BAB II - DOCRPIJM b0d71fb68f BAB IIBab 2 Arahan Perencanaan Bidang Cipta Karya Kota Yogyakarta

ARAHAN PERENCANAAN BIDANG CIPTA KARYA

BAB II
ARAHAN PERENCANAAN BIDANG CIPTA KARYA
2.1

Konsep Perencanaan Bidang Cipta Karya

Dalam rangka mewujudkan kawasan permukiman yang layak huni dan berkelanjutan,
konsep perencanaan pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya disusun dengan
berlandaskan pada berbagai peraturan perundangan dan amanat perencanaan
pembangunan. Untuk mewujudkan keterpaduan pembangunan permukiman, Pemerintah
Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota perlu memahami arahan kebijakan tersebut, sebagai
dasar perencanaan, pemrograman, dan pembiayaan pembangunan Bidang Cipta Karya.
Gambar 2.1 memaparkan konsep perencanaan pembangunan infrastruktur Bidang Cipta
Karya, yang membagi amanat pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya dalam 4
(empat) bagian, yaitu amanat penataan ruang/spasial, amanat pembangunan nasional dan
direktif presiden, amanat pembangunan Bidang Pekerjaan Umum, serta amanat
internasional. Dalam pelaksanaannya, pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya
dihadapkan pada beberapa isu strategis, antara lain bencana alam, perubahan iklim,
kemiskinan, reformasi birokrasi, kepadatan penduduk perkotaan, pengarusutamaan gender,

serta green economy. Disamping isu umum, terdapat juga permasalahan dan potensi pada
masingmasing daerah, sehingga dukungan seluruh stakeholders pada penyusunan
RPIJM/RPI2-JM Bidang Cipta Karya sangat diperlukan.

Sumber: Direktorat Bina Program, 2014
Gambar 2.1Konsep Perencanaan Pembangunan Infrastruktur BidangCipta Karya.
RPI2-JM KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2015-2019

II-1

ARAHAN PERENCANAAN BIDANG CIPTA KARYA

2.2

Amanat Pembangunan Nasional Terkait Bidang Cipta Karya

Infrastruktur permukiman memiliki fungsi strategis dalam pembangunan nasional karena
turut berperan serta dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, mengurangi angka
kemiskinan, maupun menjaga kelestarian lingkungan. Oleh sebab itu, Direktorat Jenderal
Cipta Karya berperan penting dalam implementasi amanat kebijakan pembangunan

nasional.
2.2.1 Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025
RPJPN 2005-2025 yang ditetapkan melalui UU No. 17 Tahun 2007, merupakan dokumen
perencanaan pembangunan jangka panjang sebagai arah dan prioritas pembangunan
secara menyeluruh yang akan dilakukan secara bertahap dalam jangka waktu 2005-2025.
Dalam dokumen tersebut, ditetapkan bahwa Visi Indonesia pada tahun 2025 adalah
“Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil dan Makmur”. Dalampenjabarannya RPJPN
mengamanatkan beberapa hal sebagai berikut dalam pembangunan bidang Cipta Karya,
yaitu:
a. Dalam mewujudkan Indonesia yang berdaya saing maka pembangunan dan penyediaan
air minum dan sanitasi diarahkan untuk mewujudkan terpenuhinya kebutuhan dasar
masyarakat serta kebutuhan sektor-sektor terkait lainnya, seperti industri, perdagangan,
transportasi, pariwisata, dan jasa sebagai upaya mendorong pertumbuhan ekonomi.
Pemenuhan kebutuhan tersebut dilakukan melalui pendekatan tanggap kebutuhan
(demandresponsive approach) dan pendekatan terpadu dengan sektorsumber daya alam
dan lingkungan hidup, sumber daya air, serta kesehatan.
b. Dalam mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan maka Pemenuhan
kebutuhan dasar masyarakat yang berupa air minum dan sanitasi diarahkan pada (1)
peningkatan kualitas pengelolaan aset (asset management) dalam penyediaan air minum
dan sanitasi, (2) pemenuhan kebutuhan minimal air minum dan sanitasi dasar bagi

