BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Pendidikan Karakter a. Pendidikan - IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH DASAR LUAR BIASA NEGERI KROYA (SDLB N KROYA) - repository perpustakaan

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Pendidikan Karakter a. Pendidikan Pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara (Hasbullah, 2009:

  4) yaitu tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, yang artinya adalah penuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, pendidikan juga merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat dan bangsa.

  Pendidikan merupakan tindakan atau perbuatan mendidik menuntun peserta didik mencapai tujuan-tujuan tertentu, dan hal ini tampak pada perubahan-perubahan dalam diri peserta didik. Sejalan dengan itu menurut Hasbullah, (2009: 6) Perubahan sebagai hasil pendidikan merupakan gejala kedewasaan yang

  8 secara terus-menerus mengalami peningkatan sampai penentuan diri atas tanggung jawab sendiri oleh peserta didik atau terbentuknya pribadi dewa susila

  Berdasarkan teori di atas bahwa pendidikan adalah suatu usaha sadar dalam meningkatkan kualitas diri, mengubah perilaku dan tata cara berperilaku yang baik dan memiliki etika yang baik melalui pelatihan dan pengajaran dilakukan oleh pendidik agar peserta didik atau manusia dapat bermanfaat bagi diri sendiri, masyarakat dan bangsa.

b. Pendidikan Karakter

  Pendidikan karakter merupakan proses pembudayaan dan pemberdayaan nilai-nilai luhur dalam lingkungan satuan pendidikan (sekolah), lingkungan keluarga, dan lingkungan masyarakat (Zubaedi 2011:17). Pendidikan karakter menurut Albertus (2010:5) adalah diberikannya tempat bagi kebebasan individu dalam menghayati nilai-nilai yang dianggap sebagai baik, luhur, dan layak diperjuangkan sebagai pedoman bertingkah laku bagi kehidupan pribadi berhadapan dengan dirinya, sesama dan Tuhan.

  Sejalan dengan itu, Muchlas (2013:44) menjelaskan bahwa pendidikan karakter merupakan pendidikan yang mengembangkan karakter yang mulia (good character) dari peserta didik dengan mempraktikan dan mengajarkan nilai-nilai moral dan pengambilan keputusan yang beradab dalam hubungan dengan sesama manusia maupun dalam hubungan antara tuhan.

  Berdasarkan teori di atas bahwa pendidikan karakter adalah suatu kegiatan pembelajaran dalam menanamkan nilai-nilai yang baik untuk membentuk karakter peserta didik supaya memiliki akhlak dan kepribadian baik.

c. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Karakter Tujuan Pendidikan karakter menurut Zubaedi (2011:18).

  

Pertama, mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif peserta

  didik sebagai manusia dan warga negara yang memiliki nilai-nilai karakter bangsa. Kedua, mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan dengan niali-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius. Ketiga, menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai generasi penerus bangsa. Keempat, mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri, kreatif, dan berwawasan kebangsaan. Kelima, mengembangkan lingkungan hidup sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, dan dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan.

  Hal ini sesuai dengan rumusan tujuan pendidikan nasional yang terdapat pada UUSPN No.20 tahun 2003 Bab 2 pasal 3 (Dharma,2011:6): Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

  Pendidikan karakter memiliki tiga fungsi utama menurut Zubaedi (2011:18). Pertama , fungsi pembentukan dan pengembangan potensi. Pendidikan karakter membentuk dan mengembangkan potensi siswa agar berpikiran baik, berhati baik, dan berperilaku sesuai dengan falsafah pancasila. Kedua, fungsi perbaikan dan penguatan. Pendidikan karakter memperbaiki dan memperkuat peran keluarga, satuan pendidikan, masyarakat, dan pemerintah untuk ikut berpartisipasi dan bertanggungjawab dalam pengembangan potensi warga negara dan pembangunan bangsa menuju bangsa yang maju, mandiri, dan sejahtera. Ketiga, fungsi penyaring. Pendidikan karakter memilah budaya bangsa sendiri dan menyaring budaya bangsa lain yang tidak sesuai dengan nilai- nilai budaya bangsa dan karakter bangsa yang bermartabat

  Berdasarkan teori di atas tujuan dan fungsi pendidikan karakter adalah membentuk pribadi anak, agar bisa menjadi manusia yang baik, beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga bertanggung jawab serta menjadi masyarakat yang baik sesuai dengan nilai-nilai budaya yang ada di lingkungan.

