COPING STRES PADA DEWASA AWAL BERDASARKAN URUTAN KELAHIRAN DALAM KELUARGA SKRIPSI

  

COPING STRES PADA DEWASA AWAL BERDASARKAN

URUTAN KELAHIRAN DALAM KELUARGA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

  

Program Studi Psikologi

Oleh :

Stephanie Rusli

  

NIM : 049114059

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

  

COPING STRES PADA DEWASA AWAL BERDASARKAN

URUTAN KELAHIRAN DALAM KELUARGA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

  

Program Studi Psikologi

Oleh :

Stephanie Rusli

  

NIM : 049114059

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

  

PERSETUJUAN PEMBIMBING

COPING STRES PADA DEWASA AWAL BERDASARKAN

URUTAN KELAHIRAN DALAM KELUARGA

  Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

  Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi

  

Oleh :

Stephanie Rusli

NIM : 049114059

  Telah disetujui oleh : V. Didik Suryo H., S.Psi., M.Si. Yogyakarta,

  

SKRIPSI

COPING STRES PADA DEWASA AWAL BERDASARKAN

URUTAN KELAHIRAN DALAM KELUARGA

  Dipersiapkan dan ditulis oleh : Stephanie Rusli

  NIM : 049114059 Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji pada hari Kamis, 04 Desember 2008 dan dinyatakan telah memenuhi syarat.

  Susunan Panitia Penguji Nama Lengkap

  Tanda Tangan Penguji I : V. Didik Suryo Hartoko, S.Psi., M.Si. ……………… Penguji II : Sylvia Carolina MYM., S.Psi., M.Si. ……………… Penguji III : P. Henrietta PDADS., S.Psi. ………………

  Yogyakarta, Fakultas Psikologi

  

MOTTO

Janganlah mengkhawatirkan hari kemarin

maupun hari esok karena masing-masing

memiliki kesulitannya sendiri.

Yang terpenting adalah lakukanlah yang

terbaik untuk hari ini.

  

Hiduplah dalam jangka waktu terbatas.

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

  Dengan ini, saya menyatakan sesungguhnya bahwa skrispi saya yang berjudul “Coping Stres pada Dewasa Awal Berdasarkan Urutan Kelahiran Dalam Keluarga” ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

  Yogyakarta, 01 Desember 2008 Penulis,

  Stephanie Rusli

  

ABSTRAK

Stephanie Rusli (2008). Coping Stres pada Dewasa Awal Berdasarkan Urutan

Kelahiran Dalam Keluarga. Yogyakarta: Fakultas Psikologi, Program Studi

Psikologi, Universitas Sanata Dharma.

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan coping (baik problem-focused maupun emotion-focused) pada dewasa awal berdasarkan urutan kelahiran dalam keluarga. Hipotesis mayor yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada perbedaan coping stres antara anak sulung, anak tengah, dan anak bungsu dewasa awal. Sedangkan hipotesis minor dalam penelitian ini, yaitu (1) Ada perbedaan problem-focused coping antara anak sulung, tengah, dan bungsu dewasa awal dimana PFC Anak Sulung > Anak Tengah > Anak Bungsu; (2) ada perbedaan emotion-focused coping antara anak sulung, tengah, dan bungsu dewasa awal dimana EFC Anak Sulung < Anak Tengah < Anak Bungsu.

  Subyek dalam penelitian ini berjumlah 192 orang yang terdiri dari 65 anak sulung, 65 anak tengah, dan 62 anak bungsu dimana 99 diantaranya laki-laki dan 93 perempuan dengan usia antara 22-28 tahun dan memiliki tiga saudara dalam keluarga.

  Metode pengambilan data dilakukan melalui skala coping yang dibagikan kepada subyek. Hasil uji reliabilitas skala menghasilkan koefisien reliabilitas untuk problem-focused coping (PFC) sebesar .854, untuk emotion-focused coping (EFC) sebesar .807 dimana aspek seeking meaning menjadi terpisah dari EFC sehingga juga dianalisis terpisah dan didapatkan koefisien reliabilitasnya sebesar .783.

  Data penelitian dianalisis menggunakan ANAKOVA untuk PFC dan EFC, sedangkan ANAVA satu-jalur untuk seeking meaning. Hasil uji hipotesis adalah sebagai berikut : (1) Tidak ada perbedaan problem-focused coping antara anak sulung, tengah, dan bungsu dewasa awal (F urutan kelahiran sebesar 2.767 dengan

  

p >0.05); (2) tidak ada perbedaan emotion-focused coping antara anak sulung,

  tengah, dan bungsu dewasa awal (F urutan kelahiran adalah 2.660 dengan

  

p >0.05); (3) tidak ada perbedaan seeking meaning antara anak sulung, tengah, dan

  bungsu dewasa awal (F urutan kelahiran adalah 1.510 dengan p>0.05); (4) kontrol stres memiliki hubungan hanya dengan PFC dan EFC, dimana R terhadap PFC sebesar -.175, p<0.05 dan R terhadap EFC sebesar .182, p<0.05.

  

ABSTRACT

Rusli, S (2008). Coping Stress Among Young Adults in Order of Birth.

  

Yogyakarta : Departement of Psychology, Faculty of Psychology, Sanata

Dharma University.

  The purpose of this research was to identify whether there was a coping difference (both in problem focused and emotion focused) or not among young adults from a three-siblings family. Major hypothesis in this research is there was a coping stress difference between the older, middle and younger child in early adulthood. While the minor hypothesis were problem-focused coping (PFC) and emotion-focused coping (EFC) difference between the older, middle, and younger child in early adulthood.