masyarakat, (3) penyelenggaraan pelayanan air minum dan sanitasi yang kredibel dan
profesional, dan (4) penyediaan sumber-sumber pembiayaan murah dalam pelayanan
airminum dan sanitasi bagi masyarakat miskin.
c. Salah satu sasaran dalam mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan
berkeadilan adalah terpenuhinya kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana
dan sarana pendukungnya bagi seluruh masyarakat untuk mewujudkan kota tanpa
permukiman kumuh. Peran pemerintah akan lebih difokuskan pada perumusan kebijakan
pembangunan sarana dan prasarana, sementara peran swasta dalam penyediaan
sarana dan prasarana akan makin ditingkatkan terutama untuk proyek-proyek yang
bersifat komersial.
d. Upaya perwujudan kota tanpa permukiman kumuh dilakukan pada setiap tahapan
RPJMN, yaitu:
 RPJMN ke 2 (2010-2014): Daya saing perekonomian ditingkatkan melalui percepatan
pembangunan infrastruktur dengan lebih meningkatkan kerjasama antara pemerintah
dan dunia usaha dalam pengembangan perumahan dan permukiman.
RPI2-JM KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2015-2019

II-2

ARAHAN PERENCANAAN BIDANG CIPTA KARYA






RPJMN ke 3 (2015-2019): Pemenuhan kebutuhan hunian bagi seluruh masyarakat
terus meningkat karena didukung oleh sistem pembiayaan perumahan jangka
panjang dan berkelanjutan, efisien, dan akuntabel. Kondisi itu semakinmendorong
terwujudnya kota tanpa permukiman kumuh.
RPJMN ke 4 (2020-2024): terpenuhinya kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan
prasarana dan sarana pendukung sehingga terwujud kota tanpa permukiman kumuh.

2.2.2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014
RPJMN 2010-2014 yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2010
menyebutkan bahwa infrastruktur merupakan salah satu prioritas pembangunan nasional
untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan sosial yang berkeadilan dengan mendorong
partisipasi masyarakat Dalam rangka pemenuhan hak dasar untuk tempat tinggal dan
lingkungan yang layak sesuai dengan UUD 1945 Pasal 28H, pemerintah memfasilitasi
penyediaan perumahan bagi masyarakat berpendapatan rendah serta memberikan
dukungan penyediaan prasarana dan sarana dasar permukiman, seperti air minum, air

limbah, persampahan dan drainase.
Dokumen RPJMN juga menetapkan sasaran pembangunan infrastruktur permukiman pada
periode 2010-2014, yaitu:
a. Tersedianya akses air minum bagi 70 % penduduk pada akhir tahun 2014, dengan
perincian akses air minum perpipaan 32 persen dan akses air minum non-perpipaan
terlindungi 38 %.
b. Terwujudnya kondisi Stop Buang Air Besar Sembarangan (BABS) hingga akhir tahun
2014, yang ditandai dengan tersedianya akses terhadap sistem pengelolaan air
limbah terpusat (off-site) bagi 10% total penduduk, baik melalui sistem pengelolaan
air limbah terpusat skala kota sebesar 5% maupun sistem pengelolaan air limbah
terpusat skala komunal sebesar 5 % serta penyediaan akses dan peningkatan
kualitas sistem pengelolaan air limbah setempat (on-site) yang layak bagi 90 % total
penduduk.
c. Tersedianya akses terhadap pengelolaan sampah bagi 80 % rumah tangga di daerah
perkotaan.
d. Menurunnya luas genangan sebesar 22.500 Ha di 100 kawasan strategis perkotaan.
Untuk mencapai sasaran tersebut maka kebijakan pembangunan diarahkan untuk
meningkatkan aksesibilitas masyarakat terhadap layanan air minum dan sanitasi yang
memadai, melalui:
a. menyediakan perangkat peraturan di tingkat Pusat dan/atau Daerah,

b. memastikan ketersediaan air baku air minum,
c. meningkatkan prioritas pembangunan prasarana dan sarana permukiman,
d. meningkatkan kinerja manajemen penyelenggaraan air minum, penanganan air
limbah, dan pengelolaan persampahan,
e. meningkatkan sistem perencanaan pembangunan air minum dan sanitasi,
f. meningkatkan cakupan pelayanan prasarana permukiman,
RPI2-JM KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2015-2019

II-3

ARAHAN PERENCANAAN BIDANG CIPTA KARYA

g. Meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai pentingnya perilaku hidup bersih
dan sehat (PHBS),
h. Mengembangkan alternatif sumber pendanaan bagi pembangunan infrastruktur,
i. meningkatkan keterlibatan masyarakat dan swasta,
j. mengurangi volume air limpasan, melalui penyediaan bidang resapan.
2.2.3 Masterplan Percepatan dan Perluasan PembangunanEkonomi Indonesia
Dalam rangka transformasi ekonomi menuju negara maju dengan pertumbuhan ekonomi 7-9
persen per tahun, Pemerintah menyusun MP3EI yang ditetapkan melalui Perpres No. 32

