PERBAIKAN PADANG RUMPUT ALAM DENGAN INTRODUKSI LEGUMINOSA DAN BEBERAPA CARA PENGOLAHAN TANAH

  

PERBAIKAN PADANG RUMPUT ALAM DENGAN INTRODUKSI

LEGUMINOSA DAN BEBERAPA CARA PENGOLAHAN TANAH

1 2 2 3 S YAMSU B AHAR , S. H ARDJOSOEWIGNJO , I. K 1 ISMONO , dan O. H ARIDJAJA

Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian Gowa

2 P.O. Box 1285, Ujung Pandang 90001, Indonesia 3 Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Jalan Rasamala, Dramaga, Bogor 16680, Indonesia

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Jalan Rasamala, Dramaga, Bogor 16680, Indonesia

  

(Diterima dewan redaksi 3 Agustus 1998)

ABSTRACT

AHAR ARDJOSOEWIGNJO

ISMONO ARIDJAJA

  

B , S., S. H , I. K , and O. H . 1999. Improvement of native grassland by legumes

introduction and tillage techniques. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 4(3): 185-190.

  

An experiment was conducted to improve native grassland by legumes introduction and tillage techniques. A factorial

design using three species of legumes (Siratro, Centro and Stylo) and three different of tillage techniques (no-tillage, minimum

tillage and total tillage) was applied in this experiment. The results showed that there was no interaction between species and

3 3 tillage techniques. There was significant reductions on bulk density from 1.23 ±0.03 g/cm (no-tillage) to 1.07 ±0.02 g/cm 3 2

(minimum tillage) and 1.05 ±0.03 g/cm (total tillage). Also reductions on penetration resistance from 17.47 ±3.84 kg/cm (no-

2 2

tillage) to 3.31 (minimum tillage) and 3.19 (total tillage). Otherwise significant increasing on aeration

  ±0.43 kg/cm ±0.45 kg/cm

porosity from 12.80 ±0.80% vol. (no-tillage) to 21.70±0.95% vol. (minimum tillage) and 20.70±0.35% vol. (total tillage). Total

tillage gives increased dry matter yield. Also both total tillage and minimum tillage give yields with a higher percentage of

legumes compared with no-tillage. It was concluded that total tillage and minimum tillage could be used for improving native

grassland.

  Key words : Improvement, native grassland, legumes, tillage techniques

ABSTRAK

B AHAR , S., S. H ARDJOSOEWIGNJO , I. K

  ISMONO , dan O. H ARIDJAJA . 1999. Perbaikan padang rumput alam dengan introduksi leguminosa dan beberapa cara pengolahan tanah. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 4(3): 185-190.

  

Suatu penelitian telah dilakukan untuk memperbaiki padang rumput alam dengan introduksi leguminosa dan beberapa cara

pengolahan tanah. Pada penelitian ini dicoba sembilan kombinasi perlakuan secara faktorial, yaitu tiga spesies leguminosa,

Siratro [Macroptilium atropurpureum (D.C.) Urban], Sentro (Centrosema pubescens Benth.) dan Stilo [Stylosanthes hamata (L.)

Taub.], dan tiga cara pengolahan tanah, yaitu tanpa pengolahan, pengolahan minimum dan pengolahan total. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antara spesies leguminosa dan cara pengolahan tanah. Perbedaan yang nyata terhadap

3 3

penurunan bobot isi, dari 1,23+0,03 g/cm (tanpa pengolahan tanah) menjadi 1,07+0,02 g/cm (pengolahan minimum) dan

3 2

1,05+0,03 g/cm (pengolahan total). Juga penurunan resistensi tanah pada kedalaman 0-5 cm dari 17,47+3,84kg/cm (tanpa

2 2

pengolahan tanah) menjadi 3,31+0,43 kg/cm (pengolahan minimum) dan 3,19+0,45 kg/cm (pengolahan total). Sebaliknya,

kenaikan pori aerasi dari 12,80+0,80% vol. (tanpa pengolahan tanah) menjadi 21,70+0,95% vol. (pengolahan minimum) dan

20,70+0,35% vol. (pengolahan total). Pengolahan total meningkatkan produksi bahan kering, juga pengolahan total dan

pengolahan minimum memberikan persentase leguminosa lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa pengolahan tanah.

