BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka 1. Tax (Pajak) - PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE DAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DISCLOSURE TERHADAP TAX AVOIDANCE (Studi Empiris pada Perusahan Property dan Real Estate yang Terdaft

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka

1. Tax (Pajak)

  Pajak adalah iuran rakyat ke kas Negara berdasarkan undang

  • undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak memperoleh jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum (Mardiasmo, 2016).

  Pajak adalah iuran kepada kas Negara berdasarkan Undang- Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang dapat digunakan untuk membayar pengeluaran-pengeluaran umum (Supramono dan Theresia, 2015).

  Dari definisi pajak diatas, maka dapat penulis simpulkan bahwa pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung digunakan untuk membayar pengeluaran-pengeluaran Negara demi memelihara kesejahteraan umum.

  Pajak juga mempunyai fungsi , berikut ini adalah fungsi pajak menurut Mardiasmo (2016). Ada dua fungsi pajak, yaitu : a. Fungsi anggaran (budgetair)

  Pajak berfungsi sebagai salah satu sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya.

  b. Fungsi mengatur (cregulerend) Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.

  Fungsi pajak menurut Supramono dan Theresia Woro (2015). Ada dua fungsi pajak, yaitu :

  a. Fungsi budgetair Fungsi pajak sebagai salah satu sumber penerimaan Negara

  b. Fungsi mengatur (regulair) Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan Negara di bidang sosial dan ekonomi

2. Tax Avoidance (Penghindaran Pajak)

  Undang-undang perpajakan Indonesia menganut sistemself

  assessment, yakni sistem pemungutan yang memberikan keleluasaan

  penuh kepada wajib pajak (WP) untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri kewajiban perpajakannya.

  Sehubungan dengan hal ini, fiskus hanya melakukan fungsi pengawasan dan tidak terlibat langsung didalam proses perhitungan.

  Indonesia seakan memberikan kesempatan bagi wajib pajak untuk mengurangi jumlah pajak yang harus dibayar. Dalam hal ini, perusahaan tentu saja ingin meminimalisir beban pajak. Oleh karena itu, persoalan tax avoidance merupakan persoalan yang rumit dan unik.

  Di satu sisi tax avoidance diperbolehkan, tapi di sisi yang lain tax avoidance tidak diinginkan.

  Tax avoidance adalah upaya penghindaran pajak yang dilakukan

  secara legal dan aman bagi wajib pajak karena tidak bertentangan dengan ketentuan perpajakan, di mana metode dan teknik yang digunakan cenderung memanfaatkan kelemahan-kelemahan (grey

  

area) yang terdapat dalam undang-undang dan peraturan perpajakan

  itu sendiri, untuk memperkecil jumlah pajak yang terutang (Pohan, 2016).

  Tax avoidance (penghindaran pajak) berciri fraus legis yaitu

  kawasan grey area yang posisinya berada di antara tax compliance dan

tax evasion. Beberapa pihak mencoba mendefinisikan tax avoidance.

  Justice Reddy (dalam kasus McDowell & Co vs CTO di US) merumuskan tax avoidance sebagai seni menghindari pajak tanpa melanggar hukum. Black’s Law Dictionary menjelaskan, tax

  

avoidance adalah upaya meminimalkan beban pajak dengan

  memanfaatkan peluang penghindaran pajak (loopholes) dengan tidak melanggar hukum pajak.

  Ronen Palan (2008) menyebutkan suatu transaksi diindikasikan sebagai tax avoidance apabila melakukan salah satu tindakan berikut : a. Wajib Pajak (WP) berusaha untuk membayar pajak lebih sedikit dari yang seharusnya terutang dengan memanfaatkan kewajaran interpretasi hukum pajak.

  b. WP berusaha agar pajak dikenakan atas keuntungan yang di declare dan bukan atas keuntungan yang sebenarnya diperoleh;

c. WP mengusahakan penundaan pembayaran pajak.

  Tax avoidance bukan pelanggaran undang-undang perpajakan karena usaha wajib pajak untuk mengurangi, menghindari, meminimumkan atau meringankan beban pajak dilakukan dengan cara yang dimungkinkan oleh Undang-Undang Pajak. Ada 3 cara untuk melakukan tax avoidance, yaitu : (Erly Suandy, 2016)

  a. Menahan Diri Yang dimaksud dengan menahan diri yaitu wajib pajak tidak melakukan sesuatu yang bisa dikenai pajak.

  b. Pindah Lokasi Memindahkan lokasi usaha atau domisili dari lokasi yang tarif pajaknya tinggi ke lokasi yang tarif pajaknya rendah.

  c. Penghindaran Pajak Secara Yuridis Perbuatan dengan cara sedemikian rupa sehingga perbuatan- perbuatan yang dilakukan tidak terkena pajak. Biasanya dilakukan dengan memanfaatkan kekosongan atau ketidakjelasan undang- undang. Hal inilah yang memberikan dasar potensial penghindaran pajak secara yuridis.

  Saat ini sudah banyak cara dalam pengukuran tax avoidance. Terdapat dua belas cara yang dapat digunakan dalam mengukur tax avoidance yang umumnya digunakan (Hanlon dan Heitzman, 2010).