Tahun 2011. Dalam dokumen tersebut pembangunan setiap koridor ekonomi dilakukan
sesuai tema pembangunan masing-masing dengan prioritas pada kawasan perhatian
investasi (KPI MP3EI). Direktorat Jenderal Cipta Karya diharapkan dapat mendukung
penyediaan infrastruktur permukiman pada KPI Prioritas untuk menunjang kegiatan ekonomi
di kawasantersebut. Kawasan Perhatian Investasi atau KPI dalam MP3EI adalah adalah satu
atau lebih kegiatan ekonomi atau sentra produksi yang terikat atau terhubung dengan satu
atau lebih faktor konektivitas dan SDM IPTEK. Pendekatan KPI dilakukan untuk
mempermudah identifikasi, pemantauan, dan evaluasi atas kegiatan ekonomi atau sentra
produksi yang terikat dengan faktor konektivitas dan SDM IPTEK yang sama.

Gambar 2.2Peta Koridor Ekonomi Indonesia MP3EI
2.2.4 Masterplan Percepatan dan Perluasan PengentasanKemiskinan Indonesia
Sesuai dengan agenda RPJMN 2010-2014, pertumbuhan ekonomi perlu diimbangi dengan
upaya pembangunan yang inklusif dan berkeadilan. Untuk itu, telah ditetapkan MP3KI
dimana semua upaya penanggulangan kemiskinan diarahkan untuk mempercepat laju
penurunan angka kemiskinan dan memperluas jangkauan penurunan tingkat kemiskinan di
semua daerah dan di semua kelompok masyarakat. Dalam mencapai misi penanggulangan
kemiskinan pada tahun 2025, MP3KI bertumpu pada sinergi dari tiga strategi utama,yaitu:
a. Mewujudkan sistem perlindungan sosial nasional yang menyeluruh, terintegrasi,dan
mampu melindungi masyarakat dari kerentanan dan goncangan,


RPI2-JM KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2015-2019

II-4

ARAHAN PERENCANAAN BIDANG CIPTA KARYA

b. Meningkatkan pelayanan dasar bagi penduduk miskin dan rentan sehingga dapat
terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar dan meningkatkan kualitas sumberdaya
manusia di masa mendatang,
c. Mengembangkan penghidupan berkelanjutan (sustainable livelihood) masyarakat
miskin dan rentan melalui berbagai kebijakan dan dukungan di tingkat lokal dan
regional dengan memperhatikan aspek pelestarian lingkungan hidup.
Kementerian Pekerjaan Umum, khususnya Direktorat Jenderal Cipta Karya, berperan
penting dalam pelaksanaan MP3KI, terutama terkait dengan pelaksanaan program
pemberdayaan masyarakat (PNPMPerkotaan/ P2KP, PPIP, Pamsimas, Sanimas dsb.) serta
Program Pro Rakyat.
2.2.5 Kawasan Ekonomi Khusus
UU No. 39 Tahun 2009 menjelaskan bahwa Kawasan Ekonomi Khusus adalah kawasan
dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang

ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu.
KEK dikembangkan melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan
geostrategi dan berfungsi untuk menampung kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan
ekonomi lain yang memiliki nilaiekonomi tinggi dan daya saing internasional. Di samping
zona ekonomi, KEK juga dilengkapi zona fasilitas pendukung dan perumahan bagi pekerja.
Direktorat Jenderal Cipta Karya dalam hal ini diharapkan dapat mendukung infrastruktur
permukiman pada kawasan tersebut sehingga menunjang kegiatan ekonomi di KEK.
2.2.6 Direktif Presiden Program Pembangunan Berkeadilan
Dalam Inpres No. 3 Tahun 2010, Presiden RI mengarahkan seluruh Kementerian, Gubernur,
Walikota/Bupati, untuk menjalankan program pembangunan berkeadilan yang meliputi
Program pro rakyat, Keadilan untuk semua, dan Program Pencapaian MDGs. Direktorat
Jenderal Cipta Karya memiliki peranan penting dalam pelaksanaan Program Pro Rakyat
terutama program air bersih untuk rakyat dan program peningkatan kehidupan masyarakat
perkotaan. Sedangkan dalam pencapaian MDGs, Direktorat Jenderal Cipta Karya berperan
dalam peningkatan aksespelayanan air minum dan sanitasi yang layak serta pengurangan
permukiman kumuh.