  192 persons were the subject in this research, consists of 65 older children, 65 middle children and 62 younger children. 99 of them are men and the rest of them are women. The subjects is between 22 until 28 years old in a family with three children.

  The data collecting method was done by giving a coping scale to the subject. The result of reliability scale test for problem-focused coping are .854 and .807 for emotion-focused coping, where seeking meaning aspect was analyzed in a separate way and the result for reliability coefficient was .783.

  Research data was analyzed using ANAKOVA for PFC and EFC, and one way ANAVA for seeking meaning. The following results were : (1) There was no significant differences on PFC between the older, middle and younger children (F on birth order was 2.767 with p>0.05); (2) There was no significant differences on EFC between the older, middle and younger children (F on birth order was 2.660 with p>0.05); (3) There was no significant differences on seeking meaning between the older, middle and younger children (F on birth order was 1.510 with

  

p >0.05); (4) stress control only have correlation with PFC and EFC, with R on

PFC was -.175 (p<0.05) and R on EFC was .182 (p<0.05).

  Keyword : coping, young adults, birth-order, three-siblings

  

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

  Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma Nama : Stephanie Rusli Nomor Mahasiswa : 049114059

  Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul : Coping Stres Pada Dewasa Awal Berdasarkan Urutan Kelahiran Dalam Keluarga, beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

  Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal : 21 Januari 2009 Yang menyatakan,

KATA PENGANTAR

  Puji dan syukur kepada Bapa MahaKasih karena berkat kasih-Nya yang begitu besar, penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Tanpa bimbingan-Nya, tentu skripsi ini tidak akan tersusun dengan baik.

  Banyak hal berharga yang penulis dapatkan saat menyusun skripsi ini, berbagai perasaan juga pernah penulis rasakan baik perasaan gembira, takut, cemas, bosan dan terkadang frustasi terhadap kesulitan yang ada. Namun, semua kesulitan tersebut mampu penulis lalui sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

  Tentunya tidak lupa juga penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan waktu, tenaga, pikiran, informasi, dan dukungan yang tiada henti sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, secara khusus ditujukan kepada :

  1. Papa “Toto Rusli” dan Mama “Rini” yang sangat penulis sayangi. Terima kasih untuk semua perhatian, dukungan, pengertian, nasehat, kesabaran dan doa yang selalu diberikan untuk Nini. Papa dan Mama adalah orang tua yang terbaik dan Nini bangga pada Papa dan Mama.

  4. Bapak V. Didik Suryo H., S.Psi., M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu untuk membimbing penulis serta senantiasa memberikan masukan demi kesempurnaan skripsi ini.

  5. Ibu L. Pratidarmanastiti, MS selaku dosen pembimbing akademik, yang selalu memberikan dukungan dan semangat dalam menyelesaikan studi ini.

  6. Bapak Agung Santoso, S.Psi. yang bersedia menjawab pertanyaan-pertanyaan penulis walaupun saat ini sedang studi di luar sehingga penulis dapat menghilangkan kecemasan dan keraguan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

  7. Bapak/ Ibu Dosen Fakultas Psikologi yang telah mendidik penulis selama studi di Fakultas Psikologi ini. Terima kasih atas bimbingan Bapak/ Ibu selama ini kepada penulis.

  8. Mb. Nanik, Mas Gandung, Mas Muji, Mas Doni dan Pak Gie’ yang dengan sabar membantu dan memberikan kemudahan kepada penulis selama studi.

  9. Frederick Rusli ‘my lovely brother’. Thanks ya Fred untuk semuanya, walaupun terkesan cuek tapi sebenarnya tetap perhatian dan selalu memberikan semangat untuk cc.

  10. All my big family : Ce Vesi, Ce Jenny, Cik Lina, Tuako, Akong-Ama Jambi dan yang lainnya yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu. Terima kasih untuk semua dukungan, perhatian dan doa yang diberikan. mendukungku. Makasih buat kesabaranmu menghadapi sikapku yang kadang masih kayak anak kecil.

  12. Badai, Dylfa dan Agung. “Onenk” mau mengucapkan makasih untuk persahabatan yang telah kita jalani selama ini. Walaupun sekarang kita dah gak pernah lagi ngumpul bareng tapi “Onenk” yakin kalian selalu mendukung dan mendoakan “Onenk”.

  13. Ce Elvin & keluarga serta Mas Adi. Terima kasih untuk semangat dan dukungannya ya. Kalian selalu dekat di hati walaupun sekarang jarak kita jauh.

  14. Buat keluarga besar P2TKP; Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si; Pak Tonny, dan Mbak Tia serta semua temen-temen asisten P2TKP yang selalu memberikan semangat dan motivasi serta membantu penulis dalam mengumpulkan data : Mas Desta “Ta”, Tinul, Betty, Vania, Budi, Otik, Abe, Mas Rondang, Atiek , Wenny, Lia, Mitha, Wiwied, Gothe, dan Woelan.

  15. Teman-teman di Centro Futsal : Irene, Ko Anton, Ko Ahie, Asep, Mas Yanto, A’an. Terima kasih atas dukungan kalian dan kesempatan untuk mengerjakan skripsi waktu kerja hehe. sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini walaupun dibarengi dengan kerja tiap hari.

  16. Teman-teman di Padang, Bandung dan Jakarta yang selalu peduli pada penulis : Ko Edy, Ricky, Via, Hendra “Dewa”, Ronny, Jeffri “Kubu”, Joseph Benny.

