11.1 Menumbuhkan Jiwa Wirausaha Melalui implementasi edupreneurship

SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN 2017
(SNP 2017), ISSN: 2503-4855

PENUMBUHKAN JIWA KEWIRAUSAHAAN MELALUI
IMPLEMENTASIEDUPRENEURSHIP DI SEKOLAH MENENGAH
KEJURUAN
Tri Kuat
Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta
Email: Sonytrikuat@gmail.com
ABSTRAK
Tujuan penulisan artikel ini dimaksudkan untuk mendiskripsikan cara
menumbuhkan jiwa kewirausahaan siswa melalui implementasi edupreneurship di
sekolah menengah kejuruan (SMK). Permasalahan yang dirumuskan: 1)
bagaimana implementasi edupreneurship di SMK? ; 2) bagaimana menumbuhkan
jiwa kewirausahaan melalui teaching factory di SMK?; 3) bagaimana
menumbuhkan jiwa kewirausahaan melalui business center di SMK?. Metode
yang digunakan adalah studi literatur dengan mengkaji dari buku dan jurnal.
Hasil pembahasan menyatakan bahwa 1) implementasi edupreneurship di
lakukan dengan dua cara yaitu melalui teaching factory dan business center, 2)
Penumbuhan jiwa kewirausahaan melalui teaching factorydengan TF 6 M yaitu
Menerima pemberi order, Menganalisis order, Menyatakan kesiapan mengerjakan

order, Mengerjakan order, Melakukan quality control, dan Menyerahkan order. 3)
Penumbuhan jiwa kewirausahaan melalui business center dengan melakukan
praktik bisnis dengan kegiatan Mengobservasi pasar, Menginventarisir kebutuhan
konsumen, Melakukan pemesanan/pembelian barang, Menjual barang dengan
menetapkan harga sendiri, Melakukan pembukuan dan membuat laporan, dan
Mengelola keuangan sendiri
Kata kunci:
kewirausahaan

edupreneurship,

teaching

factory,

business

center,

jiwa


PENDAHULUAN
Pola pikir tentang kemandirian dan semangat kompetitif merupakan
bagian dari pendidikan kewirausahaan yang diharapkan mampu menjadi nilai
lebih dalam pendidikan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Diharapkan
sekolah kejuruan menjadi lembaga pendidikan yang setiap lulusanya memiliki
sikap dan kompetensi untuk bekerja secara mandiri sesuai dengan kompetensi
yang diperoleh selama dalam pembelajarannya. Mengingat pendidikan SMK
menjadi alternatif dalam mencetak sumberdaya manusia (SDM) yang handal dan
mampu bersaing di era global. Pendidikan SMK jangan sampai menjadi sumber
masalah akan tetapi diharapkan menjadi sumber penyelesaian masalah, sehingga
ikut memecahkan masalah yang dihadapi bangsa dan negara, salah satunya adalah
ikut berperan dalam mengurangi pengangguran yang semakin tinggi. Sesuai data
dari BPS angka pengangguran mencapai 7.024.172 (BPS, 2016). Kondisi ini
semakin problematik dengan angka kewirausahaan di Indonesia yang masih
130

SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN 2017
(SNP 2017), ISSN: 2503-4855


rendah, Indonesia berada pada score 21,2 atau berada di urutan ke 90 dari 137
negara (The Global Entrepreneurship & Development Index 2017). Fakta ini
menunjukkan pentingnya semangat kewirausahaan dalam mengatasi
pengangguran. SMK diharapkan mampu menjadi solusi melalui penanaman
pendidikan kewirausahaan yang dapat membangun etos dan daya saing SDM
perlu ditumbuhkembangkan secara cepat dan terencana dengan baik.
Salah satu upaya yang dilakukan adalah membangun SMK yang
kompetitif dengan internalisasi nilai-nilai kewirausahaan dalam proses
pembelajaranya. Melalui SMK para siswa dibekali dengan berbagai ketrampilan
sesuai dengan bidangnya. SMK juga memberikan pendidikan kewirausahaan yang
sejalan dengan kompetensi yang ada. Pendidikan kewirausahaan ini bertujuan
untuk melatih siswa-siswi SMK untuk memiliki jiwa wirausaha, sehingga
nantinya mereka dapat membuat lapangan pekerjaan sendiri setelah lulus (Adi,
2011).
Harapan yang tinggi pada pendidikan SMK menjadi pemikiran bersama
untuk mewujudkan pendidikan yang mampu bersinergi dengan kebutuhan dunia
industri maupun menyiapkan lulusanya dengan sikap enterpreneurship yang baik.
Pemikiran ini tidak lepas kondisi SMK yang masih dihadapkan pada
permasalahan, sisi lain menjadi sekolah yang diharapkan mampu mengatasi
berbagai macam pengangguran, namun pada sisi yang berbeda SMK belum siap

dalam berbagai aspek, hal ini terlihat dari permasalahan SMK sebagai berikut;
sarana dan prasarana dalam mendukung praktik kerja yang masih minim, proses
menumbuhkembangkan jiwa kewirausahaan masih bersifat instant tanpa proses
yang tersusun baik dalam kurikulum yang memadai, masih dijumpai lulusan SMK
yang belum mampu membangun usaha sendiri dan masih banyak lulusan SMK
yang menganggur. Tingkat pengangguran tertinggi justru pada lulusan sekolah
menengah kejuruan yaitu 9,84%, kompetensi lulusan SMK dengan permintaan
dunia usaha dan industri belum sesuai (Tempo, 2016)
Data tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar lulusan SMK belum
mampu memenuhi kebutuhan para pemangku kepentingan (stakeholder) dan
lulusan SMK cenderung menjadi para pencari kerja dan masih banyak yang belum
mampu untuk berwirausaha untuk mengembangkan dan mengimplementasikan
keahlian yang didapat di SMK (Subijanto, 2012. Berdasarkan alasan tersebut,
diperlukan pemikiran mendasar tentang SMK yang mampu bersinergi dalam
mewujudkan lulusan yang siap kerja dan memiliki sikap kemandirian yang dapat
diandalkan. Salah satu upaya yang dilakukan adalah membangun edupreneurship
dalam rangka menumbuhkan jiwa kewirausahaan. Edupreneurshipyaitu
melaksanakan kewirausahaan di bidang pendidikanmerupakan kegiatan yang
ditekankan pada usaha kreatif atau inovatif yang dilakukan oleh sekolah untuk
memperoleh prestasi sekolah dan menambah income.( endang 2014).