2.3

Peraturan Perundangan Terkait Bidang Cipta Karya


Amanat peraturan dan perundangan yang terkait dengan Pengembangan Permukiman
adalah sebagai berikut ini:
1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional.
Arahan RPJMN Tahap 3 (2015-2019) menyatakan bahwa pemenuhan kebutuhan
hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung bagi seluruh
masyarakat terus meningkat, sehingga kondisi tersebut mendorong terwujudnya kota
tanpa permukiman kumuh pada awal tahapan RPJMN berikutnya.
2. Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.
RPI2-JM KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2015-2019

II-5

ARAHAN PERENCANAAN BIDANG CIPTA KARYA

Pasal 4 mengamanatkan bahwa ruang lingkup penyelenggaraan perumahan dan
kawasan permukiman juga mencakup penyelenggaraan perumahan (butir c),
penyelenggaraan kawasan permukiman (butir d), pemeliharaan dan perbaikan (butir
e), serta pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan

permukiman kumuh (butir f)
3. Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.
Pasal 15 mengamanatkan bahwa pembangunan rumah susun umum, rumah susun
khusus, dan rumah susun negara merupakan tanggung jawab pemerintah.
4. Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan
Kemiskinan.
Peraturan ini menetapkan salah satunya terkait dengan penanggulangan kemiskinan
yang diimplementasikan dengan penanggulangan kawasan kumuh.
5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan
Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang.
Peraturan ini menetapkan target berkurangnya luas permukiman kumuh di kawasan
perkotaan sebesar 10% pada tahun 2014.
Amanat peraturan dan perundangan yang terkait dengan Penataan Bangunan dan
Lingkungan, adalah sebagai berikut ini:
1. UU No.1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
UU No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman memberikan
amanat bahwa penyelenggaraan penyelenggaraan perumahan dan kawasan
permukiman adalah kegiatan perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, dan
pengendalian, termasuk di dalamnya pengembangan kelembagaan, pendanaan dan
sistem pembiayaan, serta peran masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu. Pada
UU No. 1 tahun 2011 juga diamanatkan pembangunan kaveling tanah yang telah
dipersiapkan harus sesuai dengan persyaratan dalam penggunaan, penguasaan,
pemilikan yang tercantum pada rencana rinci tata ruang dan Rencana Tata
Bangunan dan Lingkungan (RTBL).
2. UU No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
Persyaratan teknis bangunan gedung melingkupi persyaratan tata bangunan dan
persyaratan keandalan bangunan.Persyaratan tata bangunan ditentukan pada RTBL
yang ditetapkan oleh Pemda, mencakup peruntukan dan intensitas bangunan
gedung,
arsitektur
bangunan
gedung,
dan
pengendalian
dampak
lingkungan.Sedangkan, persyaratan keandalan bangunan gedung mencakup
keselamatan, kesehatan, keamanan, dan kemudahan. UU No. 28 tahun 2002 juga
mengamatkan bahwa dalam penyelenggaraan bangunan gedung yang meliputi
kegiatan pembangunan, pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran, juga
diperlukan peran masyarakat dan pembinaan oleh pemerintah.
3. PP 36/2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28 Tahun 2002 tentang
Bangunan Gedung
Secara lebih rinci UU No. 28 tahun 2002 dijelaskan dalam PP No. 36 Tahun 2005
tentang peraturan pelaksana dari UU No. 28/2002. PP ini membahas ketentuan
RPI2-JM KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2015-2019

