Karawitan Kreasi Pepanggulan Lingga Prabawa - ISI Denpasar

  

Karawitan Kreasi Pepanggulan Lingga Prabawa

  

I Made Putra Sanjaya

NIM. 201302047

  

INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR

Alamat: Jalan Nusa Indah Denpasar, Telp: (0361) 227316, Fax: (0361) 236100

e-mail: omindro95@gmail.com

  ABSTRAK

  Perjalanan tentang kisah kehidupan dengan berbagai keragaman serta warna dan filsafat rwa bhineda yang mewarnai cerita kehidupan, tentang pahit manisnya proses yang dialami dan hanya terlewatkan oleh ruang dan waktu, member inspirasi bagi penata untuk menuangkannya dalam tabuh kreas ipepanggulan dengan judul LINGGA PRABAWA. Penata mencoba mentransformasikan kisah ini kedalam komposisi musik Tabuh Kreasi Pepanggulan dengan menggunakan gamelan angklung dengan pengolahan melodi empat nada serta jalinan kotekan, irama yang padu dan selipan gending-gending sekar rare yang mengingatkan pada masa kanak-kanak yang indah dan penuh kenangan.

  Kata kunci : Lingga prabawa, tabuh kreasi, rwa bhineda ABSTRAK

  The journey of the life story with the diversity and colors and philosophy of rwa bhineda that colored the life story, the bitter sweetness of the process experienced and only missed by space and time, inspired the stylist to pour it in the tabuh kreas ipepanggulan with title LINGGA PRABAWA. The stylists try to transform this story into the composition of Tabuh Kreasi Pepanggulan music by using angklung gamelan with four-tone melodic processing and bundles of kotekan, a unified rhythm and inserts of sekare rare gending reminiscent of beautiful and memorable childhood.

  Keywords: Linga prabawa, percussion creations, rwa bhineda PENDAHULUAN

  Dalam proses kehidupan setiap orang tentu mengalami situasi dan kondisi yang berbeda satu sama lainnya yang sering kita kenal dengan pahit manisnya suatu kehidupan (rwa bineda). Siklus yang terjadi seiring waktu terkadang memberi pengaruh yang besar bagi seseorang. Rasa senang, cemas, prihatin, bahagia, atau sedih akan selalu mewarnai kehidupan. Sebuah pengalaman sangatlah berharga dalam menapaki kehidupan yang lebih baik. Dalam mengisi hari- hari dalam kehidupan sudah pasti kita harus bersyukur karena sudah diberi keselamatan oleh Tuhan dan diciptakan sebagai mahluk yang paling sempurna di alam ini. Tidak perlu mengeluh dan tetap mensyukuri hidup ini serta berusaha mencapai tujuan hidup, bagaikan matahari yang tidak mengenal lelah terbit di ufuk timur dan tenggelam di barat menyinari alam semesta tanpa memandang ruang dan waktu.

  Tujuan hidup seseorang dalam kehidupan ini tentu diketahui dengan jelas sesuai dengan cita-citanya. Cita- cita merupakan sesuatu yang mulia yang harus digapai sesuai tahapan serta rintangan yang menghadangnya. Kebanggaan dan kepuasan serta prestise akan dirasakan ketika dapat melewati rintangan tersebut. Tahapan kehidupan yang mesti dilewati memberikan arti dalam mencapai sebuah kesuksesan dan sebagai cermin dan ukuran dalam menuju tahapan hidup selanjutnya. Tahapan-tahapan dari masa anak-anak, remaja, dewasa dan selanjutnya selalu mempunyai tujuan sesuai dengan masanya. Setiap tahapan kehidupan hendaknya dipahami dan diterima sebagai karunia dari Tuhan yang merupakan sumber segala sesuatu atau segala sesuatu bersumber dari Tuhan (everything emanates from God). Dalam karya ini, penata ingin menuangkan perjalanan hidup yang harus dilalui ke dalam garapan yang berjudul

  Lingga Prabawasebagai bentuk ekspresi dari nilai

  keyakinan penata bahwa segala yang dilalui, semuanya berasal dari Tuhan, seperti disebutkan dalam Bhagavad Gita : Aham sarvasya prabhavo mattah sarvam pravartate yang artinya Tuhan adalah sumber dunia rohani dan material, segala sesuatu berasal dari Tuhan (Prabhupada, 2006: 456).

  Kisah kehidupan ini menginspirasi penata untuk menciptakan sebuah komposisi musik utuh kreasi pepanggulan dengan judul

  Lingga Prabawa”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa kata

  lingga berarti batu berbentuk tiang yang dijadikan tugu peringatan dan juga berarti tanda kelaki-lakian Dewa Siwa yang melambangkan kesuburan, sedangkan kata prabawa berasal dari bahasa Sansekerta memiliki pengertian makna kekuatan, tenaga yang luar biasa atau pengaruh the source / the origin (sumber/asal) (Spokensanskrit Dictionary) (Van Zoest,1996:VII).

