Sintesis senyawa 2,2`-(1,4 fenilena bis (metanililidena)) disikloheksanadion dari 1,3-sikloheksanadion dan terephthalaldehid dengan katalis kalium hidroksida - USD Repository
SINTESIS SENYAWA
2,2´-(1,4 FENILENA bis (METANILILIDENA)) DISIKLOHEKSADION
DARI 1,3-SIKLOHEKSANADION DAN TEREPHTHALALDEHID
DENGAN KATALIS KALIUM HIDROKSIDA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Farmasi Oleh:
Fandri Astika Maranantan NIM : 078114139
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2011
SINTESIS SENYAWA
2,2´-(1,4 FENILENA bis (METANILILIDENA)) DISIKLOHEKSADION
DARI 1,3-SIKLOHEKSANADION DAN TEREPHTHALALDEHID
DENGAN KATALIS KALIUM HIDROKSIDA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Farmasi Oleh:
Fandri Astika Maranantan NIM : 078114139
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2011
HALAMAN PERSEMBAHAN
There is one thing even more vital to science than intelligent methods and that
is, the sincere desire to find out the truth, whatever it may be(Ada satu hal yang tetap lebih penting bagi ilmu pengetahuan daripada
metode-metode cemerlang, yakni kemauan keras untuk menemukan
kebenaran, apa pun itu) Charles Sanders Pierce
Karya Ini Kupersembahkan Kepada :
Mama, Papa, dan Segenap Keluarga Tercinta
2 Teman , My Someone Special Fifi
2 Dan Almamater Ku
PRAKATA
Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Sintesis Senyawa
2,2´-(1,4 Fenilena bis (Metanililidena)) Disikloheksadion dari 1,3-
Sikloheksanadion dan Terephthalaldehid dengan Katalis Kalium
Hidroksida”. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.) di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Selama penelitian dan penyusunan skripsi ini penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.
2. Jeffry Julianus, M.Si. selaku dosen pembimbing atas kesediaannya dalam memberikan arahan, dukungan, dan masukan dalam penelitian dan penyusunan sekripsi ini.
3. Prof. Dr. Sri Noegrohati. Apt. selaku dosen penguji atas masukan kritik dan saran kepada penulis dan masukan selama dalam penelitian.
4. Dra. M. M. Yetty Tjandrawati, M.Si. selaku dosen penguji atas masukan kritik dan saran kepada penulis.
5. Rini Dwiastuti, S.Farm., Apt. atas izin yang diberikan kepada penulis dalam penggunaan laboratorium.
6. Bu Phebe dan Pak Pudjono, atas masukan yang telah diberikan selama berjalannya penelitian.
7. Mas Parlan, Mas Kunto, Mas Bimo, dan segenap laboran fakultas Farmasi yang telah membantu selama bekerja di laboratorium.
8. Staf Laboratorium Kimia Organik fakultas MIPA Universitas Gajah Mada Yogyakarta, atas kesediaannya mengujikan GC-MS dan FT-IR.
9. Mama, Papa, dan segenap keluarga besar penulis atas dukungan, doa, dan semangat yang diberikan.
10. Wiwid, Ardi, Anin, dan Andy terima kasih atas bantuan, kerjasama, suka dan duka selama perjuangan di laboratorium.
11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang turut membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bgi semua pihak dan mendukung perkembangan ilmu pengetahuan.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ii HALAMAN PENGESAHAN iii HALAMAN PERSEMBAHAN iv HALAMAN PERNYATAAN PUBLIKASI v PRAKATA vi PERNYATAAN KEASLIAN KARYA viii DAFTAR
ISI ix DAFTAR TABEL xiii DAFTAR GAMBAR xiv DAFTAR LAMPIRAN xvi
INTISARI xvii
ABSTRACT
xviii BAB
I PENDAHULUAN
1 A. Latar Belakang
1
1. Permasalahan
5
2. Keaslian Penelitian
5
3. Manfaat Penelitian
5 B. Tujuan Penelitian
5 BAB II PENELAAHAN PUSTAKA
6 A. Kanker dan Tumor 6 B. Angiogenesis dan Antiangiogenesis
7 C. Kurkumin
9 D. Senyawa 2,2´-(1,4 Fenilena bis (Metanililidena)) Disikloheksanadion
10 E. Sintesis Senyawa 2,2´-(1,4 Fenilena bis (Metanililidena)) Disikloheksanadion
12 F. Uji Pendahuluan
15
1. Pemeriksaan Organoleptis
15
2. Pemeriksaan Kelarutan 15
3. Pemeriksaan Titik Lebur
16
4. Uji Kemurnian Menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
17
5. Kromatografi Gas
18 G. Elusidasi Struktur Senyawa Hasil Sintesis
19
1. Spektrofotometri Inframerah
19
2. Spektroskopi Massa
19 H. Landasan Teori
20 I. Hipotesis
20 BAB III METODE PENELITIAN
21 A. Jenis dan Rancangan Penelitian
21 B. Definisi Operasional
21 C. Bahan Penelitian
21 D. Alat Penelitian
22 E. Tata Cara Penelitian
22
1. Sintesis 2,2’-(1,4 Fenilena bis (Methanilidena)) Disikloheksanadion dengan Katalis KOH 1,0 N
27 B. Uji Pendahuluan
25
2. Analisis Pendahuluan
25
3. Elusidasi Struktur
26 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
27 A. Sintesis 2,2’-(1,4 Fenilena bis (Metanililidena)) Disikloheksanadion dengan Katalis KOH 1,0 N
