PENGGUNAAN PROSEDUR AUDIT ALTERNATIF DI DALAM PEMERIKSAAN KEWAJARAN PERKIRAAN KREDIT PEMILIKAN KENDARAAN BERMOTOR (KPKB) PADA BANK ” X ” SURABAYA

SKRIPSI

  

T IN I E KA S A RI S O E W A N D I

PENGGUNAAN PROSEDUR AUDIT ALTERNATIF

DI DALAM PEMERIKSAAN KEWAJARAN

PERKIRAAN KREDIT PEMILIKAN

KENDARAAN BERMOTOR (KPKB)

PADA BANK ” X ” SURABAYA

  A W f y c

Z7-

  

F A KU L TA S E KO N O M I U N IV E R S ITA S A IR L A N G G A

S U R A B A Y A

1 9 9 0

0 1 AL'G 1r ? 2 >

  Surabaya ,

  A . h

  >. 1

  C$ D

  Disetujui untuk diuji Oleh :

  Dosen Pembimbing : Surabaya, .............. Disetujui dan diterima baik.

  Oleh : Dosen Pembimbing, Ketua Jurusan,

  (Drs. Hanny Wurangian, Ak) (Drs. Arsono Laksmono, Ak)

  KATA PENGANTAR Dengan rahmat Tuhan Yang Maha Pengasih, penulis berhasil menyelesaikan penulisan skripsi ini. Penulisan skripsi ini diajukan untuk memperlengkapi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Jurusan

  Akuntansi pada Fakultas Ekonomi Universitas. Airlangga. Untuk memenuhi syarat tersebut, penulis telah mengada- kan survei pada Bank "X" Surabaya.

  Untuk menjaga rahasia perusahaan, angka-angka yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah angka-angka fiktif. Walaupun demikian inti persoalan tetap tidak akan menyimpang dari maksud penulisan skripsi ini.

  Melalui kesempatan ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Drs. Hanny Wurangian, Ak., yang telah membimbing dan mengarahkan penulisan skripsi ini.

  Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih pada staf dan karyawan Bank "X" Surabaya yang telah memberikan data, keterangan dan informasi-informasi yang sangat berguna bagi penulisan skripsi ini. i

  Juga tidak lupa penulis ucapkan banyak terima kasih kepada keluarga dan teman-teman yang telah banyak membantu hingga selesainya penulisan skripsi ini.

  Semoga maksud penulisan skripsi ini dapat me- menuhi syarat seperti yang dikehendaki oleh pimpinan Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga.

  Surabaya, 3 0 Juli 1990 Penulis, ii

  DAFTAR ISI Halaman

  9 6.3. Skope Analisa ..............

  13 1.1. Pengertian Piutang .........

  1. Tinjauan Mengenai Piutang Dari Segi Akuntansi .....................

  13

  11 BAB IX : PEMBAHASAN SECARA TEORITIS TENTANG PI­ UTANG DITINJAU DARI SEGI AKUNTANSI DAN AUDITING ............................

  6.4. Prosedur Pengumpulan dan Peng- olahan Data .................

  10

  9 6.2. Hipotesa Kerja ............ .

  KATA PENGANTAR ................................ i DAFTAR ISI .................................... iii DAFTAR GAMBAR, ................................. vi DAFTAR LAMPIRAN ............................... vii BAB I : PENDAHULUAN .........................

  9 6.1. Permasalahan ........ .......

  8 6. Metodologi Kerja.................

  7 5. Sistematika Pembahasan ..........

  6 4. Tujuan Penyusunan Skripsi .......

  4 3. Alasan Pemiiihan Judul ..........

  1 2. Penjelasan Judul ................

  1 1 . Pandangan Umum ..................

  13 iii

  1.2. Klasifikasi Piutang .........

  31 BAB III : GAMBARAN UMUM TENTANG BANK "X" DAN SISTEM PENGENDALIAN INTERNNYA ......

  3.1. Flow Chart (Bagan Arus-) Dokumen

  42

  3. Gambaran Faktual atas Prosedur Pem­ berian Kredit Pemilikan Kendaraan Bermotor, Pencatatan Piutang Serta Tindakan Bila Kredit Tersebut Me­ nunggak ..........................

  39

  2. Struktur Organisasi dan Job Description ................. .

  36

  36 1. Gambaran Umum Tentang Bank "X" ...

  30 2.6. Program Pemeriksaan Piutang .

  14 1.3. Penilaian Piutang ..........

  29 2.5. Substantive Test ...........

  26 2.4. Compliance Test ............

  2.3. Evaluasi Internal Control atas Piutang ........... .........

  21

  20 2.2. Pengendalian Intern ........

  20 2.1. Tujuan Pemeriksaan Piutang ..

