I. PENDAHULUAN - PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum) TERHADAP DAYA TETAS TELUR IKAN TAWES (Puntius javanicus) YANG TERSERANG JAMUR - Repository utu

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Ikan tawes merupakan salah satu jenis ikan budidaya yang penting khususnya di Indonesia, bahkan menduduki nomor dua sebagai ikan konsumsi di negara-negara Asia Tenggara. Beberapa kelebihan ikan tawes yaitu mudah dipelihara di berbagai jenis media dan tidak membutuhkan lahan yang terlalu istimewa, tidak memerlukan modal yang banyak, serta mudah didapat dan dikembangbiakkan. Budidaya ikan tawes pada umumnya tidak terlepas dari resiko biologis terutama yang disebabkan oleh adanya gangguan penyakit dan infeksi jamur.

  Salah satu penghambat keberhasilan dalam usaha budidaya ikan tawes

  

(Puntius javanicus) adalah serangan hama dan penyakit, baik pada tingkat

  pembenihan maupun pada pembesarannya. Sugianti (2009) menjelaskan bahwa jamur yang biasa menyerang telur ikan tawes (Puntius javanicus) adalah

  

Saprolegnia sp. Jamur dapat menyerang telur dan berkembangbiak didalamnya

  karena terdapat luka akibat serangan bakteri. Jika telur ikan tawes (Puntius

  

javanicus) dibiarkan menetas di kolam pemijahan, maka akan mudah terserang

  oleh hama penyakit. Begitu juga dengan pemindahan telur dari kolam ke wadah penetasan, terdapat kemungkinan ikut terbawanya parasit bersama dengan telur.

  Parasit yang berupa bakteri akan menginfeksi telur sehingga telur menjadi rusak dan kemudian diinfeksi oleh jamur. Oleh karena itu, perlu dilakukan tindakan pencegahan dan pengobatan agar telur tawes (Puntius javanicus) yang akan ditetaskan, terbebas dari serangan penyakit.

  Tindakan pencegahan dan pengobatan terhadap serangan jamur Saprolegnia sp. sering menggunakan senyawa sintetik yang telah terbukti efektifitasnya sebagai anti jamur sehingga kualitas telur dapat meningkat. Senyawa sintetik yang sering digunakan antara lain Methylene blue, Malachite green, formalin maupun povidone-iodine (Betadine). Namun dipihak lain, pemakaian bahan kimia dan anti biotik secara terus-menerus dengan konsentrasi yang tidak tepat, akan menimbulkan masalah baru yaitu meningkatkan resistensi parasit terhadap senyawa sintetik tersebut. Selain itu, masalah lainnya adalah bahaya yang ditimbulkan terhadap lingkungan dan manusia. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka perlu adanya alternatif obat yang lebih aman dan tentunya dapat digunakan untuk mengendalikan penyakit akibat jamur. Salah satu alternatif yang dapat digunakan yaitu dengan memanfaatkan tanaman tradisional yang bersifat anti jamur. Selain bersifat anti jamur, tanaman tersebut juga mudah diperoleh dan mudah digunakan pada kegiatan pencegahan dan penanganan penyakit ikan.

  Salah satu tanaman tradisional yang berpotensi dapat mengobati penyakit akibat jamur. adalah bawang putih (Allium sativum). Bawang putih (Allium

  

sativum) diketahui memiliki kandungan zat yang bersifat anti jamur. Selama ini,

  sudah banyak penelitian tentang pengobatan penyakit yang disebabkan oleh bakteri maupun jamur menggunakan ekstrak bawang putih (Allium sativum).

  Akan tetapi kebanyakan pengobatan tersebut diaplikasikan pada penyakit yang menyerang ikan, belum banyak diaplikasikan pada penyakit yang menyerang telur ikan. Oleh sebab itu, penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh pemberian ekstrak bawang putih (Allium sativum ) sebagai anti jamur pada telur ikan tawes (Puntius javanicus).

  1.2 Tujuan Penelitian

  Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

  1. Untuk mengetahui efektifitas ekstrak bawang putih (Allium sativum) sebagai anti jamur pada telur ikan tawes (Puntius javanicus).

  2. Untuk mengtahui pengaruh pemberian ekstrak bawang putih (Allium sativum) sebagai anti jamur pada telur ikan tawes (Puntius javanicus).

  1.3 Manfaat Penelitian

  Adapun manfaat dari penelitian ini adalah untuk meminimalkan infeksi jamur pada telur ikan tawes dengan perlakuan pemberian ekstraksi bawang putih dan sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya.

  1.4 Rumusan Masalah

  Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

  1. Apakah Ekstrak bawang putih (Allium sativum) dapat menjadi anti jamur pada telur ikan tawes (Puntius javanicus)?

  2. Bagaimana Pengaruh pemberian ekstrak bawang putih (Allium sativum) dapat menjadi anti jamur pada telur ikan tawes (Puntius javanicus)?

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Dan Morfologi

  Klasifikasi ikan tawes (Puntius javanicus) menurut (Nelson, 2006) adalah sebagai berikut: Kerajaan : Animalia Filum : Chordata kelas : Actinopterygii Ordo : Cypriniformes Superfamili : Cyprinoidea Famili : Cyprinidae Genus : Barbonimus Spesies : Puntius javanicus

  Gambar 1. Ikan tawes Ikan tawes merupakan salah satu ikan asli Indonesia terutama pulau Jawa.

  Hal ini juga yang menyebabkan tawes memiliki nama ilmiah Puntius javanicus. Ikan tawes memiliki nama lokal tawes (Indonesia), taweh atau tawas, lampam Jawa (Melayu). Di Danau Sidendreng ikan tawes disebut bale kandea (Amri dan Khairuman, 2008).

  Ikan tawes termasuk ke dalam famili Cyprinidae seperti ikan mas dan ikan nilem. Bentuk badan agak panjang dan pipih dengan punggung meninggi,kepala kecil, moncong meruncing, mulut kecil terletak pada ujung hidung, sungut sangat kecil atau rudimenter. Di bawah garis rusuk terdapat sisik 5½ buah dan 3-3½ buah di antara garis rusuk dan permulaan sirip perut. Garis rusuknya sempurna berjumlah antara 29-31 buah. Badan berwarna keperakan agak gelap di bagian punggung. Pada moncong terdapat tonjolan-tonjolan yang sangat kecil. Sirip punggung dan sirip ekor berwarna abu-abu atau kekuningan, dan sirip ekor bercagak dalam dengan lobus membulat, sirip dada berwarna kuning dan sirip dubur berwarna oranye terang. Sirip dubur mempunyai 6½ jari-jari bercabang (Kottelat et al, 1993).