33
25
1. Uji Organoleptis
33
2. Uji Kelarutan Senyawa Hasil Sintesis
34
3. Uji Titik Lebur Senyawa Hasil Sintesis
35
4. Uji Kemurnian Menggunakan Kromatografi Lapis Tipis
1. Crude Product
25 F. Analisis Hasil
22
23
2. Uji Pendahuluan
23
a. Organoleptis
23
b. Uji Kelarutan Senyawa Hasil Sintesis
23
c. Uji Titik Lebur
d. Uji Kemurnian Menggunakan Kromatografi Lapis Tipis
b. Spektroskopi Massa
23
e. Kromatografi Gas
24
3. Elusidasi Struktur Senyawa Hasil Sintesis
24
a. Spektrofotometri Inframerah
24
36
5. Kromatografi Gas
38 C. Elusidasi Struktur Senyawa Hasil Sintesis
40
1. Pengujian Senyawa Hasil Sintesis dengan Spektroskopi Massa 40
2. Pengujian Senyawa Hasil Sintesis dengan Spektroskopi
IR
43 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
48 A. Kesimpulan 48
B. Saran
48 DAFTAR PUSTAKA
49 LAMPIRAN
53 BIOGRAFI PENULIS 66
DAFTAR TABEL
HalamanTabel 1. Data Organoleptis Senyawa Hasil Sintesis; 1,3-Sikloheksanadion; dan Terephthalaldehid
33 Tabel 2. Data Kelarutan Senyawa Hasil Sintesis; 1,3-Sikloheksanadion; dan Terephthalaldehid
35 Tabel 3. Data Titik Lebur Senyawa Hasil Sintesis; 1,3-Sikloheksanadion; dan Terephthalaldehid
35 Tabel 4. Interpretasi Pita Vibrasi Senyawa Hasil Sintesis
44
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1. Struktur Kurkumin
9 Gambar 2. Tautomeri Keto-Enol Kurkumin
9 Gambar 3. Analisis Diskoneksi 2,2´-(1,4 Fenilena bis (Metanililidena)) Disikloheksanadion
14 Gambar 4. Reaksi Umum Sintesis Senyawa 2,2´-(1,4 Fenilena bis (Metanililidena)) Disikloheksanadion
20 Gambar 5. Enam Hidrogen Alfa pada 1,3-Sikloheksanadion
27 Gambar 6. Reaksi Pembentukan Ion Enolat dari 1,3-Sikloheksanadion
28 Gambar 7. Dua Gugus Aldehid pada Terephthalaldehid
29 Gambar 8. Reaksi Adisi 1,3-Sikloheksanadion Menghasilkan Produk Aldol
29 Gambar 9. Reaksi Cannizaro pada terephthalaldehid
30 Gambar 10. Self Condensation dari 1,3-Sikloheksanadion
31 Gambar 11. Hasil Uji KLT
36 Gambar 12. Interaksi Senyawa Hasil Sintesis dengan Fase Diam Silika Gel 37
Gambar 13. Uji KLT Hasil Replikasi dengan Fase Gerak n-Heksan:Etil Asetat (1:1)
37 Gambar 14. Kromatogram Kromatografi Gas Senyawa Hasil Sintesis
38 Gambar 15. Spektra Massa Senyawa Hasil Sintesis
40 Gambar 16. Usulan Mekanisme Fragmentasi Senyawa Hasil Sintesis Menjadi Fragmen C, E, dan F
41 Gambar 17. Usulan Mekanisme Fragmentasi Senyawa Hasil Sintesis Menjadi Fragmen B dan D
42 Gambar 18. Spektra Massa Senyawa Hasil Reaksi Samping
42 Gambar 19. Kemungkinan Senyawa Hasil Reaksi Samping
43 Gambar 20. Spektra IR Senyawa Hasil Sintesis dalam KBr Pelet
43 Gambar 21. Spektra IR 1,3-Sikloheksanadion dengan KBr Pelet
45 Gambar 22. Spektra IR Terephthalaldehid dengan KBr Pelet
46 Gambar 23. Serbuk Kering Hasil Sintesis
55 Gambar 24. Senyawa Hasil Sintesis
55 Gambar
25. Rangkaian Alat
55
DAFTAR LAMPIRAN
58 Lampiran 6. Kondisi Alat Kromatografi Gas-Spektrometri Massa
65
64 Lampiran 12. Spektra IR dari terephthalaldehid dengan KBr Pelet
63 Lampiran 11. Spektra IR dari 1,3-Sikloheksanadion dengan KBr Pelet
62 Lampiran 10. Spektra IR Senyawa Hasil Sintesis dengan KBr Pelet
61 Lampiran 9. Spektra Massa Senyawa Hasil Reaksi Samping
60 Lampiran 8. Spektra Massa Senyawa Hasil Sintesis
59 Lampiran 7. Kromatogram GC Senyawa Hasil Sintesis
Lampiran 1. Data Penimbangan Bahan dan Perhitungan Bobot Teoritis Senyawa Hasil Sintesis
53 Lampiran 1. Data Perhitungan Crude Product
f
57 Lampiran 5. Perhitungan R
Senyawa Hasil Sintesis
f
56 Lampiran 4. Perhitungan R
55 Lampiran 3. Perhitungan Kepolaran Fase Gerak
54 Lampiran 2. Foto Senyawa Hasil Sintesis dan Rangkaian Alat
Senyawa Hasil Replikasi
INTISARI
Salah satu senyawa turunan kurkumin yang berpotensi sebagai inhibitor
angiogenesis adalah senyawa 2,2´-(1,4 fenilena bis (metanililidena))
disikloheksanadion. Senyawa ini memiliki dua sisi aktif (dua gugus
β diketon) dan
sebuah cincin aromatik sehingga diharapkan memiliki aktivitas inhibitor
angiogenesis yang lebih baik dibanding kurkumin. Penelitian ini termasuk
penelitian non eksperimental deskriptif non analitik yang dilakukan dengan mereaksikan 7,46 mmol 1,3-sikloheksanadion dan 3,73 mmol terephthalaldehid berdasarkan reaksi kondensasi aldol silang dengan katalis kalium hidroksida. Senyawa hasil sintesis diuji organoleptis, kelarutan, serta analisis kemurnian dengan uji titik lebur, kromatografi lapis tipis, dan kromatografi gas. Dilakukan juga elusidasi struktur dengan cara spektrofotometri infra merah, dan spektrometri massa.