  Sehubungan dengan makna tersebut di atas, Lingga Prabawa yang dimaksud adalah Siwa sebagai sumber atau asal segala sesuatu dalam hidup ini. Dengan demikian, penata secara sederhana mengartikan perasaan seseorang ketika dapat mencapai tujuan yang hendak dicapai dalam hidup dengan meyakini Tuhan, dalam hal ini Siwa yang disebut sebagai Lingga, adalah sumber segala kekuatan, kebahagiaan, dan segala sesuatunya, yang dituangkan ke dalam gamelan Angklung sebagai media ungkap karya yang akan dipersembahkan untuk mewujudkan konsep keseimbangan dalam kehidupan yang damai dan sejahtera.

  Ide Garapan

  Ide garapan adalah sebuah hal yang paling awal dari suatu proses penciptaan. Bagi seorang penggarap, ide garapan merupakan gagasan pikiran yang ingin disampaikan lewat hasil karyanya. Gagasan bisa berupa cita- cita, imajinasi, interpretasi sampai dengan desain awal dari sebuah hasil karya atau pengungkapan atau penyajian kesenian. Berdasarkan pengalaman penata sebagai seorang komponis, untuk mendapatkan sebuah ide terkadang muncul dengan sendirinya secara tiba-tiba, namun terkadang juga harus mencarinya dengan beberapa aktivitas seperti membaca, menonton, mendengar, ataupun merenungi kembali pengalaman yang pernah dialaminya.

  Ide merupakan sebuah rancangan pemikiran dalam menciptakan sebuah karya seni. Dalam karya “Lingga Prabawa” ini, penata ingin mengambil inspirasi dari kehidupan manusia yang berjuang dalam menjalani hidup di dunia material ini. Karena dalam kehidupan dunia material, kecendrungan manusia untuk dipengaruhi tiga sifat alam material sehingga bertindak di luar aturan hukum alam material. Apabila mahkluk hidup mengadakan hubungan dengan ciptaan material, maka cinta kasih yang kekal dalam hatinya terhadap Tuhan diubah menjadi hawa nafsu (Prabhupada, 2006 : 201). Untuk mencapai keseimbangan dalam hidup ini, manusia sudah seharusnya meningkatkan bakti kepada Tuhan yang merupakan sumber segala sesuatu.

  Penjelasan ini dikemas ke dalam bentuk komposisi karawitan dan tergolong sebuah karya komposisi yang cenderung menggali ide-ide atau gagasan. Komposisi karawitan ini memakai seperangkat gamelan Angklung sebagai media ungkap yang diwujudkan ke dalam sebuah kreasi pepanggulan dengan memperhatikan dan memanfaatkan unsur-unsur yang ada. Namun, komposisi karawitan ini masih tetap mempertahankan pola- pola tradisi yang ada dengan penonjolan dan pengembangan musik secara sederhana melalui pengolahan melodi, permainan tempo, pengembangan pola hitungan dan pola ritme sehingga menjadi sebuah karya karawitan yang utuh dan mempunyai nuansa sederhana.

  Penata memakai gamelan Angklung karena didalam berkreativitas itu seniman bebas menggunakan media gamelan apa saja, di sisi lain tuntutan lembaga pendidikan justru menuntut berkreativitas yang seluas- luasnya, juga di Banjar penata memang adanya gamelan Angklung, sehingga penata tidak mempersulit diri didalam persiapan ujian dan sekaligus memberikan pelajaran bagi masyarakat kami khususnya dan masyarakat secara umum yang memiliki gamelan Angklung, yang secara eksistensi gamelan Angklung itu adalah gamelan yang pada umumnya digunakan pada saat ada kematian atau Upacara Pitra Yadnya. Kembali penata tegaskan kenapa menggunakan Angklung, untuk dapat mempermudah persiapan dalam rangka Ujian Tugas Akhir dan memang tidak harus mutlak menggunakan alat musik tertentu dan lembaga pendidikan memang menuntut kreativitas yang seluas-luasnya.

  Adapun beberapa instrumen yang digunakan dari gamelan Angklung berlaras slendro empat nada diantaranya adalah sebagai berikut.

  Sepasang kendang cedugan lanang wadon 6 tungguh pemade 6 tungguh kantilan 2 tungguh jegogan 2 tungguh reong 4 suling kecil 1 pasang gong lanang wadon 1 tungguh bende

  1 tungguh kempli 1 tungguh kajar 1 pangkon cengceng ricik

  Tujuan Garapan Pada dasarnya, setiap kegiatan menggarap ataupun mencipta yang dilakukan pasti memiliki tujuan.

  Begitu pula halnya dengan penggarapan karya seni ini dibedakan menjadi dua, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.

  1 Tujuan Umum Tujuan umum dari penggarapan karya ini adalah sebagai berikut.

  a.

  Sebagai salah satu syarat untuk menempuh gelar Sarjana Seni (S1) pada Jurusan Seni Karawitan, Fakultas Seni Pertunjukan, Institut Seni Indonesia Denpasar.

  b.

  Untuk mengembangkan kreativitas teknik permainan melodi, tempo, ritme, dinamika di dalam mendukung garapan komposisi sehingga terkesan utuh.

  c.