Disimpulkan bahwa pengolahan total dan pengolahan minimum dapat digunakan untuk perbaikan padang rumput alam.

  Kata kunci : Perbaikan, padang rumput alam, leguminosa, cara pengolahan tanah PENDAHULUAN Sulawesi Selatan, selain gerakan penanaman rumput

  pakan ternak, pembinaan padang rumput perlu dikembangkan dan ditingkatkan secara terus menerus Salah satu faktor yang menentukan produktivitas

  (A NON ., 1993a). Padang rumput alam yang tersebar ternak ruminansia adalah terjaminnya ketersediaan hijauan pakan yang bermutu. Oleh karena itu usaha pada beberapa daerah di Indonesia luasnya 2.399.597

  NON

  peningkatan produktivitas ternak ruminansia tidak ha dan yang terdapat di Sulawesi 592.379 ha (A ., terlepas dari usaha perbaikan padang rumput alam. Di

  

S YAMSU B AHAR et al. : Perbaikan Padang Rumput Alam dengan Introduksi Leguminosa dan Beberapa Cara Pengolahan Tanah

  RABOWO et al., 1992).

  sampling area 5x3 m di bagian tengah masing-masing

  petak percobaan. Pemotongan untuk penyamarataan pertumbuhan dilakukan delapan minggu setelah tanam kemudian tujuh kali pemotongan berikutnya setiap 40 hari pada musim hujan dan 60 hari pada musim kemarau. Hijauan hasil pemotongan ditimbang bobot segarnya kemudian diambil sampel untuk dianalisa komposisi kimianya dan kecernaan in vitro. Untuk pengukuran komposisi botani, sampel hijauan dipisah- kan tiap komponen yaitu rumput, leguminosa dan gulma kemudian ditimbang.

  Berdasarkan hal tersebut dilakukan penelitian untuk mengkaji sejauh mana perubahan yang terjadi pada padang rumput alam yang diintroduksi legumino- sa dan beberapa cara pengolahan tanah.

  et al. (1988) telah mencoba mengintro- duksi leguminosa siratro di Sumba, Nusa Tenggara Timur dan I BRAHIM et al. (1985) dengan leguminosa sentro di Siwa dan Maiwa, Sulawesi Selatan.

  UDOLF

  Suatu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan introduksi leguminosa dan beberapa cara pengolahan tanah. R

  , 1988). Perbaikan padang rumput alam di Sulawesi Selatan perlu dilakukan mengingat kebutuh- an pakan ternak masih bergantung dari padang rumput alam (P

  1991), sedangkan di Sulawesi Selatan seluas 351.738 ha (A

  AMUALIM

  , 1994; B

  RABOWO

  dan P

  AHAR

  Menurut S ANCHEZ (1993), lebih dari 90% luas padang rumput yang diusahakan untuk menghasilkan ternak di daerah tropika terdiri dari rumput alam. Namun produktivitas dan kualitas padang rumput alam semakin menurun (B

  NON ., 1993b).