Hasil sintesis berupa serbuk putih berbau khas dari tiga kali replikasi sebesar 0,695 g; 0,735 g; dan 0,783 g. Senyawa hasil sintesis mudah larut dalam piridin; larut dalam dimetil sulfoksida; agak sukar larut dalam aseton; sukar larut dalam kloroform dan etanol; praktis tidak larut dalam air. Hasil uji KLT menunjukkan senyawa hasil sintesis memiliki bercak tunggal. Uji kemurnian senyawa hasil sintesis dengan kromatografi gas menunjukkan kemurnian 94,06 % dan mempunyai titik lebur 218-220°. Elusidasi struktur dengan spektrofotometri
IR dan hasil MS menunjukkan bahwa senyawa hasil sintesis adalah 2,2´-(1,4 fenilena bis (metanililidena)) disikloheksanadion. Kata kunci: 2,2´-(1,4 fenilena bis (metanililidena)) disikloheksanadion, inhibitor
angiogenesis, aldol silang
ABSTRACT
One of curcumin derivates having angiogenesis inhibitor potential is 2,2'- (1,4 phenylene bis (methanylylidene)) dicyclohexanedione. The activity of this compound due to is two
β diketon’s attached to aromatic ring so that the activity of angiogenesis inhibitor are expected have a better than curcumin. This research included non experimental descriptive non analytic research. It is expected that this kind of compound can be synthesized based on cross aldol condensation reaction of 1,3-cyclohexanedione and terephthalaldehyde with potassium hydroxide as catalyst. The synthesis product tested by organoleptic, solubility, and also purity analysis with melting point test, thin layer chromatography, and gas chromatography. The structure of the compound synthesized determined by structure elucidation with infrared spectrophotometry and mass spectrometry. The calculated moles was 7,46 mmol and 3,73 mmol respectively.
The product resulting from this reaction was white powder with specific smell. It’s crude product was 0,695 g; 0,735 g; dan 0,783 g. The compound synthesized easily soluble in pyridine; soluble in dimethyl sulfoxide; rather difficult soluble in aceton; difficult soluble in chloroform and ethanol; practically not soluble in water. However, based on TLC analysis, there is no side product and reagent left was detect. It is narrow melting point support the purity of this resulted compound. Similarly, the chromatogram of GC showed 94,06% purity. Structure elucidation based on revealed infrared spectrophotometry and mass spectrometry that the compound was 2,2'-(1,4 phenylene bis (methanylylidene)) dicyclohexanedione. Key words: 2,2'-(1,4 phenylene bis (methanylylidene)) dicyclohexanedione, angiogenesis inhibitors, cross aldol
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker adalah salah satu penyakit penyebab kematian utama di dunia,
terutama di negara berkembang. WHO melaporkan sekitar 7,4 juta (13%) orang meninggal pada tahun 2007 dikarenakan penyakit kanker (Anonim, 2009).
Penyakit ini pada dasarnya disebabkan karena adanya mutasi pada DNA sel yang menyebabkan kemungkinan terjadinya neoplasma (tumor) sehingga terdapat gangguan pada proses regulasi homeostasis. Neoplasma ialah kumpulan sel abnormal yang terbentuk oleh sel-sel yang tumbuh terus menerus secara tidak terbatas, tidak berkoordinasi dengan jaringan sekitarnya dan tidak berguna bagi tubuh. Pertumbuhan yang tidak terkontrol dan terjadi dengan cepat dapat mengarah ke pertumbuhan jinak (benign) maupun ganas (malignant atau kanker). Tumor jinak biasanya tidak menginvasi dan tidak menyebar ke jaringan lain sekitarnya. Sedangkan tumor ganas atau kanker dapat menginvasi jaringan lain dan beranak sebar ke tempat jauh (metastasis) bahkan dapat menimbulkan kematian (Chrestella, 2009).
Angiogenesis adalah proses pembentukan pembuluh darah baru, yang
berperan penting dalam kelangsungan hidup, pertumbuhan, dan penyebaran sel tumor (Folkman, 1990). Sel tumor memerlukan pembentukan pembuluh darah baru untuk mensuplai nutrisi dan oksigen, serta mengeluarkan sisa metabolisme agar dapat tumbuh lebih dari 2-3 mm (Carmeliet, 2001). Dari hasil penelitian memperlihatkan bahwa sel tumor tidak dapat membesar lebih dari 1-2 mm kecuali tumor ini memiliki vaskularisasi yang baik. Pembentukan pembuluh darah baru merupakan jalur utama tumor primer untuk berkembang menjadi sel kanker (malignant cell) dan masuk ke dalam sirkulasi sistemik untuk beranak sebar ke tempat jauh (metastasis) (Bisacchi, Benelli, Vanzetto, Ferrari, Tosetti, Albini, 2003). Pada tahun 1976 Gullino memperlihatkan bahwa sel pre-malignant memperoleh faktor angiogenik dengan kapasitas yang besar sebagai bagian dari transformasi menjadi sel malignant (Gullino, 1978). Jadi pada dasarnya pertumbuhan tumor untuk berkembang menjadi sel kanker dan dapat beranak sebar (metastasis) dipengaruhi oleh keseimbangan faktor angiogenik dan faktor yang menghambat faktor angiogenik.
Kurkumin (1,7-bis (4´-hidroksi-3´-metoksifenil)-1,6-heptadiena-3,5- dion) merupakan komponen aktif dari rhizoma Curcuma longa L. Senyawa ini dapat menghambat inisiasi, promosi, dan metastasis tumor. Senyawa ini juga telah diteliti dan berpotensi sebagai antiangiogenesis (Gururaj, Belakavad, Venkatesh, Marm, Salimatha, 2002). Robinson et.al. (2003) merancang senyawa-senyawa enon aromatik dan dienon aromatik yang merupakan analog kurkumin sebagai inhibitor angiogenesis. Senyawa-senyawa tersebut dilaporkan aktif sebagai inhibitor angiogenesis dengan penghambatan antara 87,1-98,2% pada konsentrasi 3 µg/mL dan antara 90,4-98,1% pada konsentrasi 6 µg/mL. Dua cincin aromatis baik simetris maupun tidak simetris menentukan potensi ikatan antara senyawa obat dengan reseptor.
