PIAGAM MADINAH PERJANJIAN SYAMILAH PERTA (1)

PIAGAM MADINAH: PERJANJIAN SYAMILAH PERTAMA
DI DUNIA, PADA AWAL PERADABAN ISLAM
By: Didin Chonyta (SIAI) _14750010_
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Permasalahan yang terus melanda ilmu sosial hingga saat ini
adalah

ketidakmampuan

menjelaskan

tatanan ideal sebuah masyarakat.

apa

dan

bagaimana


seharusnya

Civil Society, yang selama ini menjadi

sebuah paradigma ideal mengenai masyarakat dalam diskursus para ahli
di Barat, terus mengalami kebingungan dan distorsi konseptual ketika
pemahaman. Walhasil, teori-teori yang dihasilkan oleh ilmu-ilmu sosial
pasca Reinansance ini terbatas pada wacana yang tidak pernah membumi.
Namun, jauh empat belas abad yang lalu, telah berdiri sebuah
masyarakat yang mampu melakukan lompatan besar peradaban dengan
berdirinya

sebuah

komunitas

yang

bernama


Masyarakat

Madinah.

Transformasi radikal dalam kehi dupan individual dan sosial mampu
merombak secara total nilai, simbol, dan struktur masyarakat yang telah
berakar kuat dengan membentuk sebuah tatanan baru yang berlandaskan
pada persamaan dan persaudaraan. Bentuk masyarakat Madinah inilah,
yang

kemudian

ditransliterasikan

menjadi

‘’Masyarakat

Madani‟,


merupakan tipikal ideal mengenai kosepsi sebuah masyarakat Islam .
Perjalanan sejarah Islam yang panjang pada dasarnya bermula dari
turunnya wahyu di gua hira’. Sejak itulah nilai-nilai kemanusiaan yang
dibawah
merombak

bimbingan
dan

wahyu

membenahi

dengan fitrah manusia.

Ilahi
adat

menerobos


istiadat

jahiliyah

kehidupan
yang

jahiliyah,

tidak

sesuai

Fazlur rahman mengatakan bahwa masyarakat

1

yang diorganisir nabi merupakan suatu Negara dan pemerintahan
membewa terbentuknya umat muslim.

Kemudian,
Madinah

adalah

Dilanjutkan
suatu

yang

1

dengan

momentum

Hijrahnya

bagi


Rasulullah

kecemerlangan

saw

Islam,

ke

Dalam

waktu yang relative singkat Rasulullah mampu mempersatukan antara
kaum muhajirin dan kaum Anshar. Rasulullah mendirikan masjid dan
membuat

perjanjian

kerjasama


dengan

non-muslim

serta

meletakkan

dasar-dasar politik bagi perundang-undangan Islam2, social dan ekonomi
bagi masyarakat baru. Harun nasution,3 mengatakan mereka mempunyai
posisi yang baik dan segera menjadi suatu komunitas umat yang kuat dan
berdiri sendiri.
Dari

latar

belakang

diatas,


penulis

tertarik

untuk

melakukan

penelitian yang berjudul “Piagam Madinah; Perjanjian Syamilah pertama
di dunia, pada awal peradaban Islam”. Diharapkan penelitian ini akan
memberi

kontrubusi

pada

mahasiswa

pascasarjana


untuk

memahami

bentuk dan makna Piagam Madinah yang mempunyai nilai-nilai etis dan
eksotis, dalam menambah wawasan pengetahuan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sejarah terbentuknya Piagam Madinah pada masa Nabi
Muhammad SAW?
2. Apasaja isi dan hakikat Piagam Madinah?
3. Bagaimana Muatan Nilai dan Prinsip Piagam madinah dan Pancasila
di Indonesia?
C. Tujuan Masalah

1

Fazlur Rahman, the Islamic concept of state, dalam John. L posito dan John J. Donohue, Islam in
Transition, Muslim Prespective (New york, University Press, 1982) H. 261
2
Muhammad Dhiya al-Din al-rayis, al-Nadzariyyat al-siyasiyat al-Islamiyat, (Mesir, maktabat alanju almisriyat, 1957) H.15, dikutib dari DB. Macdonald, Development of Muslim Theology,

jurispundence, and constitutional theory, (New york, Tp, 1903) H.67
3
Harun Nasution, Islam ditinjau dari Berbagai aspeknya, Jilid 1 (Jakarta; UI Press,1986) H. 92

2

1. Untuk mengetahui sejarah terbentuknya Piagam Madinah pada masa
Nabi SAW.
2. Untuk memahami isi dan hakikat Piagam Madinah.
3. Untuk menganalisis Muatan Nilai dan Prinsip Piagam Madinah dan
Pancasila dalam Konteks ke_Indonesia_an.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Latar Belakang Sejarah Lahirnya Piagam Madinah
Setelah nabi Muhammad saw dan ummat Islam tiba di Yastrib,
komposisi

kota


tersebut

terbagi

menjadi

tiga

golongan

besar,

yaitu

golongan Muslim (terdiri dari Kaum Muhajirin, dan Anshar), Musyrikin
(terdiri dari banyak suku kecil dan didominasi oleh dua suku besar, suku
‘Aus dan Kharaj), dan golongan Yahudi (terdiri dari banyak suku).4
Disamping heterogan dari segi komposisi penduduknya, Madinah
juga diwarnai peperangan antar suku.5 Peperangan antar dua suku besar
Madinah, ‘Aus dan Khazraj dipengaruhi oleh kaum yahudi. Suku yang
lebih

kecil

juga

pendukung

kedua

permusuhan

dan

memperkeruh
suku

besar

perpecahan

keadaan
yang

sedemikian

dengan

berkonflik.
kuat,

terbelah

menjadi

Sementara

kondisi

bangsa

yahudi

sebagai

pendatang terus menghembuskan suasana permusuhan. Mereka memang

4

J.Suyuthi Pulungan, Prinsip-prinsip Pemerintahan dalam Piagam Madinah dari Pandangan AlQur’an, (Jakarta: Rajawali Press, 1993), hal.54.
5
Peperangan ini disebabkan oleh ciri dan kepribadian masyarakat arab. Kehidupan arab yang
berbasis suku ashabiyat (solidaritas atau sikap loyalitas kepada kesatuan suku) memunculkan
semangata ekslusivisme pada setiap suku. Karakter bangsa arab juga dipengaruhi oleh (muru’ah)
kode etik kehidupan yang bersifat positif. Namun kondisi ini jauga dipengaruhi keadaan geografis
lingkungan tempat tinggal yakni gurun pasir yang kejam dan panas.