  Sisik dengan struktur beberapa jari-jari sejajar atau melengkung ke ujung, sedikit atau tidak ada proyeksi jari-jari ke samping. Ada tonjolan sangat kecil, memanjang dari tilang mata sampai ke moncong dan dari dahi ke antara mata. Sirip dubur mempunyai 6½ jari-jari bercabang, 3-3½ sisik antara gurat sisi dan awal sirip perut (Kotelat et al., 1993).

2.2 Habitat Ikan Tawes

  Ikan tawes merupakan salah satu ikan asli Indonesia. Ikan tawes dalam habitat aslinya adalah ikan yang berkembang biak di sungai, danau dan rawa– rawa dengan lokasi yang disukai adalah perairan dengan air yang jernih dan terdapat aliran air, mengingat ikan ini memiliki sifat biologis yang membutuhkan banyak oksigen dan hidup di perairan tawar dengan suhu tropis 22 – 28°C, serta pH 7. Ikan ini dapat ditemukan di dasar sungai mengalir pada kedalaman hingga lebih dari 15 m, rawa banjiran dan waduk. Ikan tawes adalah termasuk ikan herbivora atau pemakan tumbuhan (Kotelat et al, 1993).

2.3 Reproduksi Ikan Tawes

  Ikan tawes dipijahkan pada umur 6 bulan untuk jantan dan setahun untuk ikan betina, namun sebaiknya mempergunakan induk yang berumur lebih dari sepuluh bulan untuk jantan dan 14 bulan untuk betina. Induk jantan yang di pergunakan untuk pemijahan sebaiknya jangan terlalu tua dan tidak terlalu sering dikawinkan, sebagai batas yang ideal maka sebaiknya induk betina tidak lebih 6 kali perkawinan. Ikan yang sudah tua biasanya berwarna kusam, tidak becahaya sisiknya, selain harus cerah sisiknya pun harus tersusun dengan teratur dan relatif besar, jangan ada cacat pada badanya, sebab dikhawtirkan akan menularkan pada keturunanya. Sebaiknya dipilih induk yang gesit gerakanya yang menandakan badannya sehat.

  Untuk membedakan induk jantan dan betina ikan tawes selain perbedaan bentuk perut bagi yang sudah matang gonad dapat juga dengan meraba pipi ikan yang akan dijadikan induk. Induk jantan mempunyai pipi yang kasar sedangkan induk betina mempunyai pipi yang halus.

  Ikan jantan yang telah matang gonad akan mengeluarkan cairan berwarna putih seperti santan yang tidak lain adalah sperma, apabila kita mengurutnya dari arah perut kelubang dubur. Sedangka induk betina yang sudah matang gonad akan menunjukan bentuk badan bulat karena perutnya mengembang selain itu juga pada lubang gental berwarna kmerah-merahan atau terdapat bintik merah dan bila distripig megeluarkan telur (Mukti, 2005).

2.4 Jamur Yang Menyerang Telur Ikan Tawes

  Saprolegnia dikenal dengan cendawan air. Sifatnya mengandung selesa tidak

  berseka, cabang-cabang dan berdiameter 20 mikron. Perbanyakan cendawan ini dilakukan secara asexual dan sexual. Reproduksi aseksual dilakukan zoosporas

  

biflagela yang terbentuk di dalam sporagia dan berenang bebas di dalam air untuk

mendapatkan zoospora kemudian berkembang menjadi hypa.

  Zoospora Saprolegnia terbagi atas zoospora primer yang terbentuk seperti tabung (pipe shepe) dan sekunder yang berbentuk seperti kacang (beam shape).

  Biasanya zoospora primer akan membentuk kiste yang kemudian akan membentuk zoospora sekunder yang baru. Perbanyakan secara sexual terjadi dengan adanya fertilisasi antara gamet jantan dan gamet betina. Pada tabung fertilisasi yang menghasilkan pembuahan Oogonia. Osfer ini kemudian akan membentuk zoospora primer. Perkembangan selanjutnya seperti pada proses reproduksi aseksual. Aseksual (zoospora, sporagia, substrat, zoospora, hypa).

  Jamur ini berproduksi selama 2 jam. Zoospora ini merupakan stadia efektif yang dapat menginfeksi ikan yang stres, maka melalui luka sebagai infeksi sekunder menginfeksi telur yang infentil maupun yang fertil (Alifuddin, 1996).

  Jamur yang suka menyerang telur ikan biasanya dari jenis Saprolegnia dan

  

Achlya. Jamur ini dapat tumbuh terutama pada lingkungan yang banyak

  mengandung bahan organik, tumbuh terutama pada jaringan yang mati dan sangat berbahaya pada ikan yang terkena luka maupun telur-telur yang infertil maupun fertil (Bachtiar, 2004).

  Antara jamur jenis Saprolegnia sp dan Achlya sulit dibedakan dengan mata telanjang karena sangat kecil. Bentuknya akan sangat jelas jika dilihat secara mikroskopik, sedangkan pada badan maupun telur yang diserang akan nampak semacam bulu-bulu seperti kapas berwarna putih (Susanto, 2003). Morfologi kedua parasit mempunyai bentuk yang hampir sama yaitu menyerupai benang- benang halus, perbedaannya adalah sporagia dan Saprolegnia sp terbentuk di dalam hypa, sedangkan sporaorgania sp dan Achlya terjadi di ujung-ujung luar

  

hypa yang lebih dahulu terbentuk. Namun perbedaan diatas hanya dapat dilihat

dengan mikroskop, dengan mata telanjang sulit dibedakan (Handoyo, 2007).