  Tabel II.1 “Pengukuran Tax Avoidance

  Pengukuran Cara Perhitungan Keterangan

  Total tax expense per dollar of

  GAAP ETR

  pre-tax book income Current tax expense per dollar

  Current of pretax ETR book income Cash taxes paid per dollar of Cash ETR pre-tax book income Sum of cash taxes paid over n years

  Long-run divided by cash ETR the sum of pre-tax earnings

  The difference of between

Statutory ETR-GAAP ETR

the ETR statutory Differential ETR and firm’s GAAP ETR The

  Error term from the following regression:

  unexplained DTAX ETR differential x Pre-tax book income= a portion of

  • b x Control + e

  the ETR differential The total difference

  Pre-tax book income

  • ((U.S. CTE + Fgn

  between

  Total BTD CTE)/U.S. STR)

  • – (NOLt – NOLt-1))

  book and taxable income The total difference Temporary

  Deferred tax expense/U.S.STR

  between

  BTD

  book and taxable income A measure of

  Residual from

  BTD/TAit = βTAit + βmi + Abnormal unexplained

eit

total BTD total book-tax differences Tax liability accured Unrecogniz for taxes not

Disclosed amount post-FIN48

ed yet paid on tax benefits uncertain positions Firms

Indicator varible for firms accused of

  Tax shelter identified

engaging in a tax shelter

activity via

  disclosure, the press, or

  IRS confidental data Present value of Marginal taxes tax Simulated marginal tax rate on an rate additional dollar of income (Sumber : Hanlon dan Heitzman, 2010)

  Dalam penelitian ini pengukuran tax avoidance menggunakan

  Cash ETR yang dihitung dengan membandingkan pembayaran pajak

  dengan laba sebelum pajak. Pembayaran pajak terdapat dalam Laporan Arus Kas Konsolodasian sedangkan laba sebelum pajak terdapat dalam Laporan Laba Rugi Komperenshif. Syaifullah (2017) menghitung :

3. Corporate Governance

  Corporate Governance merupakan sebuah studi yang

  mempelajari hubungan direktur, manajer, karyawan, pemegang saham, pelanggan, kreditur dan pemasok terhadap perusahaan dan hubungan antar sesamanya (Irawan, 2013). Seperti dikutip oleh Forum for

  Corporate Governance in Indonesia (FCGI), Cadbury Committee

  (2006) mengartikan corporate governance atau tata kelola perusahaan: saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengendalikan perusahaan. Tujuan

  

Corporate Governance ialah untuk menciptakan nilai tambah bagi

  semua pihak yang berkepentingan (stakeholders )”.

  Corporate Governance adalah suatu proses dan struktur yang

  digunakan oleh organ perusahaan (Pemegang Saham/Pemilik Modal, Komisaris dewan Pengawas dan Direksi) untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundang-undangan dan nilai-nilai etika (Sutedi, 2011).

  Penerapan corporate governance yang baik dan benar (GCG) akan menjaga keseimbangan antara pencapaian tujuan ekonomi dan tujuan masyarakat serta menjauhkan perusahaan dari pengelolaan yang buruk yang mengakibatkan perusahaan terkena masalah.

  Menurut Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) (2006), setiap perusahaan harus memastikan bahwa prinsip GCG diterapkan pada setiap aspek bisnis dan di semua jajaran perusahaan. prinsip GCG yaitu transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi serta kewajaran diperlukan untuk mencapai kesinambungan usaha (sustainability) perusahaan dengan memperhatikan pemangku kepentingan (stakeholders).

a. Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance

  1) Transparansi (Tranparency) Transparansi berhubungan dengan kualitas informasi yang disampaikan perusahaan. Kepercayaan investor akan sangat tergantung pada kualitas informasi yang disampaikan perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan dituntut untuk menyediakan informasi yang jelas, akurat, tepat waktu dan dapat dibandingkan dengan indikator-indikator yang sama.

  Penyampaian informasi kepada publik secara terbuka, benar, kredibel dan tepat waktu akan memudahkan untuk menilai kinerja dan resiko yang dihadapi perusahaan. Praktek yang dikembangkan dalam rangka transparansi diantaranya perusahaan diwajibkan untuk mengungkapkan transaksi- transaksi penting yang terkait dengan perusahaan, resiko-resiko yang dihadapi serta rencana atau kebijakan perusahaan yang akan dijalankan. Selain itu, perusahaan juga perlu untuk menyampaikan kepada seluruh pihak struktur kepemilikan perusahaan serta perubahan-perubahan yang terjadi.

  2) Akuntabilitas (Accountability) Akuntabilitas berhubungan dengan adanya sistem yang mengendalikan hubungan antara organ-organ yang ada di perusahaan. Akuntabilitas diperlukan sebagai salah satu solusi mengatasi masalah keagenan yang timbul antara pemegang saham dan direksi serta pengendaliannya oleh komisaris. Oleh karena itu, akuntabilitas dapat diterapkan dengan mendorong seluruh organ perusahaan menyadari tanggung jawab, wewenang dan hak kewajibannya. Praktek-praktek yang diharapkan muncul dalam penerapan akuntabilitas diantaranya pemberdayaan dewan komisaris, memberikan jaminan perlindungan kepada pemegang saham khususnya pemegang saham minoritas dan pembatasan kekuasaan yang jelas di jajaran direksi. Pengangkatan komisaris independen merupakan bentuk implementasi prinsip akuntabilitas, dengan tujuan untuk meningkatkan pengendalian oleh pemegang saham terhadap kinerja perusahaan.