d. Nilai-nilai karakter di sekolah

  Ada 18 nilai-nilai pendidikan karakter menurut Muchlas dan Hariyanto (2013: 27) sebagai berikut:

  1. Religius Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain .

  2. Jujur Jujur adalah perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap pihak lain.

  3. Toleransi Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.

  4. Disiplin Disiplin adalah tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.

  5. Kerja keras Kerja keras adalah perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan guna menyelesaikan tugas (belajar/pekerjaan) dengan sebaik-baiknya

  6. Kreatif Berfikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.

  7. Mandiri Mandiri adalah sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.

  8. Demokrasi Demokratis adalah cara berpikir, bersikap dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain

  9. Rasa ingin tahu Ingin tahu adalah sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari apa yang dipelajarinya dilihat dan didengar.Semangat kebangsaan

  Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.

  10. Cinta tanah air Cara berpikir, bersikap dan berbuat yang menunjukan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap Bahasa, lingkungan fisik, sosial budaya, ekonomi dan politik bangsa.

  11. Menghargai prestasi Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, mengakui, dan menghormati keberhasilan orang lain.

  12. Bersahabat/komunikatif Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerjasama dengan orang lain.

  13. Cinta damai Sikap, perkataan dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa nyaman dan aman atas kehadiran dirinya.

  14. Gemar membaca Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebijakan bagi dirinya.

  15. Peduli lingkungan Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam dan sekitarnya, dan juga mengembangkan upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.

  16. Peduli sosial Sikap serta tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.

  17. Tanggung jawab Sikap serta perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajiban yang seharusnya dilakukan terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial, budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa

  Menurut permendikdas Nomor 23 Tahun 2006 ( Muchlas, 2013: 27) tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dijelaskan bahwa substansi nilai/karakter yang ada pada jenjang SDLB sebagai berikut :

  No Rumusan SKL Nilai/Karakter

  1 Menjaga agama yang dianutnya sesuai dengan tahap perkembangan anak.

  Iman dan takwa, bersyukur

  2 Mengenal kekurangan dan kelebihan diri sendiri Jujur, mawas diri

  3 Mematuhi aturan-aturan sosial yang berlaku dalam lingkungannya Disiplin

  4 Menghargai keberagaman agama, budaya, suku, ras, dan golongan Terbuka, nasionalistik, sosial ekonomi dilingkungan sekitarnya menghargai, harmonis dan toleran.

  5 Menggunakan informasi tentang lingkungan sekitar secra logis, kritis, dan kreatif

  12 Menunjukan kemampuan untuk melakukan kegiatan seni budaya local

  17 Menunjukan ketrampilan menyimak, berbicara, membaca, menulis, dan berhitung

  16 Menunjukan kegemaran membaca dan menulis Gigih, tekun

  Gotong royong, peduli

  15 Bekerjasama dalam kelompok, tolong-menolong, dan menjaga diri sendiri dalam lingkungan keluarga dan teman sebaya

  14 Berkomunikasi secara jelas dan santun Santun

  Bersih, bertanggung jawab, menghargai kesehatan, kreatif

  13 Menunjukan kebiasaan hidup bersih, sehat, bugar, aman, dan memanfaatkan waktu luang

  Nasionalistik

  Nasionalistik, kewargaan dan kewarganegaraan

  Bernalar, kreatif, kritis, tanggap

  11 Menunjukan kecintaan dan kebanggaan terhadap bangsa, negara, dan tanah air

  10 Menunjukan kecintaan dan kepedulian terhadap lingkungan Peduli, tanggung jawab

  Terbuka, bernalar, kuriositas

  9 Menunjukan kemampuan mengenali gejala alam dan sosial di lingkungan sekitar

  Bernalar, mampu memecahkan masalah

  8 Menunjukan kemampuan memecahkan masalah sederhana dalam kehidupan sehari-hari

  7 Menunjukan rasa keingintahuan yang tinggi dan menyadari potensinya Bernalar, kuriositas (kepenasaran intelektual)

  Bernalar, kreatif, kritis

  6 Menunuukan kemampuan berfikir logis, kritis, dan kreatif dengan bimbingan guru/pendidik

  Bernalar, teliti Berdasarkan teori di atas jenis pendidikan karakter mempunyai beberapa macam yang pada intinya pendidikan karakter harus terbangun mulai dari segi rohani atau agama sebagai pembangun dan juga penguat jiwa pada diri anak, kemudian mendalam pada sisi diri anak seperti jujur,bertanggung jawab, disiplin, percaya diri, mandiri, ingin tahu lalu menuju kearah pendalaman sikap karakter terhadap lingkungan.