  Untuk menghasilkan sebuah garapan komposisi karawitan tabuh kreasi pepanggulan yang sederhana serta layak disajikan untuk tugas akhir.

  d.

  Dengan adanya karya ini, nantinya diharapkan dapat memberikan motivasi bagi seniman dalam berkarya.

  e.

  Menambah pembendaharaan hasil karya seniman khususnya Karawitan Kreasi pepanggulan.

  2 Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penggarapan karya ini adalah sebagai berikut.

  a.

  Untuk mewujudkan garapan Lingga Prabawa dengan media ungkap gamelan Angklung yang dikemas dalam bentuk kreasi pepanggulan.

  b.

  Untuk memasukkan kejadian-kejadian kehidupan dalam sebuah musik dengan menggunakan gamelan angklung .

  Manfaat Garapan

Manfaat yang dapat diperoleh dai penyusunan komposisi Karawitan Tabuh Kreasi Pepanggulan Lingga

Prabawa ini adalah sebagai berikut.

  a.

  Sebagai wahana untuk mengukur daya kreativitas penata dalam sebuah karya komposisi musik.

  b.

  Mendapatkan pengetahuan yang baru tentang cara-cara menuangkan ide ke dalam sebuah garapan komposisi tabuh kreasi pepanggulan dan menambah pengalaman penata dalam menggarap sebuah komposisi musik, khususnya komposisi tabuh kreasi pepanggulan.

  c.

  Meningkatkan kreativitas untuk sesuatu yang dapat dikatakan karya yang sederhana serta menambah wawasan dan pengalaman dalam berkarya seni d.

  Meningkatkan kreativitas, pengalaman, serta menambah wawasan dalam berkarya seni yang nantinya sangat berguna baik bagi penata maupun masyarakat.

  Ruang Lingkup

  Bagian ruang lingkup garapan ini dimaksudkan untuk menghindari salah penafsiran atau salah persepsi terhadap garapan yang penata buat ini. Oleh karena itu, penata memberikan batasan-batasan pemahaman atau penjelasan dari karya ini. Pemahaman-pemahaman itu adalah sebagai berikut.

  1. Garapan tabuh kreasi pepanggulan Lingga Prabawa ini merupakan sebuah karya yang menggunakan gamelan Angklung sebagai media ungkapnya, dan menggunakan teknik-teknik yang sudah ada dan dikembangkan sehingga mejadi sebuah garapan yang menarik.

  2. Konsep yang digunakan dalam garapan yang berjudul Lingga Prabawa adalah berawal dari perjalanan hidup manusia untuk berjuang dalam mengarungi kehidupan dengan segala dualitasnya (rwa bineda) sehingga dapat memenuhi kebutuhan hidup agar bisa bertahan sesuai dengan tujuan serta cita-cita yang ingin dicapainya. Kesuksesan ini tentunya tidak terlepas dari karunia Tuhan sebagai Lingga Prabawa sehingga memberikan hasil serta nilai tersendiri bagi setiap orang dengan apa yang dicapai. Oleh karena itu penata menggunakan Lingga Prabawa sebagai judul dari garapan ini.

3. Karya ini dibuat dengan struktur tri angga yang terdiri dari kawitan, pengawak, dan pengecet. Tabuh kreasi pepanggulan ini berdurasi 12 menit.

METODE PENELITIAN

  Terwujudnya karya seni ini tidak terlepas dari sumber-sumber referensi yang mendukung. Adapun sumber tersebut adalah berupa buku, diskografi, maupun informan. Berbagai sumber tersebut dikaji secara seksama dan mendalam guna memberikan data yang akurat terhadap karya yang diwujudkan. Adapun beberapa sumber yang dipakai dasar kajian dan acuan dalam garapan ini adalah sebagai berikut.

2.1 Sumber Pustaka

  Pengetahuan Karawitan Balioleh I Wayan Madra Aryasa tahun 1984. Buku ini berisikan beberapa

  gamelan Bali dan instrumentasi serta nama-nama gendingnya. Dalam buku ini terdapat informasi tentang fungsi dan intrumentasi dari gamelan Angklung.

  Prakempa, Sebuah Lontar Karawitan Bali, oleh I Made Bandem, tahun 1986. Bali yang umurnya cukup

  tua, serta berisi tentang hal-hal yang menyangkut tentang gamelan Bali, yang secara substansinya memuat tentang tatwa (filsafat atau logika), susila (etika), lango (estetika), dan gegebug (teknik). Substansinya ini menuntut penggarap untuk memahami tentang logika, etika, estetika, dan teknik dalam menyusun sebuah komposisi karawitan Bali “Ubit-ubitan, Sebuah Teknik Permainan Gamelan Bali oleh I Made Bandem, 1997. Sumber kajian ini membahas tentang ubit-ubitan yang berjumlah mencapai 14 jenis ubit-ubitan. Fungsi ubit-ubitan ini adalah pemberi identitas pada masing-masing gamelan Bali, juga sebagai hiasan dalam sebuah komposisi.