  2. Tinjauan Mengenai Piutang dari Segi Auditing .........................

  16

  42 Halaman iv

  Halaman

  3.2. Internal Control Questionaires Tentang Sistem Pengendalian Intern yang Berhubungan Dengan Pemberian Kredit Pemilikan Ken­ daraan Bermotor (KPKB), Pen­ catatan Piutang serta Tindakan Bila Kredit Menunggak .......

  54 BAB IV : TINJAUAN TERHADAP PENGGUNAAN PROSEDUR AUDIT ALTERNATIF DI DALAM PEMERIKSAAN KEWAJARAN PERKIRAAN KREDIT PEMILIKAN KENDARAAN BERMOTOR PADA BANK "X", SURABAYA .............................

  58

  1. Evaluasi Terhadap Sistem Pengendali­ an Intern .........................

  58 2. Compliance Test ...................

  61 3. Substantive Test ..................

  66 4. Hasil Pemeriksaan ............ .

  69 BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ................

  73 1 . Kesimpulan ........................

  73 2. Saran .............. .......... .

  75 D A F T A R K E P U S T A K A A N v

  DAFTAR GAMBAR Gambar :

  Halaman

  1. Struktur Organisasi Bank "X", Cabang Surabaya

  40 2. Bagan Arus Dokumen ........................ .

  43

  • Prosedur Pemberian Kredit Pemilikan Ken­ daraan Bermotor (KPKB) ...................

  43 - Prosedur Pencatatan Piutang .............

  50

  • Prosedur Pemrosesan Kredit yang Menunggak

  51 vi DAFTAR LAMPIRAN Lampiran :

  1. Sample Dokumen yang Diuji Ketaatan (Compliatfce Test)

  2. Kertas Kerja Pemeriksaan Piutang

  3. Kertas Kerja Pemeriksaan BPKB

  4. Kertas Kerja Pemeriksaan Tagihan/Angsuran Piutang yang Menunggak

  M I L I I P E S P U S T A X A .V

  I BAB I "U N 1 V E R S 1TA S A 1 K L A K O U A - I

SU R A B A Y A |

  PENDAHULUAN 1 . Pandangan Umum Seiring dengan berkembangnya dunia usaha dan adanya deregulasi dari pemerintah, maka semakin banyak bermuncalan bank-bank baru, baik yang merupakan cabang ataupun bank yang benar-benar baru didirikan. Hal itu mengakibatkan persaingan antara bank-bank semakin kompetitif, sehingga bank-bank tersebut semakin ber- lomba untuk memuaskan kliennya dengan memberikan berbagai macam kemadahan dan menawarkan jasa perbankan yang baru, di samping berusaha untuk semakin efisien dalam beroperasi. Salah satu bentu.k dari jasa perbank­ an yang diberikan oleh Bank "X" adalah pemberian Kredit Pemilikan Kendaraan Bermotor (KPKB).

  Dalam memberikan kredit tersebut, Bank "X" harus benar-benar memperoleh keyakinan bahwa kredit yang di- bsrikannya benar-benar dapat tertagih; Karena bila kredit tersebut macet/tidak dapat ditagih, tentunya akan merugikan Bank "X" sendiri, di samping pihak-pihak lain yang berkepentingan antara lain : deposan, pemerintah, dan nasabah.

  

1

  2 Dengan kedudukannya yang demikian, pihak-pihak

  yang mempunyai kepentingan finansial di dalam perusaha- an perlu memperoleh media yang layak untuk mengambil keputusan sehubungan dengan kepentingannya terhadap perusahaan. Salah satu media yang layak adalah laporan keuangan. Agar laporan keuangan tersebut dapat me- menuhi kebutuhan pemakainya dan dapat diintepretasikan sama oleh masyarakat pemakai yang barkeduduka.n di luar perusahaan, maka laporan keuangan perlu disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang diterima umum (PAI).

  Untuk menjamin bahwa laporan keuangan telah di­ susun sesuai dengan PAI maka diparlukan se.seorang yang profesional dan independen untuk menilai kewajaran laporan keuangan secara obyektif. Oleh karena itu di- tunjuk seorang akuntan publik untuk melakukan pe­ meriksaan terhadap laporan keuangan untuk menentukan kewajaran laporan keuangan terssbut. Dalam kaitannya dengan hal tersebut, salah satu prosedur yang harus diterapkan adalah konfirmasi piutang (sesuai dengan

  Standard Auditing Procedures) bahwa : "Confirmation of receivables are generally accepted auditing procedures. The Independent auditor who issues on opinion must bear in mind that he has the burden of justifiying the opinion expressed".^ Tetapi mengingat bahwa piutang, dalam hal ini adalah Kredit Pemilikan Kendaraan Bermotor (KPKB) yang diberikan oleh 3ank "XM kepada banyak debitur yang masing-masing jumlah individualnya relatif kecil, se- dangkan jumlah keseluruhannya sangat material (60% dari seluruh kredit yang diberikan oleh Bank "X"), maka sangat tidak efisien dan »fektif untuk menerapkan prosedur konfirmasi.