3) Responsibilitas (Responsibility)

  Responsibilitas menekankan pada adanya sistem yang jelas untuk mengatur mekanisme pertanggungjawaban perusahaan kepada pemegangsaham dan pihak-pihak lain yang berkepentingan. Hal tersebut untukmerealisasikan tujuan yang hendak dicapai dalam good corporate governance yaitu mengakomodasi kepentingan pihak-pihak yang berkaitan dengan perusahaan. Responsibilitas juga berkaitan dengan kewajiban perusahaan untuk mematuhi semua peraturan dan hukum yang berlaku. Kepatuhan terhadap ketentuan yang ada akan menghindarkan dari sanksi, baik sanksi hukum maupun sanksi moral masyarakat akibat dilanggarnya kepentingan mereka. Implementasi prinsip-prinsip good corporate

  governance dalam pengelolaan perusahaan (corporate governance) mencerminkan bahwa perusahaan tersebut telah

  dikelola dengan baik dan transparan. Hal tersebut merupakan modal dasar timbulnya kepercayaan publik sehingga perusahaan yang telah go public saham perusahaannya akan lebih diminati oleh para investor dan berdampak positif terhadap peningkatan nilai perusahaan atau harga saham. 4) Independensi (Independency)

  Prinsip ini menekankan bahwa untuk melancarkan pelaksanaan GCG perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing pihak tidak mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain.

  5) Kewajaran (Fairness) Prinsip ini menekankan pada jaminan perlindungan hak- hak para pemegang saham, termasuk hak-hak pemegang saham minoritas dan para pemegang saham asing serta perlakuan yang setara terhadap semua investor. Praktek kewajaran ini juga mencakup adanya sistem hukum dan peraturan serta penegakannya yang jelas dan berlaku bagi semua pihak. Hal ini penting untuk melindungi kepentingan pemegang saham khususnya pemegang saham minoritas dari praktek kecurangan dan praktek-praktek insider trading.

b. Manfaat Good Corporate Governance

  Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI)

  menyebutkan bahwa terdapat empat manfaat dari corporate

  governance, yaitu:

  1) Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi perusahaan, serta lebih meningkatkan pelayanan kepada stakeholders.

2) Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah sehingga meningkatkan corporate value.

  3) Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan saham di Indonesia 4) Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan karena sekaligus akan meningkatkan shareholder’s value dan dividen.

c. Mekanisme Good Corporate Governance 1) Proporsi Komisaris Independen

  Komisaris independen sebagai pihak yang tidak mempunyai hubungan bisnis dan kekeluargaan dengan pemegang saham pengendali, anggota direksi dan dewan komisaris lain harus secara proaktif mengupayakan agar dewan komisaris melakukan pengawasan dan memberikan nasehat kepada direksi untuk memastikan bahwa prinsip- prinsip dan praktik Good Corporate Governance diterapkan dengan baik, mematuhi hukum dan perundangan yang berlaku serta menerapkan nilai-nilai yang ditetapkan perusahaan dalam menjalankan operasinya (Komite Nasional Kebijakan Governance 2006).

  Komisaris dan direktur independen adalah seseorang yang ditunjuk untuk mewakili pemegang saham independen (pemegang saham minoritas) dan pihak yang ditunjuk tidak dalam kapasitas mewakili pihak mana pun dan semata-mata ditunjuk berdasarkan latar belakang pengetahuan, pengalaman, dan keahlian profesional yang dimilikinya untuk sepenuhnya menjalankan tugas demi kepentingan perusahaan (Agoes dan Ardana , 2014).

  Komisaris independen komisaris Independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak berafiliasi dengan manajemen, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang saham pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen atau bertindak semata-mata demi kepentingan perusahaan (KNKG , 2006).

  Komisaris independen memiliki tanggung jawab pokok untuk mendorong diterapkannya prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance). Hal itu dia lakukan dengan cara mendorong anggota dewan komisaris yang lain agar dapat melakukan tugas pengawasan dan pemberian nasihat kepada para direktur secara efektif dan dapat memberikan nilai tambah bagi perusahaan.

  Paling tidak hal-hal yang dapat dilakukan seorang komisaris independen adalah: (Ananto Hari, 2018) a) Memastikan bahwa perusahaan memiliki strategi bisnis yang efektif, termasuk di dalamnya memantau jadwal, anggaran dan efektivitas strategi,

  b) Memastikan bahwa perusahaan mengangkat eksekutif dan manajer-manajer profesional, c) Memastikan bahwa perusahaan memiliki informasi, sistem pengendalian, dan sistem audit yang bekerja secara baik,

  d) Memastikan bahwa perusahaan mematuhi hukum dan perundangan yang berlaku maupun nilai-nilai yang diterapkan perusahaan dalam menjalanka operasinya,

  e) Memastikan risiko dan potensi krisis selalu diidentifikasikan dan dikelola secara baik, f) Memastikan prinsip-prinsip dan praktik tata kelola perusahaan yang baik(good corporate governance) dipatuhi dan diterapkan secara baik.

  Berkaitan dengan tata kelola perusahaan (corporate

  

governance), maka tugas komisaris independen adalah:

  (Ananto Hari, 2018)

  a) Menjamin transparansi dan keterbukaan laporan keuangan perusahaan b) Mengusahakan perlakuan yang adil terhadap pemegang saham minoritas dan pemangku kepentingan

  (stakeholders) yang lain

  c) Diungkapkannya transaksi yang mengandung benturan kepentingan secara wajar dan adil d) Mengusahakan kepatuhan perusahaan pada perundangan dan peraturan yang berlaku e) Menjamin akuntabilitas organ perseroan (organ perseroan)

  Dewan komisaris independen sebagai pengawas di dalam perusahaan bertugas untuk memastikan direksi menjalankan kewajibannya menjaga profitabilitas perusahaan (Puspita, 2014). Dewan komisaris independen yang berasal dari luar perusahaan menuntut manajemen bekerja lebih efektif dalam pengelolaan perusahaan oleh direksi dan manajer. Perusahaan yang memiliki komposisi anggota komisaris independen yang lebih besar dapat mempengaruhi kinerja perusahaan (Raharjo, 2014).