3

mengatur untuk mendapat keuntungan materil dari konflik yang terus
berlanjut. 6
Karena konflik
kemudian

meminta

yang berkepanjangan
Rasulullah

untuk

tersebut

penduduk

menciptakan

Yatsrib

perdamaian

dan

ketentraman. Maka, di mulai dari kesadaran masyarakat Yatsrib untuk
keluar dari suasana yang mencekam konflik yang tiada berujung, semakin
rumit dan melelahkan. Kesadaran ini pula yang menjadi pondasi lahirnya
ruh kedamaian dalam Piagam Madinah. Sebuah konsep yang sempurna
dan kesiapan merealisasikan dari masyarakatnya. Islam sejatinya telah
siap dengan konsep yang pertengahan dan mendamaikan bila difahami
secara

benar

dan

menyeluruh.

Sementara

itu

psikologis

masyarakat

Yatsrib yang berada diujung kekecewaan memang selalu dipastikan akan
memunculkan harapan. Disamping itu masyarakat sudah berada tingkat
kebutuhan

akan

solusi

yang

memuncak.

Kohesi

itupun

terbentuk

melahirkan tata kehidupah yang baru.
Kehadiaran

Rasulullah

dalam

masyarakat

Madinah

yang

heterogen itulah Rasulullah dijadikan pemimpin dalam arti yang luas,
yaitu sebagai pemimpin agama dan juga sebagai pemimpin masyarakat.
Konsepsi Rasulullah yang diilhami al Qur’an ini kemudian menghasilkan
Piagam

Madinah

yang

bertujuan

untuk

menggalang

kesatuan

yang

harmonis antara umat islam dan non-Islam, yang antara lain berisikan hak
asasi manusia, hak dan kewajiban bernegara, hak perlindungan hukum,
sampai toleransi beragama yang oleh ahli-ahli politik moderen disebut
manifesto politik pertama dalam Islam. Piagam ini merupakan konsitusi
tertulis pertama di dunia.
B. Pengertian Piagam Madinah

6

M. A. Salahi, Muhammad sebagai manusia dan nabi, Terj. M.sadat Ismail (Yogyakarta; Mitra
Pustaka, 2006) H.254

4

Para
naskah

ahli

Piagam

berbeda

pendapat

Madinah.

Ada

dalam

yang

pemberian

menyebutnya

nama

terhadap

sebagai

sebagai

piagam, perjanjian, undang-undang atau konstitusi. Secara bahasa piagam
didefinisikan sebagai suatu dokumen tertulis yang dibuat oleh penguasa
atau badan pembuat undang-undang yang menjamin hak-hak rakyat, baik
hak-hak

kelompok

piagam

tersebut

maupun

terdapat

hak-hak

peraturan

individu.7
bagi

Sebagaiman

segenap

warga

di

dalam

negara

dan

memuat hak dan kewajiban bagi semua pihak.
Dalam teks Piagam Madinah terdapat kata Kitab, yang disebut
sebanyak dua kali dan kata shahifah yang disebut delapan kali. Shahifah
dimaknai sebagai perjanjian aliansi. Istilah ini mengandung arti perjanjian
antara

dua

atau

lebih

golongan,

atau

antar

pemerintahan

untuk

bekerjasama.8
Sementara
pemerintahan
pernyataan
institusi

sebutan

yang
tidak

dan

sebagai

konsitusi

bersifat

fundamental

langsung

mengenai

kebiasaan-kebiasaan

baik

merupakan

dalam

suatu

prinsip-prinsip
bangsa

peraturan-peraturan,
yang

tertulis

atau

institusi-

maupun

tidak

tertulis.9 Secara lesikal ia berarti segala ketentuan atau aturan mengenai
ketatanegaraan

(undang-undang

dasar

dan

sebagainya)

atau

undang-

undang dasar suatu negara.10
Baik disebut sebagai piagam maupun perjanjian dan kunsititusi,
bentuk dan muatan shahifah itu tidak menyimpang dari pengertian ketiga
istilah tersebut.

7

Tim penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), (jakarta:Balai Pustaka, 1988), hal. 680.
M.Yakub, Piagam Madinah: Acuan Dasar Negara Islam, Jurnal Analytica Islamica, No.2, Vol.6,
Th. 2004, hal. 173.
9
Ibid. hal. 174
10
Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), op.cit, hal. 68.
8

5

It constituted a formal agreement between Muhammad and all of the
significant tribes and families of Yathrib (later known as Medina),
including Muslims, Jews, Christians and pagans.11
The Constitution established: the security of the community,
religious freedoms, the role of Medina as a haram or sacred place
(barring all violence and weapons), the security of women, stable
tribal relations within Medina, a tax system for supporting the
community in time of conflict, parameters for exogenous political
alliances, a system for granting protection of individuals, a judicial
system for resolving disputes, and also regulated the paying of blood
money (the payment between families or tribes for the slaying of an
individual in lieu of lex talionis).12

Dilihat dari pengertianya Piagam Madinah adalah dokumen yang
menjamin hak-hak semua warga Madinah dan menetapkan kewajibankewajiban mereka serta kekuasaan yang dimiliki oleh Nabi Muhammad
saw. Dilihat dari segi perjanjian shahifah itu adalah dokumen perjanjian
antara beberapa golongan yaitu, Muhajirin, Anshor, Yahudi dan Nasrani.
Kemudian

dari

pengertian

konstitusi

ia

juga

membuat

prinsip-prinsip

pemerintahan yang fundamental. Artinya kandungan shahifah itu dapat
mencakup

semua

perjanjian

persahabatan

hak-hak

mereka,

prinsip-prinsip
mengikat

pengertian
antara

mengatur

istilah

tersebut.