  Hal ini mengingat bahwa diperlukan biaya dan waktu yang banyak, di samping belum tentunya konfirmasi tersebut dijawab, dan juga auditor bslum cukup memper- oleh keyakinan mengenai collectibility Kredit Pemilikan

  Kendaraan Bermotor tersebut, sehingga auditor belum memperoleh keyakinan bahwa Kredit Pemilikan Kendaraan Bermotor disajikan secara wajar dalam laporan keuangan.

  Oleh karena itu dalam skripsi ini, penulis mem- bahas mengenai prosedur alternatif yang dapat dilakukan untuk memperoleh keyakinan akaa kewajaran perkiraan

  Kredit Pemilikan Kendaraan Bermotor dalam laporan ke­ uangan.

  ^Jercy D. Sullivan, SPA., Montgomery's Auditing, Tenth Edition, A. Ronald Press Publication, John Willeys & Sons, In?, 1985, hal. 527.

  3

  4

  2. Penjelasan Judul Skripsi ini berjudul "Penggunaan Prosedur Audit

  Alternatif di dalam Pemeriksaan Kewajaran Perkiraan Kredit Pemilikan Kendaraan Bermotor (KPKB) pada Bank "X"f Surabaya". Dari judul di atas penulis dapat men- jelaskan sebagai berikut :

  1. Penggunaan adalah aplikasi atau panerapan teori di dalam praktek dengan memperhatikan situasi dan kon- disi yang ada.

  2. Prosedur audit alternatif adalah langkah lain yang

  

^ harus diambil oleh auditor sehubungan dengan tidak

  dapat dilakukannya salah satu prosedur audit yang utama atau tidak memuaskannya hasil penerapan suatu prosedur audit yang utama.

  3. Pemeriksaan atau auditing, menurut Alvin A. Arreas adalah : Auditing is the process of accumulating and evaluating evidence by a competent independent person about quantifiable information of a specific economic entity for the purpose of determining and reporting upon the degree of correspondence between quantifiable information and established criteria.

  Alvin A. Arens/James K. Loebbecke, Auditing An Integrated Approach, Seco.id Edition, Prentice Hall, Inc., Englewood Cliffs, i-Iew Jersey, U.S.A., 1981, hal. 3.

  5

  4. Kewajaran artinya tidak terdapat kekeliruan atau penyelewengan yang mempunyai pengaruh yang material terhadap laporan keuangan.

  5. Perkiraan adalah suatu pos atau chart of account di dalam neraca.

  6. Kredit Pemilikan Kendaraan Bermotor adalah salah satu bentuk pinjaman yang diberikan oleh Bank "X" kepada masyarakat. Dalam hal ini Bank "X" mengadakan perjanjian dengan showroom Kendaraan Bermotor yang akan menjadi penanggung (Avalist) dari konsumen yang membeli kendaraan bermotor secara kredit, kemudian showroom tersebut menghubungkan konsumen pembeli kendaraan bermotor tersebut dengan Bank "X". Selain itu bank "X" juga memberikan KPKB kepada nasabah (non avalist).

  7. Bank "X" adalah obyek penelitian yang dilakukan pe­ nulis .

  Dengan demikian, dari judul skripsi ini secara keseluruhan terkandung maksud untuk membahas tentang langkah-langkah yang harus dilakukan oleh auditor untuk sampai pada keyakinannya akan kewajaran penyajian per­ kiraan Kredit Pemilikan Kendaraan Bermotor sehubungan dengan tidak dilakukannya prosedur audit yang utama dan umum dilakukan dalam rangka pemeriksaan atas perkiraan

  6 Kredit Pemilikan Kendaraan Bermotor yaitu konfirmasi piutang.

  3. Alasan Pemilihan Judul Bank memperoleh pendapatan/income dari selisih bunga antara pemberian pinjaman kepada masyarakat dengan deposito dari masyarakat. Salah satu bentuk pem­ berian pinjaman dari Bank "X" kepada masyarakat adalah dengan memberikan Kredit Pemilikan Kendaraan Bermotor (KPKB).

  Oleh karena itu pemeriksaan (audit) yang ter- penting terhadap perkiraan Kredit Pemilikan Kendaraan Bermotor harus ditujukan kepada collectibility dari Kredit Pemilikan Kendaraan Bermotor tersebut, di samping untuk menentukan existensi, accuracy of amount valuation dan rightsnya.