  Kehadiran komisaris independen dapat meningkatkan pengawasan kinerja direksi. Semakin banyak jumlah komisaris independen maka pengawasan terhadap manajemen akan semakin ketat (Erlina, 2017).

  Pengukuran komisaris independen mengacu pada penelitian Irawan (2013) perbandingan antara jumlah komisaris independen dengan jumlah anggota dewan komisaris lainnya yang memegang peranan dalam pengawasan manajemen perusahaan. Proporsi komisaris independen dapat dihitung dengan rumus:

2) Kepemilikan Institusional

  Kepemilikan institusional merupakan kepemilikan saham oleh pemerintah, institusi keuangan, institusi berbadan hukum, institusi luar negeri, dan dana perwalian serta institusi lainnya. Institusi-institusi tersebut memiliki wewenang untuk melakukan Puspitasari 2014). Dengan adanya kepemilikan institusional di suatu perusahaan maka kepatuhan dan kinerja manajemen akan meningkat. Semakin besar kepemilikan institusi keuangan maka akan semakin besar kekuatan suara dan dorongan dari institusi keuangan tersebut untuk mengawasi manajemen dan akibatnya akan memberikan dorongan yang lebih besar untuk mematuhi peraturan perpajakan. Investor institusional memilki andil didalam keputusan maka secara otomatis akan mendorong manajemen untuk mematuhi peraturan yang dibuat pemerintah sehingga perusahaan patuh terhadap pajak (Hanum dan Zulaikha 2013). Dengan begitu, perusahaan akan menghindari perilaku tax

  

avoidance yang menyimpang dari ketetapan pajak yang

sesuai di negeri ini (Ngadiman dan Puspitasari, 2014).

  Kepemilikan institusional memiliki arti penting dalam memonitor manajemen karena dengan adanya kepemilikan oleh institusional akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal. Monitoring tersibut tentunya akan menjamin kemakmuran untuk pemegang saham, pengaruh kepemilikan institusional sebagai agen pengawas ditekan melalui investasi mereka yang cukup besar dalam pasar modal. Tingkat kepemilikan institusional yang tinggi akan menimbulkan usaha pengawsan yang lebih besar oleh pihak investor institusiona sehingga dapat menghalangi perilaku opportunistic manajemen.

  Kepemilikan institusional sebagai pengawas yang berasal dari luar perusahaan memegang peranan yang penting dalam memonitor manajemen. Karena dengan adanya kepemilikan institusional akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal terhadap manajemen perusahaan agar dalam menghasilkan laba berdasarkan aturan yang berlaku, karena pada dasarnya investor institusional lebih melihat seberapa jauh manajemen taat kepada aturan dalam menghasilkan laba.

  Pengukuran kepemilikan intitusional mengacu pada penelitian (Irawan, 2013), kepemilikan institusional dapat diukur dengan menggunakan jumlah saham yang dimiliki pihak intstitusional dari seluruh jumlah saham perusahaan yang beredar.

3) Kepemilikan Manajerial

  Struktur kepemilikan perusahaan berdasarkan proporsi saham yang dimiliki dikelompokkan menjadi kepemilikan institusional (institutional ownership). Kepemilikan manajerial adalah proporsi pemegang saham dari pihak manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan perusahaan. Kepemilikan institusional adalah proporsi pemegang saham yang dimiliki oleh pemilik institusional seperti perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi dan kepemilikan lain kecuali anak perusahaan dan institusi lain yang memiliki hubungan istimewa seperti perusahaan afiliasi dan perusahaan asosiasi (Pujiati dan Widanar, 2009)

  Manajer dalam menjalankan operasi perusahaan seringkali bertindak bukan untuk memaksimalkan kemakmuran pemegang saham, akan tetapi justru tergoda untuk meningkatkan kesejahteraan dirinya sendiri. Kondisi ini akan mengakibatkan munculnya perbedaan kepentingan antara pemegang saham dengan manajerial (Aprianingsih, 2016).

  Perhitungan kepemilikan manajerial adalah dengan menggunakan persentase kepemilikan manajer, komisaris, dan direktur terhadap total saham yang beredar (Pujiati, 2015),. Kepemilikan manajerial dihitung dengan rumus :

4) Ukuran Dewan Komisaris

  Dewan komisaris adalah organ perseroan ayng bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada direksi (Agoes dan Ardana, 2014).

  Dewan komisaris adalah bagian dari organ perusahaan yang bertugas dan bertanggungjawab secara kolektif untuk melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada direksi serta memsatikan bahwa perusahaan melaksanakan Corporate Governance yang baik. Namun demikian, dewan komisaris tidak boleh turut serta dalam mengambil keputusan operasional (KNKG, 2006)

  Dewan komisaris melakukan pengawasan terhadap pengelolaan perseroan melalui supervise, pemberian panduan dan nasihat kepada direksi. Setiap anggota dewan komisaris bertindak mandiri dalam memenuhi tugas dan tanggung jawabnya kepada perseroan.Tidak satupun komisaris mempunyai hubungan keluarga, keuangan, manajemen dan/atau kepemilikan saham dengan anggota dewan komisaris lainnya ataupun dengan anggota direksi. Dewan komisaris bertanggung jawab kepada pemegang saham.