Sebab

Muhajirin-Anshar-Yahudi

menetapkan

pemerintahan

untuk

ketiga

kewajiban

yang

bersifat

mereka

dibawah

adalah

yang menjamin

dan

fundamental

pemerintahan

ia

mengandung
yang

pimpinan

sifatnya
Nabi

Muhammad saw.
C. Isi Piagam Madinah
Dalam hal isi dan pokok atau prinsip-prinsip yang terkandung di
dalam Piagam Madinah para ahli telah berbeda pendapat. Mushthafa asSiba’i

dalam

bukunya

telah

menyebutkan

garis-garis

besar

yang

terkandung didalam Piagam Madinah bernilai historis:
11
12

Firestone, Reuven, Jihād: the origin of holy war in Islam (t.k: t.p, 1999), hal. 118.
Montgomery Watt, Muhammad at Medina. (Oxford University Press, 1956), hal. 227.

6

a. Kesatuan ummat Islam tanpa diskriminasi
b. Kesamaan hak dan kehormatan di antara anak bangsa
c. Kerja sama untuk menolak segala bentuk kezaliman, kejahatan dan
permusuhan
d. Partisipasi

semua elemen

dalam perundingan

dengan para

musuh,

tidak seorang mikmin pun membuat perjanjian damai tanpa mukmin
yang lain
e. Mendirikan sebuah masyarakat di atas pondasi system terbaik, terarah
dan terlurus
f. Melawan setiap orang yang berusaha keluar dari negara dan dari
perjanjian umumnya dan wajib menolak untuk memberikan bantuan
kepadanya
g. Menjaga orang-orang yang hendak hidup bersama kaum muslimin
secara damai dan patisifatif dan berusaha menolak setiap kedzaliman
yang bias menimpa mereka
h. Orang-orang

nonIslam

wajib

memberikan

kontribusi

materi

kepada

negara sebagaimana kaum muslimin
i. Bagi kaum nonmuslim wajib bekerja sama dengan kaum muslimin
untuk menolak mara bahaya yang bias mengganggu eksistensi negara
dan melawan setiap musuh
j. Wajib

pula

bagi

mereka

untuk

berpartisipasi

menanggung

biaya

perang selama negara dalam kondisi perang
k. Menjadi
diantara

kewajiban
mereka,

negara
sebagaiman

untuk

menolong

negara

juga

orang
wajib

yang

dizalimi

menolong

setiap

muslim yang teraniaya
l. Bagi

kaum

muslimin

dan nonmuslimin untuk

menolak

pemberian

perlindungan kepada musuh-musuh negara dan para pendukungnya
m. Jika kemaslahatan muslimin terjamin dalam ssebuah perjanjian damai,
wajib hukumnya bagi setiap anak bangsa, muslim atau nonmuslim
untuk menerima perjanjian damai tersebut

7

n. Tidak seorangpun dihukum karena dosa orang lain dan dan tidak akan
ditindak seorang pelaku tindak criminal kecuali atas dirinya atau
keluarganya
o. Kebebasab untuk berpindah tempat di dalam wilayah negara atau di
luar wilayah dengan tetap menjaga keselamatan negara
p. Tidak ada perlindungan bagi pelaku kemaksiatan atau kezaliman
q. Masyarakat dibangun diatas pondasi kerja sama dalam kebaikan dan
takwa, bukan dalam kejahatan dan permusuhan
r. Prinsip-prinsip ini dilindungi oleh dua kekuatan:
1. Kekuatan spiritual: keimanan seluruh masyrakat kepada Allah SWT
dan taqarrub kepada-Nya serta penjagaan Allah kepada mereka yang
berbuat baik dan yang merespon seruan
2. Kekuatan

materil:

berupa

kepemimpinan

negara

yang

dalam

kitabnya

direspresentasikan oleh baginda Rasul saw.13
Adapun

Muhammad

Said

mengemukakan

Fiqhus

Sirah,

kepada

beberapa

hukum

yang

Ramadhan

bahwa

Al-Buthy

perjanjian

sangat

tersebut

penting

dalam

menunjukkan
syariat

Islam,

diantaranya adalah:
Pertama,
bahwa

Islam

pasal
adalah

pertama

dalam

satu-satunya

Piagam
faktor

Madinah

yang

dapat

menunjukkan
menghimpun

kesatuan kaum Muslimin dan menjadikan mereka satu umat. Semua
perbedaan akan sirna di dalam kerangka kesatuan yang integral ini. Hal
ini tampak jelas dalam pernyataan Rasulullah saw,
“Kaum Muslimin, baik yang berasal dari Quraisy, dari Madinah,
maupun dari kabilah lain yang bergabung dan berjuang bersamasama, semuanya itu adalah satu umat.”
Kedua, pasal kedua dan ketiga menunjukkan bahwa diantara ciri
khas terpenting dari masyarakat Islam ialah tumbuhnya nilai solidaritas

13

Mushthafa as-Siba’i, Hikmah Shirah Nabawiyah, Edisi terjemah, (Surakarta: Indiva Pustaka,
2009), hal. 63-65.