  Dalam pemeriksaan terhadap perkiraan Kredit Pe­ milikan Kendaraan Bermotor ini, penulis menganggap bahwa prosedur konfirmasi yang merupakan prosedur yang harus dilakukan pada pemeriksaan piutang kurang tepat untuk digunakan. Hal ini mengingat bahwa jumlah debitur sangat banyak, sedangkan jumlah pinjaman individualnya relatif kecil. Di samping itu auditor juga harus mem­ peroleh keyakinan bahwa para debitur akan dapat me-

  7 lunasi kewajibannya. Hal ini menyababkan penulis ber- keinginan untuk menggunakan prosedur audit alternatif dalam pemeriksaan perkiraan Kredit Pemilikan Kendaraan

  Bermotor (KPKB) yang lebih efektif dan efisien dalam waktu dan biaya, tanpa mengurangi kompetensi daripada bukti-bukti yang dikumpulkan untuk mendukung pendapat yang diberikan auditor atas pemeriksaan terhadap laporan keuangan. Oleh sebab itu penulis memilih judul "Penggunaan Prosedur Audit Alternatif di dalam Pe­ meriksaan Kewajaran Perkiraan Kredit Pemilikan Kendara­ an Bermotor Pada Bank "X", Surabaya".

  4. Tuiuan Penyusunan Skripsi Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memberi­ kan gambaran tentang bagaimana seorang auditor me- rencanakan suatu pemeriksaan, khususnya di dalam pe­ meriksaan perkiraan Kredit Pemilikan Kendaraan Bermotor pada Bank "X", Surabaya bila prosedur yang utama yaitu konfirmasi tidak dilaksanakan, tanpa mengurangi kom­ petensi bukti-bukti yang diperlukan untuk mendukung pendapat auditor atas kewajaran laporan keuangan, khususnya terhadap parkiraan Kredit Pemilikan Kendaraan Bermotor.

  8 Untuk itu penulis ingin rnenerapkan teori-teori audit yang diperoleh dalam memeriksa perkiraan Kredit Pemilikan Kendaraan Bermotor mengingat bahwa kredit tersebut mempunyai keunikan tersendiri yaitu jumlah debiturnya banyak dengan piutang individualnya yang relatif kecil, sehingga penulis dapat menarik kesimpul­ an mengenai hubungan antara teori dan praktek.

  5. Sistematika Pembahasan

  Bab I : Memberikan gambaran umum mengenai pokok permasalahan yang akan dibahas. Bab XI : Menfirangkan berdasarkan literatur mengenai Kredit Pemilikan Kendaraan Bermotor yang lazim disebut sebagai piutang ditinjau dari segi akuntansi dan auditing.

  Bab III : Memberikan gambaran umum tentang Bank "XM Bab XV : Berisi tinjauan terhadap prosedur pe­ meriksaan alternatif terhadap perkiraan Kredit Pemilikan Kendaraan Bermotor se- hubungan dengan tidak dilaksanakannya prosedur yang utama yaitu konfirmasi di dalam rangka pemeriksaan umum terhadap Laporan Keuangan Bank "X", Surabaya.

  9 Bab V : Berisi kesimpulan dari analisa data dan saran yang dapat dipergunakan sebagai per- timbangan dalam pemeriksaan.

  6. Metodologi Kerja 6.1. Permasalahan.

  Perkiraan Kredit Pemilikan Kendaraan Bermotor merupakan perkiraan yang sangat penting dalam laporan keuangan Bank "X", karena merupakan 60% dari total pinjaman yang diberikan Bank "X" kepada masyarakat.

  Oleh karena itu kelangsungan hidup Bank "X" sangat ter- gantung dari collectibility Kredit Pemilikan Kendaraan Bermotor tersebut. Mengingat jumlah debiturnya sangat banyak sedangkan jumlah piutang individualnya relatif kecil, sehingga bila prosedur konfirmasi sebagai prosedur yang harus dilakukan tersebut dilaksanakan, maka akan memerlukan waktu dan biaya yang tidak sedikit di samping belum tentu konfirmasi tersebut memperoleh jawaban yang memuaskan, sehingga auditor tidak memper­ oleh bukti yang cukup untuk mendukung pendapat yang diberikannya atas kewajaran laporan keuangan.