  Ilmu Bentuk Musik oleh Edmud Prier SJ, Karl tahun 1996. Di dalam buku ini dijelaskan beberapa istilah

  musik, teknik dan motif yang dipergunakan dalam musik. Dengan adanya referensi ini memberikan pemahaman serta digunakan sebagai tinjauan tentang bentuk motif-motif pukulan yang kemudian diadopsi kedalam komposisi kreasi pepanggulan Lingga Prabawa.

2.2 Sumber Discografi

  I Wayan Darya S.Sn (2007). Taru Kencana, Festival Gong Kebyar Duta Kabupaten Gianyar. Bali Record. Kaset ini berisikan karya komposisi yaitu lelambatan kreasi yang kaya akan teknik pukulan serta ornamentasi.

  I Gusti Ngurah Padang, S.Skar. (2002). Gora Gorawa, Festival Gong Kebyar Kota Denpasar. Bali Record. Kaset ini berisikan karya komposisi yaitu lelambatan kreasi yang kaya akan teknik pukulan serta kotekan. Dengan mendengarkan kaset ini penata mendapatkan masukan tentang bagaimana cara memberikan ornamentasi pada sebuah karya kreasi pepanggulan.

  I Wayan Wiryadi S.Sn (2003) Giri Gurnita. Festival Gong Kebyar Duta Kabupaten Tabanan. Bali Record. Dalam kaset ini penata mendapatkan suatu inspirasi mengenai tabuh kreasi pepanggulan yang mampu memberikan ide pada penata tentang pengembangan teknik-teknik pukulan yang masih berpedoman pada pola tradisi namun diolah sehingga menjadi lebih kaya.

HASIL ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA

  Perwujudan suatu karya seni tidak terlepas dari suatu proses. Mulai dari dorongan yang dirasakan oleh seorang seniman untuk membuat karya itu menjadi suatu kenyataan. Proses tersebut biasa berjalan dengan mudah dan cepat, tetapi biasa juga memakan waktu yang sangat lama, malah bisa berhenti di tengah jalan, hingga karya yang diinginkan tidak pernah terwujud. Pada dasarnya proses perwujudan memerlukan tahapan- tahapan.

  Deskripsi Garapan

  Komposisi Lingga Prabawa diciptakan melalui suatu proses penggarapan yang tidak lepas dari berbagai rintangan. Rintangan tersebut ditimbulkan oleh beberapa faktor, antara lain pendukung, waktu latihan yang terkait dengan jadwal yang telah penata tentukan terhadap semua pendukung. Secara mentalitas penata telah siap merampungkan proses garapan ini, akan tetapi penata menyadari, bahwa garapan ini menyangkut keterlibatan orang lain yang sungguh-sungguh memerlukan pengorbanan waktu dan kesabaran untuk mencapainya. Para pendukung yang kurang kompak menghadiri latihan juga menjadi kendala utama, akan tetapi kendala-kendala itu mampu diatasi dengan ketekunan dan selalu mengadakan koordinasi dengan para pendukung.

  Proses penggarapan merupakan suatu langkah yang menentukan dan merupakan dasar dalam mewujudkan karya seni. Dalam hal ini diperlukan usaha yang sungguh-sungguh dan ketelitian dalam pelaksanaannya. Keterampilan, pengalaman, pengetahuan, wawasan seni dan daya kreativitas yang cukup merupakan beberapa hal yang sangat menunjang dalam penggarapan disamping faktor kesiapan fisik dan mental penata juga harus diimbangi dengan faktor kesiapan fisik dan mental pendukung dan sarana lainnya seperti tempat dan alat untuk menggarap karya tersebut. Dengan tersedianya segala fasilitas yang dibutuhkan secara baik, maka niscaya akan terwujud karya seni yang berkwalitas. Dalam proses penggarapan karya

  karawitan ini mengambil teori dari Alma M. Hawkins (2003) dalam bukunya Mencipta Lewat Tari yang telah dialih bahasakan oleh Y.Sumandiyo Hadi. Dalam buku ini disebutkan ada tiga tahapan yang harus dilalui dalam proses penggarapan untuk mewujudkan karya seni ini yaitu: tahap penjajagan (explorasi), tahap percobaan (improvisasi), dan tahap pembentukan (forming).

  Instrumentasi

  Angklung merupakan gambelan yang berlaraskan selendro empat nada dengan perbandingan satu berbanding delapan dengan keberadaan gong kebyar, yang penata amati khususnya di Kabupaten Tabanan. Barungan gambelan Angklung pada umumnya digunakan untuk mengiringi upacara kematian atau pitra yadnya, namun pada perkembangannya tidak menutup kreatifitas seniman untuk mengembangkannya sehingga dapat difungsikan dalam bentuk yang lainnya, misalnya sebagai tabuh kreasi, tabuh lelambatan, iringan tari, petopengan, calonarang dan yang lain. Adapun fungsi instrumen gambelan Angklung adalah sebagai beikut.