2.5 Bawang Putih

2.5.1 Klasifikasi Bawang Putih

  Menurut Hutapea (2000) berdasarkan penggolongan dan tatanama tumbuhan bawang putih dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Golongan : Spermatophyta Sub Golongan : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Lilliflorae Falimi : Lilliacea Genus : Allium Spesies : Allium sativum

  Gambar 2. Bawang putih

  (tanaman), berdasarkan pada bentuk daunnya. Bawang putih ini termasuk dalam famili Liliaceae dan genus Allium, yang memiliki lebih dari enam ratus (600) spesies. Bawang putih diyakini berasal dari Cina Barat yaitu di sekitar Tien Shan Mountains ke Kazakhstan dan Kirgistan.

  Vedensky dalam Syamsiah (2003) mengemukakan bahwa, bawang putih berevolusi dari spesies liar Alliumlongicuspus dimana tanaman bawang putih dapat ditemukan dalam bentuk terna (bergerombol), tumbuh tegak, dan bisa mencapai ketinggian 30-60 cm. Bawang putih ini menjadi salah satu jenis rempah yang kontroversi sebab ada yang senang keberadaanya maupun sebaliknya. Beberapa perusahaan menyenangi keberadaan bawang putih sebab dapat bermanfaat sebagai kesehatan potensial dan kurang disenangi karena aroma baunya. Bawang putih telah lama digunakan oleh masyarakat sebagai bahan makanan, sehingga sulit untuk menentukan asal muasalnya. Hal ini diketahui bawang putih tumbuh liar di Siberia bagian baratdaya dan menyebar melalui Eropa Selatan ke Sisilia.

2.5.2 Kandungan Bawang Putih

  Bawang putih mengandung minyak atsiri yang sangat mudah menguap di udara bebas. Minyak atsiri dari bawang putih diduga mempunyai kemampuan sebagai antibakteri dan antiseptik. Sementara itu, zat yang diduga berperan memberi aroma bawang putih yang khas adalah alisin karena alisin mengandung sulfur dengan struktur tidak jenuh di dalam beberapa detik saja terurai menjadi senyawa dialil-sulfida. Di dalam tubuh, alisin merusak protein bakteri penyakit, sehingga bakteri penyakit tersebut mati (Pitriono, 2014). pada bawang putih. Senyawa sulfida adalah senyawa yang banyak jumlahnya. Senyawa-senyawa tersebut antara lain adalah dialil sulfida atau dalam bentuk teroksidasi disebut dengan alisin. Alisin mempunyai fungsi fisiologis yang sangat luas, termasuk diantaranya adalah antioksidan, antikanker, antitrombotik, anti radang, penurunan tekanan darah, dan dapat menurunkan kolesterol darah.

  Bawang putih mengandung lebih dari 200 senyawa kimia. Beberapa diantaranya sangat penting, salah satunya termasuk : volatile oil (0,1-0,36 %) yang mengandung sulfur, termasuk didalamnya adalah alliin; ajoene dan

  

vinyldithiines (produk sampingan alliin yang dihasilkan secara non enzimatik dari

allicin); S-allylmercaptocysteine (ASSC) dan S-methylmercaptocysteine (MSSC);

terpenes (citral, geraniol, linalool, α-phellandrene, dan β-phellandrene). Allicin

  (diallyl thiosulphinate) yang diproduksi secara enzimatik dari alliin, berperan sebagai antibiotik. Ajoene berperan sebagai anti koagulan dari bawang putih.

  Bawang putih juga mengadung enzim allinase, peroxidase dan myrosinase, serta bahan lain seperti protein, mineral, vitamin, lemak, asam amino dan prostaglandin (Newall et al., 1996 dalam Priskila, 2008)

  Allisin merupakan zat aktif yang mempunyai daya antibiotika yang cukup ampuh. Banyak yang membandingkan zat ini dengan si raja antibiotic yaitu penissilin. Bahkan, banyak yang menduga kemampuan alisin 15 kali lebih kuat daripada penisilin. Scordinin berperan sebagai enzim pertumbuhan dalam proses germinasi (pembentukan tunas) dan pemngeluaran akar bawang putih. Scordinin diyakini dapat memberikan atau meningkatkan stamina tubuh. Hal ini disebabkan kemampuan bawang putih dalam bergabung dengan protein dan menguraikannya, sehingga protein tersebut mudah dicerna oleh tubuh (Syamsiah, 2003).

  Tanaman ini mengandung khasiat anti mikroba, anti trombotik, hipolipidemik, antiarthritis, hipoglikemik dan juga memiliki aktivitas sebagai antitumor. Aktivitas umbi ini sebagai antioksidan penangkal radikal bebas lebih terlihat pada ekstrak bawang putih kering daripada bawang putih segar.

  Kandungan utamanya yang berkhasiat sebagai anti oksidan kuat adalah S- allysistein dan S-allymercapton-L-sistein. Selanjutnya, ditemukan pula beberapa komponen organosulfur dari bawang putih, termasuk L-allysistein (Anonimus, 2011). Kandungan kimia bawang putih /100 gram bahan, dapat dilihat pada Tabel.

  Tabel 1. Kandungan Kimia Bawang Putih/100 gram Kandungan Jumlah Air Kalori Protein Lemak Karbohidrat Serat β-Carotene Tiamin (Vit B1) Riboflavin (Vit B2) Niasin Asam askorbat (Vit C) Kalsium Kalium Natrium Zat besi Fosfor (sbg P2O5)

  61-68 % 122 kal 3,5-7 % 0,3 % 24-28 % 0,7 % Sangat sedikit Sedikit Sedikit Sedikit Sedikit 28,00 mg 377,00 mg 16,00 mg 1,50 mg 109,00 mg

2.5.3 Pemanfaatan Bawang Putih

  Bawang putih termasuk tanaman rempah yang bernilai ekonomi tinggi karena memiliki beragam kegunaan. Tidak hanya di dapur, bawang putih memegang peranan sebagai tanaman apotek hidup yang sanggup berkiprah. Manfaat utama bawang putih adalah sebagai bumbu penyedap masakan yang membuat masakan menjadi beraroma dan mengundang selera. Pemanfaatan bawang putih tidak hanya populer pada masa kini, tetapi juga sudah berlangsung sejak dimulainya peradaban manusia. Hipocrates mengungkapkan bahwa pada zaman babilonia dan yunani, bawang putih biasa dipakai sebagai obat perangsang (prespiran) untuk menyembuhkan sembelit dan pelancar air seni. Sementara itu, pada saat terjadi perang dunia ke-2, berton-ton bawang putih dikonsumsi oleh para prajurit yang tempur. Tujuannya, untuk meningkatkan stamina dan kekebalan tubuh mereka terhadap berbagai jenis penyakit (Syamsiah dan Tajudin, 2003).

