em aham iim an Kristen dipandang dari suatu konteks tertentu, baik itu budaya
tradisionalm aupun m odern (Bevans, 2002, h. 1).
M eskipun berbeda dalam sebutan tetapiisidaritugas itu sebenarnya sam a,
yakni usaha untuk m enginkarnasikan Injil dalam budaya m asyarakat di m ana
Injil diberitakan sehingga Injil dalam seluruh hal ikutannya, seperti berbahasa,
berlam bang, berdoa, berpikir, berbicara, berdiam , bergaya, berseni
, berpuisi,
berteologi, berperasaan, dst. m enjelm a dalam w aj
ah budaya tersebut.
InkarnasiFirm an m erupakan m odelatau prototipe dariupaya ini.Yesus Kristus
yang m erupakan inkarnasiAllah m enghayatihidup-N ya dalam kebuadayaan Yahudi
.
Ia m em ikirkan dan m enguraikan aj
aran-N ya dalam pola pikiran dan ungkapan
bahasa orang Yahudi pada zam an-N ya sehingga hidup, pengaj
aran dan karya-N ya
bersenyaw a dengan budaya Yahudi.
D ua Aksen Penting dalam U paya Kontekstuali
sasi

D alam upaya kontekstualisasiatau inkulturasiperlu diperhatikan pertanyaan
berikut: seberapa j
auh Inj
il diintegrasikan ke dalam satu budaya dem im elestarikan
budaya tersebutsam biltetap m enj
aga fungsikritis dariInjilterhadap budaya itu dem i
m engem bangkan atau m entrasform asikan budaya itu?
Tugas ini berlaku untuk keseluruhan budaya yang ada dan bertum buh di
dalam m asyarakat yang m enj
adi lokus bagi pem beritaan Injil Kristus. Kita tahu
bersam a bahw a dalam m asyarakatm ulti-kultur sering terj
adibenturan daribudaya.
D alam benturan i
tu ada budaya tertentu yang tam pil sebagaipem enang dan karena

itu dijadikan sebagaipanglim a yang m engatur dan m engontrolkehidupan bersam a.

60

PEN U N TU N Vol
. 14, N o. 25, 2013

Ebenhai
zer N uban Ti
mo

m anusia yang berbhineka dan terus berubah itu tanpa m erusak atau m enghancurkan
budaya-budaya itu, tetapi pada saat yang sam a m em baw a pem baharuan dan
perubahan terhadap budaya-budaya itu sehingga Injil yang adalah kekuatan Allah
dapatm enyelam atkan baik orang Yahudim aupun orang Yunani (R m . 1:16), m asingm asing dengan budayanya?
G erej
a berhadapan di sini dengan sebuah tugas besar dan berat, yakni
bagaim ana m enanam kan injil dalam budaya suatu m asyarakat sehingga w arga
m asyarakatpem ilik budaya itu dapatpercaya pada Tuhan dan hidup sesuaidengan
nilai-nilaiyang dim ilikibersam a oleh inj
ilm aupun oleh budaya m asyarakatnya.
Tugas inioleh gerej
a Katholik diberi nam a inkulturasi, yakni usaha m asuk
dalam kultur suatu alam budaya atau m em budaya agar kehidupan kristiani tidak
m erupakan gej
ala asing di tengah alam budaya itu (Soenarj
a, 1977, h. 5). Kaum
protestan lebih m enyukainam a kontekstualisasi, yang dipaham isebagaiupaya untuk
m em aham iim an Kristen dipandang dari suatu konteks tertentu, baik itu budaya
tradisionalm aupun m odern (Bevans, 2002, h. 1).
M eskipun berbeda dalam sebutan tetapiisidaritugas itu sebenarnya sam a,
yakni usaha untuk m enginkarnasikan Injil dalam budaya m asyarakat di m ana
Injil diberitakan sehingga Injil dalam seluruh hal ikutannya, seperti berbahasa,
berlam bang, berdoa, berpikir, berbicara, berdiam , bergaya, berseni
, berpuisi,
berteologi, berperasaan, dst. m enjelm a dalam w aj
ah budaya tersebut.
InkarnasiFirm an m erupakan m odelatau prototipe dariupaya ini.Yesus Kristus
yang m erupakan inkarnasiAllah m enghayatihidup-N ya dalam kebuadayaan Yahudi
.
Ia m em ikirkan dan m enguraikan aj
aran-N ya dalam pola pikiran dan ungkapan
bahasa orang Yahudi pada zam an-N ya sehingga hidup, pengaj
aran dan karya-N ya
bersenyaw a dengan budaya Yahudi.
D ua Aksen Penting dalam U paya Kontekstuali
sasi