II-6

ARAHAN PERENCANAAN BIDANG CIPTA KARYA

fungsi bangunan gedung, persyaratan bangunan gedung, penyelenggaraan
bangunan gedung, peran masyarakat, dan pembinaan dalam penyelenggaraan
bangunan gedung.Dalam peraturan ini ditekankan pentingnya bagi pemerintah
daerah untuk menyusun Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) sebagai
acuan rancang bangun serta alat pengendalian pengembangan bangunan gedung
dan lingkungan.
4. Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan
dan Lingkungan
Sebagai panduan bagi semua pihak dalam penyusunan dan pelaksanaan dokumen
RTBL, maka telah ditetapkan Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman
Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan.Dalam peraturan tersebut,
dijelaskan bahwa RTBL disusun pada skala kawasan baik di perkotaan maupun
perdesaan yang meliputi kawasan baru berkembang cepat, kawasan terbangun,
kawasan dilestarikan, kawasan rawan bencana, serta kawasan gabungan dari jenisjenis kawasan tersebut.Dokumen RTBL yang disusun kemudian ditetapkan melalui
peraturan walikota/bupati.
5. Permen PU No.14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang
Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang
Mengamanatkan jenis dan mutu pelayanan dasar Bidang Pekerjaan Umum dan
Penataan Ruang yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap
warga secara minimal.Pada Permen tersebut dilampirkan indikator pencapaian SPM
pada setiap Direktorat Jenderal di lingkungan Kementerian PU beserta sektorsektornya.
Amanat peraturan dan perundangan yang terkait dengan Penyediaan Air Minum adalah
sebagai berikut ini:
1. Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
Pada pasal 40 mengamanatkan bahwa pemenuhan kebutuhan air baku untuk air
minum rumah tangga dilakukan dengan pengembangan sistem penyediaan air
minum (SPAM). Untuk pengembangan sistem penyediaan air minum menjadi
tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
2. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Program Jangka Panjang
(RPJP) Tahun 2005-2025
Perundangan ini mengamanatkan bahwa kondisi sarana dan prasarana masih
rendah aksesibilitas, kualitas, maupun cakupan pelayanan.
3. Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem
Penyediaan Air Minum
Bahwa Pengembangan SPAM adalah kegiatan yang bertujuan membangun,
memperluas dan/atau meningkatkan sistem fisik (teknik) dan non fisik (kelembagaan,
manajemen, keuangan, peran masyarakat, dan hukum) dalam kesatuan yang utuh
untuk melaksanakan penyediaan air minum kepada masyarakat menuju keadaan
yang lebih baik. Peraturan tersebut juga menyebutkan asas penyelenggaraan
pengembangan SPAM, yaitu asas kelestarian, keseimbangan, kemanfaatan umum,
RPI2-JM KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2015-2019

II-7

ARAHAN PERENCANAAN BIDANG CIPTA KARYA

keterpaduan dan keserasian, keberlanjutan, keadilan, kemandirian, serta
transparansi dan akuntabilitas.
4. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 20/PRT/M/2006 tentang Kebijakan dan
Strategi Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum
Peraturan
ini
mengamanatkan
bahwa
dalam
rangka
peningkatan
pelayanan/penyediaan air minum perlu dilakukan pengembangan SPAM yang
bertujuan untuk membangun, memperluas, dan/atau meningkatkan sistem fisik dan
non fisik dalam kesatuan yang utuh untuk melaksanakan penyediaan air minum
kepada masyarakat menuju keadaan yang lebih baik dan sejahtera.
5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Peraturan ini
menjelaskan bahwa tersedianya akses air minum yang aman melalui Sistem
Penyediaan Air Minum dengan jaringan perpipaan dan bukan jaringan perpipaan
terlindungi dengan kebutuhan pokok minimal 60 liter/orang/hari.
Amanat peraturan dan perundangan yang terkait dengan Pengembangan Penyehatan
Lingkungan Permukiman adalah sebagai berikut ini:
A. Air Limbah
a. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional.
Pembangunan dan penyediaan air minum dan sanitasi diarahkan untuk mewujudkan
terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat serta kebutuhan sektorsektor terkait
lainnya, seperti industri, perdagangan, transportasi, pariwisata, dan jasa sebagai
upaya mendorong pertumbuhan ekonomi.
b. Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.
Pasal 21 ayat (2) butir d mengamanatkan pentingnya pengaturan prasarana dan
sarana sanitasi dalam upaya perlindungan dan pelestarian sumber air.
c. Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem
Penyediaan Air Minum.
Peraturan ini mengatur penyelenggaraan prasarana dan sarana air limbah
permukiman secara terpadu dengan penyelenggaraan sistem penyediaan air minum.
d. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan
Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang.
Mensyaratkan tersedianya sistem air limbah setempat yang memadai dan
tersedianya sistem air limbah skala komunitas/kawasan/kota.
e. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 02/MENKLH/I/1998 tentang Pedoman
Penetapan Baku Mutu Lingkungan
Mengamanatkan bahwa Pengolahan yang dilakukan terhadap air buangan
dimaksudkan agar air buangan tersebut dapat dibuang ke badan air penerima
menurut standar yang diterapkan, yaitu standar aliran (stream standard) dan standar
efluen (effluent standard).
B. Persampahan:
RPI2-JM KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2015-2019