  1. Ugal (patus)

  • Pemegang melodi satu dari pemade tersebut biasanya difungsikan sebagai Ugal (patus) untuk memulai sebuah gending serta menuntun jalannya melodi keseluruhan.
  • Membuat jalinan dan otek-otekan dengan sistim polos dan sangsih.
  • Memberi penekanan pada akhir kalimat lagu.
  • Dapat dikembangkan dari melodi pokok ( dikreasikan ).
  • Memberikan pepayasan dari ubit-ubitan atau kotekan.
  • Sebagai pemurba irama - Memberikan angsel-angsel.
  • Memberi tekanan dalam tujuan lagu itu sendiri.
  • Pengembangan melodi.
  • Sebagai pengatur tempo

  2. Pemade dan Kantilan - Memberikan hiasan terhadap nada pokok berupa ubit-ubitan.

  3. Jegogan - Sebagai pemegang melodi pokok.

  4. Reyong - Memberikan angsel-angsel.

  5. Kendang

  6. Gong - Sebagai finalis lagu atau gending.

  7. Kempur dan Kempli - Sebagai pembagi pukulan gong.

  8. Bende - Mengisi ornamen pada celah gantungan.

  9. Suling - Sebagai pemanis.

  10. Kajar

  Struktur Garapan

  Wujud garapan adalah aspek yang menyangkut keseluruhan dari karya seni maupun peranan

dari masing-masing bagian secara keseluruhan. Komposisi karawitan ini menggunakan gamelan

Angklung sebagai media ungkap, yang diwujudkan dalam bentuk komposisi Tabuh Kreasi

Pepanggulan. Komposisinya terdiri dari beberapa bagian sebagai berikut.

1 Bagian I (Kawitan)

  Pada bagian kawitan ini, suasana yang diungkapkan adalah mulainya suatu kehidupan baru yang penuh dengan harapan-harapan dengan disertai kerja keras penuh dedikasi dan motivasi diri dalam menggapai tujuan hidup yang sesungguhnya. Bagian kawitan diawali oleh instrumen reyong sebagai pembuka gending dengan melodi serta teknik yang rumit yang menggambarkan bahwa kehidupan tidak pernah lepas dari masalah. Notasi : REONG : 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 7

  . 5 7 5 7 . 5 7 7 1 . 1 7 GANGSA : 5 5 . 5 7 5 7 . 5 7 7 1 . 1 7

  . 7 1 7 1 . 7 1 1 7 7 5 7 . 5 7 5 7 . 7 . 7 . 5 7 5 5 . 5 . 7 5 5 . 5 7 . 1 1 1 1 1 1 7 1 . 1 .7 1 1 7 5 7 5 7 . . 5 7 1 5 7 3 1 7 5 7 1 5 7 7 . 7 5 7 5 7 . 1 3 5 7 5 7 5 7 . . (1)

  REONG : 7 5 7 5 7 . 7 5 7 5 7 . 7 . 7 5 7 5 . 7 5 7 . 5 7 5 7 2 X 1 7 1 . 7 . 1 7 5 7 . 5 . 7 5 7 1 . 7 . 1 7 5 . 7 5 5 7 2X 1 7 1 7 . 7 1 7 1 7 . 7 1 5 5 5 5 . 5 7 1 3 1 7 1 . 7 1 7 3 1 7 3 1 3 . 1 3 7 7 3 (1)

  Di bagian ini pula penata memasukan pengrangrang untuk memberikan kesan sedih atau duka, yang memang pasti kita alami dalam sebuah kehidupan dengan iringan atau perpaduan instrumen suling untuk lebih memberikan suasana sedih atau duka tersebut. Dengan menghadapi berbagai macam cobaan, terkadang dalam perasaan kita muncul rasa sedih, frustasi dan seakan-akan tidak siap mengadapi permasalahan. Notasi : PENGRANGRANG GANGGSE 1 1 1 1 . . . . .

  7 1 3 1 1 7 1 3 1 1 3 1 3 1 7 1 1 . 7 5 5 5 5 5 1 5 . 7 1 5 5 1 5 . 7 1 5 5 1 5 1 5 1 5 7 1 3 1 . 1 3 3 3 3 3 1 1 3 3 3 . 1 7 1 5 7 . 1 1 1 1 . 1 7 5 . 5 7 1 . 3 3 1 . 7 5 7 1 7 3 1 . 7 7 7 7 . 7 .7 7 5 7 . 1 7 5 7 1 3 7 . . 5 7 . 7 5 7 . 7 5 7 . 5 . 7 5 5 . 5 . 7 . 5 7 5 1 7 . 5 5 5 7 1 . 1 7 5 . 5 7 1 . 1 5 7 1 5 1 7 . 5 7 5 7 1 3 7 (1)

  GEGENDERAN JEGOGAN 5 . 7 1 3 1 7 1 . 7 5 7 1 7 . 1 3 1 7 5 7 1 3 1 7 1 3 1 7 5 . 3 .1 7 1 5 1 7 1 5 3 1 3 7 1 3 1 5 7 1 . 3 1 7 5 . 7 . 1 . 3 . 7 .5 . 7 . 1 7 3 5 5 . 7 . 5 . 7 5 7 . 7 5 5 5 . 5 7 5 7 . 7 5 7 1