D alam upaya kontekstualisasiatau inkulturasiperlu diperhatikan pertanyaan
berikut: seberapa j
auh Inj
il diintegrasikan ke dalam satu budaya dem im elestarikan
budaya tersebutsam biltetap m enj
aga fungsikritis dariInjilterhadap budaya itu dem i
m engem bangkan atau m entrasform asikan budaya itu?
Tugas ini berlaku untuk keseluruhan budaya yang ada dan bertum buh di
dalam m asyarakat yang m enj
adi lokus bagi pem beritaan Injil Kristus. Kita tahu
bersam a bahw a dalam m asyarakatm ulti-kultur sering terj
adibenturan daribudaya.
D alam benturan i
tu ada budaya tertentu yang tam pil sebagaipem enang dan karena

itu dijadikan sebagaipanglim a yang m engatur dan m engontrolkehidupan bersam a.

60

PEN U N TU N Vol
. 14, N o. 25, 2013

Ebenhai
zer N uban Ti
mo

m anusia yang berbhineka dan terus berubah itu tanpa m erusak atau m enghancurkan
budaya-budaya itu, tetapi pada saat yang sam a m em baw a pem baharuan dan
perubahan terhadap budaya-budaya itu sehingga Injil yang adalah kekuatan Allah
dapatm enyelam atkan baik orang Yahudim aupun orang Yunani (R m . 1:16), m asingm asing dengan budayanya?
G erej
a berhadapan di sini dengan sebuah tugas besar dan berat, yakni
bagaim ana m enanam kan injil dalam budaya suatu m asyarakat sehingga w arga
m asyarakatpem ilik budaya itu dapatpercaya pada Tuhan dan hidup sesuaidengan
nilai-nilaiyang dim ilikibersam a oleh inj
ilm aupun oleh budaya m asyarakatnya.
Tugas inioleh gerej
a Katholik diberi nam a inkulturasi, yakni usaha m asuk
dalam kultur suatu alam budaya atau m em budaya agar kehidupan kristiani tidak
m erupakan gej
ala asing di tengah alam budaya itu (Soenarj
a, 1977, h. 5). Kaum
protestan lebih m enyukainam a kontekstualisasi, yang dipaham isebagaiupaya untuk
m em aham iim an Kristen dipandang dari suatu konteks tertentu, baik itu budaya
tradisionalm aupun m odern (Bevans, 2002, h. 1).
M eskipun berbeda dalam sebutan tetapiisidaritugas itu sebenarnya sam a,
yakni usaha untuk m enginkarnasikan Injil dalam budaya m asyarakat di m ana
Injil diberitakan sehingga Injil dalam seluruh hal ikutannya, seperti berbahasa,
berlam bang, berdoa, berpikir, berbicara, berdiam , bergaya, berseni
, berpuisi,
berteologi, berperasaan, dst. m enjelm a dalam w aj
ah budaya tersebut.
InkarnasiFirm an m erupakan m odelatau prototipe dariupaya ini.Yesus Kristus
yang m erupakan inkarnasiAllah m enghayatihidup-N ya dalam kebuadayaan Yahudi
.
Ia m em ikirkan dan m enguraikan aj
aran-N ya dalam pola pikiran dan ungkapan
bahasa orang Yahudi pada zam an-N ya sehingga hidup, pengaj
aran dan karya-N ya
bersenyaw a dengan budaya Yahudi.
D ua Aksen Penting dalam U paya Kontekstuali
sasi