e. Peran Sekolah dan Pendidik dalam Pembentukan Karakter

  Sekolah memiliki peran penting dalam pembentukan karakter seseorang. Hal ini karena sekolah merupakan institusi pendidikan formal yang menjadi tumpuan banyak keluarga dalam membantu pendidikan karakter. Sekolah tidak hanya mengembangkan aspek kognitif , tetapi juga mengembangkan aspek afektif atau sikap, penerapan pendidikan karakter di sekolah sangat penting, karena dapat mengembangkan aspek afektif tersebut.

  Berdasarkan tujuan tersebut Darma dkk (2011: 9) mengungkapkan bahwa tujuan pendidikan karakter dalam lingkungan sekolah adalah pertama, memfasilitasi penguatan dan pengembangan nilai-nilai tertentu sehingga terwujud dalam perilaku anak, baik ketiak proses sekolah maupun setelah proses sekolah (lulus sekolah). Kedua, pendidikan karakter adalah mengoreksi perilaku peserta didik yang tidak sesuai dengan nilai- nilai yang dikembangkan oleh sekolah. Ketiga, pendidkan karakter dalam lingkungan sekolah adalah membangun koneksi yang harmonis dengan keluarga dan masyarakat dalam memerankan tanggung jawab pendidikan karakter secara bersama, dalam hal ini yang bisa melakukan secara bersamaan adalah pendidikan karakter yang dibangun oleh sekolah.

  Proses pendidikan karakter kepada peserta didik pada saat ini lebih tepat menggunakan model pembelajaran yang didasarkan pada interaksi sosial yang dilaksanakan dengan berdasarkan prinsip-prinsip menurut Zubaedi (2011: 231) sebagai berikut :

  1) Melibatkan peserta didik secara aktif dalam belajar. 2) Mendasarkan pada perbedaan individu. 3) Mengaitkan teori dan praktik 4) Mengembangkan komunikasi dan kerja sama dalam belajar 5) Meningkatkan keberanian peserta didik dalam mengambil resiko dan belajar dari kesalahan.

  6) Meningkatkan pembelajaran sambal berbuat dan bermain 7) Menyesuaikan pelajaran dengan taraf perkembangan kognitif yang masih pada taraf prasional konkret.

2. Anak Berkebutuhan Khusus a. Pengertian

  Pada dunia medis anak yang mempunyai kelainan disebut juga dengan anak cacat, berbeda dengan dunia pendidikan anak cacat dapat disebut anak berkebutuhan khusus (ABK), anak luar biasa, dan anak berkelainan. Dalam pendidikan luar biasa atau pendidikan khusus, menurut effendi (2008: 2).anak berkebutuhan khusus (ABK) merupakan suatu kondisi yang menyimpang dari rata-rata umumnya, penyimpangan tersebut memiliki nilai lebih atau kurang, dalam pendidikan luar biasa istilah menyimpang ditunjukan kepada anak yang dianggap memiliki masalah kondisi diluar rata-rata anak normal umumnya, dalam hal fisik, mental, maupun karakteristik perilaku sosialnya

  Sejalan dengan itu menurut Hidayat,dkk (2006: 10) anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah anak yang tingkat perkembangannya menyimpang dari tingkat perkembangan anak sebayanya dalam aspek fisik, mental, atau sosial dan emosional, serta karena penyimpangan itu sulit mendapatkan layanan yang sesuai dengan kebutuhan khasnya dalam sistem pendidikan yang konvensional.