  Pengukuran sifat-sifat fisik tanah meliputi bobot isi, pori aerasi dan pori air tersedia dengan mengambil contoh tanah utuh menggunakan tabung logam, sedangkan pengukuran resistensi tanah dilakukan langsung di lapangan menggunakan penetrometer. Pengukuran produksi hijauan dengan memotong hijauan setinggi ± 2 cm di atas permukaan tanah pada

MATERI DAN METODE

  Perlakuan yang dicobakan adalah introduksi tiga spesies leguminosa, yaitu A1 : Siratro [Macroptilium

  C selama 48 jam. Analisa proksimat untuk menentukan kandungan protein kasar, serat kasar, lemak dan abu serta dilakukan analisa kecernaan in

  et al. (1996) bahwa pada perlakuan pengolahan tanah umumnya

  ZOOZ

  Hasil sidik ragam menunjukkan tidak terjadi interaksi antara spesies leguminosa dan cara pengolahan tanah terhadap sifat-sifat fisik tanah. Demikian pula pengaruh tunggal spesies leguminosa tidak nyata, sedangkan pengaruh tunggal cara pengolahan tanah sangat nyata. Tabel 1 menunjukkan pengolahan minimum dan pengolahan total berbeda sangat nyata terhadap penurunan bobot isi di mana bobot isinya lebih rendah dibandingkan dengan tanpa pengolahan tanah. Hal ini disebabkan setelah tanah terolah maka tanah menjadi kurang padat sehingga bobot isi menjadi lebih rendah dibandingkan dengan tanah yang tidak terolah. Menurut A

  Perubahan sifat-sifat fisik tanah yang meliputi bobot isi, pori aerasi dan pori air tersedia, disajikan pada Tabel 1.

  HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan sifat-sifat fisik tanah

  vitro meliputi kecernaan bahan kering dan kecernaan bahan organik.

  o

  atropurpureum (D.C.) Urban]; A2 : Sentro

  Semua sampel dikeringkan dalam oven dengan suhu 65

  Penelitian dilaksanakan di Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian Gowa di Desa Pabbentengang, Kecamatan Bajeng, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan pada ketinggian ± 28 m dpl. Jenis tanah adalah Entisol menurut sistem Taksonomi Tanah USDA. Curah hujan rata-rata per tahun 2.891 mm dan 130 hari hujan. Tipe curah hujan termasuk tipe C menurut klasifikasi Schmidth dan Ferguson dengan nilai Q = 0,543 yang tergolong iklim agak basah.

  Vegetasi awal sebelum penelitian terdiri dari beberapa jenis tumbuhan rerumputan dari suku Poaceae atau

  Graminae, sedangkan tumbuhan lain dari suku Schrophulariaceae, Fabaceae dan Asteraceae. Peneli-

  Penanaman dilakukan dengan cara benih leguminosa ditebar dalam lajur kemudian tanah digaru agar benih bercampur dengan tanah. Dalam satu petak dibuat empat lajur, jumlah benih siratro 3 g/lajur (12 g/petak), sentro 4 g/lajur (16 g/petak) dan stilo 2,5 g/lajur (10 g/petak). Benih terlebih dahulu diinokulasi dengan strain Rhizobium yang sesuai, yaitu untuk siratro dengan strain CB 756, sentro dengan strain CB 1923 dan stilo dengan strain CB 1650. Inokulan berbentuk serbuk gambut (peat inoculum) yang dicampur air dengan takaran 2 g/100 ml air.

  (Centrosema pubescens Benth.); A3 : Stilo [Stylosanthes hamata (L.) Taub.] dan tiga cara pengolahan tanah, yaitu B0 : Tanpa pengolahan tanah (0% tanah terolah, hanya memangkas rumput yang ada dalam petak); B1 : Pengolahan minimum (33% tanah terolah atau sepertiga bagian tanah dalam petak yang terolah, yaitu tanah diolah berlajur-lajur dengan lebar 50 cm dan jarak antar lajur 1 m); B2 : Pengolahan total (100% tanah terolah, yaitu tanah dalam petak seluruhnya diolah). Ukuran masing-masing petak 10x6m dan penempatannya dilakukan secara acak.

  tian berlangsung selama 12 bulan mulai Oktober 1996 sampai dengan September 1997.

  

Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner Vol. 4 No. 3 Th. 1999

  menunjukkan bobot isi yang lebih rendah dibanding-

  Resistensi tanah berbagai kedalaman pada tiga spesies Tabel 2.

  kan dengan bobot isi pada tanah yang tidak terolah.