  Dalam dunia kesehatan bawang putih sering digunakan sebagai obat yaitu diantaranya untuk mengobati penyakit hipertensi, asma, batuk, sakit kepala, sakit kuning, sesak nafas, cacingan, sulit tidur (Anonimus, 2010).

  Bawang putih juga terbukti dapat menghambat pertumbuhan dan respirasi fungsi patogenik. Daya antimikroba tinggi yang dimiliki bawang putih dan bawang bombay dikarenakan kandungan alisin dan senyawa sulfida lain yang terkandung dalam minyak atsiri bawang putih dan bawang bombay. Pengujian aktivitas antimikroba bawang putih pertama kali dilakukan oleh Cavalito dan Baiely pada tahun 1944. Dialil sulfida dan dialil polisulfida (komponen flavor utama bawang putih) tidak menunjukkan aktivitas penghambatan bagi pertumbuhan bakteri gram positif dan negatif (Yongki, 2009).

  Penelitian Safithri (2004) menunjukkan bahwa ekstrak air dan etanol bawang putih dapat menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus agalactiae,

  

S. aureus, dan Escherichia coli. Ekstrak air bawang putih dengan konsentrasi

  20% mempunyai aktivitas antibakteri yang sama dengan Ampicillin 5 µg terhadap Streptococcus agalactiae, dan Escherichia colli.

  Hasil penelitian Purwanti dkk. (2008) menunjukan bahwa mineral zink yang ditambahkan dalam ransum pakan pada perlakuan R (ransum basal + serbuk

  2

  bawang putih 2,5% + ZnO 120 ppm) memperlihatkan penurunan kolesterol karkas pada perlakuan R

2. Diduga karena terdapat senyawa alisin pada serbuk bawang

  putih yang dapat menurunkan kadar kolesterol karkas. Sejauh ini hanya diketahui satu jenis senyawa dalam bawang putih yang mempunyai aktivitas farmakologi yaitu senyawa thiosulfinat dimana alisin sebagai kandungan utamanya 70%. Senyawa thiosulfinat dalam bawang putih terbentuk karena aktivitas enzim allinase terhadap alliin (asam amino yang mengandung atom sulfur).

2.6 Mekanisme kerja anti fungi

  Sifat antibakteri dari bawang putih telah cukup lama diketahui. Berbagai persiapan bawang putih telah terbukti menunjukkan spektrum yang luas dari aktivitas antibakteri terhadap bakteri Gram-negatif dan Gram-positif termasuk jenis Escherichia, Salmonella, Staphylococcus, Streptococcus, Klebsiella,Proteus,

  

Bacillus, dan Clostridium. Bahkan bakteri asam seperti MycobacteriumTB yang

  sensitif terhadap bawang putih. Ekstrak bawang putih juga efektif terhadap

  

Helicobacter pylori penyebab tukak lambung. Ekstrak bawang putih dapat pula

  mencegah pembentukan enterotoksin A,B, dan C1 dari Staphylococcus (Amirudin. 2014)

  Hasil penelitian Cavalito dan Bailey yang pertama kali dilakukan menunjukkan bahwa adanya aktivitas antibakteri bawang putih terutama karena senyawa allicin. Sensitivitas berbagai bakteri dan isolate klinis pada persiapan allicin murni sangat signifikan. Seperti terlihat pada tabel 2.2,menunjukkan bahwa efek antibakteri allicin adalah spectrum luas. Pada kebanyakan kasus, 50% mematikan dosis yang konsentrasinya agak lebih tinggi dari yang dibutuhkan untuk beberapa antibiotik. Menariknya, berbagai strain bakteri resisten terhadap antibiotik seperti S.aureus yang resisten terhadap methicilin dan juga strain enterotoxicogenik yang resisten terhadap berbagai jenis obat seperti sel

  Escherichia coli, Enterococcus, Shigella dysenteriae, S. flexneri, dan S. sonnei yang ditemukan sensitif akan allicin. Disisi lain, strain bakteri lain sperti strain

  mucoid dari Pseudomonas aeruginosa, Streptococcus _ hemolyticus and

  Enterococcus faecium ditemukan resisten terhadap aktivitas dari allicin. Alasan

  dari efek resisten ini tidak jelas. Diasumsikan bahwa kapsul hidropilik atau lapisan mukosa mencegah penetrasi dari allicin ke bakteri, tapi hal ini perlu studi lebih lanjut (Amirudin. 2014) Tabel 2. Spesies bakteri yang sensitive terhadap ekstrak bwang putih yang mengandung allicin 12

  Konsentrasi Allicin NO Strain Bakteri Sensitivitas (LD50μ g/ ml)

  1. Escherichia coli

  15 Sensitive pada antibiotic

  2. Escherichia coli

  15 Multidrug resisten MDR

  3. Staphylococcus aureus

  12 Sensitive

  4. Staphylococcus aureus

  12 Resisten metasiklin

  5. Streptococcus pyogenes

  3 Sensitive

  6. Streptococcus β hemolyticus > 100 Strain klinis MDR

  7. Proteus mirabilis

  15 Sensitiv

  8. Proteus mirabilis >30 Strain klinis MDR

  9. Pseudomonas aeruginosa

  15 Sensitiv pada cefprozil

  10. Pseudomonas aeruginosa >100 Strain mucoid MDR

  11. Acinetobecter baumanii

  15 Isolat klinis

  12. Klebsiella pneumonia

  8 Isolate klinis Baru-baru ini Universitas East London menemukan bahwa ekstrak encer dari allicin ketika diformulasikan menjadi krim simple dapat membunuh sangat banyak balutan yang dinamakan “superbug” MRSA (methicillin resistant Staphylococcus aureus). Bakteri jahat ini selalu mengubah strukturnya dan membentuk resistensi terhadap berbagai antibiotic faramasi. Hal ini dapat menyebabkan efek signifikan pada orang yang menderita penyakit kulit sperti eczema dan jerawat karena bakteri ini memiliki kemungkinan 6 – 7x lebih besar untuk berkolonisasi pada pasien (Amirudin. 2014).