D alam upaya kontekstualisasiatau inkulturasiperlu diperhatikan pertanyaan
berikut: seberapa j
auh Inj
il diintegrasikan ke dalam satu budaya dem im elestarikan
budaya tersebutsam biltetap m enj
aga fungsikritis dariInjilterhadap budaya itu dem i
m engem bangkan atau m entrasform asikan budaya itu?
Tugas ini berlaku untuk keseluruhan budaya yang ada dan bertum buh di
dalam m asyarakat yang m enj
adi lokus bagi pem beritaan Injil Kristus. Kita tahu
bersam a bahw a dalam m asyarakatm ulti-kultur sering terj
adibenturan daribudaya.
D alam benturan i
tu ada budaya tertentu yang tam pil sebagaipem enang dan karena

itu dijadikan sebagaipanglim a yang m engatur dan m engontrolkehidupan bersam a.

60

PEN U N TU N Vol
. 14, N o. 25, 2013

Ebenhai
zer N uban Ti
mo

m anusia yang berbhineka dan terus berubah itu tanpa m erusak atau m enghancurkan
budaya-budaya itu, tetapi pada saat yang sam a m em baw a pem baharuan dan
perubahan terhadap budaya-budaya itu sehingga Injil yang adalah kekuatan Allah
dapatm enyelam atkan baik orang Yahudim aupun orang Yunani (R m . 1:16), m asingm asing dengan budayanya?
G erej
a berhadapan di sini dengan sebuah tugas besar dan berat, yakni
bagaim ana m enanam kan injil dalam budaya suatu m asyarakat sehingga w arga
m asyarakatpem ilik budaya itu dapatpercaya pada Tuhan dan hidup sesuaidengan
nilai-nilaiyang dim ilikibersam a oleh inj
ilm aupun oleh budaya m asyarakatnya.
Tugas inioleh gerej
a Katholik diberi nam a inkulturasi, yakni usaha m asuk
dalam kultur suatu alam budaya atau m em budaya agar kehidupan kristiani tidak
m erupakan gej
ala asing di tengah alam budaya itu (Soenarj
a, 1977, h. 5). Kaum
protestan lebih m enyukainam a kontekstualisasi, yang dipaham isebagaiupaya untuk
m em aham iim an Kristen dipandang dari suatu konteks tertentu, baik itu budaya
tradisionalm aupun m odern (Bevans, 2002, h. 1).
M eskipun berbeda dalam sebutan tetapiisidaritugas itu sebenarnya sam a,
yakni usaha untuk m enginkarnasikan Injil dalam budaya m asyarakat di m ana
Injil diberitakan sehingga Injil dalam seluruh hal ikutannya, seperti berbahasa,
berlam bang, berdoa, berpikir, berbicara, berdiam , bergaya, berseni
, berpuisi,
berteologi, berperasaan, dst. m enjelm a dalam w aj
ah budaya tersebut.
InkarnasiFirm an m erupakan m odelatau prototipe dariupaya ini.Yesus Kristus
yang m erupakan inkarnasiAllah m enghayatihidup-N ya dalam kebuadayaan Yahudi
.
Ia m em ikirkan dan m enguraikan aj
aran-N ya dalam pola pikiran dan ungkapan
bahasa orang Yahudi pada zam an-N ya sehingga hidup, pengaj
aran dan karya-N ya
bersenyaw a dengan budaya Yahudi.
D ua Aksen Penting dalam U paya Kontekstuali
sasi