  17. Teman-teman di Yogya : Ferdi, Jigo, Willy, Ari, Robert, Titin, Tere. Makasih atas bantuannya ya waktu pengumpulan data. Data jadi cepat terkumpul karena kalian, walaupun kalian juga sibuk tapi tetap mau bantu dengan tulus. Tanpa kalian mungkin skripsi ini belum dapat diselesaikan.

  18. Teman-teman di Kost Intan. Terima kasih untuk perhatian dan dukungannya.

  19. Teman-teman mahasiswa Fakultas Psikologi USD dan para volunteer yang bersedia membantu mengisi skala yang telah penulis buat untuk menyelesaikan skripsi ini.

  Akhirnya, penulis menyadari bahwa berbagai kekurangan masih ada dalam skripsi ini. Namun demikian, penulis berharap hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua yang membaca.

  Penulis Stephanie Rusli

  

DAFTAR ISI

  HALAMAN JUDUL........................................................................................ i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. ii HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... iii HALAMAN MOTTO ..................................................................................... iv HALAMAN PERSEMBAHAN ..................................................................... v Pernyataan Keaslian Karya ............................................................................. vi Abstrak ............................................................................................................ vii Abstract ............................................................................................................ viii Lembar Persetujuan Publikasi Karya Ilmiah ................................................... ix Kata Pengantar ................................................................................................ x Daftar Isi .......................................................................................................... xiv Daftar Tabel ................................................................................................... xviii Daftar Lampiran ............................................................................................... xix

  BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ............................................................................... 4 C. Tujuan Penelitian ................................................................................ 4

  BAB II. LANDASAN TEORI A. Coping Stres

  1. Pengertian Coping ......................................................................... 6

  2. Jenis Coping .................................................................................. 8

  3. Faktor-faktor yang mempengaruhi coping .................................... 11

  4. Kontrol terhadap stres ................................................................... 13

  B. Urutan Kelahiran dan Kepribadian

  1. Asumsi bahwa Urutan Kelahiran mempengaruhi Kepribadian .... 14

  2. Perlakuan Orang Tua dan Kepribadian berdasarkan Urutan Kelahiran ........................................................................................ 16

  C. Individu Dewasa Awal

  1. Pengertian dan Batasan Usia Dewasa Awal................................... 19

  2. Ciri-ciri Dewasa Awal.................................................................... 21

  D. Perbedaan coping stres pada dewasa awal berdasarkan urutan Kelahiran .............................................................................................. 23

  E. Hipotesis .............................................................................................. 29

  BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian .................................................................................... 30 B. Identifikasi Variabel Penelitian ........................................................... 30

  F. Metode dan Alat Pengumpulan Data

  1. Skala Coping ................................................................................. 34

  2. Pemberian Skor ............................................................................. 38

  G. Estimasi Validitas, Seleksi Item dan Reliabilitas

  1. Estimasi Validitas ......................................................................... 39

  2. Seleksi Item ................................................................................... 40

  3. Estimasi Reliabilitas....................................................................... 42

  H. Metode Analisis Data .......................................................................... 43

  BAB IV. HASIL PENELITIAN & PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Penelitian ........................................................................ 44 B. Deskripsi Subyek Penelitian ............................................................... 45 C. Hasil Penelitian

  1. Uji Korelasi pada Kontrol Stres ..................................................... 47

  2. Uji Beda pada Kelompok Gender .................................................. 49

  3. Deskripsi Data Penelitian .............................................................. 51

  4. Uji Asumsi

  a. Uji Normalitas Sebaran ............................................................ 53

  b. Uji Homogenitas Varian .......................................................... 55

  c. Uji Linearitas............................................................................ 56

  BAB V. PENUTUP A. Kesimpulan .......................................................................................... 68 B. Saran .................................................................................................... 68 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 70 LAMPIRAN

  

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 : Distribusi Item Skala Coping untuk PFC ..................................... 37Tabel 3.2 : Distribusi Item Skala Coping untuk EFC ..................................... 37Tabel 3.3 : Skor Jawaban Skala ..................................................................... 38Tabel 3.4 : Distribusi Item Skala Coping untuk PFC setelah Uji Coba .......... 41Tabel 3.5 : Distribusi Item Skala Coping untuk EFC setelah Uji Coba .......... 42Tabel 3.6 : Distribusi Item untuk Seeking Meaning setelah Uji Coba ............ 42Tabel 4.1 : Hasil Uji Korelasi pada Kontrol Stres .......................................... 48Tabel 4.2 : Ringkasan Hasil Independent Sample t-Test pada PFC .............. 49Tabel 4.3 : Ringkasan Hasil Independent Sample t-Test pada EFC .............. 50Tabel 4.4 : Ringkasan Hasil Independent Sample t-Test pada Seeking

  Meaning ........................................................................................ 50

Tabel 4.5 : Ringkasan Tabel Data Penelitian PFC .......................................... 51Tabel 4.6 : Ringkasan Tabel Data Penelitian EFC .......................................... 52Tabel 4.7 : Ringkasan Tabel Data Penelitian Seeking Meaning .................... 53Tabel 4.8 : Hasil Uji Normalitas pada PFC .................................................... 54Tabel 4.9 : Hasil Uji Normalitas pada EFC. ................................................... 55Tabel 4.10 : Hasil Uji Normalitas pada Seeking Meaning ................................ 55Tabel 4.11 : Hasil Uji Homogenitas Varian ...................................................... 56Tabel 4.12 : Hasil Uji Linearitas ....................................................................... 57

  

DAFTAR LAMPIRAN

  Skala Penelitian ................................................................................................... 73 Hasil Koefisien Reliabilitas Alpha ....................................................................... 81 Uji Beda / Uji-T Kelompok Gender ..................................................................... 85 Uji One Sample t-Test ......................................................................................... 87

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa dewasa awal merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola-pola

  kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru (Hurlock, 1990). Oleh karena itu, masa dewasa awal menjadi suatu periode yang khusus dan sulit dari rentang kehidupan seseorang. Pada masa ini, individu telah dianggap sebagai orang dewasa dan diharapkan telah dapat menyesuaikan diri secara mandiri.