Pelaksanaanya dapat melalui teaching factory maupun business center. Melalui
teaching factory dengan cara siswa melakukan kegiatan pembelajaran yang mirip
atau hampir sama yang dilakukan di dunia usaha dan industri, teaching factory
menjadi konsep pembelajaran dalam keadaan yang sesungguhnya untuk
menjembatani kesenjangan kompetensi antara pengetahuan yang diberikan
sekolah dan kebutuhan industri. Pembelajaran melalui teaching factory bertujuan
131

SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN 2017
(SNP 2017), ISSN: 2503-4855

untuk menumbuh-kembangkan karakter dan etos kerja (disiplin, tanggung jawab,
jujur, kerjasama, kepemimpinan, dan lain-lain) yang dibutuhkan dunia usaha dan
industri serta meningkatkan kualitas hasil pembelajaran dari sekedar membekali
kompetensi (competency based training) menuju ke pembelajaran yang
membekali kemampuan memproduksi barang/jasa (production based training).
Adapun melalui business center siswa melalukan praktik bisnis dengan
mengambil barang dari sekolah dan dijual kepada masyarakat. Siswa diberikan
kebebasan dalam menganalisis pasar, menetapkan harga, cara menjual barang dan
membuat laporan hasil penjualan.

Pendidikan kewirausahaan ini bertujuan untuk melatih siswa-siswi SMK
untuk memiliki jiwa wirausaha, sehingga nantinya mereka dapat membuat
lapangan pekerjaan sendiri setelah lulus (Adi, 2011). Harapan yang tinggi pada
pendidikan SMK menjadi pemikiran bersama untuk mewujudkan pendidikan yang
mampu bersinergi dengan kebutuhan dunia industri maupun menyiapkan
lulusanya dengan sikap enterpreneurship yang baik. Pemikiran ini tidak lepas
kondisi SMK yang masih dihadapkan pada permasalahan, sisi lain menjadi
sekolah yang diharapkan mampu mengatasi berbagai macam pengangguran,
namun pada sisi yang berbeda SMK belum siap dalam berbagai aspek, hal ini
terlihat dari permasalahan SMK sebagai berikut; sarana dan prasarana dalam
mendukung praktik kerja yang masih minim, proses menumbuhkembangkan jiwa
kewirausahaan masih bersifat instant tanpa proses yang tersusun baik dalam
kurikulum yang memadai, masih dijumpai lulusan SMK yang belum mampu
membangun usaha sendiri dan masih banyak lulusan SMK yang menganggur.
Tingkat pengangguran tertinggi justru pada lulusan sekolah menengah kejuruan
yaitu 9,84%, kompetensi lulusan SMK dengan permintaan dunia usaha dan
industri belum sesuai (Tempo, 2016)
Data tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar lulusan SMK belum
mampu memenuhi kebutuhan para pemangku kepentingan (stakeholder) dan
lulusan SMK cenderung menjadi para pencari kerja dan masih banyak yang belum

mampu untuk berwirausaha untuk mengembangkan dan mengimplementasikan
keahlian yang didapat di SMK (Subijanto, 2012. Berdasarkan alasan tersebut,
diperlukan pemikiran mendasar tentang SMK yang mampu bersinergi dalam
mewujudkan lulusan yang siap kerja dan memiliki sikap kemandirian yang dapat
diandalkan. Salah satu upaya yang dilakukan adalah membangun edupreneurship
dalam rangka
menumbuhkan
jiwa kewirausahaan. Edupreneurshipyaitu
melaksanakan kewirausahaan di bidang pendidikanmerupakan kegiatan yang
ditekankan pada usaha kreatif atau inovatif yang dilakukan oleh sekolah untuk
memperoleh prestasi sekolah dan menambah income.( endang 2014).
Pelaksanaanya dapat melalui teaching factory maupun business center. Melalui
teaching factory dengan cara siswa melakukan kegiatan pembelajaran yang mirip
atau hampir sama yang dilakukan di dunia usaha dan industri, teaching factory
menjadi konsep pembelajaran dalam keadaan yang sesungguhnya untuk
menjembatani kesenjangan kompetensi antara pengetahuan yang diberikan
sekolah dan kebutuhan industri. Pembelajaran melalui teaching factory bertujuan
untuk menumbuh-kembangkan karakter dan etos kerja (disiplin, tanggung jawab,
jujur, kerjasama, kepemimpinan, dan lain-lain) yang dibutuhkan dunia usaha dan
132


SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN 2017
(SNP 2017), ISSN: 2503-4855

industri serta meningkatkan kualitas hasil pembelajaran dari sekedar membekali
kompetensi (competency based training) menuju ke pembelajaran yang
membekali kemampuan memproduksi barang/jasa (production based training).
Adapun melalui business center siswa melalukan praktik bisnis dengan
mengambil barang dari sekolah dan dijual kepada masyarakat. Siswa diberikan
kebebasan dalam menganalisis pasar, menetapkan harga, cara menjual barang dan
membuat laporan hasil penjualan.
KAJIAN TEORI
Sekolah Menengah Kejuruan
Sekolah menengah kejuruan merupakan salah satu jenis pendidikan yang
termasuk jalur pendidikan sekolah tingkat menengah yang mempersiapkan peserta
didik untuk memasuki dunia kerja sesuai bidangnya. Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK) bertujuan memberi bekal pengetahuan dan ketrampilan kepada siswa
untuk memasuki dunia kerja, dan sekaligus menghasilkan tenaga kerja menengah
yang trampil. Hal ini juga ditegaskan dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang
sistem pendidikan Nasional, dinyatakan bahwa SMK bertujuan menyiapkan siswa

untuk memasuki lapangan kerja serta mengembangkan sifat profesional.
memberikan bekal kepada peserta didik untuk dapat bekerja guna menopang
kehidupannya. Melalui uji kompetensi lulusan SMK akan mendapatkan
sertifikasi, dengan sertifikasi tersebut ia dapat mengisi peluang kerja pada dunia
usaha/industri.
Apapun jenis pendidikan pada SMK tidak lain muara dari lulusannya
agar mereka memiliki kemampuan, keterampilan serta kompetensi di dalam
bidang ilmu tertentu, mampu dan terampil diaplikasi untuk dunia kerja. Menurut
Finch dan Crunklinton (1999) bahwa pendidikan kejuruan merupakan pendidikan
yang memberikan bekal kepada peserta didik untuk dapat bekerja guna menopang
kehidupannya. Melalui uji kompetensi lulusan SMK akan mendapatkan
sertifikasi, dengan sertifikasi tersebut ia dapat mengisi peluang kerja pada dunia
usaha/industri. memberikan bekal kepada peserta didik untuk dapat bekerja guna
menopang kehidupannya. Melalui uji kompetensi lulusan SMK akan
mendapatkan sertifikasi, dengan sertifikasi tersebut ia dapat mengisi peluang kerja
pada dunia usaha/industri.
Keberhasilan lulusan merupakan salah satu tolak ukur keberhasilan
SMK. Untuk menentukan keberhasilan program pendidikan kejuruan di SMK
diukur dengan menerapkan ukuran ganda, yaitu (1) Kriteria keberhasilan di
sekolah, meliputi aspek keberhasilan siswa dalam memenuhi persyaratan

kurikulum yang sudah diorientasikan ke persyaratan dunia kerja, (2) Kriteria
keberhasilan di luar sekolah. Diindikasikan oleh keberhasilan atau penampilan
lulusan setelah berada di dunia kerja (Andamari, dkk, 2003).
Hal inilah yang menjadi tanggungjawab dari SMK sebagai salah satu
lembaga pendidikan yang bertanggungjawab untuk menciptakan sumber daya
manusia yang memiliki kemampuan, keterampilan dan keahlian, sehingga
133

SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN 2017
(SNP 2017), ISSN: 2503-4855

lulusannya dapat mengembangkan kinerja apabila terjun dalam dunia kerja. Sikap
profesional merupakan misi dari pendidikan kejuruan sebagai salah satu bentuk
dari sistem pendidikan yang ada di Indonesia. Pendidikan SMK mempunyai misi
untuk membantu peserta didik dalam mengembangkan sikap profesionalnya agar
dapat mempersiapkan dirinya dalam bekerja dan berkarier di dunia
ketenagakerjaan. Tujuan pendidikan kejuruan secara spesifik adalah untuk
meningkatkan kecerdasan, pengetahuan kepribadian, akhlak mulia, serta
ketrampilan peserta didik untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih
lanjut sesuai dengan program kejuruannya agar dapat bekerja secara efektif dan

efisien, mengembangkan ketrampilannya, menguasai bidang keahlian dan dasardasar ilmu pengetahuan serta teknologi, memiliki etos kerja yang tinggi,
berkomunikasi sesuai dengan tuntutan pekerjaannya, serta memiliki kemampuan
dalam mengembangkan diri.
Menurut Hasan (2010) bahwa fungsi pendidikan kejuruan adalah (1)
menyiapkan siswa menjadi manusia Indonesia seutuhnya yang mampu
meningkatkan kualitas hidup, mampu mengembangkan dirinya, dan memiliki
keahlian dan keberanian membuka peluang meningkatkan penghasilan, (2)
menyiapkan menjadi tenaga kerja produktif, dalam rangka memenuhi keperluan
tenaga kerja dunia usaha dan industri, menciptakan lapangan kerja, merubah
status siswa ketergantungan menjadi produktif, (3) menyiapkan siswa menguasai
iptek sehingga mampu menguasai dan memiliki kemampuan dasar untuk
mengembangkan dirinya. Adapun pendidikan kejuruan bertujuan (1) memberikan
bekal ketrampilan individual dan ketrampilan yang laku di masyarakat, sehingga
peserta didik secara ekonomis dapat menopang kehidupannya, (2) membantu
peserta didik memperoleh atau mempertahankan pekerjaan yang diinginkan, (3)
mendorong produktivitas ekonomi secara regional maupun nasional, (4)
mendorong terjadinya tenaga terlatih untuk menopang ekonomi dan industri, dan
(5) mendorong dan meningkatkan kualitas masyarakat. Pendidikan menengah
kejuruan merupakan salah satu jenis pendidikan yang termasuk jalur pendidikan
sekolah tingkat menengah yang mempersiapkan peserta didik untuk memasuki
dunia kerja sesuai bidangnya. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) memiliki
peranan penting dalam menyiapkan tenaga trampil di level menengah, disamping
itu menyiapkan tenaga mandiri yang mampu menciptakan lapangan kerja.
Edupreneurship
Edupreneurship merupakan bagian dari entrepreneurship yang dilaksanakan di
bidang pendidikan. Entrepreneurship adalah usaha kreatif atau inovatif dengan
melihat atau menciptakan peluang dan merealisasikannya menjadi sesuatu yang
memiliki nilai tambah (ekonomi, sosial, dll). Entrepreneurship di bidang sosial
disebut sociopreneurship, di bidang edukasi disebut edupreneurship, di internal
perusahaan disebut interpreneurship, di bidang bisnis teknologi disebut
technopreneurship (Alim, 2009).
Oxford Project, (2012) menjelaskan edupreneurship adalah sekolahsekolah yang selalu melakukan inovasi yang bermakna secara sistemik, perubahan