  6.2. Hipotesa Kerja* Karena tujuan utama pemeriksaan terhadap per-

  1 0

  kiraan Kredit Pemilikan Kendaraan Bermotor adalah untuk memperoleh keyakinan bahwa kredit tersebut wajar {existence, accuracy valuation, rights) dan dapat diterima kembali pembayarannya (collectibility), maka prosedur konfirmasi sebagai prosedur yang utama yang harus dilaksanakan dapat digantikan dengan prosedur alternatif yang meliputi :

  • Pemeriksaan terhadap kemampuan membayar debitur yang ditunjukkan oleh referensi gaji dari perusahaan di mana debitur bekerja/rekening koran bila debitur se- orang wiraswasta.
  • Subsequent collection (jumlah pembayaran dan ketepat- an waktu pembayaran).
  • Pemeriksaan terhadap BPKB dan kecukupan asuransi ken­ daraan bermotor yang dibeli oleh debitur.

  Ketiga prosedur tersebut harus dilaksanakan secara ber- samaan.

  6.3. Ruang Lingkup.

  Bank "X" memberikan berbagai macam jenis pinjaman kepada masyarakat antara lain : Kredit Pe­ milikan Kendaraan Bermotor dan berbagai macam penarikan dana dari masyarakat, dalam usahanya untuk memperoleh income. Dalam skripsi ini, pembahasan dibatasi pada pe­ meriksaan terhadap perkiraan Kredit Pemilikan Kendaraan Bermotor. Hal ini mengingat kemampuan penulis yang ter- batas dan juga waktu yang diberikan untuk menyelesaikan skripsi ini, serta mengingat bahwa pemeriksaan terhadap perkiraan Kredit Pemilikan Kendaraan Bermotor sangat penting karena sebagian besar (60%) dari pinjaman yang diberikan oleh Bank "x" merupakan Kredit Pemilikan Ken­ daraan Bermotor sehingga auditor harus memperoleh ke­ yakinan bahwa Kredit Pemilikan Kendaraan Bermotor Ler- sebut akan dapat ditagih (collectible) karena hal ini sangat mempengaruhi kelangsungan hidup/kesehatan Bank

  "X", yang pada akhirnya juga mempengaruhi pendapat auditor terhadap kewajaran laporan keuangan Bank "X".

  6.4. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data.

  • Library Research Mengumpulkan dan mempelajari literatur dan karya ilmiah yang ada hubungannya dengan pembahasan skripsi ini, terutama yang menyangkut pembahasan dari segi teoritis.
  • Field Research Mengadakan observasi pada Bank "X11, mengadakan wawancara dengan staf/karyawan yang ada hubung-

  M I L I K P E R P U S T A K .A A N ’U N IV E R S 1 TA S A IK L A W O O A "

  S U R A B A Y A 1 2 annya dengan pembahasan skripsi ini.

  Analisis Data Data yang telah dikumpulkan, kemudian dianalisa, dan dihubungkan dengan teori yang telah di- kemukakan untuk kemudian ditarik kesimpulan dan saran.

  BAB II PEMBAHASAN SECARA TEORITIS TENTANG PIUTANG DITINJAU DARI SEGI AKUNTANSI DAN AUDITING

  1. Tiniauan Mengenai Piutang dari Segi Akuntansi Bank "X" memberikan pinjaman kepada masyarakat dalam bentuk pemberian Kredit Pemilikan Kendaraan

  Bermotor (KPKB). Dalam hal ini KPKB tersebut dapatlah kita sebut sebagai piutang Bank "X" kepada masyarakat.

  Oleh karena itu penulis akan menggunakan istilah piutang untuk membahas landasan teori.

  Piutang merupakan hal yang penting, bagi banyak perusahaan, terutama bagi bank, karena merupakan se- bagian besar aktiva Bank. Oleh karena itu sangatlah penting untuk menciptakan kebijaksanaan kredit dan prosedur penagihan yang efektif untuk memastikan pelunasan piutang secara teratur dan untuk mengurangi kerugian dari piutang tak tertagih. Pengendalian intern yang memadai dan akuntansi yang tepat untuk piutang mempunyai psngaruh yang besar bagi kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba.

  1.1. Pengertian Piutang.

  Pengertian piutang dari segi akuntansi adalah hak terhadap pihak lain yang diharapkan akan dipenuhi

  13 dengan penerimaan kas. Dalam hal ini Smith and Skousen mendefinisikan piutang sebagai berikut : In its broadest sense, the term receivables is applicable to all claims against others for money, goods or services. For accounting purposes, however, the term is generally employed in a narrower sense to designate claims expected to be settled by the receipt of cash.

  1.2. Klasifikasi Piutang.

  Piutang dapat diklasifikasikan menurut berbagai cara antara lain :

  1.2.1. Klasifikasi piutang berdasarkan cara perolehan piutang.

  1 4

  • Piutang dagang.

  Piutang yang terjadi karena transaksi pen­ jualan barang dan jasa secara kredit.

  • Piutang lain-lain (piutang non dagang).

