Makalah Pemecahan Masalah final atmini

KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan

segenap

kekuatan

dan

kesanggupan,

sehingga

penulis

dapat

menyelesaikan tugas ini.
Dalam tugas ini, penyusun menyampaikan rasa terima kasih kepada Ibu Dr.
Armiati, M.Pd selaku dosen pembimbing mata kuliah Evaluasi Pembelajaran

Matematika yang telah memperkenankan kami menyelesaikan tugas ini tepat waktu.
Tak ada karya manusia yang benar-benar sempurna, demikian pula dengan tugas
ini. Saran dan kritik yang membangun begitu kami harapkan untuk menjadikan tugas
ini tidak hanya sekedar ide yang berujung pada sebuah gagasan tertulis, namun
menjadi sebuah kreativitas dan ungkapan nyata yang bermanfaat.

Padang, 25 November 2016

Penyusun

i

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR------------------------------------------------------------------------------------------------------ 1
DAFTAR ISI----------------------------------------------------------------------------------------------------------------- 2
BAI.

3

PENDAHULUAN---------------------------------------------------------------------------------------------------------- 3


BAI.

A.

Latar Belakang----------------------------------------------------------------------------------------------------- 3

B.

Rumusan Masalah------------------------------------------------------------------------------------------------- 4

C.

Tujuan Masalah---------------------------------------------------------------------------------------------------- 5

6

PEMBAHASAN------------------------------------------------------------------------------------------------------------ 6
PEMECAHAN MASALAH---------------------------------------------------------------------------------------------- 6


BAI.

A.

Definisi Masalah Matematis------------------------------------------------------------------------------------ 6

B.

Hakikat Pemecahan Masalah----------------------------------------------------------------------------------- 7

C.

Langkah-Langkah Pemecahan Masalah Matematika-----------------------------------------------------9

D.

Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah---------------------------------------------------------------10

E.


Mengukur Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis-----------------------------------------------11

F.

Kemampuan Awal Matematika-------------------------------------------------------------------------------12

G.

Pemahaman Konsep--------------------------------------------------------------------------------------------- 12

H.

Pengembangan Instrumen Pemahaman Konsep----------------------------------------------------------15

17

PENUTUP------------------------------------------------------------------------------------------------------------------ 17
A. Kesimpulan------------------------------------------------------------------------------------------------------- 17
DAFTAR PUSTAKA----------------------------------------------------------------------------------------------------- 18


ii

BAB I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemampuan pemecahan masalah matematis adalah suatu keterampilan pada
diri peserta didik agar mampu menggunakan kegiatan matematik untuk memecahkan
masalah dalam matematika, masalah dalam ilmu lain dan masalah dalam kehidupan
sehari-hari (Soedjadi, 1994:36). Kemampuan pemecahan masalah amatlah penting
dalam matematika, bukan saja bagi mereka yang di kemudian hari akan mendalami
atau mempelajari matematika, melainkan juga bagi mereka yang akan menerapkannya
dalam bidang studi lain dan dalam kehidupan sehari-hari (Russefffendi, 2006: 341).
Salah satu tujuan mata pelajaran matematika di tingkat Sekolah Menengah Pertama
(SMP) dalam Standar Isi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah agar peserta
didik memiliki kemampuan memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami
masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang
diperoleh. Dilihat dari tujuan tersebut pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum
matematika yang cukup penting dalam proses pembelajaran matematika.
Matematika adalah pelajaran yang penting, karena matematika berkaitan erat dengan
kehidupan manusia. Niss (Hadi, 2005: 3) menyatakan salah satu alasan utama diberikannya

matematika kepada siswa-siswa di sekolah adalah untuk memberikan kepada individu
pengetahuan yang dapat membantu mereka mengatasi berbagai hal dalam kehidupan, seperti
pendidikan atau pekerjaan, kehidupan pribadi, kehidupan sosial dan kehidupan sebagai warga
negara. Namun, pentingnya pendidikan matematika tidak sejalan dengan kualitas pendidikan
terjadi di sekolah. Marpaung (2004) menyatakan kualitas pendidikan matematika Indonesia
dalam skala nasional masih kurang memuaskan. Hal ini terlihat pada rendahnya kualitas
kemampuan matematis siswa yang tercermin dari hasil survey Internasional The Trend
Internasional Mathematics and Science Study (TIMSS) dan Programme for International
Student Assesment (PISA) pada tahun 2011, Indonesia hanya menduduki urutan ke-38 dengan
skor 386 dari 42 negara (Driana, 2012). Mencermati hasil tersebut, sudah sepatutnya para
pendidik memiliki kemampuan untuk memilih metode yang tepat dalam pembelajaran
matematika, sehingga siswa dapat berperan lebih aktif selama proses pembelajaran serta
dapat memahami konsep yang sedang dipelajari.