  3 leguminosa dan cara pengolahan tanah yang berbeda

  Bobot isi pada pengolahan minimum 1,07 ±0,02 g/cm

3 Perlakuan Resistensi tanah pada kedalaman

  dan pengolahan total 1,05 ±0,03 g/cm (Tabel 1). Nilai tersebut sudah mendekati bobot isi optimal yaitu

  0-5 cm 5-10 cm 10-15 cm

  3

  berkisar 1,00 g/cm , sedangkan bobot isi yang dapat 2 ........................... kg/cm ........................... menghambat pertumbuhan tanaman bila mencapai 1,60

3 Spesies leguminosa g/cm (I SLAMI dan U TOMO , 1995).

  Siratro 6,89 ±6,06a 11,62±3,44a 16,62±1,56a Bobot isi, pori aerasi dan pori air tersedia pada tiga Tabel 1.

  Sentro 8,03 ±7,77a 10,39±4,02a 13,41±0,43a spesies leguminosa dan cara pengolahan tanah Stilo 9,05

  ±10,81a 11,71±5,27a 16,52±3,65a Perlakuan Bobot isi Pori aerasi Pori air 3 Cara pengolahan (g/cm ) (% vol.) tersedia (% tanah vol.)

  Tanpa pengolahan 17,47 ±3,84a 15,77±1,34a 16,52±3,11a Spesies leguminosa

  Pengolahan 3,31 ±0,43b 8,22±2,45b 13,79±1,28a minimum

  Siratro 1,13 ±0,11a 17,92±5,21a 26,51±0,81a Pengolahan total 3,19 ±0,45b 9,73±1,28b 16,24±2,79a

  Sentro 1,10 ±0,11a 18,72±5,00a 26,20±0,46a Nilai pada kolom yang diikuti huruf berbeda, menunjukkan Stilo 1,11

  ±0,08a 18,57±4,50a 25,44±1,47a perbedaan (P<0,01) Cara pengolahan tanah

  Produksi bahan kering dan komposisi botani Tanpa pengolahan 1,23 ±0,03a 12,80±0,80b 26,60±0,22a Pengolahan 1,07 ±0,02b 21,70±0,95a 25,84±0,32a

  Produksi bahan kering hijauan merupakan ciri

  minimum

  yang menunjukkan tingkat produktivitas suatu padang

  Pengolahan total 1,05 ±0,03b 20,70±0,35a 25,72±1,76a

  rumput. Pada Tabel 3 disajikan hasil pengukuran yang dilakukan terhadap produksi total bahan kering selama

  Nilai pada kolom yang diikuti huruf berbeda, menunjukkan perbedaan (P<0,01)

  setahun, yaitu campuran rumput, leguminosa (siratro, sentro dan stilo) dan gulma. Hasil sidik ragam Pengaruh pengolahan tanah sangat nyata terha-dap menunjukkan tidak terjadi interaksi antara spesies

  BDURACHMAN

  kenaikan pori aerasi. Menurut A et al. leguminosa dengan cara pengolahan tanah terhadap (1984) bahwa tanah yang sudah diolah akan menjadi produksi bahan kering. kurang padat dan menyebabkan pori aerasi meningkat.

  Tabel 3. Produksi total bahan kering selama setahun dan persentase

  Pori aerasi pada pengolahan minimum adalah

  komponen rumput, leguminosa dan gulma

  21,70 ±0,95% vol. dan pengolahan total 20,70±0,35%

  Produksi Persentase komponen

  vol. (Tabel 1). Angka tersebut jauh di atas ambang

  total BK

  kritis bagi pertumbuhan tanaman, yaitu pada keadaan

  Perlakuan setahun Rumput Leguminosa Gulma

  pori aerasi kurang dari 10% (N

  IELSEN et al., 1959 (kg/ha) ............................ % BK ............................. UKMANA BUJAMIN disitasi S dan A , 1986).