  Piutang yang terjadi karena transaksi lain- lain, misalnya penjualan surat-surat berharga, atau aktiva selain barang dan jasa, pinjaman yang diberikan- kepada pemegang saham, kar- yawan, direktur dan perusahaan cabang, dari pembelian dibayar di muka dari restitusi pajak

  • Jay M. Smith Jr. and Fred Skousen, Intermediate Accountingt Eight Edition, South - Western Publishing Co, Cincinnati 1984, hal. 204.

  15 yang belum dibayarkan dari piutang bunga dan deviden, dari piutang pesanan saham dan se- bagainya.

  1.2.2. Klasifikasi piutang berdasarkan jangka waktu jatuh temponya.

  • Piutang jangka pendek.

  Piutang yang diharapkan untuk dapat tertagih dan jangka waktu satu tahun atau kurang.

  Semua piutang usaha diklasifikasikan sebagai piutang jangka pendek dan tiap-tiap piutang bukan usaha memerlukan analisa tersendiri untuk menentukan apakah piutang itu akan dapat dilunasi dalam waktu satu tahun atau tidak.

  • Piutang jangka panjang.

  Piutang yang diharapkan untuk dapat tertagih dalam waktu lebih dari satu tahun.

  1.2.3. Klasifikasi piutang berdasarkan debiturnya : - Piutang individual.

  Piutang yang umumnya besar dan langganan tidak banyak.

  • Piutang kolektif, piutang yang umumnya jumlah- nya kecil dan langganannya banyak, mis : pelanggan PLN, pelanggan PAM.

  16 1.3. Penilaian Piutang.

  Mengenai penilaian piutang, Eldon S. Hendriksen mengemukakan bahwa : Receivables and monetary securities should be valued in term of the cash to be received in the future. Since the cash is not availabe until after a waiting period, the receivable is not worth its maturity value (the amount finally due under the contract).^

  Jadi nilai piutang adalah nilai dari kas yang akan diterima di masa yang akan datang yang dinilai sekarang. Piutang tidak dicatat sebesar nilai jatuh temponya. Ini berlaku untuk piutang yang di dalamnya terkandung unsur bunga.

  Adanya penjualan sebuah mesin dengan term loan harga Rp. 2.500.000,- dengan syarat pembayaran 2 tahun, bunga 10%/tahun flat, maka piutang dicatat sebesar Rp. 2.500.000,- bukan Rp. 3.000.000,- (Rp.2.500.000,~ + (2 x 0,1 x 2.500.000).

  Selain itu, piutang yang terjadi dari penjualan barang atau jasa harus dilaporkan sebesar nilai reali- sasi bersihnya atau nilai kas yang diharapkan. Ini berarti piutang harus dicatat sebesar jumlah penjualan kredit bersih.

  Eldon S. Henriksen, Accounting Theory, Third Editionf Richard D. Irwin Inc., Illinois, 1 987, hal. 298.

  17 Faktor lain dari penilaian piutang adalah per- lakuan terhadap ketidakpastian tertagihnya piutang.

  Tidak seluruh piutang perusahaan akan dapat tertagih. Jumlah yang tidak tertagih tersebut harus diantisipasi- kan terhadap piutang dalam periode penjualan yang bersangkutan. Jumlah piutang yang diperkirakan tidak tertagih dicatat sebagai debit pada perkiraan biaya dan kredit pada perkiraan penyisihan. Bila terdapat bukti yang pasti bahwa sebagian dari suatu piutang atau seluruh piutang tersebut tidak dapat ditagih, piutang tersebut harus dihapus dengan mendebit perkiraan pe­ nyisihan dan mengkredit perkiraan piutang. Prinsip Akuntansi Indonesia menyatakan sebagai berikut:

  Piutang dinyatakan sebesar jumlah bruto tagihan dikurangi dengan taksiran jumlah yang tidak dapat diterima. Jumlah bruto piutang harus tetap disaji- kan pada neraca diikuti dengan penyisihan untuk piutang yang diragukan atau taksiran jumlah yang tidak dapat diterima.^

  Estimasi tidak tertagihnya piutang dapat di- dasarkan pada persentase tertentu dari penjualan suatu periode atau pada persentase tertentu dari jumlah piutang pada akhir suatu periode. Bila didasarkan pada penjualan, saldo yang ada pada perkiraan penyisihan

  Ikatan Akuntan Indonesia 1984, Prinsip Akuntan­ si Indonesia, Jakarta, 1984, hal. 33.

  18 yang diakibatkan oleh periode yang lalu diabaikan.