8

serta jiwa senasib dan sepenanggungan antar kaum Muslimin. Setiap
orang bertanggung jawab kepada yang lainnya, baik dalam urusan dunia
maupun akhirat. Bahkan semua hukum syariat Islam didasarkan pada
asas tanggung jawab seraya menjelaskan cara-cara pelaksanaan prinsip
solidaritas dan takaful (jiwa senasib dan sepenanggungan) sesama kaum
Muslimin.
Ketiga,

pasal

keenam

menunjukkan

betapa

dalamnya

asas

persamaan kaum Muslimin. Ia bukan hanya slogan yang diucapkan,
melainkan merupakan salah satu rukun syariat yang terpenting bagi
masyarakat Islam yang harus diterapkan secara detil dan sempurna.
Contoh pelaksanaan persamaan sesama kaum Muslimin ini dapat kita
baca dari pernyataan Rasulullah saw, “Jaminan Allah SWT adalah satu:
Dia

melindungi

orang-orang

yang

lemah

(atas

orang-orang

yang

kuat)”.
Ini berarti bahwa jaminan seorang Muslim, siapa pun orangnya,
harus dihormati dan tidak boleh diremehkan. Siapa saja di antara kaum
Muslimin

yang

memberikan

jaminan

kepada

seseorang

maka

tidak

boleh bagi orang lain, baik rakyat biasa maupun penguasa, untuk
menodai

kehormatan

jaminan

ini.

Demikian

pula

halnya

wanita

Muslimah, tidak berbeda kaum lelaki. Suaka atau jaminannya pun harus
dihormati oleh semua orang. Hal ini telah menjadi kesepakatan semua
ulama dan para imam madzhab.
Dari sini, dapatlah anda ketahui betapa tinggi derajat wanita
dalam perlindungan Islam. Ia berhak mendapatkan semua hak asasi dan
jaminan sosial sebagaimana yang didapat oleh kaum lelaki. Kita pun
harus

mengetahui

ditegakkan

oleh

perbedaan
syariat

Islam

diteriakkan

oleh

para

Persamaan

yang

diteriakkan

didasarkan

kepada

fitrah

antara

“persamaan”

kemanusiaan

yang

dan

bentuk-bentuk

“persamaan”

yang

pengagum
oleh

manusia

peradaban
Islam
yang

dan

adalah
memberikan

budaya

modern.

persamaan
dan

yang

menjamin

kebahagiaan kepada semua orang, baik lelaki maupun wanita, baik

9

secara

individual

maupun

sosial.

Sementara

itu,

persamaan

yang

diserukan oleh para pengagum peradaban modern adalah persamaan
yang didorong oleh nafsu kebinatangan yang ingin menjadikan wanita
sebagai sarana hiburan dan pemuas nafsu kaum lelaki, tanpa mau
memandang kepada hal lain.
Keempat, pasal kesebelas menunjukkan bahwa hakim yang adil
bagi kaum Muslimin, dalam segala perselisihan dan urusan mereka,
hanyalah syariat dan hukum Allah SWT, yaitu apa yang terkandung di
dalam kitab Allah SWT dan sunnah Rasul-Nya. Jika mereka mencari
penyelesaian

bagi

problematika

mereka

kepada

selain

sumber

ini,

mereka berdosa dan terancam kesengsaraan di dunia dan siksa Allah
SWT di akhirat.14
Itulah keempat hukum yang terkandung di dalam perjanjian tersebut
yang menjadi dasar tegaknya negara Islam di Madinah dan minhaj bagi
kaum Muslimin dalam kehidupan mereka sebagai masyarakat baru.
Disamping isi pokok diatas terdapat juga rumusan-rumusan lain yang
telah dirumuskan oleh para ahli lain seperti Ahmad Sukarja,15 Zainal
Abidin,16 Hasan Ibrahim Hasan dan Maulvi Muhammad Ali masingmasing berbeda pendapat dalam merumuskan prinsip-prinsip dasar dari
Piagam Madinah. Namun, dari keragaman rumusan tersebut dapat ditarik
point-point umum bahwa prinsip-prinsip dasar yang menjadi landasan
dari Piagam Madinah, adalah:
a. Prinsip kesatuan ummah
b. Solidaritas sosial
c. Perlindungan dan pembelaan terhadap yang lemah dan tertindas
d. Keadilan sosial
14

Muhammad Said Ramadhan Al-Buthy, Fiqhus Sirah, Edisi terjemah, (Jakarta: Robbani Press,
1999), hal. 200-202.
15
Hasan Ibrahim Hassan, Tarikh Islam, Jil.1, (Kairo:Maktabah Nahdliyat al-Mishriyyah, 1979),
hal. 124.
16
Zainal Abidin Ahmad, Membentuk Negara Islam, (Jakrta: t.p,t.t), hal.78.

10

e. Perdamaian antar sesama dan lingkungan
f. Persamaan di depan hukum
g. Kebebasan berpendapat, berorganisasi, dan beragama
h. Menjunjung tinggi hak asasi manusia
i. Nasionalisme
j. musyawarah
Melihat dari ulasan yang dikemukakan oleh para penulis Piagam
Madinah, jelaslah bahwa isi pokok dari piagam Madinah yang telah
disusun

oleh

Nabi

Muhammad

saw

yang

berdasarkan

wahyu

Ilahi

tersebut merupakan bukti nyata bahwa masyarakat Islam dari periode
awal telah ditopang oleh dasar-dasar dan pilar yang sangat kokoh. Dan
praktek

siyasah

yang

telah

direpkan

oleh

Rasulullah

saw

dapat

diedentifikasikan sebagai praktek politik Islam. Dengan demikian dapat
diketahui bahwa Islam tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan
Rabbnya

tetapi

juga

mengatur

urusan

negara

dan

sistem

pertahanan

negara.
Piagam Madinah berisikan seluruh dasar konstitusi negara baru yang
dibangun Rasulullah saw. Piagam Madinah yang telah disusun itu dinilai
sebagai konstitusi termodern di zamannya, atau konstitusi pertama di
dunia. Di sana berisi joga konsep pemerintahan, kemasyarakatan dan
kependudukan, stabilitas dalam negri dan luar negri, juga budaya dan
social.
D. Hakikat Penting yang Terkandung dalam Piagam Madinah
Keterangan atau riwayat yang berkenaan dengan pendapat yang
mengatakan bahwa Piagam Madinah dibuat pada tahun pertama hijrah
atau sebelum perang badar. Ketika posisi Nabi dan kaum muslimin
sebelum perang badar semakin kuat, kaum yahudi mulai menunjukan