Kemampuan pemahaman ini merupakan hal yang sangat fundamental. Dengan
memahami konsep siswa dapat mencapai pengetahuan prosedural matematis. Menurut
Purwanto (1994: 44), pemahaman adalah tingkat kemampuan yang mengharapkan siswa
mampu memahami arti atau konsep, situasi serta fakta yang diketahuinya. Kemampuan
memahami konsep juga dapat diartikan sebagai kemampuan menangkap pengertianpengertian seperti mampu mengungkapkan suatu materi yang disajikan dalam bentuk lain
yang dapat dipahami, mampu memberikan interpretasi, dan mampu mengklasifikasikannya.

Memahami konsep matematika menjadi syarat untuk dapat menguasai matematika.
Pada setiap pembelajaran, selalu diawali dengan pengenalan konsep agar siswa memiliki
bekal dasar yang baik untuk mencapai kemampuan dasar yang lain seperti penalaran,
komunikasi, koneksi, dan pemecahan masalah. Jika pemahaman konsepnya baik, siswa tidak
sekedar mengetahui atau mengingat sejumlah konsep yang dipelajari, tetapi mampu
mengungkapkan kembali dalam bentuk lain yang mudah dimengerti. Siswa juga dapat
memberikan interpretasi data dan mampu mengaplikasikan konsep yang sesuai dengan
struktur kognitif yang dimilikinya.
Dewasa ini banyak persoalan yang dihadapi oleh guru matematika maupun oleh siswa
dalam proses pembelajaran matematika. Masalah yang dimaksud antara lain siswa tidak
memahami konsep matematika karena materi pelajaran yang dirasakan siswa terlalu abstrak
dan kurang menarik. Hal ini sangat wajar terjadi karena metode penyampaian materi hanya
terpusat pada guru sementara siswa cenderung pasif, di sisi lain siswa juga tidak diberi
kesempatan berkreasi untuk menemukan sendiri kemampuan pemahaman konsep
matematisnya. Siswa menjadi takut untuk mengemukakan idenya dan merasa enggan untuk
mengajukan pertanyaan, meskipun guru sering meminta siswa untuk bertanya jika ada hal-hal
yang belum jelas atau kurang dimengerti.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka rumusan

masalah yang diangkat pada makalah ini adalah :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Apa yang dimaksud dari masalah matematis?
Apa yang dimaksud dari pemecahan masalah?
Apa saja langkah-langkah pemecahan masalah itu?
Bagaimana mengukur kemampuan pemecahan masalah matematis?
Apa yang dimaksud pemahaman konsep?
Apa saja indikator pemahaman konsep?
Bagaimana pengembangan instrumen pemahaman konsep?

C. Tujuan Masalah
Tujuan yang akan dicapai dari penyusunan makalah ini adalah :
1.

2.
3.
4.
5.
6.

Untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah dalam matematika.
Untuk mengetahui langkah-langkah apa saja dalam pemecahan masalah.
Untuk mengetahui bagaimana cara mengukur pemecahan masalah matematis
Untuk mengetahui apa yang dimaksud pemahaman konsep.
Untuk mengetahui indikator dari pemahaman konsep.
Untuk mengetahui bagaimana pengembangan instrumen pemahaman konsep
itu.

BAB II.
PEMBAHASAN
PEMECAHAN MASALAH
A.

Definisi Masalah Matematis

7.

Dalam belajar matematika pada dasarnya seseorang tidak terlepas dari

masalah karena berhasil atau tidaknya seseorang dalam matematika ditandai adanya
kemampuan dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Bell (1978: 157)
menyatakan bahwa pertanyaan merupakan masalah bagi seseorang bila ia menyadari
keberadaaan situasi itu, mengakui bahwa situasi itu memerlukan tindakan dan tidak
dengan segera dapat menemukan pemecahan atau penyelesaian situasi tersebut.
Menurut Dindyal (2005: 70), suatu situasi disebut masalah jika terdapat beberapa
kendala pada kemampuan pemecah masalah. Adanya kendala tersebut menyebabkan
seorang pemecah masalah tidak dapat mememecahkan suatu masalah secara langsung.
8.

Russeffendi (2006:326) mengemukakan bahwa sesuatu persoalan

merupakan masalah bagi seseorang, pertama bila persoalan itu tidak dikenalnya atau
dengan kata lain orang tersebut belum memiliki prosedur atau algoritma tertentu
untuk menyelesaikannya. Kedua, siswa harus mampu menyelesaikannya, baik
kesiapan mental maupun kesiapan pengetahuan untuk dapat menyelesaikan masalah

tersebut. Ketiga, sesuatu itu merupakan pemecahan masalah baginya, bila ia ada niat
menyelesaikannya. Seringkali dalam menghadapi masalah, siswa tidak dapat dengan
segera memperoleh pemecahannya. Tugas guru adalah membantu siswa untuk
memahami makna kata-kata atau istilah dalam masalah tersebut, memotivasi mereka
untuk senantiasa berusaha menyelesaikannya dan menggunakan pengalaman yang ada
dalam memecahkan masalah, sehingga siswa tidak mudah putus asa ketika
menghadapi suatu masalah.
9.

