Kontrol Perdagangan Senjata Dunia Ancama

KONTROL PERDAGANGAN SENJATA DUNIA;
ANCAMAN ATAU PELUANG BAGI INDONESIA

PENDAHULUAN
Ketiadaan peraturan mengenai perdagangan senjata konvensional
internasional mengakibatkan peredaran senjata menjadi tidak terkontrol.
Meskipun negara-negara, seperti Somalia, Kongo, Liberia, Sierra Leone, dan
Sudan, telah diembargo oleh Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), dapat
memperoleh senjata konvensional dengan mudah. Senjata konvensional
yang diperoleh negara-negara tersebut berasal dari negara lain yang berada
di Benua Afrika, seperti Ghana, dan negara di luar Afrika, seperti China dan
Israel. Bahkan, sebagian negara di Eropa juga mengirimkan senjata ke
negara-negara tersebut.1
Pengontrolan terhadap perdagangan senjata konvensional yang lemah
berdampak pada peningkatan arms violence. Lembaga Small Arms Survey
menunjukkan konflik kekerasan bersenjata dari tahun 1990 hingga 2007 telah
menelan korban sebanyak 500.000 orang setiap tahunnya. 2 Sementara itu,
data dari United Nation Development Program (UNDP) menunjukkan jumlah
kematian yang diakibatkan oleh senjata konvensional berjenis small arms
sebanyak 0.01 kematian per 100,000 orang di Hong Kong, 30 per 100,000 di
El Salvador, 55 per 100,000 di Kolombia, dan jumlah tersebut meningkat 580

per 100,000 tiap tahunnya.3
Fenomena di atas membuat entitas di PBB membentuk rezim
internasional. Rezim internasional mengenai perdagangan senjata tersebut
adalah Perjanjian Perdagangan Senjata, (The Arms Trade Treaty/ATT). Ide
yang melandasi pembentukan ATT muncul pada tahun 1990an. Namun,
pembahasannya dilakukan pada Sidang Majelis Umum PBB ke 61 pada
tahun 2006. Sidang ini melibatkan seratus negara, termasuk Indonesia.
1Oxfam International, “Government Sign Historic Global Treaty to Regulate the $85bn Arms
Trade” dalam http://www.oxfam.org/en/pressroom/pressrelease/2013-06-03/governmentssign-historic-global-treaty-regulate-85bn-arms-trade, yang diakses pada 19 September 2013.
2Ibid.
3 Robert Muggah & Peter Batchelor, “Development Held Hostage: Assesing the Effect of the
Small Arms on Human Development”, (New York: UNDP, 2002).

Tujuan dari sidang ini adalah untuk meminta seluruh negara anggota PBB
memberikan pandangan mereka terkait dengan pembentukan ATT.
Indonesia dan 85 negara lainnya memberikan dukungan terhadap
pengembangan suatu instrumen yang mengikat secara hukum dalam ATT
untuk membentuk standar internasional yang meliputi ekspor, impor, dan
transfer senjata konvensional. Perwakilan Indonesia berkata, “Tidak adanya
instrumen global terhadap perdagangan senjata konvensional dan SALW 4

menunjukkan bahwa terdapat kebutuhan untuk membentuk instrumen
universal yang bersifat multilateral dan nondiskriminatif.” 5Dari penjelasan di
atas, maka pertanyaan yang diangkat dalam tulisan ini adalah Apa politik
kepentingan nasional Indonesia di ATT? Apakah ATT merupakan peluang
atau ancaman bagi Indonesia?

KERANGKA TEORI
Konsep Ancaman
Ancaman merupakan setiap usaha dan kegiatan, baik dari luar
maupun dari dalam negeri, yang dinilai mengancam atau membahayakan
kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara, dan keselamatan bangsa.
Berdasarkan sifat ancaman, hakikat ancaman digolongkan ke dalam
ancaman militer dan ancaman nirmiliter. 6
Bab I Pasal 1 ayat 22 Undang-Undang RI No. 34 tahun 2004 tentang
Tentara Nasional Indonesia disebutkan bahwa ancaman adalah setiap upaya
dan kegiatan, baik dari dalam negeri maupun luar negeri yang dinilai
mengancam atau membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah
negara, keselamatan segenap bangsa. Spektrum ancaman yang dapat
mengancam kedaulatan, keutuhan bangsa dan keselamatan negara miliki
keragaman.