D alam upaya kontekstualisasiatau inkulturasiperlu diperhatikan pertanyaan
berikut: seberapa j
auh Inj
il diintegrasikan ke dalam satu budaya dem im elestarikan
budaya tersebutsam biltetap m enj
aga fungsikritis dariInjilterhadap budaya itu dem i
m engem bangkan atau m entrasform asikan budaya itu?
Tugas ini berlaku untuk keseluruhan budaya yang ada dan bertum buh di
dalam m asyarakat yang m enj
adi lokus bagi pem beritaan Injil Kristus. Kita tahu
bersam a bahw a dalam m asyarakatm ulti-kultur sering terj
adibenturan daribudaya.
D alam benturan i
tu ada budaya tertentu yang tam pil sebagaipem enang dan karena

itu dijadikan sebagaipanglim a yang m engatur dan m engontrolkehidupan bersam a.

60

PEN U N TU N Vol
. 14, N o. 25, 2013

Ebenhai
zer N uban Ti
mo

m anusia yang berbhineka dan terus berubah itu tanpa m erusak atau m enghancurkan
budaya-budaya itu, tetapi pada saat yang sam a m em baw a pem baharuan dan
perubahan terhadap budaya-budaya itu sehingga Injil yang adalah kekuatan Allah
dapatm enyelam atkan baik orang Yahudim aupun orang Yunani (R m . 1:16), m asingm asing dengan budayanya?
G erej
a berhadapan di sini dengan sebuah tugas besar dan berat, yakni
bagaim ana m enanam kan injil dalam budaya suatu m asyarakat sehingga w arga
m asyarakatpem ilik budaya itu dapatpercaya pada Tuhan dan hidup sesuaidengan
nilai-nilaiyang dim ilikibersam a oleh inj
ilm aupun oleh budaya m asyarakatnya.
Tugas inioleh gerej
a Katholik diberi nam a inkulturasi, yakni usaha m asuk
dalam kultur suatu alam budaya atau m em budaya agar kehidupan kristiani tidak
m erupakan gej
ala asing di tengah alam budaya itu (Soenarj
a, 1977, h. 5). Kaum
protestan lebih m enyukainam a kontekstualisasi, yang dipaham isebagaiupaya untuk
m em aham iim an Kristen dipandang dari suatu konteks tertentu, baik itu budaya
tradisionalm aupun m odern (Bevans, 2002, h. 1).
M eskipun berbeda dalam sebutan tetapiisidaritugas itu sebenarnya sam a,
yakni usaha untuk m enginkarnasikan Injil dalam budaya m asyarakat di m ana
Injil diberitakan sehingga Injil dalam seluruh hal ikutannya, seperti berbahasa,
berlam bang, berdoa, berpikir, berbicara, berdiam , bergaya, berseni
, berpuisi,
berteologi, berperasaan, dst. m enjelm a dalam w aj
ah budaya tersebut.
InkarnasiFirm an m erupakan m odelatau prototipe dariupaya ini.Yesus Kristus
yang m erupakan inkarnasiAllah m enghayatihidup-N ya dalam kebuadayaan Yahudi
.
Ia m em ikirkan dan m enguraikan aj
aran-N ya dalam pola pikiran dan ungkapan
bahasa orang Yahudi pada zam an-N ya sehingga hidup, pengaj
aran dan karya-N ya
bersenyaw a dengan budaya Yahudi.
D ua Aksen Penting dalam U paya Kontekstuali
sasi

D alam upaya kontekstualisasiatau inkulturasiperlu diperhatikan pertanyaan
berikut: seberapa j
auh Inj
il diintegrasikan ke dalam satu budaya dem im elestarikan
budaya tersebutsam biltetap m enj
aga fungsikritis dariInjilterhadap budaya itu dem i
m engem bangkan atau m entrasform asikan budaya itu?
Tugas ini berlaku untuk keseluruhan budaya yang ada dan bertum buh di
dalam m asyarakat yang m enj
adi lokus bagi pem beritaan Injil Kristus. Kita tahu
bersam a bahw a dalam m asyarakatm ulti-kultur sering terj
adibenturan daribudaya.
D alam benturan i
tu ada budaya tertentu yang tam pil sebagaipem enang dan karena

itu dijadikan sebagaipanglim a yang m engatur dan m engontrolkehidupan bersam a.