Krulik dan Rudnik (dalam Dindyal, 2005: 70) menggambarkan suatu

masalah sebagai suatu situasi yang memerlukan pemecahan dan seseorang tidak
memiliki alat atau alur yang nyata untuk memperoleh pemecahan. Sejalan dengan
pendapat tersebut Hudojo (1988: 172) menyatakan bahwa di dalam matematika suatu
soal atau pertanyaan akan merupakan masalah apabila tidak terdapat aturan atau
hukum tertentu yang segera dapat dipergunakan untuk menemukan jawaban tersebut.
10.

Dari beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa suatu

pertanyaan merupakan suatu masalah bagi siswa jika ia tidak dapat dengan segera

menjawab pertanyaan tersebut atau dengan kata lain siswa tidak dapat menjawab
pertanyaan tersebut dengan menggunakan prosedur rutin yang telah diketahuinya.
11.

Sebuah pertanyaan dapat merupakan masalah bagi seseorang akan tetapi

belum tentu menjadi masalah untuk orang lain, demikian pula sebuah pertanyaan tidak
selamanya menjadi masalah bagi seseorang, artinya sebuah pertanyaan mungkin saja menjadi
masalah pada waktu tertentu, tetapi bukan masalah pada waktu yang lain. Ini menunjukkan
bahwa masalah bersifat subyektif bergantung pada waktu dan kemampuan seseorang. Sebagai
contoh seorang siswa SMP menemukan kesulitan saat ia disuruh menghitung tinggi sebuah
segitiga, jika diketahui panjang alas dan sudut alasnya. Namun setelah ia mempelajari
perbandingan fungsi trigonometri, ia dapat secara langsung menghitungnya sehingga
pertanyaan tersebut bukan lagi menjadi masalah baginya.

B. Hakikat Pemecahan Masalah
12.

Terdapat banyak interpretasi tentang pemecahan masalah dalam

matematika. Pendapat Polya (1985) banyak dirujuk pemerhati matematika. Polya
mengartikan pemecahan masalah sebagai suatu usaha mencari jalan keluar dari suatu
kesulitan guna mencapai suatu tujuan yang tidak begitu segera dapat dicapai. Sujono
(1988) melukiskan masalah matematika sebagai tantangan bila pemecahannya
memerlukan kreativitas, pengertian dan pemikiran yang asli atau imajinasi.
Berdasarkan penjelasan tersebut, sesuatu yang merupakan masalah bagi seseorang,
mungkin tidak merupakan masalah bagi orang lain atau merupakan hal yang rutin
saja.
13.

Ruseffendi (1991b) mengemukakan bahwa suatu soal merupakan soal

pemecahan masalah bagi seseorang bila ia memiliki pengetahuan dan kemampuan
untuk menyelesaikannya, tetapi pada saat ia memperoleh soal itu ia belum tahu cara
menyelesaikannya. Dalam kesempatan lain, Ruseffendi (1991a) juga mengemukakan
bahwa suatu persoalan itu merupakan masalah bagi seseorang jika: pertama, persoalan
itu tidak dikenalnya. Kedua, siswa harus mampu menyelesaikannya, baik kesiapan
mentalnya maupun pengetahuan siapnya; terlepas daripada apakah akhirnya ia sampai
atau tidak kepada jawabannya. Ketiga, sesuatu itu merupakan pemecahan masalah
baginya, bila ia ada niat untuk menyelesaikannya.
14.
Lebih spesifik, Sumarmo (1994) mengartikan pemecahan masalah
sebagai kegiatan menyelesaikan soal cerita, menyelesaikan soal yang tidak rutin,
mengaplikasikan matematika dalam kehidupan sehari-hari atau keadaan lain, dan
membuktikan atau menciptakan atau menguji konjektur. Berdasarkan pengertian yang

dikemukakan Sumarmo tersebut, dalam pemecahan masalah matematika tampak
adanya kegiatan pengembangan daya matematika (mathematical power) terhadap
mahasiswa.
15.