2.7 Ekstraksi

2.7.1 Pengertian

  Ekstraksi adalah suatu metode operasi yang digunakan dalam proses pemisahan suatu komponen dari campurannya dengan menggunakan sejumlah massa bahan (solven) sebagai tenaga pemisah. Apabila komponen yang akan dipisahkan (solute) berada dalam fase padat, maka proses tersebut dinamakan pelindihan atau leaching. Proses pemisahan dengan cara ekstraksi terdiri dari tiga langkah dasar.

  1. Proses penyampuran sejumlah massa bahan ke dalam larutan yang akan dipisahkan komponen – komponennya.

  2. Proses pembantukan fase seimbang.

  3. Proses pemisahan kedua fase seimbang.

  Sebagai tenaga pemisah, solven harus dipilih sedemikian hingga kelarutannya terhadap salah satu komponen murninya adalah terbatas atau sama sekali tidak saling melarutkan. Karenanya, dalam proses ekstraksi akan terbentuk dua fase cairan yang saling bersinggungan dan selalu mengadakan kontak. Fase yang banyak mengandung diluen disebut fase rafinat sedangkan fase yang banyak mengandung solven dinamakan ekstrak. Terbantuknya dua fase cairan, memungkinkan semua komponen yang ada dalam campuran terbesar dalam masing-masing fase sesuai dengan koefisien distribusinya, sehingga dicapai keseimbangan fisis (Maulida dan Zulkarnaen 2010).

  Pemisahan kedua fase seimbang dengan mudah dapat dilakukan jika density fase rafinat dan fase ekstrak mempunyai perbedaan yang cukup. Tetapi jika

  

density keduanya hampir sama proses pemisahan semakin sulit, sebab campuran

  tersebut cenderung untuk membentuk emulsi. Dibidang industri, ekstraksi sangat luas penggunaannya terutama jika larutan yang akan dipisahkan tediri dari komponen – komponen :

  1 1. Mempunyai sifat penguapan relatif yang rendah.

  2 2. Mempunyai titik didih yang berdekatan.

  3 3. Sensitif terhadap panas.

  4 4. Merupakan campuran azeotrop.

  Komponen-komponen yang terdapat dalam larutan, menentukan jenis/ macam solven yang digunakan dalam ekstraksi. Pada umumnya, proses ekstraksi tidak berdiri sendiri, tetapi melibatkan operasi-operasi lain sepeti proses pemungutan kembali solven dari larutannya (terutama fase ekstrak), hingga dapat dimanfaatkan kembali sebagai tenaga pemisah. Untuk maksud tersebut, banyak cara yang dapat dilakukan misalnya dengan metode distilasi, pemanasan sederhana atau dengan cara pendinginan untuk mengurangi sifat kelarutannya (Maulida dan Zulkarnaen 2010).

2.7.2 Cara Ekstraksi Bawang Putih

  Bawang putih utuh atau irisan bawang putih dicampurkan dalam larutan ekstraksi (misalnya alkohol atau aquades) dalam beberapa saat untuk mendapatkan ekstrak. Setelah dipisahkan dari larutan ekstrak yang terbentuk dikonsentrasikan dan langsung digunakan atau dibuat dalam bentuk serbuk. Khususnya Aged Garlic Ekstract berisi konstituen mengandung Sulfur yang larut air lebih banyak dibanding komponen yang larut minyak. Selama proses aging, sifat bawang putih yang berbau khas menyengat dan iritatif terkonversi dalam suatu dan menjadi komponen stabil yang mengandung sulfur yang digunakan sebagai standar karena sifat bioabilitasnya. Beberapa peneliti memperkenalkan metode preparasi minyak bawang putih dengan melakukan distilasi selama 3 jam dan 100 liter pelarut mengunakan alat direct steam pilot tanaman dihasilkan 2,2 - 4.3 gram minyak/kg bawang pituh (Pitriono, 2014).

III. METODELOGI PENELITIAN

3.1 Waktu Dan Tempat Penelitian

  Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juli Tahun 2015, di UPR

  Meunasah Krueng, Kecamatan Beutong, Kabupeten Nagan Raya.

  Gambar 3. Lokasi penelitian Gambar 3. Lokasi penelitian

3.2 Alat Dan Bahan

  Alat dan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Tabel 3. Alat dan Bahan yang digunakan dalam penelitian

  No Alat Fungsi Bahan Fungsi

  1 Akuarium - Digunakan sebagai wadah memelihara induk ikan tawes

  • Ikan tawes jantan dan betina
  • Telur ikan tawes yang sudah dibuahi
  • Ekstraksi bawang putih
  • Air
  • Aqu>Untuk diambil telur
  • Sebagai bahan
  • Digunakan sebagai wadah peletakan telur uji
  • Untuk mengukur kadar pH dalam air
  • Untuk mengukur oksigen terlarut
  • Sebagai bahan uji
  • Sebagai media pemeliharaan
  • Pelarut bawang putih
  • Untuk kegiatan dokumentasi

  2 Toples plastik

  3

  4 Indikator pH DO

  5 Termometer - Digunakan untuk mengukur suhu air

  6 Aerasi - Sebagai alat suplai oksigen

  7 Kamera digital

  3.3 Metode Penelitian

  Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan empat perlakuan dan tiga kali pengulangan. Dengan demikian diperlukan 12 unit percobaan. Percobaan perlakuan dapat dilihat pada tabel 5. Berikut: Tabel 5. Percobaan perlakuan

  Kode Perlakuan

  P0 Tanpa perlakuan P1 Pemberian ekstrak bawang putih dengan dosis 1 ml/l P2 Pemberian ekstrak bawang putih dengan dosis 2 ml/l P3 Pemberian ekstrak bawang putih dengan dosis 3 ml/l

  3.4 Metode Kerja

  Pelaksanaan penelitian ini meliputi persiapan wadah penelitian, persiapan telur uji, persiapan ekstrak bawang putih, implementasi ekstrak bawang putih pada media telur ikan tawes, dan pengontrolan.