11

sikap permusuhan secara diam-diam. Tapi karena mereka sudah membuat
perjanjian damai bersama Nabi maka mereka merasa terikat denganya.17
Ka’ab bin As’ad atas nama bani Quraidzhat menandatangani perjanjian
itu.18 Abu ubaid al-qasim bin salam19, at-thabari20, dan ibnu al-atsir21 juga
menulis bahwa perjanjian dibuat setelah Nabi tiba dimadinah sebelum
perang badar dan ditulis dalam dua peristiwa. Naskah pertama dibuat oleh
Nabi antara muhajirin dan Anshar dirumah anas bin malik. Naskah
perjanjian kedua dibuat oleh nabi dengan melibatkan kaum yahudi.22
Kedua

naskah

tersebut

disatukan

oleh

penulis

sejarah

menjadi

satu

naskah.
Adapun Piagam Madinah mempunyai arti tersendiri bagi semua
penduduk Madinah

dari

masing-masing golongan

yang berbeda.

Bagi

Nabi Muhammad saw, Ia diakui sebagai pemimpin yang mempunyai
kekuasaan politis. Bila terjadi sengketa di antara penduduk Madinah
maka

keputusannya

harus

dikembalikan

kepada

keputusan

Allah

dan

kebijaksanaan Rasul-Nya. Pasal ini menetapkan wewenang pada Nabi
untuk

menengahi

dan

memutuskan

segala

perbedaan

pendapat

dan

permusuhan yang timbul di antara mereka.
Hal ini sesungguhnya telah lama diharapkan penduduk Madinah,
khususnya

golongan

Arab,

sehingga

kedatangan

Nabi

dapat

mereka

terima. Harapan ini tercermin di dalam Bai’at Aqabah I dan II yang
mengakui

Muhammad

sebagai

pemimpin

mereka

dan

mengharapkan

peranannya di dalam mempersatukan Madinah.

17

Muhammad Husain Haikal, hayat Muhammad, Terj. Ali audah, (Jakarta; lentera antarnusa,
1990) H.227
18
Watt, Muhammad at Medina, dikutip oleh Muhammad bin Umar alwaqidi, kitab al-maghazy,
(Calcutta; Von Kramer,1896) H.177
19
Abu ubaid al-qasim, kitab al-amwal, (kairo; dar el-fikr,1975) H.226
20
Al-thabari, Tarikh al-umam wal al-mulk, jilid III, (Beirut; Dar el-fikr, 1987). H.84
21
Ibnu al-atsir, al-kamil fi al-tarikh, jilid II, ( Bairut; dar Beirut, 1965), H. 137
22
Akram umri, Tarikh al-Islam, (Baghdad; college of al-imam al-a’zham, 1972) H.12-13

12

Sedangkan bagi umat Islam, khususnya kaum Muhajirin, Piagam
Madinah

semakin

memantapkan

kedudukan

mereka.

Bersatunya

penduduk Madinah di dalam suatu kesatuan politik membuat keamanan
mereka lebih terjamin dari gangguan kaum kafir Quraisy. Suasana yang
lebih aman membuat mereka lebih berkonsentrasi untuk mendakwahkan
Islam. Terbukti Islam berkembang subur di Madinah
Bagi

penduduk

kesepakatan

atau

juga

pada

umumnya,

Madinah,

menciptakan

memperkecil

pertentangan

piagam

menghilangkan
beragama

Madinah

menjadi

jaminan

bagi

dengan

suasana
antar

semua

adanya

baru

suku.

golongan.

yang

Kebebasan
Yang

lebih

ditekankan adalah kerjasama dan persamaan hak dan kewajiban semua
golongan

dalam

kehidupan

sosial

politik

di

dalam

mewujudkan

pertahanan dan perdamaian.23
Dengan demikian Piagam Madinah mampu mengubah eksistensi
orang-orang mukmin dan yang lainnya dari sekedar kumpulan manusia
menjadi

masyarakat

politik,

yaitu

suatu

masyarakat

yang

memiliki

kedaulatan dan otoritas politik dalam wilayah Madinah sebagai tempat
mereka hidup bersama, bekerjasama dalam kebaikan atas dasar kesadaran
sosial mereka, yang bebas dari pengaruh dan penguasaan masyarakat lain
dan mampu mewujudkan kehendak mereka sendiri. Fakta historis ini,
menurut Hitti, merupakan bukti nyata kemampuan Nabi Muhammad saw
melakukan

negoisasi

dan

konsolidasi

dengan

berbagai

golongan

masyarakat Madinah.24
Disamping itu
untuk
adalah

sebuah
bahwa

Piagam

masyarakat
ia

Madinah sering disebut

modern,

mengakui

kemodernan

kestaraan

dua

sebagai

Piagam
partner

contoh

Madinah

yang

ini

membuat

perjanjian ini, agama masing-masing diakui, dan tidak ada yang boleh
23

http//majidnurkholis.wordpress.com.piagam-madinah, 1999
Philip K. Khitti, capital cites of Arab Islam, (Minneapolis, University of Minnesotta, 1973),
H.35-36
24