Pemecahan masalah merupakan salah satu tipe keterampilan

intelektual yang menurut Gagné, dkk (1992) lebih tinggi derajatnya dan lebih
kompleks dari tipe keterampilan intelektual lainnya. Gagné, dkk (1992) berpendapat
bahwa dalam menyelesaikan pemecahan masalah diperlukan aturan kompleks atau
aturan tingkat tinggi dan aturan tingkat tinggi dapat dicapai setelah menguasai aturan
dan konsep terdefinisi. Demikian pula aturan dan konsep terdefinisi dapat dikuasai
jika ditunjang oleh pemahaman konsep konkrit. Setelah itu untuk memahami konsep
konkrit diperlukan keterampilan dalam memperbedakan.
16.
Mengacu pada pendapat-pendapat di atas, pemecahan masalah dapat
dilihat dari berbagai pengertian. Upaya mencari jalan keluar yang dilakukan dalam
mencapai tujuan pemecahan masalah. Juga memerlukan kesiapan, kreativitas,
pengetahuan dan kemampuan serta aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari. Di
samping itu pemecahan masalah merupakan persoalan-persoalan yang belum dikenal;
serta mengandung pengertian sebagai proses berpikir tinggi dan penting dalam
pembelajaran matematika.
17.
Pemecahan masalah merupakan kemampuan dasar yang harus dikuasai
oleh mahasiswa. Bahkan tercermin dalam konsep kurikulum berbasis kompetensi.
Tuntutan akan kemampuan pemecahan masalah dipertegas secara eksplisit dalam
kurikulum tersebut yaitu, sebagai kompetensi dasar yang harus dikembangkan dan
diintegrasikan pada sejumlah materi yang sesuai.
18.
Pentingnya kemampuan penyelesaian masalah oleh mahasiswa dalam
matematika ditegaskan juga oleh Branca (1980) berikut ini.
1.

Kemampuan menyelesaikan masalah merupakan tujuan umum pengajaran
matematika.

2.

Penyelesaian masalah yang meliputi metode, prosedur dan strategi merupakan
proses inti dan utama dalam kurikulum matematika .

3.

Penyelesaian masalah merupakan kemampuan dasar dalam belajar
matematika.
19.

Pandangan bahwa kemampuan menyelesaikan masalah merupakan

tujuan umum pengajaran matematika, mengandung pengertian bahwa matematika
dapat membantu dalam memecahkan persoalan baik dalam pelajaran lain maupun

dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karenanya, kemampuan pemecahan masalah ini
menjadi tujuan umum pembelajaran matematika.
20.
Walaupun kemampuan pemecahan masalah merupakan kemampuan
yang tidak mudah dicapai, akan tetapi oleh karena kepentingan dan kegunaannya
maka kemampuan pemecahan masalah ini hendaknya diajarkan kepada mahasiswa
pada semua tingkatan. Berkaitan dengan hal ini, Ruseffendi (1991b) mengemukakan
beberapa alasan soal-soal tipe pemecahan masalah diberikan kepada mahasiswa
adalah sebagai berikut:
dapat menimbulkan keingintahuan dan adanya motivasi, menumbuhkan sifat

1.

kreatif;
2.

di samping memiliki pengetahuan dan keterampilan (berhitung dan lain-lain),
disyaratkan adanya kemampuan untuk terampil membaca dan membuat
pernyataan yang benar;

3.

dapat menimbulkan jawaban yang asli, baru, khas, dan beraneka ragam, serta
dapat menambah pengetahuan baru;

4.

dapat meningkatkan aplikasi dari ilmu pengetahuan yang sudah diperolehnya;

5.

mengajak peserta didik memiliki prosedur pemecahan masalah, mampu
membuat analisis dan sintesis, dan dituntut untuk membuat evaluasi terhadap
hasil pemecahannya;

6.

merupakan kegiatan yang penting bagi peserta didik yang melibatkan bukan
saja satu bidang studi tetapi mungkin bidang atau pelajaran lain.

C. Langkah-Langkah Pemecahan Masalah Matematika
21.

Cara memecahkan masalah dikemukakan oleh beberapa ahli, di

antaranya Dewey dan Polya. Dewey (dalam Rothstein dan Pamela, 1990) memberikan
lima langkah utama dalam memecahkan masalah (1) mengenali/ menyajikan masalah:
tidak diperlukan strategi pemecahan masalah jika bukan merupakan masalah; (2)
mendefinisikan masalah: strategi pemecahan masalah menekankan pentingnya
definisi masalah guna menentukan banyaknya kemungkinan penyelesaian; (3)
mengembangkan beberapa hipotesis: hipotesis adalah alternatif penyelesaian dari
pemecahan masalah; (4) menguji beberapa hipotesis: mengevaluasi kelemahan dan
kelebihan hipotesis; (5) memilih hipotesis yang terbaik.
22.
Sebagaimana Dewey, Polya (1985) pun menguraikan proses yang
dapat dilakukan pada setiap langkah pemecahan masalah. Proses tersebut terangkum
dalam

empat

langkah

berikut:

(1) memahami masalah (understanding the

problem), (2) merencanakan penyelesaian (devising a plan), (3) melaksanakan
rencana (carrying out the plan), (4) memeriksa proses dan hasil (looking back).
23.
Pada langkah merencanakan penyelesaian, diajukan pertanyaan di
antaranya seperti: Pernah adakah soal seperti ini yang serupa sebelumnya
diselesaikan? Dapatkah pengalaman yang lama digunakan dalam masalah yang
sekarang?
24.