  2 Bagian II (Pengawak) Pada bagian pengawak penata mengawali dengan pola gegenderan yang melodis dan ritmis untuk memberikan kesan bahwa dalam kehidupan ini kita tidak boleh hanyut dalam kesedihan , kita harus bangkit dan semangat melewati masa-masa sulit itu, dan disikapi sebagai cobaan hidup dan kita petik hikmahnya dijadikan sebuah cemeti dan pelajaran hidup. Penata juga memasukan pola gegilakan dalam pengawak ini dengan maksud memberi penekanan pada lika-liku kehidupan yang kita lalui dengan keseharian masing-masing dengan penuh harapan serta kesuksessan yang sudah nampak di depan mata, dengan keyakinan bahwa atas karunia Tuhan

  Notasi : JEGOGAN 7 1 7 5 . 3 . 1 (7)

  1 5 7 1 7 1 5 3 1 7 1 5 7 1 7 5 7 1 3 1 7 5 . 3 . 1 7 1 5 7 1 7 1 5 3 1 . 3 . 7 1 3 1 5 7 1 . 3 1 7 5 7 1 3 1 7 1 3 1 7 5 7 1 7 5 7 1 3 1 7 5 1 5 1 5 1 5 7 1 3 7 1 3 1 3 7 1 3 1 7 1 3 1 7 5 7 1 3 . 1 3 1 7 1 . 3 . 1 3 1 7 1 3 7 1 5 7 1 3 . 7 . 3 1 . 7 1 7 5 7 . 1 . 7 1 7 5 7 1 5 7 1 7 1 3 . 1 . 7 5 . 7 . 1 . 3 5 5 . 7 . 5 . 7 5 7 . 7 5 5 5 . 5 7 5 7 . 7 5 7 1 7 1 7 5 . 3 .1 (7) 2x 1 1 3 . 1 3 1 1 7 . 7 1 7 7 5 . 7 5 7 3 1 7 3 1 3 . 1 3 1 1 7 . 7 1 7 7 5 . 7 5 7 3 1 7 2x 3 1 3 . 1 3 1 1 7 . 7 1 1 7 5 5 5 1 1 1 5 1 1 1 5 1 1 1 5 1 1 1 5 1 1 5 1 . . 7 . 5 7 1 3 1 7 1 . 7 1 7 3 1 7 . . 5 .7 5 7 (1) Penata mencoba menyelipkan dua buah gending-gending sekar rare yaitu : gending curik-curik dan caki-kaki untuk mengingat memori kehidupan di masa kanak-kanak yang penuh keceriaan, yang diajarkan oleh orang tua kita, yang memberi suasana kedamaian serta keceriaan pada dunia anak-anak yang penuh dengan permainan. Notasi : JEGOGAN

  3 3 1 3 . 1 3 1 1 1 1 1 5 7 1 7 . 1 3 . 1 .7 1 . . . . 5 7 1 7 . 1 3 . 1 . 7 5 1 1 1 1 5 7 1 7 3 1 7 5 1 1 1 1 5 7 1 7 3 1 7 5 2x PENYALIT JEGOGAN

  5 7 . 5 7 5 . 7 5 . . . . 5 . 5 7 5 7 1 3 1 7 1 7 3 1 7 1 3 1 7 1 7 3 1 7 1 3 1 7 1 1 5 . 7 1 7 1 7 1 7 1 5 1 7 1 7 1 7 1 5 1 5 7 1 3 5 1 7 5 . . 5 . (5)

  JEGOGAN 1 5 7 1 3 . . 7 1 3 1 3 7 1 3 1 . . 1 1 1 1 3 7 1 3 1 . . 5 7 1 7 5 7 1 7 (5) . . 5 5 5 5 2X

  PENYALIT JEGOGAN 1 7 1 3 . 5 .1 7 1 7 1 3 . 1 .7 5 5 7 1 3 . 5 .1 7 1 7 1 3 . 1 .7 5 7 1 . 1 7 1 . 1 7 1 . 1 7 1 . 5 5 . 5 . 7 5 . 1 . 7 . 1 . 5 . 1 . 7 . 1 . 5 . 3 . 1 . 7 1 5 7 1 . 7 5 7 1 3 1 7 5 . 3 .1 (7) 3x 1 1 7 1 7 1 7 5 5 7 5 7 5 7 5 3 1 7 1 3 1 .

  7 1 3 . 1 7 . 7 7 7 7 1 . 7 . 1 7 7 1 . 7 .

  1 7 7 1 . 7 5 7 5 . 7 5 5 . 7 1 5 5 . 7 1 5 7 1 7 1 . 1 7 1 . 1 7 . . . 7 . 7 1 7 1 5 7 1 . 7 . 7 1 7 5 7 1 3 1 . . 5 5 5 7 3 1 7 7 1 . 7 1 1 7 5 5 . . . 5 7 5 7 1 7 5 7 1 1 7 1 7 5 7 1 7 5 5 7 5 7 1 7 5 7 1 1 . 1 7 7 1 . 1 7 . . . 3 3 3 7 5 . 7 5 7 . 5 7 3 3 3 7 5 . 7 5 5 7 1 7 5 . 7 1 3 1 7 . 1 3 1 7 5 . 7 1 7 7 . 3 . 3 1 7 5 . . 5 7 1 . 1 7 1 . 1 7 1 . 5 5 . 5 .7 5 . 7 . (1)