  Misalnya ditetapkan bahwa estimasi piutang yang tidak tertagih adalah satu persen dari penjualan periode ter­ sebut yang berjumlah Rp. 1.000.000,00, maka yang di- bebankan ke perkiraan biaya piutang tidak tertagih adalah satu persen dari Rp. 1.000.000,00 tanpa memper- hitungkan saldo yang ada pada perkiraan penyisihan untuk piutang tidak tertagih. Sebaliknya bila didasar- kan pada jumlah piutang, maka saldo permulaan penyisih­ an yang ada disesuaikan atau dikoreksi untuk mencapai saldo baru sesuai dengan persentase tertentu yang ditetapkan terhadap piutang.

  Ada dua macam cara yang dapat dilakukan bila besarnya penyisihan untuk piutang tak tertagih didasar- kan pada saldo piutang, yaitu penyisihan tersebut di­ sesuaikan sehingga saldonya menjadi sebesar persentase tertentu terhadap piutang atau penyisihan tersebut disesuaikan menjadi suatu jumlah yang ditentukan dengan menganalisa umur piutang.

  Bila penyisihan untuk piutang tak tertagih didasarkan pada analisa terhadap umur piutang, maka masing-masing piutang dianalisa untuk menetapkan apakah piutang tersebut belum jatuh tempo atau telah jatuh tempo. Piutang-piutang yang telah jatuh tempo diklasi-

  19 fikasikan menurut lamanya piutang tersebut telah mele- wati saat jatuh tempo yang telah ditetapkan.

  Selain metode-metode penyisihan untuk piutang tak tertagih, yang telah disebutkan di atas, terdapat metode penghapusan secara langsung, yaitu menghapus secara langsung suatu piutang bila telah ditetapkan bahwa piutang tersebut tidak akan dapat ditagih, misal- nya debitur telah meninggal tanpa ahli waris yang jelas. Penghapusan piutang tak tertagih dan mengkredit perkiraan piutang. Karena kerugian akibat tak tertagih­ nya piutang telah dapat ditentukan dengan pasti, maka banyak perusahaan menganggap bahwa metode ini lebih sederhana dan mudah untuk diterapkan.

  Walaupun metode ini sederhana dan mudah diterap­ kan tetapi metode ini bertentangan dengan teori akuntansi mengenai mempertemukan pendapatan dan biaya yang digunakan untuk memperoleh pendapatan tersebut dalam periode yang sama. Dengan metode ini dapat terjadi pendapatan telah diakui pada periode yang lalu, yaitu dalam periode terjadinya piutang, sedangkan biaya diakui pada tahun berikutnya, yaitu bila ternyata piutang tersebut tidak bisa tertagih. Oleh karena itu metode ini tidak dianjurkan untuk diterapkan.

  2 0

  2. Tinjauan Mengenai Piutang dari Segi Auditing Tujuan pemeriksaan umum atas laporan keuangan yang dilakukan oleh akuntan publik adalah untuk me- nyatakan pendapat apakah posisi keuangan dan hasil usaha serta perubahan posisi keuangan perusahaan telah disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku.

  Untuk mencapai tujuan tersebut harus diperoleh bukti-bukti atas pembukuan perusahaan dan dilakukan evaluasi terhadap bukti-bukti serta catatan-catatan perusahaan selama proses pemeriksaan.

  Adapun proses pemeriksaan atas perkiraan piutang adalah serangkaian kegiatan yang saling berkaitan untuk sampai pada suatu kesimpulan mengenai kelayakan per­ kiraan piutang yang tercantum pada laporan keuangan.

  2.1. Tujuan Pemeriksaan Piutang.

  2.1.1. Untuk menentukan ketelitian jumlah piutang yang dibukukan (accuracy of amount).

  2.1.2. Untuk menentukan bahwa piutang-piutang yang ada memang ada dan tidak fiktif/valid (existence).

  2.1.3. Untuk menentukan bahwa piutang-piutang yang ada memang dapat ditagih (collectible) karena walau- pun debitur itu tidak fiktif tetapi jika piutang

  21

  dari debitur tersebut tidak dapat ditagih, pi­ utang tersebut sebenarnya dicantumkan terlalu besar dalam neraca/overstated (valuation).

  2.1.4. Untuk menentukan ketepatan penyajian di neraca (proper presentation in the balance sheet) pada jumlah kas yang diharapkan untuk diterima (cash collectible amounts). Piutang harus disajikan sebesar jumlah kas yang diharapkan atau sebesar nilai realisasi bersihnya, yaitu setelah di- kurangi potongan penjualan dan retur penjualan atau penyisihan untuk retur tersebut.

  2.1.5. Untuk menentukan secara simultan ketepatan pen­ catatan pendapatan, potongan-potongan penjualan dan kerugian atas piutang tak tertagih.