Pada langkah melaksanakan rencana diajukan pertanyaan. “Periksalah

bahwa tiap langkah sudah benar. Bagaimana membuktikan bahwa langkah yang
dipilih sudah benar?” Dalam langkah memeriksa hasil dan proses, diajukan
pertanyaan. “Dapatkah diperiksa sanggahannya? Dapatkah jawaban itu dicari dengan
cara lain?”
25.

Langkah-langkah penuntun yang dikemukakan Polya tersebut, dikenal

dengan strategi heuristik. Strategi yang dikemukakan Polya ini banyak dijadikan
acuan oleh banyak orang dalam penyelesaian masalah matematika. Berangkat dari
pemikiran yang dikemukakan oleh ahli tersebut, maka untuk menyelesaikan masalah
diperlukan kemampuan pemahaman konsep sebagai prasyarat dan kemampuan
melakukan hubungan antar konsep, dan kesiapan secara mental. Pada sisi lain,
berdasarkan pengamatan Soleh (1998), salah satu sebab peserta didik tidak berhasil
dalam belajar matematika selama ini adalah peserta didik belum sampai pada
pemahaman relasi (relation understanding), yang dapat menjelaskan hubungan antar
konsep. Hal itu memberikan gambaran kepada kita adanya tantangan yang tidak kecil
dalam mengajarkan pemecahan masalah matematika.

D. Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah
26.

Beberapa indikator kemampuan pemecahan masalah matematika

menurut NCTM (1989: 209) adalah sebagai berikut:
1.

Mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui, yang ditanyakan, dan kecukupan
unsur yang diperlukan;

2.

Merumuskan masalah matematik atau menyusun model matematik;

3.

Menerapkan strategi untuk menyelesaikan berbagai masalah (sejenis dan
masalah baru) dalam atau di luar matematika;

4.

Menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai permasalahan asal;

5.

Menggunakan matematika secara bermakna.
27.

Menurut Sumarmo (dalam Isrok’atun, 2006) menyatakan bahwa

indikator kemampuan pemecahan masalah adalah sebagai berikut :

1.

Mengidentifikasikan kecukupan data untuk pemecahan masalah;

2.

Membuat model matematik dari suatu situasi atau masalah sehari-hari dan
menyelesaikannya;

3.

Memilih dan menerapkan strategi untuk menyelesaikan masalah matematika
atau di luar matematika;

4.

Menjelaskan atau menginterpretasi hasil sesuai permasalahan asal serta
memeriksa kebenaran hasill atau jawaban;

5.

Menerapkan matematika secara bermakna.

E. Mengukur Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
28.

Tes kemampuan pemecahan masalah matematis menuntut siswa untuk

memahami masalah, menyusun rencana penyelesaian, melaksanakan penyelesaian
dan mengecek kembali yang meliputi pembuktian jawaban itu benar dan
menyimpulkan hasil jawaban. Penilaian untuk setiap butir soal tes pemecahan
masalah mengacu pada indikator. Penilaian untuk setiap butir soal tes kemampuan
pemecahan masalah matematis mengacu pada penilaian atau penskoran holistik yaitu
sebagai berikut ini.
29. Tabel. Rubrik Penskoran Kemampuan Pemecahan Masalah
30. N
o

31. Mengidentifikasi
unsur
32. unsur yang
diketahui
38.
42. Tidak ada

41. 0

identifikasi
43. unsur
49. Identifikasi unsur

48. 1

55. 2

ada

33. Menerapkan
strategi
34. untuk
menyelesaikan
35. masalah

36. Menjelaskan dan
37. menginterpretasikan
hasil

39.

40.