  3.4.1 Persiapan Wadah dan Media Percobaan

  Wadah yang digunakan berupa akuarium sebagai tempat pemeliharaan induk, toples dengan kapasitas 10 liter sebagai media uji telur ikan tawes. sebelum dilakukan penelitian, wadah terlebih dahulu dibersihkan, selanjutnya dimasukkan air ke dalam wadah setinggi 10 cm.

  3.4.2 Persiapan Telur Uji

  Induk ikan tawes dipijahkan secara buatan selanjutnya telur ikan tawes diambil dan diletakkan pada media uji yang berupa toples dengan kapasitas 10 liter untuk dilakukan percobaan.

  3.4.3 Persiapan Ekstrak Bawang Putih

  Bawang putih direbus, untuk mempermudah penentuan dosis, dan meningkatkan konsentrasi zat aktif pada bahan obat. Bahan ekstrak bawang putih disesuaikan dengan kebutuhan setiap perlakuan. Bahan ekstrak bawang putih, dicampur dengan air aquades, untuk dosis P1 (1 ml), P2 (2 ml), dan P3 (3 ml). kemudian di panaskan, lalu tunggu sampai dingin dan disaring dengan mengunakan saringan halus. Setelah larutan ekstrak bawang putih didapat melalui dosis, kemudian digunakan terhadap perendaman telur untuk mengetahui daya tetas telur dari serangan jamur.

3.4.4 Implementasi Bahan Uji Terhadap Telur Uji Bahan uji (ekstrak bawang putih) disesuai dengan dosis yang diinginkan.

  Setelah diketahui dosisnya, maka bahan uji yang berupa ekstrak bawang putih tersebut di implementasikan pada telur uji dan kemudian dilakukan pengamatan..

  Penghitungan jumlah telur sebanyak 100 butir/wadah. Telur yang dimasukkan ke dalam wadah penelitian adalah telur yang sehat yaitu berwarna bening.

3.5 Parameter Uji

3.5.1 Daya Tetas Telur

  Perlakuan P1 sebanyak 1 ml, direndam dalam larutan ekstrak bawang putih. Perlakuan P2 sebanyak 2 ml, dan perlakuan P3 sebanyak 3 ml dengan lama waktu perendaman 25 menit. Untuk hasil penghitungan daya tetas telur dapat dilihat pada lampiran 3 dan Penghitungan prsentase penetasan telur ikan tawes dihitung menggunakan rumus :

  Jumlah Telur Yang Menetas ( butir ) x 100 %

  HR =

  Jumlah Telur yangdiinku basi ( butir )

3.5.2 Parameter Kualitas Air

  Untuk mengetahui parameter kualitas air yang ada pada wadah penelitian dilakukan pengukuran parameter kualitas air. Dalam hal ini parameter kualitas air yang diukur hanya pH, DO dan suhu. Pengukuran suhu dilakukan dengan menggunakan termometer. Termometer dimasukkan kedalam air selama beberapa menit kemudian diangkan dan dilihat angka yang ditunjukkan pada termometer tersebut.

  Pengukuran pH dilakukan dengan mengunakan kertas lakmus dan dilakukan dengan cara kertas indikator pH dimasukan kedalam wadah pemeliharaan selama beberapa menit, kemudian diangkat dan diangin-anginan kemudian hasilnya dicocokan warna yang telah tersedian pada kotak indikator.

3.6 Analisa Data

  Hasil penghitungan data dianalisis menggunakan bantuan program Microsoft Excel 2007 untuk tabulasi data dan penyajian grafik. SPSS 18.0 digunakan untuk Analisis Ragam (ANOVA) dan uji F pada selang kepercayaan perlakuan ekstraksi bawang putih sebagai anti jamur pada telur. Jika berpengaruh nyata, dilakukan SNK (Student-Newman-Keuls) antar perlakuan dengan menggunakan uji beda nyata.

  Menurut Sudjana, 1991 dalam Nuraini Hasibuan, 2007 model sistematis yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

  Yij = µ + τi + €ij

  Keterangan : Yij = Nilai Pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j μ = Nilai tengah populasi τi = Pengaruh perlauan ke-i dan waktu ulangan ke-j €ij = pengaruh acak akibat perlakuan ke-i dalam ulangan ke-j.

  Untuk menguji perlakuan dilakukan uji keragaman sebelum dilakukan analisa ragam, data tersebut terlebih dahulu diuji keragaman dengan uji homogenitas. Tabel 6. Daftar Analisa Ragam

  Sumber F table

  

Keragam Db JK KT Fhit 0,05 0,01

an KTP

  Perlakuan (a-1) JKP KTP

  KTG

  Galat a(b-1) JKG KTG Total (ab-1) JKT

  Keterangan : t = Perlakuan r = Ulangan

  Total hasil Pengama tan

  Faktor Koreksi (FK) =

  Jumlah Pengama tan Jumlah Kuadrat perlakuan FK

  

  (JKP) =

  Ulangan JKT = Jumlah Kuadrat Pengamatan – FK JKG = JKT - JKP

  KTP = JKT

2 V

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Daya Tetas Telur

  Dari hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap daya tetas telur ikan tawes (Puntius javanicus) yang terserang jamur Saprolegnia sp. pada perendaman larutan ekstrak bawang putih (Allium sativum) dengan dosis P0 (kontrol) nilai rata-rata 51 %, P1 (1 ml) dengan rata-rata 67,3 %, P2 (2 ml) rata-rata 73,6 % dan P3 (3 ml) dengan nilai rata-rata tertinggi 82,3 %. Persentase daya tetas telur yang terserang jamur Saprolegnia sp. yang menetas dapat dilihat pada gambar grafik dibawah ini:

  Gambar 4: Rata-rata tingkat daya tetas telur ikan tawes dari serangan jamur Saprolegnia sp.

  Berdasarkan gambar grafik diatas dapat dilihat bahwa pemberian larutan ekstrak bawang putih dengan dosis yang berbeda berpengaruh terhadap derajat penetasan telur ikan tawes. Pada perlakuan P3 penggunaan ekstrak bawang putih dengan dosis 3 ml nilai rata-ratanya 82,3%, diduga karena dosis yang digunakan tepat untuk membunuh jamur pada telur serta tidak membahayakan terhadap perkembangan telur. Sehingga nilai daya tetas telur dominan pada P3.