  Levinson (dalam Monks, 2004) menyebutkan periode pertama pada masa dewasa awal adalah pengenalan dengan dunia orang dewasa. Individu yang termasuk dalam periode ini adalah individu yang berusia antara 22-28 tahun. Pada masa dewasa awal, individu akan mulai mencari tempat dalam dunia kerja dan dunia hubungan sosial. Hal ini disebabkan karena nantinya individu dewasa awal akan dihadapkan dengan tuntutan dimana mereka harus dapat mandiri dalam hal ekonomi (Santrock, 2002) dan juga harus siap untuk membangun sebuah keluarga serta membuat hubungan dengan suatu kelompok sosial tertentu (Havighurst dalam Monks, 2004).

  Banyaknya tuntutan yang harus dihadapi pada masa dewasa awal dapat

  Stres yang dialami oleh setiap individu, khususnya individu dewasa awal harus mampu diatasi agar perkembangan emosional dan sosial individu tersebut tidak terganggu. Banyak cara yang dapat dilakukan individu sebagai bentuk penyesuaian dirinya terhadap stres dan setiap individu memiliki cara yang berbeda-beda untuk mengatasi stres yang dialaminya tersebut. Berbagai cara yang dilakukan individu untuk mengurangi atau menghindari stress yang dialami disebut juga sebagai coping. Coping merupakan pikiran-pikiran atau tindakan- tindakan untuk beradaptasi terhadap stres dalam kehidupan sehari-hari (Hardjana, 1997).

  Menurut Folkman dan Lazarus (dalam Aldwin & Revenson, 1987) ada dua bentuk coping, yaitu problem-focused coping untuk mengatur atau mengendalikan situasi yang stressful dan emotion-focused coping untuk mengendalikan emosi- emosi negatif yang muncul. Problem-focused coping digunakan apabila individu merasa mampu menghadapi situasi yang menimbulkan tekanan, sedangkan apabila individu merasa tidak mampu untuk mengubah situasi yang menimbulkan tekanan maka individu akan cenderung menggunakan emotion-focused coping.

  Dalam memilih bentuk coping apa yang akan digunakan, banyak faktor yang mempengaruhi, salah satu diantaranya yaitu kepribadian (Smet, 1994) dan dalam hal ini kepribadian diasumsikan berkaitan dengan urutan kelahiran karena urutan kelahiran memainkan peranan yang penting dalam membentuk kepribadian mereka sebagai yang paling tua, tengah, paling muda, atau anak tunggal dalam keluarga mempengaruhi kepribadian mereka dalam beberapa hal seperti kekuasaan, kematangan emosi, rasa tanggung jawab, keramah-tamahan, dan harga diri (Guastello & Guastello, 2002).

  Sulloway (dalam Harris, 2007) meyakini bahwa urutan kelahiran mempengaruhi lima sifat-sifat kepribadian yang utama, yaitu kecemasan, keterbukaan, sikap berterus terang, keramah-tamahan, dan sikap berhati-hati. Namun, Alfred Adler (dalam Harris, 2007) tidak meyakini bahwa urutan kelahiran berpengaruh langsung pada kepribadian, tetapi urutan kelahiran akan mempengaruhi bagaimana individu belajar untuk mengatasi permasalahan hidup yang dihadapi dan berhubungan dengan orang lain.

  Eckstein (2000) menemukan ada 151 penelitian yang secara statistik menyatakan adanya hubungan yang signifikan antara urutan kelahiran dan kepribadian, dimana dari 151 penelitian tersebut didapatkan adanya beberapa kesamaan karakteristik umum dari tiap urutan kelahiran, yaitu anak sulung, anak tengah, anak bungsu, dan anak tunggal. Dr. Kevin Leman juga berpendapat bahwa konsepsi utama tentang kepribadian manusia berkembang disebabkan karena bawaan urutan kelahiran setiap individu.

  Penelitian Herrera&Zonjanc (dalam Schiller, 2006) tentang kepercayaan masyarakat mengenai ciri-ciri kepribadian anak dengan perbedaan urutan dianggap pencemburu. Dan anak bungsu terlihat kreatif, emosional, terbuka, tidak patuh, tidak bertanggung jawab, dan banyak bicara.

  Dari uraian di atas, membuat peneliti tertarik untuk mengetahui lebih lanjut bagaimana coping pada dewasa awal khususnya dilihat berdasarkan urutan kelahiran. Dengan kata lain, peneliti ingin melihat apakah urutan kelahiran ikut mempengaruhi coping individu khususnya pada individu dewasa awal.

  B. Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka peneliti ingin membatasi permasalahan yang akan diteliti, yaitu apakah ada perbedaan coping stres pada dewasa awal antara anak sulung, anak tengah, dan anak bungsu.

  C. Tujuan Penelitian

  Berdasarkan batasan permasalahan di atas maka penelitian ini memiliki tujuan untuk melihat perbedaan coping stres pada dewasa awal antara anak sulung, anak tengah, dan anak bungsu.

  D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoretis

  Dapat menjadi referensi bagi psikologi perkembangan dan psikologi sosial dan bagaimana kecenderungan mereka dalam mengatasi permasalahan atau stres yang mereka hadapi.