44. Tidak ada strategi

46. Tidak ada penjelasan

45. penyelesaian
masalah
51. Strategi
penyelesaian

dan
47. interpretasi.
53. Penjelasan dan
interpretasi

50. namun salah

52. masalah ada namun

54. ada namun salah

56. Identifikasi unsur

salah
58. Strategi

60. Penjelasan dan

kurang
57. lengkap

penyelesaian
59. masalah kurang

interpretasi
61. ada namun salah

lengkap
64. Identifikasi unsur
63. 3

66. Strategi

benar
65. kurang lengkap

penyelesaian
67. masalah benar

kurang
62. lengkap
69. Penjelasan dan
interpretasi
70. kurang lengkap

namun
72. Identifikasi unsur
71. 4

68. kurang lengkap
74. Strategi

76. Penjelasan dan

penyelesaian

interpreatsi

lengkap
73. dan benar

75. masalah lengkap

77. lengkap dan benar

dan benar.
78.
79. Skor Maksimal

81. Skor Maksimal

83. Skor Maksimal

80. 4

82. 4

84. 4

85. Sumber: Modifikasi dari Fauzan (2011)
86. PEMAHAMAN KONSEP

F. Kemampuan Awal Matematika
87.

Kemampuan awal matematika merupakan kemampuan yang dapat menjadi

dasar untuk menerima pengetahuan baru. Kemampuan awal matematika merupakan pondasi
dan dasar pijakan untuk pembentukan konsep baru dalam pembelajaran. Suatu proses
pembelajaran dapat dikatakan bermakna jika seorang mahasiswa telah dapat mengaitkan
konsep-konsep yang ada dalam benaknya dengan baik. Dari proses pertalian itu,
ditemukanlah suatu pengetahuan baru yang dapat digunakan dalam kehidupannya.
88.

Ausubel (dalam Depdiknas: 2006) menyatakan bahwa pengetahuan yang

sudah dimiliki mahasiswa akan sangat menentukan bermakna tidaknya suatu proses
pembelajaran. Itulah sebabnya para dosen harus mengecek, memperbaiki dan
menyempurnakan pengetahuan para mahasiswa sebelum membahas materi baru.
89.

Dari keterangan tersebut, dapat diketahui bahwa kemampuan awal matematika

merupakan salah satu faktor yang menentukan sukses atau gagalnya siswa belajar.
Pemahaman materi yang menjadi dasar kemampuan awal dalam pemahaman konsep pada
materi berikutnya yang berhubungan. Siswa diarahkan belajar melalui suatu proses yang

berangsur-angsur secara bertahap dari konsep yang sederhana hingga ke pengertian yang
lebih kompleks. Sampai akhirnya siswa tersebut mengerti, memahami, menguasai dan
mampu mengaplikasikannya dalam pemecahan masalah kehidupan sehari-hari.

G. Pemahaman Konsep
90.

Paham berarti mampu menjelaskan sesuatu yang dipahami meskipun itu

disajikan dalam bentuk yang berbeda. Purwanto (1994: 44) menyatakan bahwa pemahaman
adalah tingkat kemampuan yang mengharapkan siswa mampu memahami arti atau konsep,
situasi serta fakta yang diketahuinya. Sedangkan Ernawati (2003: 8) mengemukakan bahwa
yang dimaksud dengan pemahaman adalah kemampuan menangkap pengertian-pengertian
seperti mampu mengungkapkan suatu materi yang disajikan dalam bentuk lain yang dapat
dipahami, mampu memberikan interpretasi dan mampu mengklasifikasikannya sehingga
dapat diambil kesimpulan bahwa pemahaman adalah kemampuan memahami suatu pola serta
mengintepretasikannya dan menggunakannya dalam bentuk lain.
91.

Pengertian konsep menurut Ruseffendi (1998: 157) adalah suatu ide abstrak

yang memungkinkan kita untuk mengklasifikasikan atau mengelompokkan objek atau
kejadian itu merupakan contoh dan bukan contoh dari ide tersebut. Menurut Gagne dalam
Suherman, dkk. (2003: 33), dalam belajar matematika ada dua objek yang dapat diperoleh
siswa, yaitu objek langsung dan objek tak langsung. Objek tak langsung yaitu kemampuan
menyelidiki, memecahkan masalah, belajar mandiri, bersikap positif terhadap matematika,
dan mengetahui bagaimana semestinya belajar. Sedangkan objek langsung berupa fakta,
keterampilan, konsep dan aturan. Jadi, berdasarkan uraian di atas, konsep merupakan ide atau
gagasan yang diperoleh oleh siswa.
92.

Konsep matematika menurut Bell (1978: 108) dapat diartikan sebagai suatu

ide abstrak tentang suatu objek atau kejadian yang dibentuk dengan memandang sifat- 16
sifat yang sama dari sekumpulan objek, sehingga seseorang dapat mengelompokkan atau
mengklasifikasikan objek atau kejadian sekaligus menerangkan apakah objek tersebut
merupakan contoh atau bukan contoh dari pengertian tersebut. Sebuah konsep matematika
dapat dipelajari melalui mendengarkan, melihat, menangani, dan berdiskusi.
93.