Gugus yang berperan dalam efek inhibitor angiogenesis pada kurkumin dan turunannya adalah gugus
α,β tak jenuh diketon (Moos et al., 2004). Jika
dilihat maka dalam strukturnya kurkumin memiliki dua gugus
α,β tak jenuh
diketon. Tetapi kedua gugus tersebut kemungkinan tidaklah aktif seluruhnya, hal ini karena kurkumin cenderung akan mengalami tautomerisasi keto-enol.
Kurkumin memiliki bentuk enol yang dominan pada keseimbangan tautomerisasi keto-enol dibandingkan bentuk keto nya (sekitar 95%) dimana diketahui bahwa bentuk keto lah yang bertanggug jawab terhadap peningkatan aktivitas turunan kurkumin (Supardjan, 2005). Untuk meningkatkan aktifitas antiangiogenesis kurkumin diperlukan modifikasi pada strukturnya. Senyawa 2,2´-(1,4 fenilena bis (metanililidena)) disikloheksanadion merupakan senyawa turunan kurkumin yang berpotensi sebagai inhibitor angiogenesis yang lebih poten. Hal ini karena pada strukturnya memiliki dua gugus
α,β tak jenuh diketon yang mana keduanya
diprediksi akan memiliki bentuk tautomerisasi keto yang lebih dominan. Adanya dua gugus
α,β tak jenuh diketon yang memiliki bentuk tautomerisasi keto berarti memiiki dua sisi aktif yang dapat bekerja sebagai inhibitor angiogenesis.
Sehingga diharapkan aktivitasnya sebagai inhibitor angiogenesis akan lebih baik dibanding kurkumin.
Stabilitas kurkumin sangat dipengaruhi oleh pH lingkungan. Dalam larutan berair, kurkumin mengalami reaksi hidrolisis dan degradasi yang disebabkan oleh adanya gugus metilen aktif pada senyawa tersebut. Reaksi tersebut sangat dipengaruhi oleh pH lingkungannya (Tonnesen and Karlsen, 1985). Pada senyawa 2,2´-(1,4 fenilena bis (metanililidena)) disikloheksanadion dalam strukturnya sudah tidak memiliki gugus metilen aktif sehingga diharapkan stabilitasnya juga meningkat dibandingkan dengan kurkumin.
Senyawa 2,2´-(1,4 fenilena bis (metanililidena)) disikloheksanadion dapat disintesis dari starting material 1,3-sikloheksanadion dan terephthalaldehid dengan katalis basa seperti kalium hidroksida (KOH). Reaksi yang digunakan dalam sintesis senyawa 2,2´-(1,4 fenilena bis (metanililidena)) disikloheksanadion adalah reaksi kondensasi aldol silang, di mana reaksi kondensasi aldol silang merupakan suatu reaksi antara sebuah aldehida tanpa hidrogen alfa dengan suatu keton atau aldehid yang memiliki hidrogen alfa. Prinsip reaksi kondensasi aldol silang adalah reaksi adisi dimana dua molekul atau lebih bergabung menjadi satu molekul yang lebih besar, dengan atau tanpa hilangnya suatu molekul kecil. Produk reaksi kondensasi aldol silang adalah senyawa enon berkonjugasi alfa- beta (Fessenden dan Fessenden, 1994).
Pada sintesis 2,2´-(1,4 fenilena bis (metanililidena)) disikloheksanadion ini digunakan katalis basa kuat yaitu Kalium Hidroksida (KOH), hal ini karena dengan katalis basa akan dihasilkan intermediet ion enolat yang lebih reaktif daripada intermediet enol yang dihasilkan dari katalis asam. (Fessenden dan Fessenden, 1994). Sedangkan basa yang digunakan berupa basa kuat, hal ini dikarenakan letak hidrogen alfa pada 1,3-sikloheksanadion yang cukup terintangi sehingga diperlukan basa yang kuat untuk mengambil hidrogen alfa tersebut untuk membentuk ion enolat.
1. Permasalahan
Apakah senyawa 2,2´-(1,4 fenilena bis (metanililidena)) disikloheksanadion dapat disintesis dari 1,3-sikloheksanadion dan terephthalaldehid dengan katalis kalium hidroksida (KOH) ? 2.
Keaslian Penelitian
Sejauh penelusuran peneliti, senyawa 2,2´-(1,4 fenilena bis (metanililidena)) disikloheksanadion belum pernah disintesis sebelumnya.
3. Manfaat Penelitian
a. Manfaat teoritis Untuk memberikan informasi mengenai sintesis 2,2´-(1,4 fenilena bis (metanililidena)) disikloheksanadion dari 1,3-sikloheksanadion dan terephthalaldehid dengan katalis kalium hiroksida (KOH).
b. Manfaat metodologi Untuk memberikan pengetahuan tentang cara sintesis 2,2´-(1,4 fenilena
bis (metanililidena)) disikloheksanadion dengan menggunakan reaksi kondensasi aldol silang.
c. Manfaat praktis Untuk memberikan informasi adanya senyawa yang berpotensi sebagai inhibitor angiogenesis.
B. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui sintesis senyawa 2,2´-(1,4 fenilena bis (metanililidena)) disikloheksanadion dari 1,3-sikloheksanadion dan terephthalaldehid dengan katalis kalium hidroksida (KOH).
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Kanker dan Tumor Kanker adalah salah satu penyakit penyebab kematian utama di dunia,
terutama di negara berkembang. WHO melaporkan sekitar 7,4 juta (13%) orang meninggal pada tahun 2007 dikarenakan penyakit kanker (Anonim, 2009).
Penyakit ini pada dasarnya disebabkan karena adanya mutasi pada DNA sel yang menyebabkan kemungkinan terjadinya neoplasma (tumor) sehingga terdapat gangguan pada proses regulasi homeostasis. Neoplasma ialah kumpulan sel abnormal yang terbentuk oleh sel-sel yang tumbuh terus menerus secara tidak terbatas, tidak berkoordinasi dengan jaringan sekitarnya dan tidak berguna bagi tubuh. Pertumbuhan tak terkontrol yang seringnya terjadi dengan cepat itu dapat mengarah ke pertumbuhan jinak (benign) maupun ganas (malignant atau kanker). Tumor jinak biasanya tidak menginvasi dan tidak menyebar ke jaringan lain sekitarnya. Sedangkan tumor ganas dapat menginvasi jaringan lain dan menyebar ke tempat jauh (metastasis) bahkan dapat menimbulkan kematian (Chrestella, 2009).