13

merasa lebih unggul dari yang lain. Jadi semua yang terikat didalam
perjanjian ini diakui kesetaraan mereka tanpa syarat.
E. Muatan Nilai dan Prinsip Piagam Madinah Dan Pancasila
Pancasila
kesejajaran

dan

pada

Piagam

penerimaan

Madinah

tidak

hanya

kelompok-kelompok

mengisyaratkan

beragam

akan

nilai-

nilai kemanusiaan universal, tetapi juga mengimplikasikan adanya hak
dan kewajiban yang sama pada kelompok-kelompok bersangkutan untuk
menjaga keharmonisan dalam kehidupan berbangsa.
Piagam Madinah Rasulullah berimplikasi pada adanya kewajiban
membela

keutuhan

dan

pelaksanaan

dari

setiap

penyelewengan

dan

penghianatan. Kaum muslimin di Madinah telah melaksankan kewajiban
mereka

dengan

sebaik-baiknya

ketika

mereka

harus

menghadapi

penghianatan demi penghianatan kelompok-kelompok Yahudi dari Bani
Qoinuqa dan Bani Quraidhah. Kaum Muslimin tetap berpegang pada
nilai-nilai serta semangat Piagam itu, dan dengan setia melaksanakannya,
bahkan

mereka

mengembangkan

sayap

politik

sesudah

wafatnya

Rasulullah SAW.
Sama halnya dengan apa yang telah dilakukan kaum Muslimin
Madinah

terhadap

Piagam

mereka

berkewajiban

membela

Pancasila

keharmonisan

berbangsa

dan

pelaksanaannya,

serta

itu,
untuk

bernegara,

berkewajiban

umat

Islam

menjaga
maupun

Indonesia

juga

keutuhan

dan

dalam

mempertahankan

nilai

perincian
kesepakatan

itu dari setiap bentuk penghianatan terhadap keutuhan NKRI.
Pancasila

dan

Piagam

Madinah

memiliki

kesamaan

sebagai

Kalimah saw atau perjanjian luhur. Pancasila merupakan perjanjian luhur
seluruh

bangsa

untuk

membangun,

mencintai

dan

mempertahankan

Indonesia. Demikian pula dengan Piagam Madinah yang disusun untuk
maksud yang kurang lebih sama. Berdasarkan pemikiran di atas, sudah

14

selayaknya
memiliki

jika

kaum

komitmen

Muslim,

kuat

sebagai

dalam

komunitas

pelaksanan

terbesar

Pancasila

dituntut

secara

benar.

Demikian pula halnya dengan dihilangkannya tujuh kata dalam Piagam
Jakarta, tidaklah berarti sebagai kekalahan perjuangan politik umat Islam,
bukan pula kita tidak setuju kalau syariah Islam tegak di bumi Indonesia.
Analisis sejarah mengenai fungsi Piagam Madinah dan kebijakan
politik Nabi SAW sangat penting untuk dilakukan dan di-update kembali.
Sebab, hal itu menjadi cermin untuk memahami konsepsi Islam mengenai
hubungan
agama

agama

dan

dan

negara

keberagamaan

kebijakan
bangsa

dewasa

ini

sosial,

(nation

atau

state).

memunculkan

dalam

konteks

modern:

Terlebih

lagi,

fenomena

beberapa

golongan

yang

bersikukuh mewajibkan adanya formalisasi syariat dan negara Islam, serta
menganggap Pancasila sebagai ideologi sekuler yang tidak wajib ditaati.25

Inti

piagam

madinah

adalah

Teks

Piagam

Madinah

bisa

kita

dapatkan dari kitab sirah Nabi tertua yang pernah ditemukan, yakni asSirah an-Nabawiyyah, karya Ibnu Hisyam, pada Bab ar-Rasul Yuwadi’u
al-Yahud (Rasulullah Mengikat Perjanjian dengan Yahudi). Dalam tulisan
ini,

hanya

disebutkan

tiga

poin

penting

yang

menjadi

paradigma

mendasar dari piagam itu. Poin piagam itu menyebutkan begini:
“Surat perjanjian ini dari Muhammad; antara orang beriman dan
Muslimin dari Quraisy dan Yatsrib, serta yang mengikuti mereka,
menyusul mereka, dan berjuang bersama mereka; bahwa mereka
adalah satu umat”.
“Bahwa kabilah Yahudi, baik mereka sendiri atau bersama pengikut
mereka, mempunyai hak dan kewajiban seperti mereka yang sudah
menyetujui naskah perjanjian ini”.

25

http://fsaijogja.wordpress.com/2012/02/28/piagam-madinah-dan-pancasila/

15

“Bahwa barang siapa keluar atau tinggal dalam kota ini,
keselamatannya terjamin, kecuali orang yang melakukan kezaliman
dan kejahatan”.
Substansi yang sama sebagai sebuah ikatan perjanjian politis antar
umat beragama, Piagam Madinah memiliki beberapa kesamaan substansi
dengan

Pancasila. Pertama, sama-sama

dibangun

atas

dasar

kesatuan

umat, yang menghuni sebuah batas teritorial tertentu. Hemat saya, ini
bahkan sudah mampu melampaui konsep negara bangsa kini, dimana
kesatuan didasari oleh kesamaan senasib-sepenanggungan untuk membela
tanah

air.

Itulah

satu

umat:

satu

kesatuan

masyarakat

yang

saling

mempertahankan dan melindungi bila ada musuh yang datang menyerang.
Perjanjian

dalam

piagam

itu

dapat

berjalan

beberapa

waktu

sampai

kelompok Yahudi berkhianat, justru di saat genting ketika Muslimin akan
menghadapi serbuan Quraisy. Pancasila pun kini masih eksis, hingga
belakangan

ini,

pasca

dibukanya

karena

demokrasi,

muncul

beberapa

kalangan yang menolak Pancasila, kendati ia lahir dan tinggal di bumi
Indonesia.