4 Small Arms and Light Weapons.
5 Amnesty International, “A Global Arms Trade Treaty: What States Want”, (POL
34/004/2007, 2007), hal. 8.
6 Syarifudin Tippe, Yayat Ahmad Hadirat, & Rujito D. Asmoro, “Sistem Pertahanan Negara”
dalam perkuliahan Sistem Pertahanan Negara.

2

Perkembangan lingkungan strategis, baik global maupun regional, turut
memengaruhi karakteristik ancaman dengan munculnya isu-isu keamanan
seperti terorisme, ancaman lintas negara, dan peredaran senjata ilegal. 7
Konsep ancaman digunakan dalam tulisan ini untuk memberikan deskripsi
ancaman terhadap Indonesia terkait permasalahan peredaran senjata
konvensional ilegal yang masuk ke daerah konflik sehingga menimbulkan
ancaman terhadap stabilitas keamanan negara.
Konsep Sistem Pertahanan Negara
Ilmu pertahanan adalah ilmu yang mempelajari mengapa dan
bagaimana sebuah entitas negara-bangsa memelihara, meningkatkan,
melestarikan eksistensinya yang meliputi kedaulatan negara, keutuhan

wilayah, dan keselamatan bangsa dari segala jenis ancaman. 8 Konsep
pertahanan negara terbagi menjadi tiga tataran yaitu strategis, damai, dan
perang.
Pada

tataran

strategis,

pertahanan

negara

berfungsi

untuk

mewujudkan sistem pertahanan yang bersifat semesta, baik pada masa
damai maupun pada keadaan perang. Pada masa damai, pertahanan negara
digunakan sebagai penuntun dalam menyiapkan kekuatan pertahanan untuk

memiliki daya tangkal. Pada masa perang, pertahanan negara digunakan
sebagai penuntun dalam pendayagunaan segenap kekuatan nasional untuk
menyelamatkan negara dari ancaman yang dihadapi. 9
Sistem pertahanan nasional adalah perangkat unsur yang teratur
saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas yang berkaitan dengan
upaya

mencegah

dan

menangkis

lawan,

melindungi

dan

membela


kepentingan nasional dari serangan lawan.
Sasaran pertahanan negara meliputi penangkalan, agresi militer, nonagresi militer, nirmiliter, serta mewujudkan perdamaian dunia dan stabilitas
regional.10 Dalam tulisan ini, konsep sistem pertahanan digunakan untuk
7 Kementerian Pertahanan RI, “Buku Putih Pertahanan”, (Jakarta, 2008), hal. 9.
8 Syarifudin Tippe, Yayat Ahmad Hadirat, & Rujito D. Asmoro, “Sistem Pertahanan Negara”,
dalam perkuliahan Sistem Pertahanan Negara.
9 Y. Achmad Hadirat, “Doktrin Pertahanan Negara” dalam perkuliahan Sistem Pertahanan
Negara.
10 Syarifudin Tippe, Yayat Ahmad Hadirat, & Rujito D. Asmoro, “Sistem Pertahanan Negara”
dalam perkuliahan Sistem Pertahanan Negara.

3

menjelaskan tentang upaya Indonesia dalam memelihara dan meningkatkan
eksistensinya, yang meliputi kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan
keselamatan bangsa dari segala ancaman melalui ATT.
Konsep Kepentingan Nasional
Konsep kepentingan nasional sangat penting untuk menjelaskan dan
memahami perilaku negara dalam lingkungan internasional. Kepentingan