134

SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN 2017
(SNP 2017), ISSN: 2503-4855

transformasional, tanpa memperhatikan sumber daya yang ada, kapasitas saat ini
atau tekanan nasional dalam rangka menciptakan kesempatan pendidikan baru dan
keunggulan.
Konsep edupreneurship dititik beratkan pada usaha yang dilakukan oleh
sekolah secara kreatif dan/atau inovatif untuk memperoleh keunggulan sekolah
berupa prestasi dan juga menambah penghasilan. Prestasi sekolah mungkin tidak
langsung membuahkan keuntungan yang bersifat materi tetapi sekolah yang
berprestasi memiliki lebih banyak kesempatan untuk mendapat penghargaan,
bantuan, dan input siswa yang lebih baik. Dengan modal prestasi ini, sekolah
sedikit demi sedikit akan mengalami kemajuan sehingga menjadi sekolah unggul.
Dengan keunggulan mungkin tidak memberi dampak finansial secara langsung
tetapi merintis masa depan yang lebih sukses. Setelah menjadi sekolah unggul,
peluang dan kesempatan untuk mencari tambahan pendapatan akan semakin
mudah didapatkan.
Edupreneurship digerakkan oleh kepala sekolah sebagai pemimpin dan
manajer di sekolah. Kepala sekolah yang menjadi edupreneurs adalah seorang
yang mampu mengatur dan mengelola sebuah lembaga sekolah dengan penuh
inisiatif, senantiasa berinovasi dan berani menanggung resiko. Perilaku kepala 6
sekolah agar menjadi kepala sekolah edupreneur setidaknya ada 5 yaitu: (1)
bertindak sebagai agen perubahan; (2) memimpin tanpa pamrih; (3) membawa
budaya baru yang diharapkan dengan penuh keyakinan; (4) mendukung
pengambilan risiko dan belajar terus menerus; (5) bersedia berinvestasi dan
memanfaatkan sumber daya yang ada bahkan ketika sumber daya langka-pun
pemimpin juga mau berinvestasi (Oxford Project, 2012).
Teaching Factory
Penyelenggara pendidikan dituntut mampu menghasilkan lulusan yang kreatif dan
inovatif serta menciptakan peluang usaha. Salah satu strategi untuk menyiapkan
lulusan yang mampu berwirausaha adalah mengembangkan teaching factory
sebagai tempat berlatih usaha. Edupreneurship tanpa teaching factory sama
seperti belajar keterampilan tanpa praktik karena tidak ada pengalaman nyata
yang diperoleh siswa selama belajar. Untuk menjadi seorang entrepreneur tidak
semata-mata harus berwirausaha dengan cara berjualan barang/jasa, akan tetapi
dapat menjadi kreator pada industri kreatif yang lebih luas jangkauannya dan
lebih luas lapangan kerjanya.
Teaching factory adalah suatu konsep pembelajaran kontekstual yang
membuat belajar siswa mendekati situasi dan kondidi kerja yang sebenarnya.
Teaching Factory merupakan sebuah replika industri, memiliki peralatan produksi
setara dengan industri, menerapkan standar operasional prosedur yang sama
dengan industri sehingga produksi barang dan jasapun sejajar dengan industri.
Teaching Factory diharapkan dapat menjembatani kesenjangan kompetensi yang
dibutuhkan industri dengan kompetensi yang dipelajari di sekolah.
Teaching Factory merupakan perpaduan Competency Based Training
(CBT) dan Production Based Training (PBT), Competency Based Training (CBT)
merupakan pembelajaran berbasis kompetensi/skill kerja yang bertujuan
135

SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN 2017
(SNP 2017), ISSN: 2503-4855