Kedua, Piagam

Madinah

memberi

hak

sepenuhnya

kepada

tiap

umat beragama untuk menjalankan ibadah sesuai kepercayaan masingmasing. Demikian pula, Undang-Undang kita yang menjamin eksistensi
agama dan peribadatan tiap warga negaranya.

Ketiga, perlindungan diberikan kepada mereka yang tidak berbuat
zalim (la ‘udwana illa ‘ala azh-zhalimin). Zalim adalah lawan dari adil.
Siapa yang tidak melakukan kewajibannya dan melanggar hak orang lain,
maka dia akan diberi sanksi sesuai kezalimannya, tanpa memandang pada
etnis atau latar belakang agamanya.

Keempat, Piagam Madinah mengakomodir semua golongan, justru
dengan

tanpa

mencantumkan

secara

eksplisit

“syariat

Islam”

ke

16

dalam body-text-nya. Pancasila dengan asas Ketuhanan Yang Maha Esa
sebenarnya sudah lebih mending, karena sudah secara tegas mengafirmasi
kepercayaan monoteis. Di samping itu, spirit yang diperoleh dari piagam
ini adalah, bahwa tidak ada golongan yang mendapakan hak lebih sebagai
warga negara dibanding golongan yang lain. Kesamaan derajat dihadapan
konstitusi inilah yang kemudian mendasari salah satu isi Pidato Bung
Karno pada hari kelahiran Pancasila, 1 Juni 1945. Beliau mengatakan:
“Kita hendak mendirikan suatu negara “semua buat semua”. Bukan buat
satu orang, bukan buat satu golongan, baik golongan bangsawan, maupun
golongan yang kaya, – tetapi “semua buat semua”.26
Dalam

Piagam

Madinah,

Nabi

Muhammad

SAW

meletakkan

asas-asas kemasyarakatan, antara lain adalah: al ikha’, al MuSAWah, al
tasamuh, al-tasyawur, al ta’awun dan al-adalah.27
Al-Musawah

(persamaan),

yaitu

bahwa

manusia

adalah

sama

keturunan nabi Adam yang diciptakan dari tanah. Berdasarkan asas ini
setiap

warga

masyarakat

memiliki

hak

kemerdekaan

dan

kebebasan

(hurriyah).

Al-Tasamuh (toleransi), Piagam Madinah memuat asas toleransi,
dimana umat Islam siap dan mampu berdampingan dengan kaum Yahudi.
Mereka

mendapat

perlindungan

dan

kebebasan

dalam

melaksanakan

agamanya masing-masing.

Al-Tasyawur (Musyawarah) sebagaimana diisyaratkan dalam surat
Ali Imran ayat 159. Kendati Rasul memiliki status yang tinggi dan
terhormat dalam masyarakat, beliau seringkali meminta pendapat para
26

Karim, M. Abdul. Menggali Muatan Pancasila dalam Perspektif Islam. (Jogjakarta: Surya
Raya,2004 )
27
Maryam, Siti, dkk. 2002. Sejarah Peradaban Islam dari Masa Klasik hingga Modern.
Yogyakarta: Jurusan SPI Fak. Adab IAIN Sunan Kalijaga bekerjasama dengan LESFI. H.39

17

sahabat

dalam

menghadapi

permasalahan-permasalahan

yang

berkaitan

dengan urusan dunia dan sosial budaya. Pendapat para sahabat kerap kali
diikuti manakala dianggap benar.

Al-Ta’awun (tolong menolong). Tolong menolong sesama muslim
telah

dibuktikan

dengan

mempersaudarakan

kaum

Muhajirin

dengan

kaum Anshor, dan beberapa kaum yang berlainan agama.

Al-Adalah (keadilan) berkaitan erat dengan hak dan kewajiban
setiap

individu

dalam

kehidupan

bermasyarakat

sesuai

dengan

posisi

masing-masing. Prinsip ini berpedoman pada surat al Maidah ayat 8 dan
surat an Nisa’ ayat 58.
Asas-asas

dalam

Piagam

Madinah

tersebut,

tampaknya

juga

terkandung dalam butir-butir dari masing-masing ke lima sila Pancasila.
Hal ini menunjukkan bahwa dalam penyusunannya Pancasila sangatlah
dipengaruhi oleh prinsip-prinsip agama Islam. Para tokoh yang terlibat
dalam

pembentukan

memiliki
kenegaraan

Pancasila

merupakan

kapasitas

keagamaan

yang

dan

kemasyarakatan

tokoh-tokoh

tinggi

sesuai

memahami

dengan

muslim

yang

prinsip-prinsip

prinsip-prinsip

yang

terdapat dalam Piagam Madinah. Setiap prinsip dalam lima sila Pancasila
(prinsip ketuhanan, persatuan, kemanusiaan, musyawarah dan keadilan)
merupakan prinsi-prinsip yang terkandung dalam Piagam Madinah yang
telah dilaksanakan Rasulullah SAW dan para khalifah rasyidah dalam
menjalankan pemerintahan.

Aktualisasi nilai-nilai Piagam Madinah dan Pancasila tentu masih
bisa

dilakukan;

dimunculkan

makna-makna

baru

yang

lebih

relevan.

Sebagaimana Pancasila yang perlu untuk dikontekstualisasikan kembali,
bagaimana agar tetap relevan diimplementasikan di masa kini, demikian
pula Piagam Madinah itu. Hal penting yang bisa diperoleh dari upaya

18

kontekstualisasi itu adalah bahwa kita wajib melihat kepada substansi,
bukan simbol-formalnya. Formalitas simbol sering hanya menjadi jargon
kosong

yang

bisa

pengkhianatan”

virus

menumbuh-suburkan

terhadap

bangsa

sendiri.