Sel-sel kanker dapat melepaskan molekul untuk mengaktifkan proses
angiogenesis (Chrestella, 2009). Hal ini barguna untuk mensuplai nutrisi dan
oksigen, serta mengeluarkan sisa metabolisme sel kanker sehingga sel tersebut dapat tumbuh dan berkembang (Carmeliet, 2001). Pembentukan pembuluh darah baru merupakan jalur utama tumor primer untuk berkembang menjadi sel kanker
(malignant cell) dan masuk ke dalam sirkulasi sistemik untuk beranak sebar ke tempat jauh (metastasis) (Bisacchi et al., 2003). Pada tahun 1976 Gullino memperlihatkan bahwa sel pre-malignant memperoleh faktor angiogenik dengan kapasitas yang besar sebagai bagian dari transformasi menjadi sel malignant (Gullino, 1978).
B. Angiogenesis dan Antiangiogenesis
Angiogenesis adalah proses pembentukan pembuluh darah baru, yang
berperan penting dalam kelangsungan hidup, pertumbuhan, dan penyebaran sel kanker (Folkman, 1990). Sel tumor memerlukan pembentukan pembuluh darah baru ini untuk mensuplai nutrisi dan oksigen, serta mengeluarkan sisa metabolisme agar dapat tumbuh lebih dari 2-3 mm (Carmeliet, 2001). Dari hasil penelitian memperlihatkan bahwa sel tumor tidak dapat membesar lebih dari 1-2 mm kecuali tumor ini memiliki vaskularisasi yang baik. Zona 1-2 mm merupakan jarak maksimal nutrisi dan oksigen yang berasal dari pembuluh darah dapat berdifusi ke jaringan sekitarnya. Oleh karena itu, untuk dapat mencapai ukuran yang lebih besar, maka diperlukan neovaskularisasi guna mendukung nutrisi jaringan tumor baru, yaitu dengan menstimulus sekresi polipeptida seperti Insulin
like Growth Factor (IGF), Platelet Derived Growth Factor (PDGF), Granulosit
Macrophage Colony Stimulating Factor (GM-CSF) dan Interleukin-1 (IL-I)
(Chrestella, 2009).
Pertumbuhan tumor dikontrol oleh keseimbangan faktor angiogenik dan penghambat faktor angiogenik. Angiogenesis memerlukan stimulasi sel-sel endotelial pembuluh darah oleh faktor angiogenik di antaranya vascular
endothelial growth factor (VEGF) yang paling poten (Sledge and Miller, 2003).
Ketika angiogenic growth factor (AGF) dihasilkan lebih banyak daripada angiogenik inhibitor maka akan cenderung mengalami pembentukan pembuluh darah baru. Sedangkan ketika angiogenesis inhibitor lebih dominan maka proses angiogenesis akan terhenti (Zetter, 1998).
Menurut National Cancer Institute, dua protein yang memainkan peran dalam pembentukan pembuluh darah yang paling penting dalam mempertahankan pertumbuhan tumor adalah vascular endothelial growth factor (VEGF) dan basic
fibroblast growth factor (bFGF). VEGF dan bFGF diproduksi oleh beberapa jenis
sel kanker serta sel-sel normal (Anonim, 2003) .Terapi anti angiogenesis mengusung satu konsep bahwa pertumbuhan tumor dapat dihambat dan dijinakkan ke tahap dormant melalui pemblokiran proses angiogenesisnya yaitu proses pembentukan pembuluh darah baru. Perawatan anti angiogenesis merupakan mekanisme pemberian penghambat
angiogenesis dari luar yang diarahkan untuk sel normal yaitu sel endhothelial.
Sehingga salah satu keuntungan dari perawatan ini adalah dapat menghindari terjadinya acquired drug resistance, yang merupakan suatu gejala yang sering terjadi pada sebagian besar pengobatan kanker. Acquired drug resistance merupakan kemampuan sel tumor untuk menahan efek obat yang mematikan sebagian besar anggota spesiesnya. Sehingga dalam keadaan ini, sel tumor tadi akan resisten terhadap pengobatan (Putri, 2009).
C.
Kurkumin
Gambar 1. Struktur Kurkumin Kurkumin (1,7-bis (4’-hidroksi-3’-metoksifenil)-1,6-heptadiena-3,5-dion) yang merupakan komponen aktif dari rhizoma Curcuma longa L. Senyawa ini dapat menghambat inisiasi, promosi, dan metastasis tumor. Senyawa ini juga telah diteliti dan berpotensi sebagai antiangiogenesis (Gururaj et al., 2002). Gugus
β
diketon dan ikatan rangkap telah dibuktikan berperan pada aktivitas antikanker dan antimutagenik kurkumin (Majeed et al., 1995).
Gambar 2. Tautomeri Keto-Enol Kurkumin Gugus
α,β tak jenuh diketon kurkumin merupakan gugus yang
bertanggung jawab terhadap penekanan aktivitas nuclear factor kappa B (NF- κB)
(Moos et al., 2004). NF- κB merupakan faktror transkripsi yang diperlukan untuk ekspresi gen-gen yang terlibat pada proses proliferasi, invasi sel, metastasis, angiogenesis dan dapat pula menekan proses apoptosis pada berbagai sel tumor (Aggarwal et al., 2003). Dalam larutan, kurkumin diketahui ada dalam kesetimbangan tautomeri keto-enol tetapi lebih dari 95% nya adalah bentuk enol (Stankovic, 2004). Bentuk tautomeri tersebut berpengaruh terhadap sebaran muatan positif struktur kurkumin dan turunannya. Semakin bertambah sebaran muatan positif, menunjukkan aktivitas yang semakin meningkat. Stabilisasi struktur keto bertanggung jawab terhadap peningkatan aktivitas turunan kurkumin (Supardjan, 2005).