2. Manfaat Praktis

  Hasil dari penelitian ini dapat memberikan pemahaman bagi individu dewasa awal baik anak sulung, anak tengah maupun anak bungsu tentang permasalahan yang sering dihadapi pada masa dewasa awal. Dengan demikian, individu dewasa awal dapat semakin memahami diri sendiri sehingga menjadi lebih siap dalam menghadapi situasi yang ada dan dapat mencari penyelesaian yang terbaik untuk setiap masalah yang dihadapi.

BAB II LANDASAN TEORI A. Coping Stres

1. Pengertian Coping

  Lazarus (dalam Ismudiyati, 2003) memandang coping sebagai kemampuan individu dalam mempersepsi situasi-situasi yang menimbulkan stres dengan mengevaluasi reaksi berupa tindakan. Sedangkan menurut Lavine (dalam Setianingsih, 2003) coping stres merupakan suatu proses yang aktif dalam usaha untuk beradaptasi dengan sungguh-sungguh pada kondisi mengandung stres sebagai komponen utama.

  Coping juga didefinisikan oleh Lazarus & rekan-rekannya sebagai usaha

  kognitif dan behavioral yang terus menerus berubah untuk mengatur tuntutan- tuntutan eksternal dan internal yang dinilai mengganggu atau melebihi kemampuan individu tersebut (dalam Aldwin & Revenson, 1987). Selain itu, Cohen & Lazarus, Lazarus & Folkman, Sarafino, Taylor (dalam Smet, 1994) menggambarkan coping sebagai suatu proses dimana individu mencoba untuk mengelola jarak yang ada antara tuntutan-tuntutan (baik itu tuntutan yang berasal dari individu maupun tuntutan yang berasal dari lingkungan) dengan

  Berbagai ahli (dalam Ismudiyati, 2003) juga menyimpulkan bahwa perilaku coping merupakan respon tingkah laku atau pikiran terhadap situasi yang menekan menggunakan sumber baik dari dalam dirinya maupun lingkungan; dilakukan secara sadar; bertujuan untuk meningkatkan perkembangan individu, seperti mengembangkan kontrol pribadi. Taylor (1998) juga menyebutkan bahwa coping itu berkenaan dengan usaha-usaha spesifik, baik behavioral maupun psikologis, yang digunakan individu untuk menguasai, bertoleransi, mengurangi atau meminimalkan situasi-situasi stressful .

  Sejumlah peneliti (dalam Setianingsih, 2003) menyatakan bahwa respon

  

coping individu memegang peranan yang sangat penting dalam menentukan

  makna dan pengaruh dari kejadian-kejadian dalam kehidupan yang dapat menimbulkan stres. Dengan demikian, coping dilihat sebagai proses dinamis dari usaha yang ditunjukkan pada pemecahan masalah dan akan menuntut individu untuk dapat melakukan penyesuaian diri.

  Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa coping stres merupakan suatu bentuk usaha yang spesifik, baik pikiran maupun perilaku, yang dilakukan individu untuk mengurangi atau menghilangkan stres yang berasal dari tuntutan-tuntutan internal maupun eksternal dengan menggunakan sumber daya yang ada baik dari dalam diri individu itu sendiri maupun dari dari situasi yang tidak menyenangkan yang timbul karena stres yang dialaminya.

2. Jenis Coping

  Folkman dan Lazarus (dalam Sarafino, 1990) menggolongkan coping yang biasanya digunakan oleh individu ke dalam dua bentuk, yaitu :

a. Problem-Focused Coping

  Problem-focused coping merupakan suatu respon yang berusaha

  mengatasi stres dengan menghadapi masalah yang mendatangkan stres (Hardjana, 1994). Coping ini digunakan oleh individu untuk menghilangkan kondisi atau situasi yang menimbulkan stress, dimana individu secara aktif mencari penyelesaian dari masalah dengan mempelajari cara-cara atau keterampilan-keterampilan baru (Smet, 1994).

  Individu akan cenderung menggunakan problem-focused coping apabila dirinya merasa akan dapat mengubah situasi, biasanya dilakukan oleh orang dewasa. Hal ini didukung juga dengan penelitian Folkman & Lazarus, dkk. (1986) yang menyebutkan bahwa penggunaan problem-

  focused coping akan meningkat pada situasi yang dinilai mudah untuk diubah.

  Aldwin & Revenson (1987) yang mengembangkan teori coping dari

  1) Cautiousness atau kehati-hatian merupakan strategi yang mempertimbangkan beberapa alternatif pemecahan, selalu bersikap hati-hati sebelum bertindak, dan menahan diri ketika mungkin ingin lebih melakukan yang merugikan atau berbahaya daripada yang baik.

  2) Instrumental Action atau tindakan instrumental, yaitu usaha-usaha yang secara langsung dilaksanakan untuk memecahkan masalah.

  3) Negotiation atau negosiasi merupakan usaha yang memusatkan perhatian pada taktik untuk memecahkan masalah secara langsung dengan orang lain mengenai dirinya.

b. Emotion-Focused Coping

  Emotion-focused coping merupakan respon yang berusaha mengatasi

  stres yang diarahkan pada pengendalian emosi (Hardjana, 1994). Coping ini digunakan untuk mengatur respon emosional terhadap stres melalui perilaku individu; seperti penggunaan alkohol, bagaimana meniadakan fakta-fakta yang tidak menyenangkan, dan mencari dukungan sosial dari teman atau relasi (Smet, 1994). Emotion-focused coping ini lebih diarahkan pada pengontrolan emosi yang tidak menyenangkan sehingga dapat mengurangi atau mengatasi tekanan emosional yang berkaitan dengan situasi yang terjadi (Sarafino, 1990). ia miliki tidak cukup mampu untuk menghadapi tuntutan-tuntutan dari

  

stressor . Hasil penelitian Folkman & Lazarus, dkk. (1986) juga

  mengatakan bahwa emotion-focused coping banyak digunakan pada situasi yang sulit untuk diubah.