nasional dapat dipahami sebagai tujuan fundamental dan faktor penentu yang
mengarahkan para pembuat keputusan dalam merumuskan kebijakan luar
negeri.11 Kepentingan nasional suatu negara secara khas merupakan unsurunsur yang membentuk kebutuhan negara paling vital seperti pertahanan,
keamanan, militer, dan kesejahteraan. Konsep kepentingan nasional dalam
tulisan ini digunakan untuk mengetahui kepentingan nasional Indonesia di
ATT.
PEMBAHASAN
Politik Internasional Indonesia terhadap ATT
Indonesia mengikuti ATT karena memiliki tujuan yang ingin dicapainya.
Indonesia memiliki permasalahan mengenai perdagangan gelap senjata
konvensional. Hal tersebut yang menjadikan ATT sebagai instrumen dalam
upaya memperjuangkan kepentingan nasional Indonesia. Pada sesi keempat
pertemuan PrepCom, Indonesia yang diwakili oleh Yusran Khan (2012)
menyatakan:
“Indonesia is fully cognizant of the need to address problems
relating to regulated trade in conventional weapons and the
risks in their diversion toward illicit market or illegimitate
purposes. Considering that such risks can be fuel instability,
terrorism, separatism, and transnational organized crime, we
support that international action should be taken to address the

problem of unregulated trade in conventional weapons.”

11 Anak Agung Banyu Perwita & Yanyan Mochamad Yani, “Pengantar Ilmu Hubungan
Internasional”, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), hal. 35.

4

Pernyataan di atas menjelaskan bahwa Indonesia sangat menyadari
kepentingannya dalam pengaturan senjata konvensional dan risiko terhadap
penyebarannya ke pasar gelap. Dari penjelasan tersebut, dapat dilihat
maksud dan tujuan Indonesia berpartisipasi di ATT, yaitu untuk mengatasi
permasalahan perdagangan gelap konvensional. Hal ini sesuai dengan tujuan
pembentukan ATT, seperti yang tercantum dalam Pasal 1 ATT, yang berbunyi:
“The object of this Treaty is to:
Establish the highest possible common international standards for
regulating or improving the regulation of the international trade in
conventional arms; prevent and eradicate the illicit trade in
conventional arms and prevent their diversion”

Namun, pemerintah Indonesia mempunyai beberapa pertimbangan

untuk menandatangani atau meratifikasi perjanjian tersebut. Pertimbangan
tersebut berkaitan dengan sejumlah pasal yang berada di dalam ATT. Salah
satunya adalah Pasal 3 ATT, yang berbunyi:
“3. A State Party shall not authorize any transfer of
conventional arms covered under Article 2 (1) or of items
covered under Article 3 or Article 4, if it has knowledge at the
time of authorization that the arms or items would be used in
the commission of genocide, crimes against humanity,
grave breaches of the Geneva Conventions of 1949, attacks
directed against civilans objects or civilians protected as such,
or other war crimes as defined by international agreements to
which it is a Party.”
ATT terhadap Indonesia: Ancaman atau Peluang?
Penilaian ancaman atau peluang dari ATT terhadap politik internasional
Indonesia dapat ditinjau melalui dua sisi, yaitu dampak peraturan ATT
terhadap impor dan ekspor senjata konvensional Indonesia. Untuk impor
senjata, peraturan ATT berpotensi mengancam kepentingan Indonesia dalam
melakukan pengadaan. Hal ini disebabkan potensi konflik yang terjadi di
wilayah domestik Indonesia. Menurut Deputi Kementerian Kordinator Bidang
5


Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam) Bidang Kordinasi
Keamanan Nasional, Bambang Suparno, ada 1.804 potensi konflik di
Indonesia.12
Potensi konflik menjadi permasalahan bagi Indonesia sebab instabilitas
politik dan keamanan dapat dinilai negatif oleh negara eksportir. Negara
eksportir menilai apakah wilayah negara importir sedang terjadi konflik atau
tidak dan apakah dalam konflik tersebut negara importir melakukan
pelanggaran HAM terhadap warga sipil. Jika negara eksportir menilai terdapat
dua variabel tersebut, maka negara eksportir memiliki hak untuk tidak
melakukan ekspor senjata ke negara importir.
ATT turut melanggar UU Industri Pertahanan milik Indonesia terkait
dengan pengadaan senjata dari luar negeri. Dalam Pasal 43 ayat 5 UU No.
16 tahun 2012 tentang Industri Pertahanan disebutkan bahwa Indonesia
dilarang melakukan impor senjata apabila terdapat kondisionalitas politik.
Kondisional politik yang dimaksud dalam UU tersebut merujuk pada
hubungan parlemen dan presiden sebagai pembuat keputusan. Tujuan utama
UU ini adalah untuk meningkatkan kemandirian alutsista dalam negeri dan
sangat berkaitan dengan substansi ATT khususnya terkait pengaturan ekspor
dan impor.