  Tugas utama dewan komisaris adalah komisaris wajib melakukan pengawasan terhadap kebijakan direksi dalam menjalankan perseroan serta memberi nasihat keapada direksi. Fungsi pengawasan dapat dilakukan oleh masing-masing anggota komisaris namun keputusan pemberian nasihat dilakukan atas nama komisaris secara kolektif . Fungsi pengawasan adalah proses yang berkelanjutan, oleh karena itu komisaris wajib berkomitmen tinggi untuk menyediakan waktu dan melaksanakan seluruh tugas komisaris secara ber tanggungjawab. Pelaksanaan tugas tersebut diantaranya adalah : (Alfahrisy, 2012) a) Pelaksanaan rapat secara berkala satu bulan sekali

  b) Pemberian nasihat, tanggapan dan/atau persetujuan secara tepat waktu dan berdasarkan pertimbangan yang memadai komite-komite yang dimiliki c) Pemberdayaan

  Komisaris. Contohnya Komite Audit, Komite Nominasi dll. terlaksananya implementasi good

  d) Mendorong corporate governance.

5) Komite Audit

  Dalam rangka penerapan tata kelola perusahaan yang baik Bapepam melalui Surat Edaran Bapepam No.SE-03/PM/2000 merekomendasikan imbauan perusahaan publik untuk membentuk komite audit.

  Dalam surat edaran tersebut dijelaskan bahwa komite audit bertugas untuk membantu dewan komisaris dengan memberikan pendapat profesional yang independen untuk meningkatkan kualitas kerja serta mengurangi penyimpangan pengelolaan perusahaan. Pada umumnya dewan komisaris membentuk komite-komite di bawahnya sesuai dengan kebutuhan perusahaan dan peraturan perundangan yang berlaku untuk membantu dewan komisaris dalam melaksanakan tanggung jawab dan wewenangnya secara efektif (Prasetyanti, 2011).

  Komite audit adalah sekelompok orang yang dipilih oleh kelompok yang lebih besar untuk mengerjakan pekerjaan tertentu atau untuk melakukan tugas-tugas khusus atau sejumlah anggota dewan komisaris perusahaan klien yang bertanggungjawab untuk membantu auditor dalam mempertahankan independensinya dari manajemen (KNKG, 2006).

  Komite audit memegang peranan yang cukup penting dalam mewujudkan good corporate governance (GCG) karena merupakan “mata” dan “telinga” dewan komisaris dalam rangka mengawasi jalannya perusahaan.

  Bursa Efek Indonesia (BEI) mensyaratkan bahwa emiten harus memiliki komite audit paling sedikit tiga orang.

  Jumlah komite audit yang sedikit akan memberikan peluang kepada manajemen dalam melakukan minimalisasi laba untuk kepentingan pajak (Pohan, 2008). Komite audit merupakan salah satu unsur kelembagaan dalam konsep Corporate Governance yang diharapkan mampu memberikan kontribusi tinggi dalam level penerapannya. Keberandaanya diharapkan mampu meningkatkan kualitas pengawasan internal perusahaan, serta mampu mengoptimalkan mekanisme checks and balances, yang pada akhirnya ditunjukan untuk memberikan perlindungan yang optimum kepda para pemegang saham dan stakeholder lainnya.

  Tanggungjawab Komite Audit di Corporate

  

Governance adalah memberikan kepastian bahwa

  perusahaan tunduk secara layak pada undang-undang dan peraturan yang berlaku, melaksanakan urusannya dengan pantas dan mempertahankan kontrol yang efektif terhadap benturan kepentingan dan manipulasi terhadap pegawainya. Dalam hal Corporate Governance peran dan tanggungjawab Komite Audit harus termasuk juga : (Armayani, 2016) Mengawasi proses Corporate Governance.

  a) Memastikan bahwa manajemen senior membudayakan Corporate Governance.

  b) Memonitor bahwa perusahaan tunduk pada Code of Conduct.

  c) Mengerti semua pokok persoalan yang mungkin dapat mempengaruhi kinerja finansial atau non finansial perusahaan.

  d) Memonitor bahwa perusahaan tunduk pada tiap undang-undang dan peraturan yang berlaku.

  e) Mengharuskan auditor internal melaporkan secara tertulis hasil pemeriksaan Corporate

  Governance dan temuan lainnya.

  Perusahaan yang memiliki komite audit akan lebih bertanggung jawab dan terbuka dalam menyajikan laporan keuangan karena komite audit akan memonitor segala kegiatan yang berlangsung dalam perusahaan. Sehingga dapat diketahui bahwa telah menjalankan tugas dan wewenangnya dalam melakukan pengawasan terhadap perusahaan sesuai dengan prinsip corporate governance (Diantari dan Agung, 2016).

  Dalam penelitian ini komite audit dihitung dengan menggunakan rasio berikut (Shabibah, 2017):

6) Kualitas Audit

  Kualitas audit dapat diartikan sebagai bagus tidaknya suatu pemeriksaan yang telah dilakukan oleh auditor. Berdasarkan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) audit yang dilaksanakan auditor dikatakan berkualitas, jika memenuhi ketentuan atau standar pengauditan. Standar pengauditan mencakup mutu professional, auditor independen, pertimbangan (judgement) yang digunakan dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporan audit.

  Kualitas audit adalah segala kemungkinan yang dapat terjadi saat auditor mengaudit laporan keuangan klien dan menemukan pelanggaran atau kesalahan yang terjadi, dan melaporkannya dalam laporan keuangan auditan. Kualitas audit sangat menentukan kredibilitas laporan keuangan (Dewi dan Jati, 2014).

  Kualitas audit diukur melalui proksi ukuran KAPBig Four dan KAPnon-Big Four. Kualitas audit diukur dengan skala nominal melalui variabel dummy (Annisa dan Kurniasih 2012).

7) Dewan Direksi

  Direksi sebagai organ perusahaan yang bertanggung jawab penuh atas pengelolaan perusahaan dengan senantiasa memperhatikan kepentingan dan tujuan Perseroan dan unit usaha serta mempertimbangkan kepentingan para pemegang saham dan seluruh stakeholders. Direksi mewakili perusahaan baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar, tunduk pada semua peraturan yang berlaku terhadap Perusahaan Terbuka dan tetap berpegang pada penerapan prinsip Good Corporate Governance.