  Aldwin & Revenson (1987) juga mengemukakan empat aspek dari

  emotion-focused coping , yaitu :

  1) Escapism atau pelarian diri dari masalah adalah usaha dari individu untuk meninggalkan masalah dengan membayangkan hal-hal yang lebih baik. 2) Minimization atau pengurangan beban masalah, yaitu usaha untuk menolak merenungi suatu masalah dan bertindak seolah-olah tidak terjadi apa-apa. 3) Self Blame atau penyalahan diri, yaitu tindakan pasif yang berlangsung dalam batin kemudian baru pada masalah yang dihadapi dengan jalan menganggap bahwa masalah terjadi karena kesalahannya. 4) Seeking Meaning atau pencarian makna merupakan usaha menemukan kepercayaan baru atau sesuatu yang penting dari kehidupan.

  

Jenis Coping

Problem-focused coping Emotion-focused coping

  1. Cautiousness atau kehati-hatian

  1. Escapism atau pelarian diri dari

  2. Instrumental Action atau masalah tindakan instrumental

  2. Minimization atau pengurangan

  3. Negotiation atau negosiasi beban masalah

  3. Self Blame atau penyalahan diri

  4. Seeking Meaning atau pencarian makna Bagan 1. Jenis Coping beserta aspek-aspeknya

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Coping

  Menurut Smet (1994), cara mengatasi masalah dan bereaksi terhadap stres bervariasi antara individu yang satu dengan individu lainnya. Selain itu, reaksi terhadap stres juga akan berbeda dari waktu ke waktu pada individu yang sama. Perbedaan ini sering disebabkan karena adanya faktor psikologis dan sosial yang dapat mengubah dampak stressor bagi individu.

  Berikut ini beberapa faktor yang mempengaruhi penggunaan coping (Smet, 1994), antara lain : b. Karakteristik kepribadian.

  Lengua & Stormshak (2000) menyebutkan bahwa karakteristik kepribadian juga dapat memprediksikan coping, misalnya locus of control.

  Individu dengan external locus of control kemungkinan besar menggunakan cognitive atau avoidant coping karena kurang yakin dengan kemampuan yang dimilikinya untuk menghadapi masalah. Hal ini didukung juga dengan penelitian Parkes (dalam Carver & Scheier, 1989) yang menyebutkan bahwa individu dengan internal locus of control akan lebih menggunakan planning dan active coping daripada individu dengan

  external locus of control .

  Penelitian Carver, Coleman, & Glass; Matthews (dalam Carver & Scheier, 1989) juga menunjukkan bahwa karakteristik kepribadian, seperti

  Type kepribadian A juga mempengaruhi coping. Individu dengan Type

  kepribadian A tidak akan melepaskan diri dari tujuan-tujuan yang penuh dengan stressor dan akan lebih memilih active coping.

  c. Variabel sosial-kognitif seperti dukungan sosial yang dirasakan dan kontrol pribadi yang ada pada diri individu.

  d. Hubungan individu dengan lingkungan sosial dan integrasi dalam jaringan sosial.

4. Kontrol terhadap stres

  Dalam hal ini, kontrol terhadap stres diartikan sebagai tanggapan atau penilaian individu mengenai seberapa mampu individu tersebut merasa dapat mengontrol masalahnya.

  Pembahasan mengenai kontrol terhadap stres ini menjadi penting karena kontrol terhadap stres juga ikut mempengaruhi coping individu. Dengan kata lain, bentuk coping apa yang akan digunakan individu dalam menghadapi masalahnya juga tergantung dari penilaian individu tersebut terhadap masalah yang dihadapinya. Cara individu menghadapi masalah yang mudah dikontrol tentunya akan berbeda dengan saat individu menghadapi masalah yang sulit dikontrol.

  Penelitian Folkman & Lazarus (dalam Taylor, 1998) mendukung pernyataan di atas dimana disebutkan bahwa individu secara khusus menggunakan problem-focused coping untuk mengatasi masalah-masalah yang secara potensial dapat dikontrol, seperti masalah-masalah yang berhubungan dengan pekerjaan dan masalah-masalah yang berhubungan dengan keluarga; sebaliknya stressor yang dianggap sulit dikontrol, seperti jenis-jenis tertentu dari masalah kesehatan fisik, individu akan cenderung menggunakan emotion-focused coping.

B. Urutan Kelahiran dan Kepribadian

1. Asumsi bahwa Urutan Kelahiran mempengaruhi Kepribadian

  Urutan kelahiran merupakan urutan posisi seseorang diantara saudara sekandungnya yang berkaitan dengan urutan suatu kelahiran. Adler (dalam Boeree, 2006) menyebutkan bahwa kepribadian atau gaya hidup terbentuk pada masa kanak-kanak dan setiap anak yang lahir dalam urutan kelahiran tertentu memiliki perbedaan karakteristik sifat yang disebabkan karena posisinya dan lingkungan keluarga dimana anak tersebut tinggal (dalam Adkins, 2003).