  Kesimpulan dari pendapat ahli di atas, bahwa anak berkebutuhan khusu (ABK) merupakan anak yang mempunyai masalah di luar kondisi anak pada umunya, permasalahan anak berkebutuhan khusu (ABK) dapat berupa gangguan fisik, mental, sosial maupun emosi sehingga dengan keadaan yang khas tersebut anak berkebutuhan khusus (ABK) sulit untuk mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan keadaan tersebut.

b. Jenis-Jenis Anak Berkebutuhan Khusus(ABK)

  Perserikatan bangsa-bangsa menggunakan istilah bagi anak yang menyandang kelainan atau kebutuhan khusu yaitu impairment adalah kehilangan atau tidak normalnya fungsi-fungsi fisik, psikologi, atau anatomis, seperti gangguan penglihatan, tidak mampuan berfikir secara normal, amputasi kaki, dan sebagainya. Selanjutnya Disability merupakan tidak mampu atau keterbatasan aktivitas orang yang normal, seperti tidak dapat berjalan dengan seimbang, tidak mampu melihat tulisan dari jarak yang normal dan sebagainya. Sedangkan Handicap merupakan hambatan yang dialami seseorang sebagai akibat dari impairment dan disability menurut Hidayat dkk( 2006: 8)

  Ada beberapa jenis anak berkebutuhan khusus menurut Efendi (2008 : 4-10)

  1) Kelainan indra penglihatan atau tunanetra yaitu kelainan pada alat fisik indra penglihatan, ada 3 kelompok penyandang tunanetra. Pertama, tunanetra ringan yaitu kelompok anak berkelainan penglihatan yang masih memiliki kemungkinan untuk dikoreksi melalui pengobatan atau alat optik. Kedua, tunanetra sedang yaitu anak berkelainan yang dapat dikoreksi melalui pengobatan atau alat optik tetapi untuk mempergunakan fungsi penglihatan secara efektif sangat minim, sehingga anak tidak mampu mengikut program sekolah normal.

  Ketiga, tunanetra berat yaitu anak berkelainan yang sama sekali tidak mempunyai kemungkinan dikoreksi dengan penyembuhan pengobatan atau alat optik, sehingga kebutuhan layanan pendidikan hanya dapat dididik melalui saluran lain selain mata. 2) Kelainan indra pendengaran atau tunarungu, secara medis pada mekanisme pendengaran atau sistem pendengaran terdapat satu atau lebih organ yang mengalami gangguan atau rusak, yang dapat mengakibatkan organ tersebut tidak mampu menjalankan fungsinya uuntuk menghantarkan dan mempersepsi rangsangan suara yang ditangkap untuk diubah menjadi tanggapan akustik.

  3) Kelainan indra bicara atau tunawicara yaitu kemampuan seseorang dalam mengkomunikasikan gagasannya kepada orang lain (pendengar) dengan memanfaatkan organ bicaranya, dikarenakan celah langit-langit, bibir sumbing, kerusakan otak, tunarungu, dan lain-lain menurut Patton (Efendi, 2008: 7)

  4) Kelainan fungsi motorik atau tunadaksa merupakan gangguan yang terjadi pada satu atau beberapa atribut tubuh yang menyebabkan penderitanya mengalami kesulitan untuk mengoptimalkan fungsi tubuhnya secara normal.

  5) Kelainan mental atau tunagrahita yaitu anak yang diidentifikasi memiliki tingkat kecerdasan yang sedemikian rendahnya (di bawah normal ) sehingga untuk meniti tugas perkembangannya memerlukan bantuan atau layanan secara khusus, termasuk di dalamnya kebutuhan program pendidikan dan bimbinganya. 6) Kelainan perilaku atau tunalaras sosial yaitu mereka yang mengalami kesulitan untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan, tata tertib, norma sosial dan lain- lain.

  Jenis- jenis anak berkebutuhan khusus (ABK) tidak hanya tunanetra, tunarungu, tunawicara, tunadaksa, tunagrahita dan tunalaras menurut (Hidayat dkk 2006: 10), terdapat beberapa jenis lagi sebagai berikut : 1) Anak berbakat ialah anak yang memiliki kemampuan unggul dan menunjukan prestasi jauh lebih tinggi dibandingkan anak lainnya yang seusia, sehingga membutuhkan pelayanan pendidikan khusus.

  2) Tunaganda yaitu seseorang anak yang mempunyai kelainan lebih dari satu jenis seperti tunagrahita disertai tunarungu dan lain sebagainya, sehingga membutuhkan pelayanan pendidikan khusus.

  3) Anak berkesulitan belajar ialah anak yang meraih prestasi belajar lebih tendah dari kemampuan kecerdasannya, terutama dalam bidang pelajaran menulis, membaca dan berhitung.