  Kepengurusan perseroan terbatas di Indonesia menganut sistem dua badan (two board system) yaitu wewenang dan tanggung jawab yang jelas sesuai dengan fungsinya masing-masing sebagaimana diamanahkan dalam anggaran dasar dan peraturan perundang- undangan (fiduciary responsibility). Keduanya memiliki tanggung jawab untuk memelihara kesinambungan usaha perusahaan dalam jangka panjang. Oleh karena itu, Dewan Komisaris dan Direksi harus memiliki kesamaan persepsi terhadap visi, misi, dan nilainilai perusahaan (Erlina, 2017)

  Menurut Pasal 1 dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yang dimaksud dengan direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan, serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan, sesuai ketentuan anggaran dasar. Berdasarkan Peraturan OJK No.

  33/POJK.04/2014 direksi emiten atau perusahaan publik paling kurang terdiri dari dua orang anggota direksi.

  Dimana satu diantara anggota direksi diangkat menjadi direktur utama atau presiden direktur.

  Sebagaimana telah dijelaskan diatas bahwa direksi merupakan organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan AD perseroan (Pasal 1 angka (5) UU PT). Karena itu, Direksi memiliki tugas: a) Direksi wajib dengan iktikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas pengurusan perseroan dengan tetap memperhatikan keseimbangan kepentingan seluruh pihak yang berkepentingan dengan aktivitas perseroan; Mewakili perseroan, baik di luar pengadilan (perjanjian, kesepakatan, dll.) maupun di dalam pengadilan. Tidak ada pihak lain yang dapat bertindak atas nama perseroan kecuali diberikan kuasa oleh direksi yang berwenang; b) Direksi wajib tunduk pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, AD dan keputusan RUPS dan memastikan seluruh aktivitas perseroan telah sesuai dengan ketentuan peraturan- peraturan perundang-undangan yang berlaku, AD, keputusan RUPS serta peraturan-peraturan yang

c) Direksi dalam memimpin dan mengurus perseroan semata-mata hanya untuk kepentingan dan tujuan perseroan dan senantiasa berusaha meningkatkan efisiensi dan efektivitas perseroan; d) Direksi senantiasa memelihara dan mengurus kekayaan perseroan secara amanah dan transparan, jika diperlukan direksi membutuhkan persetujuan komisaris atau RUPS dalam setiap pengambilan keputusannya. Untuk itu, direksi mengembangkan sistem pengendalian internal dan sistem manajemen resiko secara terstruktural dan komprehensif;

  e) Direksi akan menghindari kondisi dimana tugas dan kepentingan perseroan berbenturan dengan kepentingan pribadi.

  Pedoman umum good corporate governance Indonesia menurut KNKG (2006) dewan direksi dianggap akan menekan laju penghindaran pajak yang disebabkan semakin baiknya pengawasan yang dilakukan oleh dewan direksi maka kemungkinan terjadinya penyelewengan yang dilakukan pihak manajemen pun akan semakin kecil, karena dewan direksi mempunyai wewenang untuk memberikan kebijakan-kebijakan yang harus dijalankan oleh pihak manajemen sebagai pengelola perusahaan, dan biasanya manajemen akan melakukan tindakan-tindakan yang bisa menjadi sebuah kecurangan baik itu demi kepentingan perusahaan ataupun semata-mata hanya untuk kepentingan pribadi seperti motivasi atas bonus dan reward yang diperoleh dari hasil kinerja yang dianggap baik

  Ukuran dewan direksi diukur dengan menggunakan indikator jumlah anggota dewan direksi dalam suatu perusahaan. Untuk memperkecil nilainya, akan digunakan rumus logaritma natural pada Microsoft Excel (Shabibah, 2017). Dewan direksi dapat dihitung dengan cara berikut :

4. Corporate Social Responsibility Disclosure

  Perusahaan tidak hanya mempunyai kewajiban-kewajiban ekonomis dan legal (artinya kepada pemegang saham atau shareholder) tapi juga kewajiban-kewajiban terhadap pihak-pihak lain yang berkepentingan (stakeholders) yang jangkauannya melebihi kewajiban- kewajiban. Pemikiran yang mendasari CSR (corporate social

  responsibility) yang sering dianggap inti dari Etika Bisnis adalah

  bahwa perusahaan tidak hanya mempunyai kewajiban-kewajiban ekonomis dan legal (artinya kepada pemegang saham atau yang berkepentingan (stakeholders) yang jangkauannya melebihi kewajiban-kewajiban di atas.

  Corporate Governance merupakan sistem yang mengatur dan

  mengendalikan perusahaan guna menciptakan nilai tambah (value

  

added) untuk semua stakeholder. Terdapat lima prinsip corporate

governance yang dijadikan pedoman bagi para pelaku bisnis. Prisnsip

Responsibility berkaitan erat dengan corporate social responsibility.

  Perusahaan tersebut tidak hanya mementingakan kelangsungan perusahaan pada kepentingan pemegang saham (shareholders) tetapi dengan penerapan prinsip GCG yaitu responsibility, perusahaan juga harus memperhatikan kepentingan stakeholders.