Memahami suatu konsep pembelajaran akan memudahkan siswa untuk

menyelesaikan masalah meskipun bentuk masalah diubah. Hal ini sejalan dengan Hamalik
(2002: 164) yang menjelaskan bahwa konsep dapat berguna dalam suatu pembelajaran, yaitu
untuk mengurangi kerumitan, membantu siswa mengidentifikasi obyek-obyek yang ada,

membantu mempelajari sesuatu yang lebih luas dan lebih maju, dan mengarahkan siswa
kepada kegiatan instrumental.
Pembelajaran dengan pemahaman konsep sering menjadi bahan kajian yang

94.

sangat luas dan mendalam dalam penelitian pendidikan. Dahar (1988:95) menyatakan bahwa
belajar konsep merupakan hasil utama pendidikan. Kemampuan memahami konsep menjadi
landasan untuk berpikir dan menyelesaikan masalah atau persoalan. Konsep-konsep itu akan
melahirkan teorema atau rumus. Agar konsep-konsep atau teorema-teorema dapat
diaplikasikan ke situasi yang lain, perlu adanya keterampilan menggunakan konsep-konsep
atau teorema-teorema tersebut.
95.

Jadi, dapat kita simpulkan bahwa pemahaman konsep adalah kemampuan

menafsirkan konsep-konsep, memperkirakan, mengerti dan memahami sesuatu setelah
sesuatu itu dipelajari serta mampu menangkap arti dan makna tentang hal yang dipelajari itu.
96.

Langkah-langkah dalam menanamkan suatu konsep berdasarkan

penggabungan beberapa teori belajar Bruner menurut Hudoyo (2003:123) antara lain teori
konstruksi, teori notasi, teori kekontrasan dan variasi serta teori konektivitas adalah sebagai
berikut ini :
1.

Pengajar memberikan pengalaman belajar berupa contoh-contoh yang
berhubungan dengan suatu konsep matematika dari berbagai bentuk yang
sesuai dengan struktur kognitif peserta didik.

2.

Peserta didik diberikan dua atau tiga contoh lagi dengan bentuk pertanyaan.

3.

Peserta didik diminta memberikan contoh-contoh sendiri tentang suatu konsep
sehingga dapat diketahui apakah peserta didik sudah mengetahui dan
memahami konsep tersebut.

4.

Peserta didik mencoba mendefinisikan konsep tersebut dengan bahasanya
sendiri.

97.

5.

Peserta didik diberikan lagi contoh mengenai konsep dan bukan konsep.

6.

Peserta didik diberikan drill untuk memperkuat konsep tersebut.
Konsep-konsep merupakan pilar-pilar pembangun untuk berpikir yang lebih

tinggi. Dengan mengenal konsep dan struktur yang tercakup dalam bahan yang sedang
dibicarakan, mahasiswa akan memahami materi yang harus dikuasainya itu, ini menunjukkan
bahwa materi yang mempunyai pola atau struktur tertentu akan lebih mudah dipahami dan
diingatnya (Erman dkk., 2003:43).
98.

Menurut Depdiknas (Fadjar, 2009:13), indikator kemampuan pemahaman

konsep sebagai berikut:

1.

Menyatakan ulang sebuah konsep;

2.

Mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu (sesuai dengan
konsepnya);

3.

Memberi contoh dan non contoh dari konsep;

4.

Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis;

5.

Mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup dari konsep;

6.

Menggunakan prosedur atau operasi tertentu;

7.

Mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah.

H. Pengembangan Instrumen Pemahaman Konsep
Instrumen soal-soal tes pemahaman konsep ditulis berdasarkan kisi-kisi butir

99.

soal yang telah disusun terlebih dahulu dengan indikator, kompetensi dasar, dan materi.
Untuk mendapatkan instrumen tes yang benar–benar valid atau dapat diandalkan dalam
mengungkapkan data penelitian, maka instrumen tes tersebut disusun dengan langkah–
langkah sebagi berikut ini :
1.

Membuat kisi–kisi soal yang di dalamnya menguraikan indikator pemahaman
konsep matematis.

2.

Berdasarkan kisi–kisi tersebut selanjutnya adalah menyusun butir-butir soal.

3.

Setelah butir–butir soal dibuat, kemudian dilakukan validasi oleh pakar
(expert) dengan maksud untuk mengetahui tingkat kebaikan isi, konstruk, dan
redaksi sesuai dengan aspek yang diungkap.

4.

Melakukan uji coba pada responden untuk mengetahui keberadaan instrumen
secara empirik, yaitu untuk mengetahui validitas butir, indeks kesukaran, daya
pembeda soal dan reliabilitas soal tersebut.

100.

Kriteria penilaian untuk setiap butir soal tes pemahaman konsep mengacu

pada indikator. Kriteria penilaian untuk setiap butir soal tes pemahaman konsep menggunkan
rubrik holistik. Menurut Fauzan (2011) rubrik holistik adalah pedoman untuk menilai
berdasarkan kesan keseluruhan atau kombinasi semua kriteria.
101. Tabel. Rubrik Penskoran Pemahaman Konsep
103. Mengklasifi 106.
102. N
kasikan
n
o
104. obyek
107.
menurut

bentuk

Menyajika 110.