Pada prinsipnya kebutuhan alat peralatan pertahanan dan keamanan
harus dipenuhi oleh industri pertahanan dalam negeri baik Badan Usaha Milik
Negara (BUMN) maupun Badan Usaha Milik Swasta (BUMS). Apabila tidak
dapat dipenuhi oleh industri pertahanan dalam negeri, pengadaan alat
peralatan pertahanan dan keamanan dapat dilakukan dengan pihak luar
negeri melalui impor dengan syarat-syarat yang tegas (Pasal 43 ayat 5),
sebagai berikut:
i. alat peralatan pertahanan dan keamanan belum atau tidak bisa dibuat
di dalam negeri;
ii. mengikutsertakan partisipasi industri pertahanan;
iii. kewajiban alih teknologi;

12Medanbisnisdaily, (2013, 30 Agustus), “1.804 Potensi Konflik di Indonesia.”
http://www.medanbisnisdaily.com/news/read/2013/08/30/47863/1804_potensi_konflik_di_indo
nesia/ dikutip 11 Desember 2013.

6

iv. jaminan tidak adanya potensi embargo, kondisionalitas politik dan
hambatan penggunaan alat peralatan pertahanan dan keamanan
dalam upaya mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan keselamatan segenap
bangsa dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan
negara;
v. adanya imbal dagang, kandungan lokal dan/atau ofset paling rendah
85%;
vi. kandungan

lokal

dan/atau

ofset

sebagaimana

dimaksud

pada

huruf v paling rendah 35% dengan peningkatan 10% setiap 5 tahun;
dan
vii. pemberlakuan ofset paling lama 18 bulan sejak Undang-Undang ini
diundangkan
Dalam pengadaan alutsista, DPR juga memiliki mempunyai kedudukan
dan fungsi penting untuk mengikuti pembahasan ATT. Dalam hal kepentingan
strategis nasional, DPR memberikan pertimbangan dalam pengadaan produk
alutsista sesuai dengan politik luar negeri yang dijalankan Pemerintah (Pasal
43 ayat 4). Dalam kebutuhan mendesak, impor alutsista dapat dilakukan atas
persetujuan DPR (Pasal 45 ayat 2).
Pentingnya larangan kondisionalitas politik dalam pembelian alat
peralatan pertahanan dan keamanan dari luar negeri sejak awal telah
didukung oleh Pemerintah dan DPR mengingat selama ini beberapa negara
eksportir menerapkan embargo dengan alasan pelanggaran berat HAM, misal
Inggris dan Amerika Serikat. Pelarangan kondisionalitas ini memiliki
kontradiksi terhadap ATT dimana negara eksportir wajib memastikan bahwa
negara importir tidak terlibat pelanggaran hukum HAM, kemanusiaan dan
terorisme (Pasal 6 dan 7).
Aturan di ATT turut mempengaruhi ekspor senjata konvensional
Indonesia. Dengan berjalannya ATT, ekspor alutsista Indonesia juga akan
dibatasi dengan adanya kewajiban negara eksportir untuk memastikan
negara importir tidak terlibat pelanggaran hukum HAM, kemanusiaan dan
7