mengajarkan keterampilan (skill) kerja sesuai dengan prosedur dan standar kerja
untuk menghasilkan produk yang sesuai dengan tuntutan industri/pasar/konsumen.
Sedangkan Production Based Training merupakan pembelajaran berbasis
produksi yang mengutamakan produk barang atau jasa yang berkualitas tetapi
produk tersebut tidak dipakai atau dipasarkan. Produk hanya untuk menghasilkan
nilai dalam proses belajar mengajar. Dalam teaching factory, pembelajaran
berorientasi pada produk barang atau layanan jasa yang layak jual dan dapat
dimanfaatkan untuk memperoleh keuntungan.
Secara umum pembelajaran teaching Factory bertujuan untuk melatih
siswa berdisiplin, meningkatkan kompetensi keahlian siswa, menanamkan mental
kerja supaya mudah beradaptasi dengan situasi dan kondisi dunia industri,
menguasai bidang manajerial serta menghasilkan produk yang berstandar mutu
industri (I made Gali dkk., 2009). Dalam pedoman pengelolaan teaching factory
yang di terbitkan Dinas Pendidikan Jawa Tengah, teaching factory di harapkan
mampu: (1) menjadi sumber pembelajaran siswa; (2) menjadi salah satu sumber
pendanaan pendidikan sekolah SMK; (3) sebagai sarana peningkatan kompetensi
guru dan siswa: (4) sebagai sarana alih teknologi dan transformasi, budaya
industry dalam pembentukan karakter.
Business Center
Business center(Business center Plan; 2008) adalah suatu kegiatan bisnis
penjualan produk barang ritel dalam bentuk grosir yang dijalankan oleh sekolah
dengan melibatkan siswa dan seluruh sumberdaya sekolah secara mandiri dan atau
bekerjasama dengan usaha bisnis lain yang telah memiliki reputasi baik. Strategi
pelaksanaannya meliputi: (1) mendirikan pusat grosir barang-barang ritel yang
bercirikan putaran bisnis pendek di lingkungan sekolah; (2) mendorong semua
siswa berperan aktif dengan cara membuka outlet/toko di rumah masing-masing
dengan barang dagangan yang disediakan oleh pusat grosir SMK; (3) memberikan
kesempatan bagi semua siswa untuk mendapatkan barang dagangan yang
diperlukan dalam dalam format konsinyasi; (4) meminta para siswa yang
mengoperasikan barang konsinyasi melaporkan program progres penjualannya
dalam selang waktu satu minggu; (5) menarik barang konsinyasi kembali ke pusat
grosir apabila barang tersebut tidak terjual selama dua atau tiga minggu terhitung
mulai tanggal pengambilan; (6) mendorong siswa untuk melakukan kegiatan
pemasaran berawal dari lingkungan keluarganya sendiri untuk selanjutnya
melebar di lingkungan sekitarnya;(6.a) model toko grosir yang dikombinasikan
penjualan langsung ke konsumen di lingkungan tempat tinggal siswa sebagai
wahana untuk mendapatkan pengalaman langsung dalam bidang penjualan; (6.b)
direncanakan dengan pola pemasaran secara ofensif dimana siswa harus
mengidentifikasi, mengelola, dan menguasai konsumen.
Kemudian sesuai kebijakan Direktur Peembinaan SMK, bahwa setiap
SMK hendaknya memiliki unit usaha yang dapat dipergunakan sebagai tempat
pembelajaran praktik siswa khususnya dalam bidang kewirausahaan. Untuk SMK
kelompok Bisnis dan Manajemen, unit usaha yang tepat adalah Business center

136

SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN 2017
(SNP 2017), ISSN: 2503-4855

yaitu unit usaha dalam bisnis ritel yang menyediakan berbagai macam barang
kebutuhan sehari-hari bagi warga masyarakat.
Dalam pelaksanaannya business center menyediakan baranguntuk
diambil para siswa kemudian dijual lagi dilingkungan tempattinggal masingmasing dengan cara membuka warung, toko dan outlet. Dengandemikian para
siswa dapat mempraktikkan secara langsung usaha bisnis riteldan akan menikmati
keuntungan yang diperoleh dari usahanya. Pendirian Prinsip-prinsip Business
center meliputi: (1) berorientasi pada keuntungan finansial, (2) berorientasi pada
kebutuhan konsumen, (3) dikelola tim khusus secara profesional, (4) dilaksanakan
dengan cara konsinyasi, dan (5) melibatkan seluruh siswa lingkup program bisnis
manajemen dan guru terkait. Pemanfaatan dana bantuan: (1) memenuhi kebutuhan
modal kerja apabila ruang operasional bisnis grosir telah tersedia dan memenuhi
syarat, (2) memenuhi kebutuhan sebagian modal kerja dan sebagian penyiapan
ruang operasional business center; (3) menyiapkan ruang operasional businesss
center apabila kebutuhan modal kerja telah terpenuhi atau telah disediakan oleh
mitra bisnis SMK, dan (4) koordinasi dan pembimbingan program (maksimal
5%).
Jiwa Kewirausahaan
Adapun aspek-aspek kejiwaan yang mencirikan bahwa seseorang dikatakan
memilki jiwa wirausaha adalah sebagai berikut yang penulis kutip dan bahas
berdasarkan pendapat Suryana (2003) bahwa orang-orang yang memiliki jiwa dan
sikap
kewirausahaan
yaitu
:a)
Percaya
diri
Percaya diri dalam menentukan sesuatu, percaya diri dalam menjalankan sesuatu,
percaya diri bahwa kita dapat mengatasi berbagai resiko yang dihadapi merupakan
faktor yang mendasar yang harus dimiliki oleh wirausaha. Seseorang yang
memiliki jiwa wirausaha merasa yakin bahwa apa-apa yang diperbuatnya akan
berhasil walaupun akan menghadapi berbagai rintangan. Tidak selalu dihantui
rasa takut akan kegagalan sehingga membuat dirinya optimis untuk terus maju.
b) Berinisiatif (energik dan percaya diri). Dalam menghadapi dinamisnya
kehidupan yang penuh dengan perubahan dan persoalan yang dihadapi, seorang
wirausaha akan selalu berusaha mencari jalan keluar. Mereka tidak ingin hidupnya
digantungkan pada lingkungan, sehingga akan terus berupaya mencari jalan
keluarnya.c) Memiliki motif berprestasi, berbagai target demi mencapai sukses
dalam kehidupan biasanya selalu dirancang oleh seorang wirausaha. Satu demi
satu targetnya terus mereka raih. Bila dihadapkan pada kondisi gagal, mereka
akan terus berupaya kembali memperbaiki kegagalan yang dialaminya.
Keberhasilan demi keberhasilan yang diraih oleh seseorang yang
berjiwa entrepreneur menjadikannya pemicu untuk terus meraih sukses dalam
hidupnya. Bagi mereka masa depan adalah kesuksesan adalah keindahan yang
harus dicapai dalam hidupnya.d) Memiliki jiwa kepemimpinan (berani tampil
berbeda dan berani mengambil resiko dengan penuh perhitungan). Leadership
atau kepemimpinan merupakan faktor kunci menjadi wirausahawan sukses. e).
Suka tantangan, kita mungkin sering membaca atau menyaksikan beberapa kasus
mundurnya seorang manajer atau eksekutif dari suatu perusahaan. Apa yang
137

SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN 2017
(SNP 2017), ISSN: 2503-4855

menyebabkan mereka hengkang dari perusahaannya dan meninggalkan
kemapanan sebagai seorang manajer? Sebagian dari mereka ternyata merasa jenuh
terus menerus mengemban tugas rutin yang entah kapan berakhirnya. Mereka
membutuhkan kehidupan yang lebih dinamis yang selama ini belim mereka
dapatkan di perusahaan tempat mereka bekerja. Akhirnya mereka menelusuri
aktivitas seperti apakah yang dapat memuaskan kebutuhan mereka akan tantangan
? “Berwirausaha” ternyata menjadi pilihan sebagian besar manajer yang sengaja
keluar dari kemapanannya di perusahaan. Mengapa “wirausaha ?” Ternyata begitu
banyak variasi pekerjaan dan perubahan yang sangat menantang dalam dunia
wirausaha.
Ciri-ciri dan sifat-sifat seorang wirausahawan yang lain: 1) Percaya diri
yaitu mempunyai keyakinan, kemandirian, individualitas dan optimisme, 2)
Berorientasikan pada tugas dan hasil; dengan senantiasa berorientasi pada laba,
memiliki ketekunan dan ketabahan, memiliki tekad yang kuat, suka bekerja keras,
berorientasi pada prestasi, energik dan memiliki inisiatif, 3) Pengambil resiko;
memiliki kemampuan mengambil resiko dan suka pada tantangan,
4)Kepemimpinan; bertingkah laku sebagai pemimpin, dapat bergaul dengan orang
lain dan suka terhadap saran dan kritik yang membangun, 5) Keorisinilan;
memiliki inovasi dan kreativitas tinggi, fleksibel, serba bisa dan memiliki jaringan
bisnis yang luas, 6) Berorientasi ke masa depan; memiliki presepsi dan cara
pandang yang berorientasi pada masa depan, 7) Jujur dan tekun; memiliki
keyakinan bahwa hidup itu sama dengan kerja.
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Implementasi edupreneurship
Implementasi edupreneurship di sekolah menengah kejuruan dilaksanalan melalui
teaching factory dan business center.(Mulyatiningsih E, 2014).Model
Pembelajaran Teaching Factory dengan memanfaatkan sarana prasarana yang
dimiliki Sekolah dalam menciptakan suasana industri di sekolah untuk mencapai
kompetensi satu atau beberapa mata pelajaran produktif. Siswa diberi pengalaman
langsung suasana kerja seperti di industri meskipun di sekolah dengan
dihadapkan pada pekerjaan nyata sesuai kompetensi yang harus dimiliki dari satu
atau beberapa mata pelajaran produktif baik yang bersifat produk maupun jasa.
Sehingga kompetensi yang dicapai sesuai dengan yang seharusnya dan tidak
terjadi kesenjangan kemampuan/ kompetensi antara kebutuhan/tuntutan industri
dengan kemampuan /kompetensi yang dikembangkan di sekolah.(Hidayat D,
2015)
Sedangkan menurut Tri Kuat (2013) Model praktik bisnis di business
center merupakan suatu kegiatan bisnis penjualan produk barang ritel dalam
bentuk grosir yang dijalankan oleh sekolah dengan melibatkan siswa dan seluruh
sumberdaya sekolah secara mandiri dan atau bekerjasama dengan usaha bisnis
lain yang telah memiliki reputasi baik. Strategi pelaksanaannya meliputi: (1)
mendirikan pusat grosir barang-barang ritel yang bercirikan putaran bisnis pendek
di lingkungan sekolah; (2) mendorong semua siswa berperan aktif dengan cara
138

SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN 2017
(SNP 2017), ISSN: 2503-4855

membuka outlet/toko di rumah masing-masing dengan barang dagangan yang
disediakan oleh pusat grosir SMK; (3) memberikan kesempatan bagi semua siswa
untuk mendapatkan barang dagangan yang diperlukan dalam dalam format
konsinyasi; (4) meminta para siswa yang mengoperasikan barang konsinyasi
melaporkan program progres penjualannya dalam selang waktu satu minggu; (5)
menarik barang konsinyasi kembali ke pusat grosir apabila barang tersebut tidak
terjual selama dua atau tiga minggu terhitung mulai tanggal pengambilan; (6)
mendorong siswa untuk melakukan kegiatan pemasaran berawal dari lingkungan
keluarganya sendiri untuk selanjutnya melebar di lingkungan sekitarnya;(6.a)
model toko grosir yang dikombinasikan penjualan langsung ke konsumen di
lingkungan tempat tinggal siswa sebagai wahana untuk mendapatkan pengalaman
langsung dalam bidang penjualan; (6.b) direncanakan dengan pola pemasaran
secara ofensif dimana siswa harus mengidentifikasi, mengelola, dan menguasai
konsumen.
Menumbuhkan jiwa kewirausahaan melalui pembelajaran teaching factory
Menurut Dadang Hidayat M (2015) Menumbuhkan jiwa kewirausahaan dilakukan
dengan pembelajaran teaching factory 6 M (TF 6 M)
Model TF-6M terdiri dari dua kelompok kegiatan yaitu softskill dan hardskill.
Dengan kegiatan softskill dan hardskill diharapkan terkembangkan potensi siswa
dalam bentuk kecakapan personal, sosial, akademik dan vokasional yang terpadu
pada siklus pembelajaran. Ada tiga unsur yang terlibat dalam proses pembelajaran
yaitu: 1) siswa yang memerankan sebagai pekerja, 2) guru yang berperan sebagai
asesor, konsultan, fasilitator dan sekaligus sebagai penanggungjawab keseluruhan
program pembelajaran, dan 3) pemberi/pemilik order baik dari industri, dari
perseorangan atau dari sekolah sendiri. Adapun langkahnya sebagai berikut:
1) Menerima Pemberi Order: langkah ini bentuk kegiatannya berkomunikasi,
yang mengandung makna bagaimana siswa yang berperan sebagai pekerja
menerima pemberi order. Bagaimana terjalin nya raport antara pekerja
dengan pemberi order yang berujung saling mempercayai dan saling
menguntungkan.
2) Menganalisis Order: bentuk kegiatannya melakukan analisis order dari
pemberi order sesuai tuntutan gambar. Pekerja dihadapkan pada tuntutan:
dalam waktu yang singkat harus mampu memberi jawaban bahwa dia
sanggup mengerjakan order dalam waktu tertentu, sehingga memerlukan
keyakinan yang tinggi untuk memberi jawaban tersebut. Untuk itu siswa
harus mempunyai pengetahuan yang memadai dalam menganalisis
order,sehingga memperkuat keyakinannya. Siswa harus melakukan
konsultasi dengan guru yang berperan sebagai konsultan.
3) Menyatakan Kesiapan Mengerjakan Order: bentuk kegiatannya
berkomunikasi, makna pernyataan kesiapan untuk mengerjakan order
sesuai spesifikasi, hal itu tidak mungkin terjadi bila siswa tidak yakin
bahwa dia bisa melakukan sesuai permintaan. Begitu siswa menyatakan
kesiapannya berarti dia membuat janji yang harus ditepati, karena itu