Robinson et.al. (2003) merancang senyawa-senyawa enon aromatik dan dienon aromatik yang merupakan analog kurkumin sebagai inhibitor angiogenesis. Senyawa-senyawa tersebut dilaporkan aktif sebagai inhibitor
angiogenesis dengan penghambatan antara 87,1-98,2% pada konsentrasi 3 µg/mL
dan antara 90,4-98,1% pada konsentrasi 6 µg/mL. Dua cincin aromatis baik simetris maupun tidak simetris menentukan potensi ikatan antara senyawa obat dengan reseptor.
D. 2,2´-(1,4 fenilena bis (metanililidena)) disikloheksanadion
SenyawaKurkumin telah diteliti dan berpotensi sebagai inhibitor angiogenesis. Diketahui juga senyawa-senyawa enon dan dienon aromatik yang merupakan analog kurkumin juga memiliki aktivitas sebagai inhibitor angiogenesis. Gugus yang berperan dalam efek inhibitor angiogenesis pada kurkumin dan turunannya adalah gugus
α,β tak jenuh diketon (Moos et al., 2004). Jika dilihat maka dalam
strukturnya kurkumin memiliki dua gugus
α,β tak jenuh diketon. Tetapi kedua
gugus tersebut kemungkinan tidaklah aktif seluruhnya, hal ini karena kurkumin cenderung akan mengalami tautomerisasi keto-enol. Kurkumin memiliki bentuk enol yang dominan pada keseimbangan tautomerisasi keto-enol dibandingkan bentuk keto nya (sekitar 95%) dimana diketahui bahwa bentuk keto lah yang bertanggug jawab terhadap peningkatan aktivitas turunan kurkumin (Supardjan, 2005).
Dalam modifikasi molekul untuk meningkatkan aktivitas suatu senyawa dikenal istilah duplikasi dimana dilakukan penggabungan gugus atau molekul yang identik melalui pembentukan ikatan kovalen atau jembatan gugus tertentu (Siswandono & Soekarjo, 1998). Senyawa 2,2´-(1,4 fenilena bis (metanililidena)) disikloheksanadion merupakan senyawa turunan kurkumin yang berpotensi sebagai inhibitor angiogenesis yang lebih poten. Hal ini karena pada strukturnya memiliki dua gugus
α,β tak jenuh diketon yang mana keduanya diprediksi akan memiliki bentuk tautomerisasi keto yang lebih dominan. Adanya dua gugus α,β tak jenuh diketon yang memiliki bentuk tautomerisasi keto berarti memiiki dua sisi aktif yang dapat bekerja sebagai inhibitor angiogenesis. Sehingga diharapkan aktivitasnya sebagai inhibitor angiogenesis akan lebih baik dibanding kurkumin.
Stabilitas kurkumin sangat dipengaruhi oleh pH lingkungan. Dalam larutan berair, kurkumin mengalami reaksi hidrolisis dan degradasi yang disebabkan oleh adanya gugus metilen aktif pada senyawa tersebut. Reaksi tersebut sangat dipengaruhi oleh pH lingkungannya (Tonnesen and Karlsen, 1985). Pada senyawa 2,2´-(1,4 fenilena bis (metanililidena)) disikloheksanadion dalam strukturnya sudah tidak memiliki gugus metilen aktif sehingga diharapkan stabilitasnya juga meningkat dibandingkan dengan kurkumin.
E. 2,2´-(1,4 fenilena bis (metanililidena)) Sintesis Senyawa disikloheksanadion
Senyawa 2,2´-(1,4 fenilena bis (metanililidena)) disikloheksanadion dapat disintesis dari starting material 1,3-sikloheksanadion dan terephthalaldehid dengan katalis basa seperti kalium hidroksida (KOH). Terephthalaldehid merupakan senyawa berbentuk kristal putih, dengan rumus molekul C H O dan
8
6
2
berat molekul 134,13 g/mol. Senyawa ini memiliki titik lebur 114-116°C dan titik didih 245-248°C. Terephthalaldehid larut dalam air panas, alkohol, dan eter (Lide, 2004). Sedangkan 1,3-sikloheksanadion atau biasa disebut dihidroresorsinol berbentuk kristal berwarna abu-abu kecoklatan dengan rumus molekul C H O
6
8
2
dan berat molekul 112,12 g/mol dan titik didih 235,1°C. Senyawa ini memiliki titik lebur 103-105°C. 1,3-sikloheksanadion larut dalam air, alkohol dan kloroform (Lide, 2004).
Reaksi yang mendasari sintesis senyawa 2,2´-(1,4 fenilena bis (metanililidena)) disikloheksanadion adalah reaksi kondensasi aldol silang. Reaksi yang digunakan dalam sintesis senyawa 2,2´-(1,4 fenilena bis (metanililidena)) disikloheksanadion adalah reaksi kondensasi aldol silang, di mana reaksi kondensasi aldol silang merupakan suatu reaksi antara sebuah aldehida tanpa hidrogen alfa dengan suatu keton atau aldehid yang memiliki hidrogen alfa. Prinsip reaksi kondensasi aldol silang adalah reaksi adisi dimana dua molekul atau lebih bergabung menjadi satu molekul yang lebih besar, dengan atau tanpa hilangnya suatu molekul kecil. Produk reaksi kondensasi aldol silang adalah senyawa enon berkonjugasi alfa-beta (Fessenden dan Fessenden, 1994). Dalam suasana basa, hidrogen alfa pada 1,3-sikloheksanadion akan terdeprotonasi membentuk ion enolat yang berperan sebagai nukleofil.
Pembentukan ion enolat akan meningkatkan nukleofilisitas dari C alfa 1,3- sikloheksanadion yang kemudian akan menyerang atom C karbonil dari terephthalaldehid. Dari reaksi tersebut akan terbentuk produk senyawa
β-hidroksi
keton. Senyawa ini mudah mengalami dehidrasi sehingga menghasilkan senyawa ikatan rangkap dua antara atom karbon
α dan karbon β yaitu 2,2´-(1,4 fenilena bis (metanililidena)) disikloheksanadion.
Katalis berfungsi untuk mempercepat reaksi tanpa mengubah tahap reaksi secara keseluruhan. Pada sintesis 2,2´-(1,4 fenilena bis (metanililidena)) disikloheksanadion ini digunakan katalis basa kuat yaitu kalium hidroksida (KOH), hal ini karena dengan katalis basa akan dihasilkan intermediet ion enolat yang lebih reaktif daripada intermediet enol yang dihasilkan dari katalis asam.