  Allport (dalam Syed, 2004) menyebutkan bahwa apa yang individu pelajari tentang diri mereka dalam keluarga mencerminkan bagaimana mereka memahami diri mereka sendiri dalam lingkungan. Cara individu berinteraksi dengan lingkungan mencerminkan keunikan pribadi mereka, yang juga disebut sebagai kepribadian mereka. Syed (2004) juga menyatakan bahwa pengalaman pertama dalam keluarga memainkan peran yang penting dalam perkembangan kepribadian.

  Setiap anak belajar bersosialisasi untuk pertama kali di dalam keluarga dan pengalaman masing-masing anak sangat berbeda berdasarkan struktur yang ada dalam keluarga, antara lain : posisi urutan kelahiran, jenis kelamin tiap saudara sekandung, perbedaan umur antara anak, dan jumlah anak dalam

  Eckstein (2000) juga mendukung bahwa urutan kelahiran mempengaruhi kepribadian individu, dimana ada 151 penelitian yang secara statistik menyatakan ada hubungan yang signifikan antara urutan kelahiran dan kepribadian. Hal ini ditunjukkan dengan adanya beberapa karakteristik umum dari tiap urutan kelahiran yang diidentifikasi dari 151 penelitian tersebut, yaitu anak sulung memiliki IQ yang tertinggi, pencapaian prestasi tertinggi, sedikit mengalami masalah akademik, memiliki motivasi tertinggi dan ingin mencapai suatu prestasi, menonjol diantara kelompok belajar (seperti mahasiswa), dan paling mudah terkena stres. Anak tengah paling sedikit memiliki masalah perilaku, ramah, dan paling merasa diabaikan. Dan karakteristik umum anak bungsu adalah paling sering terlibat dalam penyimpangan kejiwaan jika berasal dari keluarga kecil, empati, dan memiliki kecenderungan ke arah kecanduan alkohol.

  Perbedaan kepribadian juga dipengaruhi oleh bagaimana perlakuan orang tua terhadap masing-masing anak yang menduduki posisi urutan kelahiran tertentu (Yuliana, 2002). Penerimaan dan interaksi orang tua dengan anak akan berbeda berdasarkan posisi urutan kelahiran anak (Adkins, 2003). Para peneliti (Sutton-Smith & Rosenberg dalam Syed, 2004) juga meyakini bahwa para orang tua bertanggungjawab terhadap kepribadian anak-anak mereka yang bervariasi.

2. Perlakuan Orang Tua dan Kepribadian berdasarkan Urutan Kelahiran

a. Anak Sulung

  Anak sulung merupakan anak pertama yang lahir dalam keluarga. Oleh karena itu, pengalaman merawat dan mendidik anak belum dimiliki oleh kedua orang tuanya. Kekurangan pengetahuan dan pengalaman dari orang tua mengakibatkan orang tua cenderung terlalu cemas dan melindungi secara berlebihan (Gunarsa, 2003). Hal ini juga menyebabkan anak sulung cenderung lebih merasa takut (Eisenman dalam Guastello & Guastello, 2002) dan lebih cemas pada situasi yang menimbulkan kecemasan dibandingkan dengan anak yang lahir berikutnya (Schacter dalam Guastello & Guastello, 2002).

  Dibandingkan dengan anak tengah dan bungsu, anak sulung lebih cenderung mencari teman apabila merasa cemas (Schacter dalam Guastello & Guastello, 2002). Penelitian Kushnir (dalam Guastello & Guastello, 2002) juga menemukan adanya perbedaan antara urutan kelahiran dalam hal keinginan untuk bersosialisasi atau mencari teman, terutama pada anak sulung perempuan dibandingkan dengan anak tengah dan bungsu perempuan serta hanya muncul pada situasi yang menimbulkan kecemasan terbesar.

  Rothbart mengatakan bahwa orang tua menaruh harapan-harapan yang lebih tinggi pada anak-anak yang lahir terlebih dahulu daripada anak-anak yang lahir kemudian. Orang tua juga cenderung memberi lebih banyak anak-anak yang lahir kemudian (Hansson, Chernovetz, dkk; Howarth dalam Guastello & Guastello, 2002).

  Penelitian yang dilakukan oleh Lackie pada alumni di kelompok kerja perguruan tinggi (dalam Guastello & Guastello, 2002) juga menyebutkan bahwa anak sulung baik laki-laki maupun perempuan merasa memiliki rasa tanggung jawab yang lebih terhadap keluarga mereka, sebaliknya anak yang lahir berikutnya (anak tengah dan anak bungsu) baik laki-laki maupun perempuan lebih diidentifikasikan sebagai anak yang masih memiliki sifat kekanak-kanakan.

  Anak sulung juga mendapatkan peran sebagai pemimpin ketika adik- adiknya lahir. Hal inilah yang membuat anak sulung lebih bertanggungjawab (Harris, 2007) dan cenderung bisa solider atau mengalah dibandingkan adik- adiknya (Adler dalam Boeree, 2006).

b. Anak Tengah

  Saroglou & Fiasse (2003) menyatakan bahwa anak tengah diharuskan untuk menerima posisi atau peran sebagai yang tua saat berhadapan dengan anak bungsu dan sebagai yang muda saat berhadapan dengan anak sulung. Selain itu, definisi sosial untuk masing-masing posisi berdasarkan urutan kelahiran lebih jelas untuk anak sulung dan bungsu daripada anak tengah. tidak pernah dimiliki sepenuhnya oleh anak tengah. Hal ini membuat anak tengah merasa adanya sikap pilih kasih dari orang tua mereka (Adler dalam Adkins, 2003) sehingga anak tengah selalu berusaha untuk menghindari konflik, takut ditolak, dan mencoba membina hubungan baik dengan setiap orang. Selain itu, anak tengah juga cenderung sangat loyal terhadap kelompoknya (Harris, 2007).