139

SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN 2017
(SNP 2017), ISSN: 2503-4855

dibutuhkan komitmen, dan kompetensi kerja, sehingga diharapkan akan
membangkitkan motivasi, tanggungjawab, dan etos kerja.
4) Mengerjakan Order: langkah ini bentuknya melakukan pekerjaan sesuai
tuntutan spesifikasi kerja. Siswa sebagai pekerja harus mentaati prosedur
kerja, mentaati keselamatan kerja dan langkah kerja untuk menghasilkan
benda kerja yang sesuai spesifikasi pemesan.
5) Melakukan Quality Control: bentuk kegiatannya pekerja melakukan
penilaian terhadap benda kerja yang dikerjakannya dengan
membandingkan hasil pengukuran dengan parameter spesifikasi order.
Langkah ini menuntut kejujuran, kehati-hatian, dan ketelitian. Melalui
quality control siswa mendapat keyakinan bahwa benda kerja yang
dihasilkan telah atau tidak memenuhi spesifikasi, seperti yang diharapkan
pemberi order.
6) Menyerahkan Order: bentuk kegiatannya berkomunikasi. Siswa harus
mempunyai kayakinan bahwa order akan dapat diterima oleh pemberi
order karena telah memenuhi spesifikasi, dalam kondisi itu
memungkinkan terjadi komunikasi yang produktif.
Ke enam kegiatan tersebut diatas dapat membentuk jiwa kewirausahaan siswa.
Karena dengan melaksanakan kegiatan tersebut siswa mendapatkan pengalaman
dan ketrampilan baru melakukan praktek kerja yang mandiri dari menerima order
sampai menyerahkan barang pesanan. Pengalaman dan ketrampilan inilah yang
menjadikan siswa memiliki rasa percaya diri, berani mengambil resiko pekerjaan,
membentuk jiwa kepemimpinan, berorientasi pada tugas dan hasil yang
memuaskan pelanggan, menjadi orang yang jujur dan tekun, serta berorientasi
pada keberhasilan masa depan. Untuk memperdalam kajian berikut kami
sampaikan tabel kegiatan TF 6M dan ciri jiwa kewirausahaan serta capaian jiwa
kewirausahaan.
Tabel 1
Hubungan antara Teaching Factory dengan Ciri Jiwa Kewirausahaan
No
1.
2.
3.
4.
5.
6

Kegiatan TF 6 M

Capaian
Kewirausahaan
pemberi No. 1, 3, 4

Jiwa Keterangan
Jiwa
Kewirausahaan
Menerima
1. Percaya diri
order
2. Berorientasi pada
tugas dan hasil
Menganalisis order:
No. 1, 3, 5, 7
3. Pengambil
Menyatakan
kesiapan No. 1, 2, 3, 4, 6
Resiko
mengerjakan order
4. Kepemimpinan
Mengerjakan order
No. 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7
5. Keorisinilan
Melakukan
Quality No. 1, 2, 3, 4, 5, 7
6. Berorientasi ke
Control
masa depan
Menyerahkan Order
No. 1, 2, 3,4
7. Jujur dan tekun

140

SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN 2017
(SNP 2017), ISSN: 2503-4855