4.1.2 Kualitas Air

  Kualitas air digunakan sebagai parameter pendukung selama masa pemeliharaan telur ikan tawes. Hasil kualitas air yang diperoleh selama penelitian secara umum menunjukan bahwa kualitas air masih berada dalam kisaran optimal untuk menunjang memelihara telur ikan tawes. Hal ini dapat dilihat dari hasil pengambilan data kualitas air di meunasah krueng. Disajikan dalam tabel berikut ini.

  Tabel 7. Pengukuran Parameter Kualitas Air Sebelum Pencampuran Larutan Ekstrak Bawang Putih Selama Penelitian

  Parameter Perlakuan Suhu pH DO Pagi Sore Pagi Sore Pagi Sore

  P0

  28

  29

  7.0

  7.0

  3.8

  3.5 P1

  27

  29

  7.0

  7.0

  3.7

  3.9 P2

  27

  29

  7.0

  7.0

  3.7

  3.5 P3

  28

  30

  7.0

  7.0

  3.7

  3.9 Rata-rata

  27

  29

  7.0

  7.0

  3.7

  3.7 Berdasarkan tabel diatas kualitas air pada saat penetasan telur ikan tawes

  yang diukur pada wadah penelitian sebelum pencampuran larutan ekstrak bawang putih masih dalam keadaan normal.

  Tabel 8. Pengukuran Parameter Kualitas Air Setelah Pencampuran Larutan Ekstrak Bawang Putih Selama Penelitian

  Parameter Perlakuan Suhu pH DO Pagi Sore Pagi Sore Pagi Sore

  P0

  27

  29

  7.0

  7.0

  3.8

  3.9 P1

  27

  29

  7.0

  7.0

  3.7

  3.9 P2

  27

  29

  7.0

  7.0

  3.7

  3.8 P3

  28

  30

  7.0

  7.0

  3.7

  4.0 Setelah pencampuran larutan ektrak bawang putih pH, DO, dan suhu, sudah berubah sedikit, penurunan kualitas air tersebut tidak terlalu mempengaruhi atau membahayakan terhadap penetasan telur ikan tawes.

4.2 Pembahasan

4.2.1 Daya Tetas

  Pada setiap perlakuan daya tetas telur ikan tawes yang terserang jamur

  

Saprolegnia sp. berbeda tinggkat penetasannya dan memiliki daya tetas yang

  tertinggi menunjukkan pada P3 (82,3 %), sedangkan pada perlakuan terendah terdapat pada P0 kontrol (51%), P1 (67,3 %), dan P2 (73,6 %). Selama perendaman telur ikan tawes dalam larutan ekstrak bawang putih berpengaruh pada perkembangan telur ikan tawes dan menghambat pertumbuhan jamur yang menyerang pada telur ikan tawes. Sehingga nilai daya tetas telur ikan tawes meningkat.

  Dari hasil analisis sidik ragam (ANOVA) yang telah dilakukan selama penelitian (lampiran 4) terbukti bahwa nilai F > F yang berati bahwa berpengaruh

  h t,

  sangat nyata terhadap pemberian ekstrak bawang putih terhadap daya tetas telur ikan tawes. Menurut Cavalito dalam Wibowo (2007) mengemukakan bahwa

  

allisin dikenal mempunyai daya antibakteri yang kuat. Allisin yang terkandung

  dalam ekstrak bawang putih bekerja aktif mencegah serangan jamur Saprolegnia sp. Saprolegnia sp. tidak dapat menembus chorion telur untuk mengambil zat-zat makanan yang ada di dalamnya sehingga meningkatkan daya tetas telur ikan tawes. Maka analisis dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT).

  Larutan ekstrak bawang putih berpegaruh terhadat tinggkat serangan jamur

  

Saprolegnia sp. pada telur ikan tawes. Bawang putih mengandung minyak atsiri

  yang sangat mudah menguap di udara bebas. Minyak atsiri dari bawang putih diduga mempunyai kemampuan sebagai antibakteri dan antiseptik. Sementara itu, zat yang diduga berperan memberi aroma bawang putih yang khas adalah alisin karena alisin mengandung sulfur dengan struktur tidak jenuh di dalam beberapa detik saja terurai menjadi senyawa dialil-sulfida. Di dalam tubuh, alisin merusak protein bakteri penyakit, sehingga bakteri penyakit tersebut mati (Pitriono, 2014).

  Triakoso (1999) mengemukakan bahwa senyawa allisin dan dialil sulfida memiliki sifat bakterisida dan menghambat perkembangan jamur maupun mikroba. Selain itu pula, penggunaan dosis antifungi atau antibakteri yang dikombinasikan dengan perendaman yang tepat akan meningkatkan derajat penetasan telur ikan tawes dan tidak merusak telur.

  Menurut Martini (2005) menyatakan bahwa telur yang tidak direndam dengan ekstrak bawang putih hanya mengandalkan kekerasan chorion untuk menahan serangan Saprolegnia sp. Saprolegnia sp. dapat melemahkan kekakuan chorion menjadi berkerut kemudian mati. Untuk P0 (kontrol) tidak diberikan ekstrak bawang putih untuk mencegah serangan Saprolegnia sp. Pada perlakuan P1 (1 ml) jamur Saprolegnia sp. masih dapat menyerang telur namun daya serang Saprolegnia sp. sudah mulai berkurang yang diakibatkan adanya zat

  

allisin yang berfungsi sebagai antifungi yang terdapat dalam ekstrak bawang

  putih. Pada perlakuan P2 (2 ml) dan P3 (3 ml) larutan ekstrak bawang putih yang diberikan sudah mampu untuk mencegah serangan Saprolegnia sp.

  Sugiarto dalam Martini (2005) mengemukakan bahwa pemakaian zat anti mikroba pada konsentrasi normal bersifat menghambat pertumbuhan mikroba tetapi pada konsentrasi yang lebih tinggi allisin dapat merusak jaringan sel.