  Spesies leguminosa

  Tanah yang telah diolah akan menjadi gembur sehingga kepadatannya akan berkurang. Dengan

  Siratro 3614a 64,33 ±0,25a 10,67±4,38a 25,00±4,14 b

  demikian nilai resistensinya juga akan lebih rendah sebagaimana ditunjukkan pada pengolahan minimum Sentro 4211a

  61,93 ±4,22a 12,94±5,95a 25,02±5,55 b

  dan pengolahan total (Tabel 2).

  Menurut S UKMANA dan A BUJAMIN (1986) bahwa

  Stilo 3855a 60,25 ±2,73a 6,94±1,80b 32,81±2,68 a

  pengolahan tanah dapat memperbaiki kondisi fisik tanah di sekitar perakaran yang dicirikan dengan Cara pengolahan tanah menurunnya nilai resistensi tanah dan diikuti dengan

  Tanpa 2734b 64,11 ±0,70a 5,89±0,18b 30,00±0,85

  peningkatan pori aerasi. Rendahnya nilai resistensi pengolaha a

  n

  tanah pada pengolahan minimum dan pengolahan total (Tabel 2) sejalan dengan rendahnya nilai bobot isi pada Pengolaha 3556b 60,19

  ±3,58a 13,21±3,74a 26,60±5,06 n a

  perlakuan yang sama (Tabel 1). Menurut C OOK (1985)

  minimum

  bahwa penurunan nilai resistensi merefleksikan

  Pengolaha 5393a 62,21 ±3,62a 11,46±5,25a 26,23±8,76

  penurunan nilai bobot isi. Keadaan ini memudahkan

  n total a

  perkembangan akar tanaman (S UKMANA dan

  Nilai pada kolom yang diikuti huruf berbeda pada masing-masing BUJAMIN

  A , 1986).

  S YAMSU B AHAR et al. : Perbaikan Padang Rumput Alam dengan Introduksi Leguminosa dan Beberapa Cara Pengolahan Tanah perlakuan, menunjukkan perbedaan (P<0,01) BK = Bahan Kering

  ONG

  ±0,43a 29,11±0,08a 1,90±0,47a 11,29±0,78a Cara pengolahan tanah Tanpa pengolahan 13,53 ±0,32a 29,84±1,72a 1,82±0,12a 11,85±0,68a Pengolahan minimum 13,81 ±0,48a 29,54±1,57a 2,45±0,06a 11,67±1,00a Pengolahan total 13,33 ±1,05a 29,31±0,60a 1,73±0,36a 10,55±0,18a

  Spesies leguminosa Siratro 13,38 ±1,00a 28,56±0,34a 1,90±0,46a 11,46±1,07a Sentro 13,31 ±0,15a 31,03±0,93a 2,20±0,29a 11,32±1,10a Stilo 13,98

  Tabel 4. Komposisi kimia hijauan pada tiga spesies leguminosa dan cara pengolahan tanah yang berbeda

Perlakuan Protein kasar Serat kasar Lemak Abu

.................................................................... % BK .................................................................

  4. Hasil sidik ragam menunjukkan tidak terjadi interaksi antara spesies leguminosa dan cara pengolahan tanah terhadap komposisi kimia. Pengaruh tunggal spesies leguminosa dan cara pengolahan tanah juga tidak nyata.

  Komposisi kimia mencerminkan keadaan kandungan gizi dari hijauan seperti disajikan pada Tabel

  Komposisi kimia dan kecernaan in vitro

  (1993) bahwa persentase kenaikan komponen leguminosa tidak melebihi 50%, karena kebutuhan energi yang berasal dari rumput akan berkurang.