(Fessenden dan Fessenden, 1994). Basa yang digunakan berupa basa kuat, dikarenakan letak hidrogen alfa pada 1,3-sikloheksanadion yang cukup terintangi.
Diharapkan dengan digunakannya katalis basa kuat maka hidrogen alfa yang diapit dua gugus keton dapat diambil dan dapat membentuk ion enolatnya. Kalium hidroksida, berbentuk batang, pelet, atau bongkahan, berwarna putih, sangat mudah meleleh. Titik lebur 360-380°C, larut dalam 1 bagian air, 3 bagian etanol (95 %) P, atau sangat mudah larut dalam etanol mutlak P mendidih (Direktorat jendral Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1979).
Analisis diskoneksi senyawa 2,2´-(1,4 fenilena bis (metanililidena)) disikloheksanadion Gambar 3. Analisis Diskoneksi 2,2´-(1,4 Fenilena bis (Metanililidena))
Disikloheksanadion
F.
Uji Pendahuluan
Uji pendahuluan dilakukan dengan tujuan mengetahui karakteristik dari senyawa hasil reaksi, biasanya meliputi pemeriksaan organoleptis, pemeriksaan kelarutan, pemeriksaan titik lebur, dan uji kemurnian menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT).
1. Pemeriksaan organoleptis Uji ini merupakan uji yang paling sederhana dan memuat paparan mengenai suatu zat secara umum meliputi bentuk, warna, dan bau. Pernyataan dalam pemeriksaan organoleptis tidak cukup kuat dijadikan syarat baku. Namun secara tidak langsung dapat membantu dalam penilaian pendahuluan terhadap zat yang bersangkutan (Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, 1995).
2. Pemeriksaan Kelarutan Pemeriksaan kelarutan dilakukan untuk mengidentifikasi atau mengetahui sifat fisik suatu zat. Pemeriksaan kelarutan zat padat dalam cairan dilakukan dengan melarutkan suatu zat hingga larutan tepat jenuh pada suhu yang terkontrol, kemudian hasilnya dibandingkan dengan standar. Hasil pemeriksaan kelarutan diharapkan sesuai dengan yang tercantum dalam standar. Dalam setiap pemeriksaan kelarutan, kemurnian zat dan pelarut harus terjamin karena adanya sedikit pengotor dapat menyebabkan terjadinya variasi hasil (Jenkins, 1965)
Kelarutan suatu zat sebagian besar disebabkan oleh polaritas dari pelarut yaitu oleh momen dipolnya. Pelarut polar dapat melarutkan zat terlarut ionik dan zat polar lain. Pelarut semipolar seperti alkohol dapat dapat menginduksi suatu derajat polaritas tertentu dalam molekul non polar, sehingga menjadi dapat larut dalam alkohol. Maka pelarut semipolar ini dapat bertindak sebagai pelarut perantara yang dapat menyebabkan bercampurnya cairan polar dan nonpolar. Pelarut nonpolar dapat melarutkan zat terlarut non polar melalui interaksi dipol induksi. Selain momen dipol, faktor lain yang berpengaruh terhadap kelarutan zat antara lain tetapan dielektrik, asosiasi, solvasi, tekanan dalam, reaksi asam-basa dan faktor-faktor lainnya (Martin dan Bustamante, 1993).
3. Pemeriksaan titik lebur Titik lebur adalah proses perubahan fisika pada suhu tertentu yang mengakibatkan padatan mulai berubah menjadi cair pada tekanan atsmosfer.
Jika suhu dinaikkan, terjadi penyerapan energi oleh molekul senyawa sehingga bila energi yang diserap cukup besar maka akan terjadi vibrasi dan rotasi dari molekul tersebut. Bila suhu tetap dinaikkan terus maka molekul akan rusak dan berubah menjadi cairan. Pada keadaan cair, molekul masih terikat satu dengan lainnya tetapi sudah tidak teratur lagi (Bradstatter, 1971).
Pemeriksaan titik lebur merupakan aspek yang sangat penting, yang seringkali dilakukan dalam penelitian sintesis. Penelitian titik lebur dapat memberikan informasi mengenai kemurnian dari suatu produk hasil sintesis. Pada umumnya suatu senyawa mempunyai kemurnian yang baik bila jarak leburnya tidak lebih dari 2°C. Rentangan lebih besar dari harga ini dapat dikatakan senyawa kurang murni (MacKenzie, 1967).
4. Uji kemurnian menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT) Kromatografi lapis tipis dapat digunakan untuk mengidentifikasi komponen tertentu. Teknik ini sering dilakukan dengan lempeng kaca atau plastik yang dilapisi dengan fase diam. Senyawa yang akan dianalisis ditotolkan pada dasar lempengan yang dilapisi fase diam dan dielusi dengan fase gerak yang akan bergerak naik oleh karena gaya kapilaritas (Bresnick, 1996).
Jika fase diam bersifat polar maka senyawa yang bersifat polar akan melekat lebih kuat pada lempeng daripada senyawa non polar akibat interaksi tarik-menarik dipol-dipol. Senyawa non polar kurang melekat pada fase diam polar sehingga terelusi lebih cepat. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa jarak rambat senyawa pada lempengan dapat digunakan sebagai cerminan polaritas suatu senyawa (Bresnick, 1996).
Identifikasi adalah suatu proses mendapatkan identitas dari senyawa yang dianalisis. Identifikasi dari komponen yang dianalisis memiliki prinsip bahwa setiap komponen memiliki kondisi dan karakteristik pada kromatogram yang disebut sebagai harga R . Variasi harga R dapat
f f
dibandingkan antara senyawa yang dicari dengan senyawa standarnya dalam kromatogram yang sama (Gasparic dan Churacek, 1978).