3 Bagian III (Pengecet)

  Pada bagian pengecet ini, penata ingin menggambarkan pola gending yang sederhana namun memberikan kesan lebih santai karena apa yang kita lakukan dengan susah payah selama ini sudah tercapai dengan baik, suatu pengorbanan yang tidak sia-sia dan menikmati kesuksesan tersebut dengan hati yang riang gembira. Betapa bahagianya hati ini ketika dapat melewati masa-masa sulit. Pada bagian akhir pengcet penata mencoba memainkan tempo gending dengan teknik yang berat untuk mencapai klimak serta ending. Pada saat akhir yang menunjukan gending selesai, pola ini lebih memberikan suasanan kehidupan yang lebih semangat lagi dalam mencapai kehidupan yang jauh lebih baik serta tekad yang tidak pernah pudar dalam kehidupan selanjutnya dengan tetap melaksanakan bakti kepada Tuhan sebagai sumber segala sesuatu. Notasi : JEGOGAN

  . 1 1 1 1 1 7 3 1 7 3 1 3 . 1 3 7 7 3 1 . 1 1 1 1 1 7 3 1 7 7 1 . 7 1 1 7 5 5 . . .

  1 1 1 5 1 1 1 5 . . 1 7 5 7 1 3 . . 1 1 1 7 3 1 7 3 1 3 . 1 3 1 1 1

  PENYALIT

  JEGOGAN 5 7 1 . . 1 . 1 . . . 7 1 5 . 7 .1 . 7 1 5 . 7 . 1 . 7 1 3 . 1 3 7 1 3 . 1 5 7 1 3 1 1 1 1 7 1 . 7 . 1 5 5 5 5 7 7 1 3 1 7 5 . 7 1 3 1 7 . 1 3 1 7 5 . 7 1 7 7 . 3 . 3 1 7 5 . . 5 7 1 . 1 7 1 . 1 7 1 . 5 5 . 5 . 7 5 . 7 . (1)

  PEKAAD JEGOGAN 3 1 3 1 3 7 5 1 3 7 5 1 3 7 1 3 3 3 1 1 1 7 7 . 1 . 1 7 1 3 3 3 1 1 1 7 7 . 3 . 1 . 7 5 5 7 5 1 7 5 5 7 5 1 7 5 7 1 7 5 5 5 5 5 5 5 5 5 . 7 1 . . 1 7 5 7 1 7 5 7 1

  3 7 1 3 7 5 7 1 7 5 7 1 3 7 1 3 . 7 7 7 . 3 1 7 5 5 . 5 7 5 1 7 5 5 . 5 7 5 7 1 5 7 1 7 5 5 . 5 7 5 7 1 3 1 7 7 . 7 1 7 3 1 7 7 . 7 1 7 3 1 7 3 1 7 3 7 1 7 3 . . . 5 7 7 1 . 7 1 7 3 1 7 3 1 3 . 1 3 7 7 3 1 7 . 7 (1)

  Analisa Estetik

  Perwujudan karya seni merupakan pancaran pengalamanbatin dan rasa indah sang seniman yang diungkapkan lewat sebuah media. Dalam garapan komposisi karawitan Lingga Prabawa ini, pengalaman penata diungkap dalam sebuah media berupa musik yaitu Karawitan. Dalam komposisi ini dilakukan pengolahan- pengolahan serta pengembangan dari pola garap tradisi yang berpedoman pada tiga unsur dasar estetika dalam struktur karya seni, yang meliputi keutuhan atau kebersatuan (unity), penonjolan atau penekanan (dominance) dan keseimbangan (balance).

  Analisa Penyajian Setiap komposisi yang secara langsung, perlu diperhatikan tata penyajian yang pas sesuai

konsep yang diajukan. Maka dari itu untuk memberikan suatu tontonan yang menarik agar penonton

bisa menikmati penyajian komposisi Lingga Prabawa ini dengan seksama, maka penempatan

intrumentasi akan ditata sedemikian rupa. Adapun setting instrumen dalam komposisi ini adalah

sebagai berikut.

a. Tata Panggung Tata Panggung dalam karya ini dapat di gambarkan sebagai berikut.

  9

  11

  11

  12

  10

  8

  7

  7

  6

  6

  6

  6

  6

  6

  5

  5

  5

  5

  5

  5

  3

  4

  4

  2

  4

  13

  1

  4 KETERANGAN :

  1. Kendang Wadon

  2. Kendang Lanang

  3. Kajar

  4. Suling

  5. Pemade

  6. Kantilan

  7. Jegogan

  8. Reong

  9. Kempur

  10. Kempli

  11. Gong

  12. Bende

13. Kecek

b. Tata Busana (Coustume)

  Saput prada+batik e. Selendang prada f. Bunga pucuk dan hiasan perak

  Saran-saran

  bagian III (pengecet), yang lebih dikenal dengan tri angga yang dalam garapan ini terdapat pengolahan unsur musikal, seperti melodi, ritme, tempo, dinamika, dan warna suara yang semuanya dikemas ke dalam sebuah bentuk komposisi karawitan tabuh kreasi pepanggulan dengan judul Lngga Prabawa. Proses penggarapan komposisi ini dilakukan melalui tiga tahapan yaitu Tahap Penjajagan (Eksplorasi), Tahap Percobaan (Improvisasi), dan Tahap Pembentukan (Forming).