  ANCHEZ

  Tabel 3 menunjukkan pengaruh tunggal cara pengolahan tanah sangat nyata terhadap persentase komponen leguminosa. Pada pengolahan minimum dan pengolahan total secara nyata meningkatkan persentase komponen leguminosa masing-masing 13,21 ±3,74% dan 11,46 ±5,25%. Leguminosa merupa-kan bagian yang sangat bermanfaat dan menentukan keadaan kualitas hijauan secara keseluruhan. Menurut S

  (1982) bahwa umumnya petak yang kurang leguminosanya, cenderung menunjukkan populasi gulma yang lebih tinggi.

  Pengaruh spesies leguminosa juga nyata terhadap persentase komponen gulma, yaitu persentase gulma pada stilo sangat nyata lebih tinggi dibandingkan pada siratro dan sentro. Hal ini berarti bahwa dominasi gulma pada stilo lebih besar dibandingkan pada siratro dan sentro (Tabel 3). Menurut W

  Pengaruh tunggal spesies leguminosa tidak nyata, sedangkan pengaruh tunggal cara pengolahan tanah sangat nyata terhadap kenaikan produksi bahan kering. Pada pengolahan total, produksi bahan kering selama setahun sangat nyata lebih tinggi dibandingkan dengan pengolahan minimum dan tanpa pengolahan tanah (Tabel 3). Hal ini disebabkan perlakuan pengolahan total dapat memperbaiki keadaaan fisik tanah, yaitu bobot isi menjadi lebih rendah menjadi 1,05 ±0,03g/cm

  ±4,38% dan 12,94±5,95% yang berbeda sangat nyata dibandingkan dengan stilo yaitu 6,94 ±1,80% (Tabel 3). Hal ini menunjukkan bahwa siratro dan sentro mampu tumbuh dan berkembang lebih baik dibanding stilo.

  Hasil pengukuran terhadap komposisi botani yang merupakan rata-rata dari tujuh kali pemotongan disajikan pada Tabel 3. Dari hasil sidik ragam menunjukkan tidak terjadi interaksi antara spesies leguminosa dan cara pengolahan tanah terhadap komposisi botani. Pengaruh tunggal spesies leguminosa nyata terhadap persentase komponen leguminosa. Persentase leguminosa pada siratro dan sentro masing- masing 10,67

  Schrophulariaceae, Fabaceae dan Asteraceae.

  Salah satu indikator untuk mengetahui kualitas hijauan suatu padang rumput alam dapat dilihat dari keadaan komposisi botaninya yang dalam penelitian ini komposisi botani dibatasi pada tiga komponen yaitu rumput, leguminosa dan gulma. Komponen rumput adalah tumbuhan dari suku Graminae, komponen leguminosa adalah siratro, sentro dan stilo, sedangkan komponen gulma adalah tumbuhan dari suku

  (1995) bahwa makin tinggi nilai aerasi tanah, makin baik pertumbuhan akar tanaman dan makin tinggi hasil yang diperoleh.

  TOMO

  I SLAMI dan U

  ISSER (1977) yang disitasi

  Selain itu memperbaiki tata udara tanah yang dicirikan dengan lebih besarnya pori aerasi yakni 20,70 ±0,35% vol. (Tabel 1). Menurut V

  3 (Tabel 1) sehingga tidak terjadi pemadatan tanah.

  Nilai pada kolom yang diikuti huruf yang sama, menunjukkan tidak ada perbedaan (P>0,05) uji Duncan BK = Bahan kering

  Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner Vol. 4 No. 3 Th. 1999

  ISMUNANDAR

  CKER

  (1971) disitasi oleh S

  IREGAR

  (1996) bahwa kandungan protein kasar hijauan lebih besar dari 10% bahan kering, termasuk dalam kategori kualitas baik. Dalam penelitian ini kualitas hijauan campuran tergolong berkualitas baik oleh karena kandungan protein kasar lebih besar dari 10%, yaitu berkisar antara 13,31 ±0,15% sampai 13,98±0,43%, sedangkan kandungan protein kasar padang rumput alam di Indonesia sekitar 7,78 ±2,58% (H

  EYNE

  , 1987 dan H ARI -H ARTADI et al., 1993 yang disitasi oleh R EKSOHADIPRODJO , 1996). Di Sulawesi Selatan kandungan protein kasar padang rumput alam berkisar antara 3,97% sampai 7,48% (S

  USETYO et al., 1973).