II-8

ARAHAN PERENCANAAN BIDANG CIPTA KARYA

1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional.
Berdasarkan undang-undang No. 17 tahun 2007, aksesibilitas, kualitas, maupun
cakupan pelayanan sarana dan prasarana masih rendah, yaitu baru mencapai 18,41
persen atau mencapai 40 juta jiwa.
2. Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.
Pasal 21 ayat (2) butir d mengamanatkan akan pentingnya pengaturan prasarana
dan sarana sanitasi (air limbah dan persampahan) dalam upaya perlindungan dan
pelestarian sumber air.
3. Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
Pasal 44 disebutkan bahwa pemerintah daerah harus menutup tempat pemrosesan
akhir sampah (TPA) yang dioperasikan dengan sistem pembuangan terbuka (open
dumping) paling lama 5 (lima) tahun terhitung sejak diberlakukannya Undang-Undang
18 tahun 2008 ini
4. Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem
Penyediaan Air Minum.
Peraturan ini menyebutkan bahwa PS Persampahan meliputi proses pewadahan,
pengumpulan, pemindahan, pengangkutan, pengolahan dan pembuangan akhir,
yang dilakukan secara terpadu.
5. Peraturan Pemerintah No. 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah
Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga
Peraturan Pemerintah ini merupakan pengaturan tentang pengelolaan sampah
rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga yang meliputi: a. kebijakan
dan strategi pengelolaan sampah; b. penyelenggaraan pengelolaan sampah; c.
kompensasi; d. pengembangan dan penerapan teknologi; e. sistem informasi; f.
peran masyarakat; dan g. pembinaan.
6. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan
Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang.
Peraturan ini mensyaratkan tersedianya fasilitas pengurangan sampah di perkotaan
dan sistem penanganan sampah di perkotaan sebagai persyaratan minimal yang
harus dipenuhi oleh Pemerintah/Pemda.
C. Drainase
1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional.
Aksesibilitas, kualitas, maupun cakupan pelayanan sarana dan prasarana masih
rendah berdasarkan UU No.17 tahun 2007.Untuk sektor drainase, cakupan
pelayanan drainase baru melayani 124 juta jiwa.
2. Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.
Mengatur Pembagian wewenang dan tanggungjawab Pemerintah, Pemerintah
Provinsi, Pemerintah Kab./Kota dan Pemerintah Desa dalam pengelolaan sumber
daya air.
RPI2-JM KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2015-2019

II-9

ARAHAN PERENCANAAN BIDANG CIPTA KARYA

3. Peraturan Presiden No.5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional 2010 – 2014
Sasaran pembangunan Nasional bidang AMPL telah ditetapkan dalam RPJMN tahun
2010-2014 khususnya drainase adalah menurunnya luas genangan sebesar 22.500
ha di 100 kawasan strategis perkotaan.
4. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan
Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang.
Dalam upaya pengelolaan sistem drainase perkotaan guna memenuhi SPM perlu
tersedianya sistem jaringan drainase skala kawasan dan skala kota sehingga tidak
terjadi genangan (lebih dari 30 cm, selama 2 jam) dan tidak lebih dari 2 kali setahun.

2.4

Amanat Internasional

Pemerintah Indonesia secara aktif terlibat dalam dialog internasional dan perumusan
kesepakatan bersama di bidang permukiman. Beberapa amanat internasional yang perlu
diperhatikan dalam pengembangan kebijakan dan program bidang Cipta Karya meliputi
Agenda Habitat, Konferensi Rio+20, Millenium Development Goals, serta Agenda
Pembangunan Pasca 2015.
2.4.1 Agenda Habitat
Pada tahun 1996, di Kota Istanbul Turki diselenggarakan KonferensiHabitat II sebagai
kelanjutan dari Konferensi Habitat I di Vancouver tahun 1976. Konferensi tersebut
menghasilkan Agenda Habitat, yaitu dokumen kesepakatan prinsip dan sasaran
pembangunan permukiman yang menjadi panduan bagi negara-negara dunia dalam
menciptakan permukiman yang layak dan berkelanjutan.
Salah satu pesan inti yang menjadi komitmen negara-negara dunia, termasuk Indonesia,
adalah penyediaan tempat hunian yang layak bagi seluruh masyarakat tanpa terkecuali,
serta meningkatkan akses air minum, sanitasi, dan pelayanan dasar terutama bagi
masyarakat berpenghasilan rendah dan kelompok rentan.
2.4.2 Konferensi Rio+20
Pada Juni 2012, di Kota Rio de Janeiro, Brazil, diselenggarakan KTT Pembangunan
Berkelanjutan atau lebih dikenal dengan KTT Rio+20. Konferensi tersebut menyepakati
dokumen The Future We Want yang menjadi arahan bagi pelaksanaan pembangunan
berkelanjutan di tingkat global, regional, dan nasional. Dokumen memuat kesepahaman
pandangan terhadap masa depan yang diharapkan oleh dunia (common vision) dan
penguatan komitmen untuk menuju pembangunan.
Pedoman Penyusunan RPI2-JM Bidang Cipta Karya 35 berkelanjutan dengan memperkuat
penerapan Rio Declaration 1992 dan Johannesburg Plan of Implementation 2002. Dalam
dokumen The Future We Want, terdapat 3 (tiga) isu utama bagi pelaksanaan pembangunan
berkelanjutan, yaitu: (i) Ekonomi Hijau dalam konteks pembangunan berkelanjutan dan
pengentasan kemiskinan, (ii) pengembangan kerangka kelembagaan pembangunan
RPI2-JM KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2015-2019