Menumbuhkan jiwa kewirausahaan melalui business center
Penumbuhan Jiwa kewirausahaan melalui business center dilakukan melalui
kegitan praktek bisnis yang dilakukan siswa. Dalam praktek bisnis ini siswa
melakukan kegiatan yang dapat membentuk jiwa kewirausahaan. Menurut Tri
Kuat (2015) kegiatan yang dilakukan dalam praktik bisnis adalah: 1) siswa
melakukan observasi pasar untuk mengetahui apa kebutuhan konsumen terhadap
barang keperluan sehari-hari, 2)berdasarkan observasi pasar siswa dapat
menginventarisir kebutuhan barang yang harus disediakan untuk memenuhi
kebutuhan konsumen, 3) siswa melakukan pemesanan barang ke business center
sekolah sesuai kebutuhan yang diperlukan konsumen, 4) siswa menjual barang
langsung ke konsumen dengan harga yang ditetapkan sendiri oleh siswa, 5) siswa
dapat melakukan pembukuan terhadap transaksi yang dilakukan, 6) siswa dapat
mengelola keuangan dan keuntungan yang diperoleh.
Jika dilihat dari kesempatan yang diterima selama siswa melakukan
praktek bisnis di business center dan bila dikaitkan dengan ciri dan sikap seorang
yang berjiwa kewirausahaan, maka dapat disimpulkan bahwa praktik
businesscenter dapat menumbuhkan dan meningkatkan jiwa kewirausahaan.
Setelah siswa melakukan praktik bisinis di business center maka siswa akan
memperoleh pengalaman dan ketrampilan yang riil dalam bisnis sehingga rasa
percaya diri siswa meningkat, melatih siswa untuk berani mengambil resiko
dengan menetapkan harga barang sendiri , tumbuh jiwa kepemimpinan seperti
berani mengambil keputusan, siswa mampu melaksanakan tugas dan mencapai
hasil yang maksimal, siswa mampu berorientasi terhadap masa depan yang lebih
baik dan siswa bekerja denjan jujur dan tekun. Untuk lebih memperdalam kajian
ini di bawah ini kami sampaikan tabel yang berisi kegiatan siswa dalam business
center dan ciri-ciri orang yang berjiwa wirausaha, serta capaiannya sebagai
berikut :
Tabel 2
Hubungan Praktik Business Center dengan Ciri Jiwa Kewirausahaan Sumber
(Kuat T, 2015)
No

Kegiatan siswa

1
2

Observasi pasar
Menginventarisir kebutuhan
konsumen

3

Melakukan pemesanan/
pembelian
dari business center

Jiwa
Kewirausahaan
yang dapat dicapai
No. 1,2, 3, 5
No. 1, 2,3,4

No. 1,2,6

141

Keterangan jiwa
kewirausahaan
1. Percaya diri
2. Berorientasi
pada tugas dan
hasil
3. Pengambil
Resiko
4. Kepemimpinan

SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN 2017
(SNP 2017), ISSN: 2503-4855

4.

Menjual barang dengan
menetapkan
harga sendiri

No. 1,2,3,4,5,6,7
5. Keorisinilan

5.

Melakukan pembukuan dan
membuat laporan

No. 1,2,3, 7

6.

Mengelola keuangan sendiri

No. 1,2,3,7,

6. Berorientasi ke
masa depan
7. Jujur dan tekun

SIMPULAN
1. Implementasi edupreneurship dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
dengan melaluiteaching factory dan melaluibusiness center.
2. Kegiatan teaching factory dengan model TF 6 M dengan kegiatan
menerima order, menganalisis order, menyatakan kesiapan mengerjakan
order, mengerjakan order, mengadakan quality control, dan menyerahkan
order. dapat menumbuhkan jiwa kewirausahaan yang signifikan percaya
diri, berorientasi pada tugas dan hasil, berani mengambil resiko,
kepemimpinan..
3. Kegiatan business center melalui praktik bisnis dengan kegiatan observasi
pasar,
menginventarisir
kebutuhan
konsumen,
melakukan
pemesanan/pembelian dari business center, menjual barang dengan
menetapkan harga sendiri, dapat menumbuhkan jiwa kewirausahaan yang
signifikan percaya diri, berorientasi pada tugas dan hasil, Berani
mengambil Resiko, jujur dan tekun.

DAFTAR PUSTAKA
Adi,

A.S. 2011. “Membangun Jiwa Wirausaha Siswa SMK”.
(http://aniesmedia.blogspot.co.id) . Bandung: Indonesia
Badan Pusat Statistik. 2016.“data pengangguran terbuka” (https://www.bps.go.id).
Jakarta: Indonesia
Curtis, R.Finch., John R. Crunkilton. 1999. Curriculum Development in
Vocational and Technical Education Planning, Content, and
Implementation. Five Edition, Needham Heigts : Allyn & Bacom A
Viacom Company.
Global enterpreneurship and develovepment Index “Rangking Intrepreneurship
and Development Index
Indonesia tahun 2017”
( http: //
thegedi.org.countries/indonesia). Jakarta: Indonesia
Hidayat, D., 2015. Model Pembelajaran Teaching Factory (TF6M) Teory dan
Implementasinya. UPI Bandung
Hasan, B. 2010. “Pendidikan kejuruan di Indonesia”.
(Upi/direktori/Fptk/Jur.Pend.Teknik. Elektro/B.Hasan). Bandung: Indonesia
Ikhwan Alim. 2010. “Peranan ITB dalam Pengembangan Kewirausahaan”.
Menteri Koordinator Pengembangan Kemahasiswaan Kabinet KM ITB
142

SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN 2017
(SNP 2017), ISSN: 2503-4855

2009-2010. ( http://ikhwanalim.wordpress.com ). Bandung: Indonesia
Mulyatiningsih, E., Sugiyono, Purwanti, S. 2014. Pengembangan
Edupreneurship; Sekolah Kejuruan. Fakultas Teknik UNY
Oxford Project. 2012. Leading through Edupreneurship. Copyrighted to Oxford
Community Schools.
Suryana. 2003. Pedoman Praktis, Kiat dan Proses Menuju Sukses. Jakarta: PT
Salemba Empat
Kuat, T.. 2015. Penumbuhan Jiwa Kewirausahaan Melalui Praktik Bisnis di
Business Center (Studi
Kasus: SMK Muhammadiyah 2
Surakarta).Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial. 25(1): 115-125.
Tempo online. “Pengangguran tertinggi SMK.” ( https://m.tempo.co). Jakarta:
Indonesia.
Undang-Undang No 20 Tahun 2003. Tentang Sistem Pendidikan Nasional

143