terorisme. Dalam berbagai pembahasan, wakil industri alutsista Indonesia
(misalnya, PT Pindad) menyatakan bahwa saat ini negara tujuan ekspor
alutsista Indonesia umumnya merupakan negara-negara yang rentan
terhadap instabilitas politik yang mana seringkali dinilai memiliki keterlibatan
pada pelanggaran HAM oleh negara-negara barat, misalnya Myanmar, Mali,
Filipina, dan Nigeria.13 Dari analisis yang telah dilakukan maka terdapat titik
temu bahwa ATT merupakan ancaman terhadap Indonesia khususnya di
bidang pertahanan terkait dengan pengadaan dan penjualan senjata
konvensional.
KESIMPULAN
Indonesia berada di antara dua hal yang sangat bertentangan. Di satu
sisi Indonesia sangat membutuh ATT untuk membantu penjualan senjata
secara ilegal dan dapat mendorong kepemilikan senjata oleh individu
nonmiliter. Namun, di sisi lain, Indonesia mempunyai perundang-undangan
yang melarang impor senjata, kecuali industri pertahanan tidak mampu untuk
memenuhi kebutuhan militer. Selain itu, dampak ATT terhadap ekspor dan
impor senjata konvensional Indonesia juga menjadi penentu sikap Indonesia
terhadap ATT.
ATT berdampak pada ekspor dan impor senjata konvensional
Indonesia. Instabilitas politik, yang terjadi di Indonesia, menunjukkan potensi
konflik yang besar. Hal ini akan menjadi penilaian negatif untuk negara
eksportir, sehingga ekspor senjata terhambat. Selain itu, negara yang menjadi
importir senjata konvensional dari Indonesia merupakan negara yang
mempunyai stabilitas politik yang buruk. Sebagai eksportir, Indonesia harus
menghentikan ekspor senjata ke negara-negara tersebut, sehingga industri
pertahanan Indonesia akan mengalami perlambatan. Oleh karena itu, ATT
merupakan ancaman terhadap pengembangan senjata Indonesia.

13Kementerian Luar Negeri Indonesia, “Perjanjian Perdagangan Senjata Tahun 2013”,
(Jakarta, 2013).

8

Daftar Pustaka
Buku dan Jurnal
Amnesty International. (2007). “A Global Arms Trade Treaty: What States
Want” dalam POL 34/004/2007.
Hoyt, Timothy D. (2007). Military Industry and Regional Defense Policy: India,
Iraq, Israel. New York: Routledge.
Johari, J. C. (1985). International Relations and Politics: Theoritical
Perspective. New Delhi: Sterling Publisher.
Kementerian Luar Negeri Indonesia. (2013). Perjanjian Perdagangan Senjata
Tahun 2013.
Kementerian Pertahanan RI. (2008). Buku Putih Pertahanan.
Matthews, Ron dan John Treddnick. (___). Managing the Revolution in
Military Affairs. New York: Palgrave MacMilan.
Morgan, Patrick M. (1987). Theories and Approaches to International Politics:
What are We Think?. New Brunswick: Transaction Books.
Muggah, Robert & Peter Batchelor. (2002). Development Held Hostage:
Assesing the Effect of the Small Arms on Human Development. New
York: UNDP.
Perwita, Anak Agung Banyu & Yanyan Mochamad Yani. (2006). Pengantar
Ilmu Hubungan Internasional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Rajagopalan, Rajeswari Pillai. (2008). “Military Diplomacy: The Need for India
to Effectively Use In Its Conduct of Diplomacy”.
Salim, Mayor Laut (P). (2012). “Peningkatan Kerjasama Pertahanan
Indonesia di Kawasan Asia Tenggara Guna Mendukung Diplomasi
Pertahanan dalam Rangka Mewujudkan Stabilitas Kawasan”
Stohl, Rachel. (2010). U.S. Policy and the Arms Trade Treaty. London:
Chatham House.
Yasuhiro, Matsuda. (2006). “An Essay on China’s Military Diplomatic:
Examination of Intentions in Foreign Strategy”.

9

Website
Medan Bisnis Daily. (2013). “1.804 Potensi Konflik di Indonesia” dalam
www.medanbisnisdaily.com yang diakses pada 11 Desember 2013.
Oxfam International. (2013). “Government Sign Historic Global Treaty to
Regulate the $85bn Arms Trade” dalam www.oxfam.com yang diakses
pada 19 September 2013.
Thucydide, Centre. (2003). “AFRI 2002, Volume III – The ‘Defence
Diplomacy”, Main Component of the Preventive Diplomacy. Toward a
New Symbiosis Between Diplomacy and Defence” dalam www.africt.org yang diakses pada 5 September 2014.
Paparan Perkuliahan
Hadirat, Y. Achmad. “Doktrin Pertahanan Negara” dalam Paparan Mata kuliah:
Sistem Pertahanan Negara.
Tippe,Syarifudin, et.al. (2014). “Sistem Pertahanan Negara” dalam Paparan
Mata Kuliah Sistem Pertahanan Negara.

10