  Pada Tabel 4 ditunjukkan kandungan serat kasar umumnya rendah yaitu berkisar antara 28,56 ±0,34% sampai 31,03 ±0,93% dibandingkan kandungan serat kasar padang rumput alam yang dilaporkan oleh S USETYO et al. (1973) yaitu berkisar antara 33,33% sampai 38,66%. Adapun kandungan lemak berkisar antara 1,73 ±0,36% sampai 2,45±0,06% dan kandung-an abu antara 10,55 ±0,18% sampai 11,85±0,68% yang tidak jauh berbeda dibandingkan hasil yang dilaporkan oleh S USETYO et al. (1973) kandungan lemak antara 1,64% sampai 2,50% dan kandungan abu antara 10,47% sampai 11,94%.

  Menurut A

  Berdasarkan hasil yang dicapai dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa perbaikan padang rumput alam dapat dilakukan dengan pengolahan minimum atau dengan pengolahan total yang secara nyata menurunkan bobot isi dan resistensi tanah serta menaikkan pori aerasi. Pengolahan total meningkatkan produksi bahan kering dan baik pengolahan minimum maupun pengolahan total nyata meningkatkan persentase leguminosa.

  KESIMPULAN

  (1989) bahwa kecernaan bahan kering rumput alam berkisar antara 60% sampai 65%.

DAFTAR PUSTAKA

  Nilai pada kolom yang diikuti huruf yang sama, menunjukkan tidak ada perbedaan (P>0,05) KBK = Kecernaan bahan kering KBO = Kecernaan bahan organik

  , E. W

  Canberra. p.291-294.

  OTT (Eds.). Ecology and Management of the World's Savannas. The Australian Academy of Science.

  I VORY . 1985. Pasture and animal performance from three locations in Eastern Indonesia. In : J. C. T OTHILL and J.J. M

  , M.R. H UNT , and D.A.

  , W. R UDOLF

  

I

BRAHIM , T.M., D. B ULO

  Agric. (25):450-454.

  C OOK , G.J. 1985. Soil structural conditions of vineyards under two soil management systems. Aust. J. Exp.

  Pengembangan Pertanian 8(3):69-74.

  

B

AMUALIM , A. 1988. Peranan peternakan dalam usahatani di daerah Nusa Tenggara. Jurnal Penelitian dan

  IWYANTO (Ed.). Pros. Seminar Nasional Sains dan Teknologi Peternakan. Ciawi, Bogor 25-26 Januari 1994. Balai Penelitian Ternak. Bogor. hal. 297-300.

  I. P. K OMPIANG , dan K. D

  INA ,

  , B. H ARYANTO

  Tabel 5 menunjukkan kecernaan bahan kering berkisar antara 60,08 ±0,35% sampai 60,82±0,04%, sedangkan menurut R

  Sulawesi Selatan. B. B AKRIE

  RABOWO . 1994. Status hara padang rumput alam di Tanete Riaja Kabupaten Barru,

  

B

AHAR , S. dan A. P

  Soc. Am. J. 60(4):1197-1201.

  Pore size distribution and hydraulic conductivity affected by tillage in North Western Canada. Soil Sci.

  , and A.J. F RANZLUEBBERS . 1996.

  , R.H., M.A. A RSHAD

  Hasil analisa kecernaan in vitro meliputi kecernaan bahan kering dan kecernaan bahan organik disajikan pada Tabel 5. Hasil sidik ragam menunjuk- kan tidak terjadi interaksi antara spesies leguminosa dan cara pengolahan tanah terhadap kecernaan in vitro dan pengaruh tunggal baik spesies leguminosa maupun cara pengolahan tanah tidak nyata.