II-10

ARAHAN PERENCANAAN BIDANG CIPTA KARYA

berkelanjutan tingkat global, serta (iii) kerangka aksi dan instrumen pelaksanaan
pembangunan berkelanjutan. Kerangka aksi tersebut termasuk penyusunan Sustainable
Development Goals (SDGs) post- 2015 yang mencakup 3 pilar pembangunan berkelanjutan
secara inklusif, yang terinspirasi dari penerapan Millennium Development Goals(MDGs).
Bagi Indonesia, dokumen ini akan menjadi rujukan dalam pelaksanaan rencana
pembangunan nasional secara konkrit, termasuk dalam Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional 2014-2019, dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
(2005-2025).
2.4.3 Millenium Development Goals
Pada tahun 2000, Indonesia bersama 189 negara lain menyepakati Deklarasi Milenium
sebagai bagian dari komitmen untuk memenuhi tujuan dan sasaran pembangunan milenium
(Millenium Development Goals). Konsisten dengan itu, Pemerintah Indonesia telah
mengarusutamakan MDGs dalam pembangunan sejak tahap perencanaan sampai
pelaksanaannya sebagaimana dinyatakan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang
2005-2025, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014 serta Rencana
Kerja Tahunan berikut dokumen penganggarannya.
Sesuai tugas dan fungsinya, Direktorat Jenderal Cipta Karya memiliki kepentingandalam
pemenuhan target 7C yaitu menurunkan hingga setengahnya proporsi rumah tangga tanpa
akses berkelanjutan terhadap sumber air minum layak dan fasilitas sanitasi dasar layak
hingga tahun 2015. Di bidang air minum, cakupan pelayan air minum saat ini (2013) adalah
61,83%, sedangkan target cakupan pelayanan adalah 68,87% yang perlu dicapai pada
tahun 2015. Di samping itu, akses sanitasi yang layak saat ini baru mencapai 58,60%, masih
kurang dibandingkan target 2015 yaitu 62,41%. Selain itu, Direktorat Jenderal Cipta Karya
juga turut berperan serta dalam pemenuhan target 7D yaitu mencapai peningkatan yang
signifikan dalam kehidupan penduduk miskin di permukiman kumuh (minimal 100 juta) pada
tahun 2020. Pemerintah Indonesia menargetkan luas permukiman kumuh 6%. Untuk
memenuhi target MDGs di bidang permukiman, diperlukan perhatian khusus dari seluruh
pemangku kepentingan, baik di tingkat pusat maupun daerah. Oleh karena itu, pemerintah
kabupaten/kota perlu melakukan optimalisasi kegiatan penyediaan infrastruktur permukiman
dalam rangka percepatan pencapaian target MDGs.
2.4.4 Agenda Pembangunan Pasca 2015
Pada Juli 2012, Sekjen PBB membentuk sebuah Panel Tingkat Tinggi untuk memberi
masukan kerangka kerja agenda pembangunan global pasca 2015. Panel ini diketuai
bersama oleh Presiden Indonesia, Bapak Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden Ellen
Johnson Sirleaf dari Liberia, dan Perdana Menteri David Cameron dari Inggris, dan
beranggotakan 24 orang dari berbagai negara. Pada Mei 2013, panel tersebut
mempublikasikan laporannya kepada Sekretaris Jenderal PBB berjudul “A New Global
Partnership: Eradicate Poverty and Transform Economies Through Sustainable
Development”. Isinya adalah rekomendasi arahan kebijakan pembangunan global pascaRPI2-JM KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2015-2019