“pemberontakan

Munculnya

paham

ala

dan
NII,

agaknya memang karena konsep mendasar Pancasila kurang dipahami
dengan baik oleh segenap lapisan masyarakat awam. Wallahu A’lam.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
1. Lahirnya Piagam Madinah berdasarkan kondisi social masyarakat
Madinah
ekonomi

yang
dan

heterogen,
lain

baik

sebagainya.

kondisi

Semua

keagamaan,

kondisi

tersebut

politik,
rentang

dengan konflik diantara mereka. Untuk itulah piagam ini lahir
dalam usaha meredam munculnya konflik diantara mereka.
2. Piagam Madinah yang telah dicetuskan Rasulullah beberapa abad
silam

telah

mengandung

mencakup
prinsip-prinsip

kelompok-kelompok
menetapkan
hubungan

sosial

kehidupan
dasar

politik
tata

Madinah,

kewajiban-kewajiban
yang

baik

dan

dan

kehidupan

menjamin
mereka

kerjasama

serta

agama

yang

bermasyarakat,

hak-hak

mereka,

dan

mengadakan

hidup

berdampingan

secara damai di antara mereka dalam tata kehidupan sosial politik.
3. Piagam

Madinah

memuat

ide

yang

mempunyai

relevansi

kuat

dengan perkembangan dan keinginan masyarakat dunia dewasa ini,
bahkan telah menjadi pandangan hidup modern di berbagai negara.
Ide dalam Konstitusi Madinah juga diserap oleh para tokoh pendiri
bangsa Indonesia, yang dapat dilihat dalam Piagam Jakarta yang

19

kemudian

melahirkan

Pancasila

memiliki

Pancasila.
kesamaan

Muatan
sebagai

Piagam

Madinah

dan

perjanjian

luhur

yang

membangun, mencintai dan mempertahankan Indonesia. Demikian
pula dengan Piagam Madinah, merupakan perjanjian luhur untuk
mempertahankan
asas-asas

dan

negara

Madinah.

prinsip-prinsip:

Keduanya

persaudaraan,

sama-sama
persamaan,

memuat
toleransi,

musyawarah, tolong menolong, dan keadilan.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Zainal Abidin, Membentuk Negara Islam, Jakrta: t.p,t.t.
Al-Buthy, Muhammad Said Ramadhan, Fiqhus Sirah, Edisi terjemah, Jakarta:
Robbani Press, 1999.
Al-Karamiy, Hafidz Ahmad Ajjaj, Al-Idarah fi ‘Ashri ar-Rasul, Kairo: Dar asSalam, 2007.
As-Siba’i, Mushthafa, Hikmah Shirah Nabawiyah, Edisi terjemah, Surakarta:
Indiva Pustaka, 2009.
Abu ubaid al-qasim, kitab al-amwal, kairo; dar el-fikr,1975.
Al-thabari, Tarikh al-umam wal al-mulk, jilid III, Beirut; Dar el-fikr, 1987.
Elvandi, Muhammad, Inilah Politikku, Solo: Era Adicitra Intermedia, 2011.
Fazlur Rahman, the Islamic concept of state, dalam John. L posito dan John J.
Donohue, Islam in Transition, Muslim Prespective ,New york, University
Press, 1982.
Hasan Ibrahim, Tarikh Islam, Jil.1, Kairo:Maktabah Nahdliyat al-Mishriyyah,
1979.
Harun Nasution, Islam ditinjau dari Berbagai aspeknya, Jilid 1 ,Jakarta; UI
Press,1986.

20

Haekal, Muhammad Husain, Sejarah Hidup Muhammad, Edisi terjemah Jakarta:
Mitra Kerjaya Indonesia, 2002.
Hitti, Philip K. History of Arabs, Jakarta: Serambi, 2013.
Ibnu al-atsir, al-kamil fi al-tarikh, jilid II, Bairut; dar Beirut, 1965.
Karim, M. Abdul. Menggali Muatan Pancasila dalam Perspektif Islam.
Jogjakarta: Surya Raya,2004.
M. A. Salahi, Muhammad sebagai manusia dan nabi, Terj. M.sadat Ismail,
Yogyakarta; Mitra Pustaka, 2006.
Maryam, Siti, dkk. 2002. Sejarah Peradaban Islam dari Masa Klasik hingga
Modern. Yogyakarta: Jurusan SPI Fak. Adab IAIN Sunan Kalijaga
bekerjasama dengan LESFI
Mushthafa as-Siba’i, Hikmah Shirah Nabawiyah, Edisi terjemah, Surakarta:
Indiva Pustaka, 2009.
Muhammad Said Ramadhan Al-Buthy, Fiqhus Sirah, Edisi terjemah, Jakarta:
Robbani Press, 1999.
Muhammad Dhiya al-Din al-rayis, al-Nadzariyyat al-siyasiyat al-Islamiyat,
(Mesir, maktabat al-anju almisriyat, 1957) H.15, dikutib dari DB.
Macdonald, Development of Muslim Theology, jurispundence, and
constitutional theory, ,New york, Tp, 1903.
Montgomery Watt, Muhammad at Medina. (Oxford University Press, 1956),
Pulungan, J.Suyuthi, Prinsip-prinsip Pemerintahan dalam Piagam Madinah dari
Pandangan Al-Qur’an, Jakarta: Rajawali Press, 1993.
Reuven, Firestone, Jihād: the origin of holy war in Islam, t.k: t.p, 1999.
Tim penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta:Balai Pustaka, 1988.
Yakub, M, Piagam Madinah: Acuan Dasar Negara Islam, Jurnal Analytica
Islamica, No.2, Vol.6, Th. 2004.

21

Watt, Muhammad at Medina, dikutip oleh Muhammad bin Umar alwaqidi, kitab
al-maghazy, Calcutta; Von Kramer,1896.
Watt, Montgomery, Muhammad at Medina. Oxford University Press, 1956.
http//majidnurkholis.wordpress.com.piagam-madinah,

22