60

PEN U N TU N Vol
. 14, N o. 25, 2013

Ebenhai
zer N uban Ti
mo

m anusia yang berbhineka dan terus berubah itu tanpa m erusak atau m enghancurkan
budaya-budaya itu, tetapi pada saat yang sam a m em baw a pem baharuan dan
perubahan terhadap budaya-budaya itu sehingga Injil yang adalah kekuatan Allah
dapatm enyelam atkan baik orang Yahudim aupun orang Yunani (R m . 1:16), m asingm asing dengan budayanya?
G erej
a berhadapan di sini dengan sebuah tugas besar dan berat, yakni
bagaim ana m enanam kan injil dalam budaya suatu m asyarakat sehingga w arga
m asyarakatpem ilik budaya itu dapatpercaya pada Tuhan dan hidup sesuaidengan
nilai-nilaiyang dim ilikibersam a oleh inj
ilm aupun oleh budaya m asyarakatnya.
Tugas inioleh gerej
a Katholik diberi nam a inkulturasi, yakni usaha m asuk
dalam kultur suatu alam budaya atau m em budaya agar kehidupan kristiani tidak
m erupakan gej
ala asing di tengah alam budaya itu (Soenarj
a, 1977, h. 5). Kaum
protestan lebih m enyukainam a kontekstualisasi, yang dipaham isebagaiupaya untuk
m em aham iim an Kristen dipandang dari suatu konteks tertentu, baik itu budaya
tradisionalm aupun m odern (Bevans, 2002, h. 1).
M eskipun berbeda dalam sebutan tetapiisidaritugas itu sebenarnya sam a,
yakni usaha untuk m enginkarnasikan Injil dalam budaya m asyarakat di m ana
Injil diberitakan sehingga Injil dalam seluruh hal ikutannya, seperti berbahasa,
berlam bang, berdoa, berpikir, berbicara, berdiam , bergaya, berseni
, berpuisi,
berteologi, berperasaan, dst. m enjelm a dalam w aj
ah budaya tersebut.
InkarnasiFirm an m erupakan m odelatau prototipe dariupaya ini.Yesus Kristus
yang m erupakan inkarnasiAllah m enghayatihidup-N ya dalam kebuadayaan Yahudi
.
Ia m em ikirkan dan m enguraikan aj
aran-N ya dalam pola pikiran dan ungkapan
bahasa orang Yahudi pada zam an-N ya sehingga hidup, pengaj
aran dan karya-N ya
bersenyaw a dengan budaya Yahudi.
D ua Aksen Penting dalam U paya Kontekstuali
sasi

D alam upaya kontekstualisasiatau inkulturasiperlu diperhatikan pertanyaan
berikut: seberapa j
auh Inj
il diintegrasikan ke dalam satu budaya dem im elestarikan
budaya tersebutsam biltetap m enj
aga fungsikritis dariInjilterhadap budaya itu dem i
m engem bangkan atau m entrasform asikan budaya itu?
Tugas ini berlaku untuk keseluruhan budaya yang ada dan bertum buh di
dalam m asyarakat yang m enj
adi lokus bagi pem beritaan Injil Kristus. Kita tahu
bersam a bahw a dalam m asyarakatm ulti-kultur sering terj
adibenturan daribudaya.
D alam benturan i
tu ada budaya tertentu yang tam pil sebagaipem enang dan karena

itu dijadikan sebagaipanglim a yang m engatur dan m engontrolkehidupan bersam a.

60

PEN U N TU N Vol
. 14, N o. 25, 2013