  4) Anak autisme adalah anak yang mengalami hambatan dalam proses interaksi sosial, komunikasi, perilaku dan bahasa. 5) Anak gangguan konsentrasi dan perhatian (ADD/H

  Attention Deficit Disorder/Hyperactivity ) ialah anak

  yang tidak mampu memusatkan perhatian pada objek, tugas atau informasi yang dilihat dan didengar, serta mudah terangsang oleh stimulasi dari luar. Kesimpulan dari pendapat ahli di atas bahwa anak berkebutuhan khusus seperti anak tunanetra, tunarungu, tunawicara, anak tunadaksa merupakan anak yang mempunyai kelainan pada aspek fisik. Anak tunagrahita, anak kesulitan belajar, dan anak berbakat merupakan anak yang mempunyai kelainan pada aspek mental. Sedangkan anak tunalaras, autisme, dan anak gangguan konsentrasi dan perhatian merupakan anak yang berkelainan pada aspek sosial emosi. Anak yang mengalami tunaganda merupakan anak yang mempunyai kelainan lebih dari satu aspek yang dapat disebut dengan Hanicap.

c. Penyesuaian Sosial Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)

  Anak penyandang kelainan atau anak berkebutuhan khusus (ABK) sering mengalami kegagalan, tidak jarang membuat dirinya menarik diri dari sosial. Menurut Efendi (2008:130) menjauhkan diri dari orang lain, beranggapan bahwa dirinya merasa aman karena tidak akan menghadapi perlakuan yang menyakitkan hati.

  Justru keadaan yang demikian ini jelas merupakan upaya penyesuaian sosial yang tidak sehat menurut Cruickshank Sehubungan dengan itu menurut Efendi (2008:131) ada beberapa hal yang tidak menguntungkan bagi perkembangan kepribadian anak berkebutuhan khusus (ABK), antara lain : 1) Terhambatnya aktivitas normal sehingga menimbulkan perasaan frustasi.

  2) Timbulnya kekhawatiran orang tua yang berlebihan yang justru akan menghambat terhadap perkembangan kepribadian anak karena orang tua biasanya cenderung over protectif . 3) Perlakuan orang sekitar yang membedakan terhadap anak berkebutuhan khusus (ABK) menyebabkan anak merasa bahwa dirinya beda dengan yang lain. Pengaruh lingkungan sosial yang cenderung belum sepenuhnya menerima anak penyandang kelainan dapat menjatuhkan perasaan anak, mengakibatkan efek yang tidak langsung bagi kepribadian anak berkelainan, yang dominan berdampak kurangnya percaya diri, harga diri rendah, kurang memiliki inisiatif dan juga dapat mematikan kreativitasnya.

3. Pendidikan Luar Biasa

  Pada umumnya anak yang menyandang kelainan atau berkebutuhan khusus (ABK), masih dapat bersekolah di sekolah umum, tergantung pada kelompok permasalahan yang ada dalam diri peserta didik masing-masing. Anak berkebutuhan khusus (ABK) mempunyai tiga kelompok permasalahan, ringan, sedang dan berat. Untuk setiap kelompok mempunyai pelayanan dan pendidikan khusus yang berbeda-beda. Permasalahan pada kelompok yang ringan dapat memiliki kemungkinan untuk dikoreksi melalui serangkaian pengobatan dan terapi, banyak anak berkebutuhan khusus (ABK) dalam kelompok ringan yang masih dapat bersekolah pada sekolah umum karena masih mampu menyesuaikan dengan proses pembelajaran yang ada. Berbeda dengan anak berkebutuhan khusus (ABK) yang tergolong dalam tahap sedang dan berat karena dalam tahap sedang dan berat memerlukan pelayanan dan pengobatan/terapi yang lebih khusus untuk mengontrol perkembangannya, dalam kebutuhan pendidikan dan bimbingannya.

  Undang-Undang RI Nomor 2 tahun 1989 (Hidayat, 2006: 11) tentang sistem pendidikan luar biasa merupakan pendidikan yang khusus diselenggarakan untuk peserta didik yang menyandang kelainan fisik dan mental. Pendidikan luar biasa bertujuan membantu peserta didik agar mampu mengembangkan sikap dan ketrampilan sebagai pribadi maupun anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya, dan alam sekitar, serta dapat mengembangkan kemampuan dalam dunia kerja atau mengikuti pendidikan lanjut.