Menggunak 113.

an
konsep ke 111.
atau

Mengaplikasik

an
prosedur

114.

konsep atau

115.

algoritma

105.

sifat-sifat

tertentu
117.

121.

126.

131.

136.

141.

122. Tidak ada
0 pengklasifikasian
obyek
127. Ada
1 pengklasifikasian
obyek namun salah
132. Pengklasifik
2 asian obyek kurang
lengkap
137. Pengklasifik
3 asian obyek benar
kurang lengkap

108.

representas

i
109.

matematis

112.

operasi

tertentu

118.

119.

123. Tidak ada
penyajian konsep

124. Tidak ada
prosedur operasi

pemecahan
116.

masalah
120.

125. Tidak ada
algoritma pemecahan
masalah
128. Penyajian 129. Prosedur
130. Algoritma
konsep ada namun operasi namun salah pemecahan masalah
salah
ada namun salah
133. Penyajian 134. Prosedur
135. Algoritma
konsep kurang
operasi kurang
pemecahan masalah
lengkap
lengkap
kurang lengkap
138. Penyajian 139. Prosedur
140. Algoritma
konsep benar
operasi benar
pemecahan masalah
namun kurang
namun kurang
benar kurang lengkap
lengkap
lengkap
142. Pengklasifik 143. Penyajian 144. Prosedur
145. Algoritma
operasi lengkap dan pemecahan masalah
4 asian obyek lengkap konsep lengkap
dan benar
dan benar.
benar
lengkap dan benar.

146.
147. Skor
Maksimal
148. 4

155.

149. Skor
Maksimal
150. 4

Sumber: Modifikasi dari Fauzan (2011)

151. Skor
Maksimal
152. 4

153. Skor
Maksimal
154. 4

BAB III.
PENUTUP
A. Kesimpulan
156.

Kemampuan pemecahan masalah diperlukan untuk melatih siswa agar terbiasa

menghadapi berbagai permasalahan dalam kehidupannya yang semakin kompleks, bukan
hanya pada masalah matematika itu sendiri tetapi juga masalah-masalah dalam bidang studi
lain dan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, kemampuan seseorang untuk
memecahkan masalah perlu terus dilatih sehingga seseorang itu mampu menyelesaikan
berbagai permasalahan yang dihadapinya.

157.

DAFTAR PUSTAKA

158.

159.

Branca, N.A. 1980. Problem Solving as A Goal, Proccess and Basic Skill. Dalam
Krulik & RE. Reys (ed). Problem Solving in School Mathematic. Virginia: NCTM
Inc.

160. Depdiknas. 2006. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Jakarta: Depdiknas.
161.

Fauzan, Ahmad. 2011. Modul 1 Evaluasi Pembelajaran Matematika: Pemecahan
Masalah Matematika. Evaluasimatematika.net: UNP.

162.

Gagne, R.M. 1992. The Condition of Learning and Theory of Instruction. New York:
Rinehart and Winston.

163.

Isrok’atun. 2006. Pembelajaran Matematika dengan Strategi Kooperatif Tipe STAD
Siswa SMP Negeri di Bandung melalui Pendekatan Pengajuan Masalah. Bandung:
Tesis SPs UPI. Tidak diterbitkan.

164.

NCTM. 1989. Curriculum and Evaluation Standars for School Mathematics.
Reston, VA: NCTM.

165.

Polya, G. 1985. How to Solve it: A New Aspect of Mathematic Method (2nd ed. ).
Princenton, New Jersey: Princenton University Press.

166.

Rothstein & Pamela. 1990. Educational Psychology. New York: Mc. Graw Hill Inc.

167.

Ruseffendi, ET. 1991a. Pengantar Matematika Modern dan Masa Kini untuk Guru
dan PGSD D2 Seri Kedua. Bandung: Tarsito.

168.

Ruseffendi, ET. 1991b. Pengantar Matematika Modern dan Masa Kini untuk Guru
dan PGSD D2 Seri Kelima. Bandung: Tarsito.

169.

Soleh, Muhammad. 1998. Pokok-Pokok Pengajaran Matematika di Sekolah. Jakarta:
Pusat Perbukuan, Depdikbud.

170.

Sujono (1988). Pengajaran Matematika untuk Sekolah Menengah. Jakarta: Proyek
Pengembangan LPTK, Depdikbud

171.

Sumarmo, U, Dedy, E dan Rahmat (1994). Suatu Alternatif Pengajaran untuk
Meningkatkan Pemecahan Masalah Matematika pada Guru dan Siswa SMA.
Laporan Hasil Penelitian FPMIPA IKIP Bandung

172.