  Corporate Social Responsibility adalah suatu satu bentuk

  tindakan yang berangkat dari pertimbangan etis perusahaan yang diarahkan untuk meningkatkan ekonomi, yang disertai dengan peningkatan kualitas hidup bagi karyawan berikut keluarganya, serta sekaligus peningkatan kualitas hidup masyarakat sekitar dan masyarakat secara lebih luas (Nor Hadi, 2011). Secara sederhana

  

Corporate Social Responsibility merupakan suatu konsep serta

  tindakan yang dilakukan oleh suatu perusahaan sebagai rasa tanggung jawab terhadap sosial serta lingkungan sekitar dimana perusahaan itu berdiri. Perusahaan melakukan pengungkapan CSR untuk mendapatkan legitimasi positif dari masyarakat guna mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan. Perusahaan dituntut untuk mampu melakukan aktivitasnya sesuai dengan nilai dan batasan norma yang berlaku di masyarakat (Pradipta dan Supriyadi, 2015). Perusahaan dengan reputasi yang baik akan mempertahankan reputasinya dengan melakukan tanggung jawab atas aktivitasnya dan tidak melakukan praktik tax avoidance (Ratmono dan Sagala, 2015).

  Di Indonesia Corporate Social Responsibility Disclosure / Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial diatur dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas No. 40 Tahun 2007 pada pasal 66 ayat (2) yang menyebutkan bahwa semua perseroan wajib untuk melaporkan pelaksanaan tanggung jawab tersebut didalam Laporan Tahunan. Oleh karena itu perusahaan dituntut untuk menerapkan CSR pada laporan tahunan perusahaan. Dengan mengungkapkan CSR perusahaan memang tidak akan mendapatkan profit dan keuntungan secara langsung, yang diharapkan dari kegiatan ini adalah benefit berupa citra perusahaan.

  Pengukuran CSRD dihitung dengan Komponen Corporate

  

Social Responsibility menurut Edy Rismanda Sembiring (2005)

  sebagai berikut : Tabel II.2

  Indikator Corporate Social Responsibility Disclosure Indikator Keterangan

  Lingkungan

  1. Pengendalian polusi kegiatan operasi, pengeluaran riset dan pengembangan untuk mengurangi polusi.

  2. Operasi perusahaan tidak mengakibatkan polusi atau memenuhi ketentuan hukum dan peraturan polusi.

  3. Pernyataan yang menunjukkan bahwa polusi operasi telah atau akan dikurangi.

  4. Pencegahan atau perbaikan kerusakan lingkungan akibat pengelolaan sumber alam, misalnya reklamasi daratan atau reboisasi.

  5. Konservasi sumber alam, misalnya mendaur ulang kaca, besi, minyak, air dan kertas.

  6. Penggunaan material daur ulang

  7. Menerima penghargaan berkaitan dengan program lingkungan yang dibuat perusahaan.

  8. Merancang fasilitas yang harmonis dengan lingkungan.

  9. Kontribusi dalam seni yang bertujuan untuk memperindah lingkungan.

  10. Kontribusi dalam pemugaran bangunan sejarah.

  11. Pengelolaan limbah.

  12. Mempelajari dampak lingkungan untuk memonitor dampak lingkungan perusahaan.

  13. Perlindungan lingkungan hidup. Energi

  1. Menggunakan energi secara lebih efisien dalam kegiatan operasi.

  5. Menerima penghargaan berkaitan dengan keselamatan kerja.

  4. Program untuk kemajuan tenaga kerja wanita/orang cacat.

  3. Mengungkapkan tujuan penggunaan tenaga kerja wanita / orang cacat dalam pekerjaan.

  2. Mengungkapkan persentase/jumlah tenaga kerja wanita / orang cacat dalam tingkat managerial.

  1. Perekrutan atau memanfaatkan tenaga kerja wanita / orang cacat.

  8. Mengungkapkan pelayanan kesehatan tenaga kerja. Lain-lain Tentang Tenaga Kerja

  7. Melaksanakan riset untuk meningkatkan keselamatan kerja.

  6. Menetapkan suatu komite keselamatan kerja.

  4. Mentaati peraturan standar kesehatan dengan keselamatan kerja.

  2. Memanfaatkan barang bekas untuk memproduksi energi.

  3. Mengungkapkan statistik kecelakaan kerja.

  2. Mempromosikan keselamatan tenaga kerja dan kesehatan fisik atau mental.

  1. Mengurangi polusi, iritasi, atau resiko dalam lingkungan kerja.

  7. Mengungkapkan kebijakan energi perusahaan. Kesehatan dan Keselamatan Kerja

  6. Riset yang mengarah pada peningkatan efisiensi energi dari produk.

  5. Peningkatan efisiensi energi dan produk.

  4. Membahas upaya perusahaan dalam mengurangi konsumsi energi.

  3. Penghematan energi sebagai hasil produk daur ulang.

  5. Pelatihan tenaga kerja melalui program tertentu di tempat kerja. tenaga kerja dalam bidang pendidikan.

  7. Mendirikan suatu pusat pelatihan tenaga kerja.

  8. Mengungkapkan bantuan atau bimbingan untuk tenaga kerja yang dalam proses mengundurkan diri atau yang telah membuat kesalahan.