II-11

ARAHAN PERENCANAAN BIDANG CIPTA KARYA

2015 yang dirumuskan berdasarkan tantangan pembangunan baru, sekaligus pelajaran yang
diambil dari implementasi MDGs.
Dalam dokumen tersebut, dijabarkan 12 sasaran indikatif pembangunan global pasca 2015,
sebagai berikut:
1. Mengakhiri kemiskinan,
2. Memberdayakan perempuan dan anak serta mencapai kesetaraan gender,
3. Menyediakan pendidikan yang berkualitas dan pembelajaran seumur hidup,
4. Menjamin kehidupan yang sehat,
5. Memastikan ketahanan pangan dan gizi yang baik,
6. Mencapai akses universal ke Air Minum dan Sanitasi,
7. Menjamin energi yang berkelanjutan,
8. Menciptakan lapangan kerja, mata pencaharian berkelanjutan, dan pertumbuhan
berkeadilan,
9. Mengelola aset sumber daya alam secara berkelanjutan,
10. Memastikan tata kelola yang baik dan kelembagaan yang efektif,
11. Memastikan masyarakat yang stabil dan damai,
12. Menciptakan sebuah lingkungan pemungkin global dan mendorong,
13. pembiayaan jangka panjang.
Dari sasaran indikatif tersebut, Direktorat Jenderal Cipta karya berkepentingan dalam
pencapaian sasaran 6 yaitu mencapai akses universal ke air minum dan sanitasi. Adapun
target yang diusulkan dalam pencapaian sasaran tersebut adalah:
a. Menyediakan akses universal terhadap air minum yang aman di rumah, dan di
sekolah, puskesmas, dan tempat pengungsi,
b. Mengakhiri buang air besar sembarangan dan memastikan akses universal ke
sanitasi di sekolah dan di tempat kerja, dan meningkatkan akses sanitasi di rumah
tangga sebanyak x%,
c. Menyesuaikan kuantitas air baku (freshwater withdrawals) dengan pasokan air
minum, serta meningkatkan efisiensi air untuk pertanian sebanyak x%, industri
sebanyak y% dan daerah-daerah perkotaan sebanyak z%,
d. Mendaur ulang atau mengolah semua limbah cair dari daerah perkotaan dan dari
industri sebelum dilepaskan.
Selain memperhatikan sasaran dan target indikatif, dokumen laporan tersebut juga
menekankan pentingnya kemitraan baik secara global maupun lokal antar pemangku
kepentingan pembangunan. Kemitraan yang dimaksud memiliki prinsip inklusif, terbuka, dan
akuntabel dimana seluruh pihak duduk bersama-sama untuk bekerja bukan tentang bantuan
saja, melainkan juga mendiskusikan kerangka kebijakan untukmencapai pembangunan
berkelanjutan.

RPI2-JM KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2015-2019

II-12

ARAHAN PERENCANAAN BIDANG CIPTA KARYA

Contents
2.1

Konsep Perencanaan Bidang Cipta Karya .................................................................. 1

2.2

Amanat Pembangunan Nasional Terkait Bidang Cipta Karya ...................................... 2

2.2.1

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025 ............................ 2

2.2.2

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014 ........................ 3

2.2.3

Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia.......... 4

2.2.4

Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengentasan Kemiskinan Indonesia ....... 4

2.2.5

Kawasan Ekonomi Khusus ................................................................................... 5

2.2.6

Direktif Presiden Program Pembangunan Berkeadilan ......................................... 5

2.3

Peraturan Perundangan Terkait Bidang Cipta Karya ................................................... 5

2.4

Amanat Internasional ................................................................................................ 10

2.4.1

Agenda Habitat .................................................................................................. 10

2.4.2

Konferensi Rio+20.............................................................................................. 10

2.4.3

Millenium Development Goals ............................................................................ 11

2.4.4

Agenda Pembangunan Pasca 2015 ................................................................... 11

Gambar 2. 1 Konsep Perencanaan Pembangunan Infrastruktur Bidang Cipta Karya. ............ 1
Gambar 2. 2 Peta Koridor Ekonomi Indonesia MP3EI............................................................ 4

RPI2-JM KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2015-2019

II-13