  Dalam teorinya, Adler juga menyatakan bahwa anak tengah tidak pernah merasa mereka memiliki tempat di dalam keluarga. Hal ini menyebabkan anak tengah lebih bisa menguasai diri dan mencoba untuk memecahkan perbedaan- perbedaan. Oleh karena itu, anak tengah tumbuh menjadi lebih diplomatis dan memiliki kemampuan sosial yang baik (Harris, 2007).

  Namun, anak tengah memiliki kesempatan yang lebih besar untuk mengembangkan diri dibandingkan anak sulung (Hurlock, 1990). Anak tengah juga memiliki ambisi yang besar dan daya juang yang kuat untuk meraih superioritasnya, namun akan cenderung merasa tidak mampu apabila gagal dalam persaingan. Adler (dalam Yuliana, 2002) menambahkan bahwa anak tengah cenderung untuk mencari-cari alasan berkaitan dengan kegagalannya dan selalu membantah perintah orang yang lebih tua untuk menunjukkan superioritasnya.

c. Anak Bungsu

  Adler (dalam Harris, 2007) menyatakan bahwa anak bungsu merupakan anak terakhir yang lahir dalam keluarga dan memanjakan anak bungsu adalah perilaku yang umum dari para orang tua. Hal ini menyebabkan anak bungsu menjadi tidak bertanggungjawab dan tidak pernah mengembangkan kemampuannya untuk mandiri. Oleh karena itu, anak bungsu mungkin tidak akan pernah menjadi mandiri sepenuhnya (Adler dalam Adkins, 2003).

  Perilaku orang tua yang cenderung memanjakan anak bungsu membuat anak sulung dan anak tengah merasa bahwa anak bungsu lebih disayang oleh orang tua mereka (Adkins, 2003).

  Anak bungsu sering terlihat kekanak-kanakan, cepat putus asa, dan bila menginginkan sesuatu kemudian tidak tercapai maka akan memberikan reaksi yang sifatnya emosional, misalnya cepat menangis, bertingkah laku secara berlebihan, dan lain-lain (Gunarsa, 2003).

  Anak bungsu termasuk tipe extrovert, banyak bicara dan emosional, popular, dan berempati. Anak bungsu juga lebih kreatif dibandingkan dengan anak sulung atau anak tengah (Schiller, 2006).

C. Individu Dewasa Awal

1. Pengertian dan Batasan Usia Dewasa Awal

  menerima kedudukan dalam masyarakat bersama dengan orang dewasa lainnya (Hurlock, 1990). Monks (2004) juga berpendapat bahwa kedewasaan adalah masa yang dianggap sebagai masa yang sudah mencapai perkembangan penuh, sudah selesai perkembangannya.

  Santrock (2002) mengatakan bahwa tanda seseorang telah memasuki masa dewasa adalah ketika seseorang mendapatkan pekerjaan. Selain itu, masa dewasa awal merupakan masa untuk bekerja dan bercinta serta untuk menunjukkan kemandirian ekonomi dan kemandirian seseorang dalam membuat sebuah keputusan.

  Menurut Hurlock (1990), masa dewasa awal merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Hal inilah yang menjadikan periode ini suatu periode khusus dan sulit dari rentang kehidupan seseorang.

  Monks (2004) menyatakan bahwa di Indonesia seorang individu dikatakan memasuki tahap dewasa awal apabila ia telah berumur 21 tahun. Sedangkan menurut Levinson (dalam Monks, 2004) masa dewasa awal mencakup tiga periode, yaitu : a. Pengenalan dengan dunia orang dewasa (22-28 tahun)

  Orang mengakui dirinya sendiri serta dunia yang ia masuki dan berusaha untuk membentuk struktur kehidupan yang stabil. Orang mencari tempat b. Pada usia 28-33 tahun, pilihan stuktur kehidupan menjadi lebih tetap dan stabil.

  c. Fase Kemantapan (33-40 tahun) Orang dengan keyakinan yang mantap menemukan tempatnya dalam masyarakat dan berusaha untuk memajukan karir sebaik-baiknya. Impian yang ada dalam fase-fase sebelumnya (17-33 tahun) mulai mencapai kenyataan. Usia 40 tahun tercapailah puncak masa dewasa.

  Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa batasan usia dewasa awal adalah usia 21-40 tahun.

2. Ciri-ciri Dewasa Awal

  Ciri-ciri dewasa awal (Hurlock, 1990) sebagai berikut :

  a. Masa dewasa awal sebagai usia produktif Merupakan masa untuk berkeluarga dan memiliki anak. Dengan demikian, masa dewasa awal merupakan masa reproduksi.

  b. Masa dewasa awal sebagai masa bermasalah Di awal masa dewasa, seorang individu pada umumnya dihadapkan dengan masalah-masalah yang berhubungan dengan penyesuaian diri dalam berbagai aspek utama kehidupan orang dewasa, seperti kehidupan perkawinan, peran sebagai orang tua, dan karier. Masalah ini menjadi sulit c. Masa dewasa awal sebagai masa ketegangan emosional Ketegangan emosional umumnya tampak dalam bentuk keresahan, apabila individu merasa tidak mampu mengatasi masalah-masalah utama dalam kehidupannya maka individu sering terganggu secara emosional.

  d. Masa dewasa awal sebagai masa keterasingan sosial Individu mencurahkan sebagian besar tenaga untuk pekerjaan dan rumah tangganya sehingga individu hanya memiliki sedikit waktu untuk bersosialisasi. Akibatnya, individu menjadi egosentris dan kesepian.