4. Prinsip Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus

  Pendidikan merupakan kebutuhan utama untuk setiap anak, tidak hanya untuk anak normal, namun anak berkebutuhan khusus (ABK) juga sangat membutuhkan pendidikan untuk mengembangkan kemampuan agar dapat melanjutkan masa depan yang diinginkan. Faktor penghambat perkembangan yang dialami anak berkebutuhan khusus (ABK) tidak hanya dari dalam diri anak sendiri, tetapi juga pada faktor faktor lingkungan kehidupan sehari- hari, tidak jarang anak merasakan kedua-duannya. Upaya dasar mendidik anak berkebutuhan khusus (ABK) dapat dilakukan menggunakan prinsip-prinsip pendekatan pendidikan secara khusus, seperti yang di kemukakan oleh Efendi (2008: 24) antara lain sebagai berikut :

  1) Prinsip kasih sayang Prinsip kasih sayang pada dasarnya adalah menerima anak sebagaimana kondisinya, dan mengupayakan agar anak dapat menjalani hidup dan kehidupan dengan wajar, seperti layaknya anak normal lainnya.

  2) Prinsip layanan individual Pelayanan individual dalam rangka mendidik anak berkelainan perlu mendapatkan porsi yang lebih besar, karena setiap anak berkelainan dalam jenis dan derajat yang sama seringkali memiliki keunikan masalah yang berbeda antara satu sama lainnya. 3) Prinsip kesiapan

  Untuk menerima suatu pelajaran tertentu peserta didik sangat memerlukan kesiapan dan penunjang khusus, pelajaran pengetahuan, mental dan fisik. 4) Prinsip keperagaan

  Kelancaran pembelajaran pada anak berkelainan sangat didukung oleh penggunaan alat peraga sebagai medianya, selain dapat mempermudah guru untuk menyampaikan, dapat berfungsi sebagai media pemahaman pembelajaran untuk anak berkelainan. 5) Prinsip motivasi

  Prinsip motivasi ini lebih menitiberatkan pada cara mengajar dan memberi evaluasi yang disesuaikan dengan kondisi peserta didik yang berkelainan.

  6) Prinsip belajar dan bekerja kelompok Arah penekanan prinsip belajar dan bekerja kelompok sebagai salah satu dasar mendidik anak berkelainan, agar mereka sebagai anggota masyarakat dapat bergaul dengan masyarakat lingkungannya, tanpa harus merasa rendah diri atau minder dengan anak normal. 7) Prinsip keterampilan

  Pendidikan keterampilan yang diberikan kepada anak berkelainan, selain berfungsi selektif, edukatif, rekreatif, dan terapi, juga dapat dijadikan bekal dalam kehidupannya kelak. 8) Prinsip penanaman dan penyempurnaan sikap

  Secara fisik dan psikis sikap anak berkelainan kurang baik sehingga perlu diupayakan agar anak berkelainan mempunyai sikap baik serta tidak selalu menjadi perhatian orang lain.

B. Penelitian yang Relevan 1.

  Gray dan Dupage (2010) judul penelitian “Character Education in Schools

  ”. Hasil penelittian menunjukan pendidikan karakter anak berpengaruh terhadap polah asuh orang tua, dan di dukung oleh legislator, masyarakat, dan media dan sistem pendidikan agar anak diajarkan bagaimana bersikap. Menginisialisasi program pendidikan karakter ke sekolah diperlukan agar mendapatkan hasil yang baik demi mengatasi krisis karakter pada bangsa

  2. Aynur Pala (2011) dengan judul The Need For Character Education.

  Hasil penelitian ini adalah pendidikan karakter adalah gerakan nasional yang menciptakan sekolah yang menumbuhkan etika. Usaha pendidikan karakter adalah usaha yang disengaja oleh sekolah, kabupaten, dan Negara untuk menumbuhkan nilai-nilai etika para siswa. Penting bahwa sekolah melanjutkan peran proaktif dalam membantu keluarga dan masyarakat dengan mengembangkan lingkungan peduli dan hormat di mana siswa belajar inti, nilai etika. Bila pendekatannya komprehensif untuk pendidikan karakter digunakan, budaya moral positif tercipta di sekolah - lingkungan sekolah total yang mendukung nilai yang diajarkan di kelas Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan panduan bagi unsur-unsur yang membutuhkan pendidikan karakter yang efektif dan komprehensif. Dan untuk menekankan perlunya pendidikan karakter untuk membantu siswa mengembangkan karakter yang baik, yang meliputi mengetahui, memperhatikan dan bertindak berdasarkan nilai etika inti seperti rasa hormat, tanggung jawab, kejujuran, keadilan dan kasih sayang.

