SAATNYA MENJALANKAN DEMOKRASI

SAATNYA MENJALANKAN DEMOKRASI
Arief Budiman Ch.
SEHARI setelah pelaksanaan Pemilu Presiden, satu sms (short message service) dikirim di HP
saya: Mudah-mudahan orang Indonesia nanti bisa segembira orang Yunani sekarang karena
MAR menang dan tidak sesedih orang Portugal ketika kalah. Saat itu proses penghitungan
perolehan suara sudah mulai dipublikasikan media. Perolehan suara MAR terlalu kecil, kata Gus
Dur, sebagaimana disiarkan oleh sebuah media. Melihat perolehan (sementara) suara MAR,
teman-teman saya menunjukkan ekspresi kecewa, kurang puas. Proses penghitungan belum
mencapai 10 persen dari sekitar 150 juta suara. Lalu ada yang berkata: Kalau MAR tidak masuk
dua besar, saya akan Golput! Yang lain berkata: Saya akan datang ke Pemilu September nanti
dan akan saya coblos semua! Lebih ekspresif lagi teman saya yang menjadi koordinator saksi di
tingkat PPS kampung saya: Kalah MAR kalah, saya ndak ikut pemilu final, data-data (hasil
Pilpres 1) ini akan saya robek-robek, tak obong! Katanya.
Saya belum tahu bagaimana reaksi teman lain yang ketika itu dini hari setelah Pilpres masih
menghitung perolehan suara tingkat propinsi, sendirian, ditemani seorang lagi yang sudah
terlelap di kursi, kelelahan. Tampaknya ia lebih tekun: penghitungan suara harus diselesaikan
dulu sampai akhir. Soal reaksi nanti kalau hasilnya sudah pasti. Barangkali begitu pikirnya.
Dua hari setelah Pilpres, satu sms datang dari teman, 'orang dalam' Majalah ini: Suara warga
Muhammadiyah kemana, ya? Saya jawab setengah bercanda: Ke Suara Muhammadiyah! Masak
Bapak lupa? Dibalasnya lagi: Yang ke SM jelas 20 ribu. Tapi yang lancar bayar separonya. Ini
juga perlu dipertanyakan. Ha..ha...

Satu komentar yang menarik, memberitahu saya sekaligus dua hal: pertama, Betapa sedikitnya
pembaca (pelanggan) SM dan bagaimana perilakunya yang kurang peduli untuk membayar biaya
berlangganan, dan kedua, dengan asumsi jumlah pembaca (pelanggan) SM, dia mencoba
mengira betapa kecilnya (juga) sesungguhnya suara warga Muhammadiyah! (untuk menjadi
pendukung MAR).
Sebuah sms yang lain tertulis di hp saya tentang Pilpres ini: Kalah menang bukan tujuan. Tetapi
amal bajik yang diperbuat itulah yang pasti.
Inilah saatnya pembaca, kalau kita sadari, dalam sejarah Bangsa ini, kita sebagai warga negara
Indonesia memiliki kedaulatan penuh untuk memilih presiden (dan wapres) sendiri. Memilih
secara demokratis Pemimpin yang kita yakini akan memimpinkan kehidupan berbangsa kita ke
depan menuju kehidupan bangsa Indonesia yang lebih baik.
Mengapa hal ini bisa terjadi? Mari kita coba runut selintas 'sejarahnya'. Rasanya kita sudah sama
tahu, bahwa kehidupan berdemokrasi ini bisa terwujud karena kepeloporan mantan ketua
Persyarikatan Muhammadiyah kita ini: Prof. Dr. H.M. Amien Rais, M.A. Perjuangannya (yang
tercatat) sejak 1993 sampai tahun 1998 berhasil meruntuhkan "tembok tebal" penghalang
demokrasi. Tembok tebal itu diyakini banyak orang tidak mungkin diruntuhkan (sebuah
keyakinan keliru, mengabaikan kuasa tangan Tuhan yang kuasa memungkinkan segalanya).
Nyatanya, Soeharto tumbang dan Pak Amien selamat. Kemudian, Undang-Undang Dasar 1945
diamandemen, dengan perjuangan berat.
Otonomi daerah diberlakukan. Pemilu mulai

diupayakan terselenggarakan secara demokratis. Mulai terjadi transparansi penyelenggaraan
pemerintahan; walaupun korupsi masih menggurita cengkeramannya di negeri ini. Kita semua
sekarang ini bebas menyuarakan pendapat (sekarang semua orang berani berdemonstrasi untuk

menyuarakan hak dan kewajibannya). Dan masih banyak lagi hal-hal lain yang terkait dengan
pelaksanaan demokrasi di negeri kita ini.
Akhirnya, ya... nggak usah terlalu ekspresif kecewa, kurang puas karena kalah, gitu dong\ Kata
Al-Qur'an: Inna ma'al ushri yusro, fa-inna ma'al ushri yusro. Faidza faraghta fanshab, wa-ila
rabbika farghab (Q.S. Al-lnsirah: 5-8). Rasanya ini bukan akhir dari segalanya, jika MAR kalah
dalam Pilpres. Ini baru permulaan demokrasi. Proses berdemokrasi masih panjang jalan ke ujung
tujuan yang harus dilalui, karena masih samar-samar yang tampak di titik cakrawala. Selamat
menikmati kehidupan demokrasi, orang Indonesia!
AriefBudiman Ch. Peminat sastra-budaya-pendidikan, perancang grafis. Anggota LPTP PP
Muhammadiyah.
Sumber:
Suara Muhammadiyah
Edisi 15 2004