4.2.3 Kualitas Air

  Dari hasil pengukuran kualitas air sangat berperan penting didalam suatu usaha pembudidaya maka dari itu kualitas air selama penelitian ini antara lain : Waktu

  NO Parameter Pagi Sore Kisaran Optimal

  1 Suhu

  28 C

  29 C 24 - 32 C 2 pH 7 7 6.5 – 7

  3 DO 3.7 – 4.0 3.8 – 4.0 3.5 - 4.0 Aspek kualitas air merupakan salah satu parameter yang sangat penting dalam kegiatan budidaya perairan. Terdapat dua faktor yang berperan dalam menurunkan kualitas air, yaitu faktor eksternal dan internal. kedua faktor tersebut sangat berkaitan dan berhubungan erat, karena bila air yang dimasukkan kedalam kolam adalah air yang telah tercemar atau kualitas airnya buruk maka pertumbuhan ikan akan mengalami penurunan/ terhambat.

  Nilai kualitas air menunjukkan bahwa parameter ini masih dalam batas kelayakan untuk kehidupan ikan tawes. Hasil pengukuran suhu selama penelitian

  o

  ini berkisar antara 26-28

  C. Menurut Santoso (1996) dalam Siti dkk (2009)

  o

  menyatakan kisaran kelayakan temperatur air bagi ikan tawes adalah 14-28 C.

  Suhu mempengaruhi aktivitas metabolisme organisme, karena itu penyebaran organisme baik dilautan maupun diperairan air tawar dibatasi oleh suhu perairan tersebut. Secara umum laju pertumbuhan meningkatkan sejalan dengan kenaikan suhu ,dapat menekan kehidupan hewan budidaya bahkan menyebebkan kematian bila peningkatan suhu eksrim (Gufran,2007).

  o

  ikan tawes dapat hidup pada suhu air antara 18-30 C Huet (1971) dalam Dewi (2001) sedangkan menurut Brown (1957) menyatakan bahwa temperatur

  o

  antara 26-30 C merupakan temperatur yang optimal untuk ikan tawes , pada suhu

  o

  10 C ikan tawes akan berhenti makan dan terhambat pertumbuhannya jika suhu

  o

  mencapai 5 C.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

  Penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut :

  1. Perendaman telur ikan tawes dengan larutan ekstrak bawang putih pada

  perlakuan (P3) dengan dosis 3 ml memberi pengaruh yang nyata terhadap daya tetas telur ikan tawes.

  2. Larutan ekstrak bawang putih mengandung berbagai macam zat aktif

  diantaranya zat alisin dan minyak atsiri yang merupakan komponen utama yang berkhasiat melindungi telur dari serangan jamur dan dapat menekan perkembangan jamur hingga 82,3%.

5.2 Saran

  Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengunaan larutan ekstrak bawang putih dengan dosis yang efektif terhadap serangan jamur dan daya tetas telur ikan air tawar lainnya. Pemanfaatan larutan Ekstrak b a w a n g p u t i h perlu dilakukan demi mendapatkan kualitas produk benih ikan yang berkualitas tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

  Amiruddin, Suci, Hi. 2014. Daya Hambat Ekstrak Bawang Putih (Allium sativum) Terhadap Pertumbuhan Streptococcus Mutans Secara In Vitro. Skripsi.

  Amri Dan Khairuman. 2008. Buku Pintar Budidaya 15 Ikan Konsumsi.

  Agromedia. Jakarta. Alifuddin, M. 1996. Penyakit Mikotik Ikan. Laboratorium Kesehatan Ikan.

  Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Bachtiar, Y. 2004. Budidaya Ikan Koi Kolam Perkarangan. Penebar Swadaya.

  Jakarga. Dewi, U. 2001. Pengaruh Pemupukan Lanjutan Terhadap Sintasan laju Pertumbuhan Benih Ikan Mas (Ciprinus Carpio) Pada pendederan Pertama.

  IPB. Bogor. Handoyo, B. 2007. Produksi Ikan Hias. Balai Budidaya Air Tawar Jambi.

  Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Departemen Kelautan Dan Perikanan. Jakarta. Hasibuan, N et al. 2007. Pertumbuhan dan Kelulushidupan Benih Ikan Baung

  (Mystus nemurus CV) Dengan Pemberian Pakan Bokashi Yang Dipelihara

  Pada Air Rawa. Skripsi. Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas Riau Pekanbaru. Hutapea, J.R.,2000. Allium sativum Linn. Inventaris Tanaman Obat Indonesia (I).

  Jilid I Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Jakarta. Kottelat, M. J. A. Whitten, N. S. Kartikasari And S. Wirjoatmodjo, 1993.

Dokumen yang terkait

"PENGARUH EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum) TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP IKAN MAS (Cyprinus carpio L.) YANG TERINFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophila"

2 17 24

“PENGARUH EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum) TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP IKAN MAS (Cyprinus carpio L.) YANG TERINFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophila”

0 3 1

PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN DAN KONSENTRASI UMBI BAWANG PUTIH (Allium sativum) TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus)

0 3 1

EMBRIOGENESIS DAN DAYA TETAS TELUR IKAN

0 1 7

PENGARUH EKSTRAK DAUN KEMANGI (Ocimum basilicum L) TERHADAP DAYA TETAS TELUR IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) YANG DIINFEKSI JAMUR Saprolegnia sp.

0 0 6

PERBEDAAN ZONA HAMBAT TERHADAP JAMUR Malassezia furfur ANTARA PEMBERIAN EKSTRAK UMBI BAWANG PUTIH (Allium sativum Linn) DENGAN KULIT UMBI BAWANG PUTIH (Allium sativum Linn)

0 0 20

SKRIPSI UJI EFEKTIFITAS EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum) TERHADAP Aspergillus terreus SECARA IN VITRO

0 0 12

PENGARUH PEMBERIAN SIMPLISIA BAWANG PUTIH (Allium sativum) TERHADAP DIFERENSIAL LEUKOSIT DAN TOTAL LEUKOSIT PADA IKAN PATIN SIAM (Pangasius hypophthalmus)

0 0 15

PENGARUH PEMBERIAN SIMPLISIA BAWANG PUTIH (Allium sativum) TERHADAP DIFERENSIAL LEUKOSIT DAN TOTAL LEUKOSIT PADA IKAN PATIN SIAM (Pangasius hypophthalmus) - repository perpustakaan

0 0 6

EFEKTIVITAS EKSTRAK TANAMAN MENIRAN (Phyllanthus niruri L.) TERHADAP SERANGAN JAMUR (Saprolegnia sp.) PADA DAYA TETAS TELUR IKAN GURAMI (Osphronemus goramy) - Repository UNRAM

0 0 17