  3. Yulia Citra (2012) judul penelitian Pelaksanaan Pendidikan Karakter

  

Dalam Pembelajaran . Hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian

  besar sekolah tidak memiliki kebijakan dan administrasi mengenai pendidikan karakter, sebagian besar sekolah yang memiliki lingkungan yang mendukung penyelenggaraan pendidikan karakter, sebagian guru tidak memiliki kompetesi yang baik, sebagian besar sekolah telah menggunakan kurikulum yang belum diintegrasikan dengan nilai-nilai karakter dan sebagian besar guru belum menggunakan penilaian yang cocok bagi pendidikan karakter dan sebagian besar masyarakat belum mendukung jalannya pendidikan karakter.

C. Kerangka Pikir

  Penyebaran lembaga pendidikan/sekolah berbasis pendidikan khusus untuk anak berkebutuhan khusus tidak seperti sekolah pada umumnya yang ada pada setiap kecamatan bahkan setiap desa untuk memfasilitasi kegiatan pendidikan untuk para peserta didik. Seperti yang ada pada wilayah kabupaten cilacap bagian timur yang hanya mempunyai satu sekolah yang berbasis pendidikan khusus untuk anak berkebutuhan khusus yaitu SDLB Negeri Kroya pada Kecamatan Kroya.

  Kondisi ini mengakibatkan banyaknya orang tua dengan latar belakang kehidupan, ekonomi, budaya, agama, tempat tinggal dan lain-lain menyekolahkan anak-anaknya di SDLB Negeri Kroya tersebut, terlihat pada data yang didapatkan dari sekolah dengan jumlah peserta didik 200 anak berkebutuhan khusus yang memiliki tempat tinggal berbeda desa bahkan berbeda kecamatan. Banyaknya latar belakang yang berbeda-beda pada peserta didik, mempengaruhi karakter setiap peserta didik yang bersekolah di SDLB Negeri Kroya ini, terlebih dengan kondisi para peserta didik yang mempunyai kelainan yang berbeda-beda seperti kelainan pada fisik, mental, emosi, sosial dan lain-lain.

  Pada wawancara awal yang dilakukan oleh peneliti sebagai bentuk dari studi pendahuluan kepada Kepala Sekolah SDLB Negeri Kroya diperoleh informasi bahwa selain menerapkan pendidikan berbasis kurikulum 2013, sekolah juga mengintegrasikannya dengan pendidikan karakter yang telah diterapkan sejak tahun 2014 silam. Pendidikan karakter tersebut dikolaborasikan atau dipadukan dengan kurikulum yang telah pemerintah Kabupaten Cilacap tentukan untuk sekolah yang berkebutuhan khusus seperti SDLB Negeri Kroya. Kepala Sekolah menegaskan bahwa sekolah tidak hanya bertugas untuk mengembangkan aspek kognitif para peserta didik, namun sekolah juga bertanggung jawab untuk mengembangkan aspek afektif pada pesrta didik. Permasalahan yang terdapat pada SDLB tersebut nilai disiplin dan tanggung jawab.

  Bentuk permasalahan ketidakdisiplinan yaitu ketika akan melakukan kegiatan sholat duhur berjamaah peserta didik banyak yang memilih pulang dan tidak mengikuti sholat berjamaah. Permasalahan tanggung jawab yaitu peserta didik tidak melakukan tugas piket kelas sesuai dengan jadwal yang sudah ada, selain permasalahan tanggung jawab tersebut, permasalahan tenggung jawab yang lainya adalah ketika dalam pembelajaran, beberapa peserta didik mengamuk sehingga mengganggu proses pembelajaran dan menunjukan sikap kurang bertanggung jawab dalam proses pembelajaran.

  Berdasarkan kerangka pikir di atas dapat digambarkan melalui bagan berikut:

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir

  Latar belakang dan kondisi peserta didik yang berbeda-beda membuat peserta didik mempunyai beberapa karakter-karakter yang tidak sesuai dengan ketentuan di lingkungan sekitar

  Sekolah Dasar Luar Biasa Negeri Kroya

  Upaya SDLB Negeri Kroya menerapkan pendidikan karakter