  . 1993b. Survei Pertanian. Luas Lahan Menurut Penggunaannya di Luar Jawa. Biro Pusat Statistik. Jakarta. A BDURACHMAN , A., I. J UARSAH , dan A. A BAS . 1984.

  A NONIMOUS . 1991. Statistik Pertanian 1990. Departemen Pertanian. Jakarta. A NONIMOUS . 1993a. Laporan Tahunan. Dinas Peternakan Propinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan 1993/1994.

A

NONIMOUS

  Tabel 5. Kecernaan in vitro pada tiga spesies leguminosa dan cara pengolahan tanah yang berbeda Perlakuan KBK KBO

  ...................... % ...................... Spesies leguminosa Siratro 60,08

  ±0,35a 51,27±0,13a Sentro 60,60 ±0,07a 51,51±0,29a Stilo 60,82 ±0,04a 51,76±0,05a Cara pengolahan tanah

  Tanpa pengolahan 60,36 ±0,59a 51,38±0,38a Pengolahan minimum 60,54 ±0,33a 51,55±0,26a Pengolahan total 60,59 ±0,24a 51,60±0,18a

  Pengaruh bahan organik dan pengairan pada tanah podsolik merah kuning Lampung terhadap sifat fisik tanah, pertumbuhan dan hasil jagung. Pros. Pertemuan Teknis Penelitian Tanah, 21-23 Februari 1984. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor. hal. 459-470.

A

ZOOZ

  

S YAMSU B AHAR et al. : Perbaikan Padang Rumput Alam dengan Introduksi Leguminosa dan Beberapa Cara Pengolahan Tanah

  ILL , and M. H UNT . 1988. The performance of ongole heifers grazing native and introduced pasture species at Sumba, Indonesia. J. Agric. Sci. 111(1):11-17.

  P ARAKKASI , dan S.I. S UWOKO . 1973. Laporan Survey Potensi Padang Rumput Alam di Beberapa Kabupaten Propinsi Sulawesi Selatan. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor. (tidak dipublikasikan).

  OEDARMADI , A.

  OEWARDI , S

  ISMONO , B. S

  S USETYO , S., I. K

  S UKMANA , S. dan S. A BUJAMIN . 1986. Pengaruh pengolahan dalam pada entropept bekas sawah terhadap sifat fisik tanah dan hasil tanaman semusim. Pemberitaan Penelitian Tanah dan Pupuk 5:42-48.

  IREGAR , S. B. 1996. Ransum Ternak Ruminansia. Penebar Swadaya. Jakarta.

  S

  Jilid 2 (terjemahan). Institut Teknologi Bandung. Bandung.

  S ANCHEZ , P. A. 1993. Sifat dan Pengelolaan Tanah Tropika.

  , A.R. T

  I SLAMI , T. dan W.H. U TOMO

  , P.W. O RCHARD

  , T.G.W., G.J. B LAIR

  Sinar Baru. Bandung. R UDOLF

  ISMUNANDAR . 1989. Mendayagunakan Tanaman Rumput.

  Hijauan Pakan. Bogor, 16 Januari 1996. R

  R EKSOHADIPRODJO , S. 1996. Kualitas dan produktivitas hijauan pakan di Indonesia. Makalah Seminar Nasional

  Jurnal Ilmiah Penelitian Ternak Gowa 1(2):79-82.

  Kapasitas tampung padang rumput alam untuk pembesaran sapi dan kambing yang digembala bersama.

  , dan B. S UDARYANTO . 1992.

  , A., P. P ONGSAPAN

  . 1995. Hubungan Tanah, Air dan Tanaman. IKIP Semarang press. Semarang. P RABOWO

  W ONG , C.C. 1982. Evaluation of ten pasture legumes grown in mixture with three grasses in the humid tropical environment. Mardi Res. Bull. 10(3):299-308.