Untuk mengidentifikasi bercak yang ada pada lempeng KLT dapat dilakukan dengan menempatkan lempeng KLT dibawah sinar UV atau dengan menyemprotkan larutan yang dapat bereaksi dengan senyawa sehingga dapat menimbulkan warna (Bresnick, 2004). kromatografi lapis tipis (KLT) dapat digunakan untuk menguji kemurnian secara kualitatif dari campuran suatu senyawa. Hal ini berkaitan untuk pembuktian ada atau tidaknya komponen yang dicari dan apakah komponen tersebut murni atau tidak. (Gasparic dan Churacek, 1978).
5. Kromatografi Gas Kromatografi gas merupakan instrumen analitis yang memberikan informasi baik kualitatif maupun kuantitatif mengenai komponen suatu sampel. Sampel akan mengalami proses pemisahan dalam kolom, kemudian dideteksi dan direkam sebagai pita elusi (Day and Underwood, 1996).
Data kromatografi gas biasanya terdiri atas waktu tambat atau retensi berbagai komponen campuran. Waktu retensi diukur mulai dari titik penyuntikan sampai titik maksimum puncak dan sangat khas untuk senyawa tertentu pada kondisi tertentu (kolom, suhu, gas pembawa, laju aliran) (Gritter, 1991).
Metode kromatografi gas dan spektrometri massa memberikan keuntungan saat keduanya digunakan secara bersamaan. Proses pemisahan dilakukan oleh kromatografi gas, sedangkan proses identifikasi dan kuantitatif dilakukan oleh spektrometri massa. Keuntungan dari kromatografi gas-spektrometri massa antara lain metode ini dapat digunakan untuk hampir semua jenis analit, memiliki batas deteksi yang rendah, dan memberi informasi penting tentang spektra massa dari suatu senyawa organik (Dean, 1995).
G.
Elusidasi Struktur Senyawa Hasil Sintesis
1. Spektrofotometri Inframerah Spektrofotometri inframerah biasanya digunakan untuk mengetahui gugus fungsional yang terdapat dari suatu senyawa. Namun demikian, spektrofotometri ini tidak memberikan informasi mengenai struktur sebanyak yang diberikan spektroskopi Nuclear Magnetic Resonance (spektroskopi NMR).
Semua ikatan kimia memiliki frekuensi khas yang dapat membuat ikatan mengulir (stretch) atau menekuk (blend). Bila frekuensi energi elektromagnetik inframerah yang dilewatkan pada suatu molekul sama dengan frekuensi mengulur atau menekuknya ikatan maka energi tersebut akan diserap. Serapan inilah yang dapat direkam oleh detektor pada spektrofotometer inframerah (Bresnick, 1996).
2. Spektroskopi Massa Prinsip dalam spektroskopi massa adalah terjadinya tabrakan antara sebuah molekul organik dengan salah satu elektron berenergi tinggi yang menyebabkan lepasnya sebuah elektron dari molekul tersebut dan membentuk ion positif organik. Ion positif organik yang dihasilkan dari penembakan elektron berenergi tinggi ini tidak stabil dan pecah menjadi fragmen kecil, baik berbentuk radikal bebas maupun ion-ion lain. Dalam sebuah spektrometer massa, hanya fragmen bermuatan positif yang akan terdeteksi.
Spektra massa merupakan grafik antara kelimpahan relatif fragmen bermuatan positif terhadap perbandingan massa/muatan (m/z). Muatan ion dari partikel yang terdeteksi dalam spektra massa adalah +1. Nilai m/z ion semacam ini sama dengan massanya. Dari segi praktis, spektra massa adalah rekaman dari massa partikel terhadap kelimpahan relatif partikel tersebut.
Pecahnya suatu molekul atau ion menjadi fragmen-fragmen bergantung pada kerangka karbon dan gugus fungsional yang ada. Oleh karena itu, struktur dan massa fragmen memberikan petunjuk mengenai struktur molekul induknya. Selain itu, spektra massa digunakan juga untuk menentukan bobot molekul suatu senyawa (Fessenden and Fessenden, 1994).
H. Landasan Teori
Reaksi kondensasi aldol silang adalah reaksi antara suatu senyawa karbonil dengan sedikitnya satu hidrogen
α dengan senyawa karbonil lain yang
tidak memiliki hidrogen
α dalam suasana basa. Oleh karena itu dengan
mereaksikan 1,3-sikloheksanadion yang memiliki hidrogen α yang diapit oleh dua gugus keton dan terephthalaldehid yang merupakan karbonil tanpa hidrogen
α
dengan katalis basa kuat yaitu KOH akan menghasilkan senyawa 2,2´-(1,4 fenilena bis (metanililidena)) disikloheksanadion.
Gambar 4. Reaksi Umum Sintesis Senyawa 2,2´-(1,4 Fenilena bis (Metanililidena)) Disikloheksanadion I.
Hipotesis
Senyawa 2,2´-(1,4 fenilena bis (metanililidena)) disikloheksanadion dapat disintesis dari 1,3-sikloheksanadion dan terephthalaldehid dengan katalis KOH.
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk dalam penelitian non-eksperimental deskriptif non-
analitik. Pada penelitian ini tidak ada perlakuan pada subjek uji dan hanya dipaparkan fenomena yang terjadi yang tidak terdapat hubungan sebab akibat.
B. Definisi Operasional
1. Reaktan adalah bahan yang digunakan untuk penelitian. Reaktan yang digunakan dalam penelitian ini adalah terephthalaldehid dan 1,3- sikloheksandion.
2. Katalis adalah suatu senyawa yang digunakan dalam reaksi untuk meningkatkan laju reaksi kimia. Dalam penelitian ini digunakan katalis kalium hidroksida.
3. Senyawa target adalah senyawa yang diharapkan terbentuk dari reaksi.
Senyawa target yang diharapkan terbentuk adalah senyawa 2,2´-(1,4 fenilena bis (metanililidena)) disikloheksanadion.
C. Bahan Penelitian
terephthalaldehid (p.a., Nacalai); 1,3-sikloheksanadion (p.a., Nacalai); aquades; etanol (p.a., Merck); kalium hidroksida (p.a., Merck); etil asetat (p.a., Merck); kloroform (p.a., Merck); n-heksan (p.a., Merck); aseton (p.a., Merck); piridin (p.a., Merck); dimetil sulfoksida (p.a., Merck); silika gel GF ; es batu.