  Garapan ini adalah sebuah komposisi karawitan yang mengambil bentuk tabuh kreasi pepanggulan. Adapun struktur dari garapan ini terdiri dari tiga bagian yaitu bagian (kawitan), bagian II (Pengawak), dan

  Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan pada bab-bab di atas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut. Gara pan komposisi tabuh kreasi pepanggulan “Lingga Prabawa” ini adalah sebuah bentuk komposisi karawitan baru yang mengangkat tentang proses kehidupan manusia dengan suka dukanya dalam melewati hari demi hari dengan kurun waktu yang berbeda-beda namun selalu tetap berusaha semaksimal mungkin agar dapat melewati cobaan hidup untuk mencapai kehidupan yang lebih baik dengan keyakinan dan kepercayaan bahwa Tuhan sebagai sumber segala sesuatu akan memberi karunia atas usaha, kesabaran, dan bakti yang dilakukan. Sebagai media ungkap dalam garapan ini, penata menggunakan gamelan Angklung laras slendro.

  PENUTUP Kesimpulan

  Kostum atau tata busana merupakan komponen yang tidak kalah penting perannya dalam sebuah pertunjukan karya seni. Penataan kostum dapat mempengaruhi nilai artistik dalam sebuah karya musik. Dalam pertunjukan karya musik Lingga Prabawa menggunakan kostum yang sederhana dengan kesan elegan sesuai kebutuhan karya musik dan disesuaikan dengan tata lampu.

  Kostum atau tata busana yang digunakan dalam penyajian karya musik Lingga Prabawa adalah : 1)

  Udeng prada+batik b.

  2) Pendukung : a.

  Saput prada +batik e. Selendang prada f. Bunga pucuk dan hiasan perak

  Kemeja hitam c. Kamen hitam d.

  Udeng prada+batik b.

  Penata : a.

  Tidak memakai baju c. Kamen hitam d. Dari pengalaman yang telah dialami dalam proses berkarya, penata ingin menyampaikan beberapa hal kepada pembaca khususnya calon-calon sarjana seni yang akan mempersiapkan tugas akhir di Insitut Seni Indonesia Denpasar sebagai berikut.

  1. Dalam mewujudkan sebuah karya seni bukanlah suatu hal yang mudah, di dalam menempuh ujian tahap akhir, diperlukan kesiapan yang cukup matang baik dari segi mental maupun dari segi yang lainnya.

  2. Sebelum melangkah ke proses penggarapan, sebaiknya terlebih dahulu mempersiapkan konsep atau ide jauh-jauh hari sebelumnya, karena semakin matang konsep atau ide yang dimiliki, maka semakin lancar proses penggarapan karya seninya.

  3. Diharapkan agar para seniman-seniman muda yang akan lahir setelah ini akan semakin tergugah untuk menciptakan karya seni yang lebih baik, supaya nantinya dapat diterima oleh masyarakat luas.

DAFTAR RUJUKAN

  Aryasa, I W M dkk. 1985. Pengetahuan Karawitan Bali. Denpasar : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Kebudayaan Proyek Pengembangan Kesenian Bali

  Bandem, I Made. 1986. Prakempa Sebuah Lontar Gamelan Bali. Denpasar : Akademi Seni Tari Indonesia Denpasar. Bandem, I Made. 1993. Ubit-ubitan : Sebuah Teknik Permainan Gamelan Bali. Jurnal Seni Budaya Mudra,

  Edisi Khusus. Sekolah Tinggi Seni Indonesia Denpasar : STSI Djelantik, A.A M. 1997. Pengantar Dasar Ilmu Estetika Jilid I Estetika Instrumental Edisi ke-2.Denpasar :

  Proyek Pengembangan IKI Sub/Bagian Proyek Peningkatan/Pengembangan Akademi Seni Tari Indonesia Denpasar. Djohan, 2005, Psikologi Musik, Penerbit Buku Baik.Yogyakarta. Hawkins, Alma. M. 2003. Mencipta Lewat Tari. Diterjemahkan oleh: Y. Sumandiyo Hadi. Yogyakarta: Manthili. Mustika, Pande Gede dkk. Mengenal Beberapa Jenis Sikap dan Pukulan Dalam Gong Kebyar. Proyek

  Normalisasi Kehidupan Kampus Jakarta Sub Proyek ASTI Denpasar. 1978/1979 Prabhupada, A. C. 1993. Srimad Bhagavatam. First Canto. Los Angeles : The Bakti Vedanta Book Trust.

  Prabhupada, A. C. 2006. Bhagavad Gita as It Is. Los Angeles : The Bakti Vedanta Book Trust. Sukerta, Pande Made. 1998. Ensiklopedi Karawitan Bali. Sastrataya-Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia (

  MSPI ) Bandung-Indonesia :

  online). [9th July 2017]