  9. Mengungkapkan perencanaan kepemilikan rumah karyawan.

  10. Mengungkapkan fasilitas untuk aktivitas rekreasi.

  11. Pengungkapan persentase gaji untuk pensiun.

  12. Mengungkapkan kebijakan penggajian dalam perusahaan.

  13. Mengungkapkan jumlah tenaga kerja dalam perusahaan.

  14. Mengungkapkan tingkatan manajerial yang ada.

  15. Mengungkapkan disposisi staff dimana staff ditempatkan.

  16. Mengungkapkan jumlah staff, masa kerja dan kelompok usia mereka.

  17. Mengungkapkan statistik tenaga kerja, misalnya penjualan per tenaga kerja.

  18. Mengungkapkan kualifikasi tenaga kerja yang direkrut.

  19. Mengungkapkan rencana kepemilikan saham oleh tenaga kerja.

  20. Mengungkapkan rencana pembagian keuntungan lain.

  21. Mengungkapkan informasi hubungan manajemen dengan tenaga kerja dalam meningkatkan keputusan dan motivasi kerja.

  22. Mengungkapkan informasi stabilitas pekerjaan tenaga kerja dan masa depan perusahaan.

  23. Membuat laporan tenaga kerja yang terpisah.

  24. Melaporkan hubungan perusahaan dengan serikat buruh.

  25. Melaporkan gangguan dan aksitenaga kerja.

  27. Peningkatan kondisi kerja secara umum.

  8. Pengungkapan informasi atas keselamatan produk perusahaan.

  5. Sebagai sponsor untuk konferensi pendidikan, seminar atau pameran seni.

  4. Membantu riset media.

  3. Sebagai sponsor untuk proyek kesehatan masyarakat.

  2. Tenaga kerja paruh waktu (part-time employment) dari mahasiswa/pelajar.

  1. Sumbangan tunai, produk, pelayanan untuk mendukung aktivitas masyarakat, pendidikan, dan seni.

  10. Informasi yang dapat diverifikasi bahwa mutu produk telah meningkat (misalnya, ISO 9000). Keterlibatan Masyarakat

  9. Pengungkapan informasi mutu produk yang dicerminkan dalam penerimaan penghargaan

  7. Pengungkapan peningkatan kebersihan/kesehatan dalam pengolahan dan penyiapan produk.

  28. Informasi reorganisasi perusahaan yang mempengaruhi tenaga kerja.

  6. Melaksanakan riset atas tingkat keselamatan produk perusahaan.

  5. Membuat produk lebih aman untuk konsumen.

  4. Pengungkapan bahwa produk memenuhi standar keselamatan.

  3. Pengungkapan informasi proyek riset perusahaan untuk memperbaiki produk.

  2. Gambaran pengeluaran riset dan pengembangan produk.

  1. Pengungkapan informasi pengembangan produk perusahaan, termasuk pengemasan.

  29. Informasi dan statistik perputaran tenaga kerja. Produk

  6. Membiayai program beasiswa. masyarakat.

  8. Mensponsori kampanye nasional.

  9. Mendukung pengembangan industri lokal. Umum

  1. Pengungkapan tujuan. Kebijakan perusahaan secara umum berkaitan dengan tanggung jawab sosial perusahaan kepada masyarakat.

  2. Informasi hubungan dengan tanggung jawab sosial perusahaan selain yang disebut di atas.

  (Sumber : Sembiring, 2005)

  Perhitungan indeks yaitu dengan cara membagi jumlah item yang diungkapkan dengan jumlah item keseluruhan (Bhernadha, Topowijono dan Azizah , 2017). Rumus perhitungan Corporate Social

  Responsibility Disclosure sebagai berikut:

  Keterangan : CRSIj = Corporate Social Responsibility Disclosure

  Index perusahaan j Xij = Jumlah item yang diungkapkan nj = Jumlah item untuk perusahaan, nj =78

B. Penelitian Terdahulu

  signifikan berpengaruh positif terhadap tax

  3 Saputra, Pengaruh Komisaris Proporsi Dewan

  Tax Avoidance

  Kepemilikan Institusional tidak berpengaruh signifikan terhadap

  Tax Avoidance.

  Proporsi Komisaris Independen, Kualitas Audit, Komite Audit secara signifikan berpengaruh negatif terhadap

  Kepemilikan Institusional, Proporsi Komisaris Independen, Kualitas Audit, Dan Komite Audit.

  Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur

  Avoidance:

  Terhadap Tax

  Corporate Governance

  Pengaruh

  2 Sandy dan Niki (2016);

  avoidance

  Tabel II.3 “Penelitian Terdahulu”

  No Nama Peneliti

  Kualitas Audit dan Kepemilikan Institusional secara signifikan berpengaruh negative terhadap

  Proporsi Komisaris Independen dan Kepemilikan Manajerial tidak berpengaruh terhadap Tax Avoidance.

  Corporate Social Responsibility Disclosure

Dokumen yang terkait

PENGARUH PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP NILAI PERUSAHAAN (Studi Empiris Pada Perusahaan Tambang yang Terdaftar di BEI)

0 4 25

PENGARUH CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DAN CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP AGRESIVITAS PAJAK

0 2 12

PENGARUH ENVIRONMENTAL PERFORMANCE TERHADAP CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DISCLOSURE DAN ECONOMIC PERFORMANCE

2 1 65

ANALISIS PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP TAX AVOIDANCE - Perbanas Institutional Repository

0 1 22

ANALISIS PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP TAX AVOIDANCE - Perbanas Institutional Repository

0 0 16

PENGARUH CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR), DAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KINERJA KEUANGAN (Studi Empiris pada Perusahaan Pertambangan yang Terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia Tahun 2010-2014) - Perbanas Institutional Repository

0 0 10

PENGARUH CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR), DAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KINERJA KEUANGAN (Studi Empiris pada Perusahaan Pertambangan yang Terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia Tahun 2010-2014) - Perbanas Institutional Repository

0 0 16

PENGARUH CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR), DAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KINERJA KEUANGAN (Studi Empiris pada Perusahaan Pertambangan yang Terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia Tahun 2010-2014) - Perbanas Institutional Repository

0 0 28

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - PENGARUH GOOD CORPORATE GOVERNANCE DAN PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY TERHADAP NILAI PERUSAHAAN - Perbanas Institutional Repository

0 0 34

PENGARUH CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DAN CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP AGRESIVITAS PAJAK - UNS Institutional Repository

0 0 18