  2.2. Pengendalian Intern.

  Definisi pengendalian intern atau internal control menurut Statement of Auditing Procedure (SAP) No. 33 adalah sebagai berikut :

  Internal Control Comprises the plan of organization and all of the coordinate methods and measures adopted within a business to safeguard its assets, check the accuracy and reability of its accounting data, promote operational efficiency and encourage adherence to prescribed managerial policies.^ Dari definisi tersebut dapat diuraikan lebih lanjut bahwa internal control meliputi pengendalian akuntansi (accounting control) dan pengendalian admi- nistratif (administrative control), yang masing-masing pengertiannya adalah sebagai berikut :

  a. Pengendalian akuntansi (accounting control) meliputi rencana organisasi dan semua prosedur serta metode yang terutama menyangkut dan berkaitan langsung dengan pengamanan aktiva dan dapat dipercayainya catatan akuntansi. Dalam pengendalian ini terutama meliputi sistem otorisasi dan persetujuan

  (approval), pemisahan fungsi dalam hal pembukuan dan pelaporan akuntansi mengenai operasi serta penyim- panan aktiva, pengendalian secara fisik atas aktiva dan pemeriksaan intern (internal audit).

  b. Adapun pengendalian administratif (administrative control) meliputi rencana organisasi dan semua pro­ sedur serta metode yang terutama menyangkut dan berkaitan dengan efisiensi operasi serta ketaatan terhadap kebijaksanaan manajemen. Pengendalian ini

  A Arthur W. Holmes and David C. Burns, Auditing Standards and Procedures, Ninth Edition, Richard D.

  Irwins Inc., Illinois, 1979, hal. 110.

  2 2

  "U N IVE RS FEK1"USTA!L \ a n M I L I is:

  1TAS A iA L A N U U A "

SU R A B A Y A

  berhubungan secara tidak langsung dengan catatan akuntansi. Dalam kontrol ini lazimnya termasuk laporan pelaksanaan (performance report), analisa statistik, penelitian waktu dan gerak (time and motion study), program latihan pegawai dan kontrol atas kualitas (quality control).

  Setiap perusahaan menghadapi risiko di dalam usaha untuk mencapai tujuannya, dan untuk menanggula- nginya dibutuhkan suatu sistem pengeidalian intern yang baik. Secara umum, suatu sistem pengendalian intern dikatakan baik jika tidak seorang pun dalam suatu per- asahaan b-arada dalam kedudukan sedemikian rupa sehingga orang tersebut dapat membuat kesalahan dan terus me- lakukan tindakan-tindakan yang tidak diinginkan tanpa diketahul dalam waktu yang lama.

  Lebih lanjut dapat dikatakan bahwa sistem internal control yang baik meniliki karakteristik- karakteristik tertentu sebagai berikut :

  a. Suatu rencana organisasi yang memungkinkan adanya pemisahan partanggungjawaban fungsi se­ cara tepat.

  b. Suatu sistem otorisasi dan prosedur pencatatan yang tepat untuk memungkinkan accounting control yang memadai terhadap hutang, aktiva, pendapatan, dan biaya.

  c. Praktek yang sehat yang harus diikuti dalam pelaksanaan tugas dan fungsi dari setiap bagian organisasi.

  24

  d. Klasifikasi dan kualitas pegawai yang cocok dengan tanggung jawabnya.-' Sehubungan. dengan karakteristik-karakteristik di atas, maka untuk sistem pengendalian intern yang baik atas piutang harus dipenuhi syarat-syarat antara lain sebagai berikut :

  1. Fungsi penjualan harus dipisahkan dari fungsi pem­ bukuan.

  2. Pembukuan atas penjualan dipisahkan dari fungsi pe- nerimaan kas sebagai hasil penagihan piutang.

  3. Retur, potongan harga dan penghapusan piutang harus disetujui oleh pejabat yang berwena.ig, yang terpisah dari fungsi penerimaan uang.

  4. Pejabat yang berwenang memutuskan penjualan kredit harus terpisah dari bagian penjualan.

  5. Pembukuan pada kartu piutang harus langsung dari dokumen-dokumen dasar.

  6. Kartu piutang harus diverifikasi secara periodik oleh petugas indepeaden. Saldo piutang harus dikon- firmasi langsung kepada debitur.

  7. Daftar analisa umur piutang dibuat secara periodik.

  Ikatan Akuntan Indonesia, Norma Pemeriksaan Akuntan, Ikatan Akuntan Indonesia, Jakarta 1936, hal.

  34.

  25

  8. Faktur penjualan, konosemen, dan nota-nota harus bernomor tercetak dan pemakaiannya dipertanggung- jawabka:*! dengan baik.

  Adapun penjabaran dari syarat-syarat di atas pada perusahaan adalah sebagai berikut :

  1. Saldo buku tambahan piutang secara teratur dicocok- kan dengan saldo menurut buku besar.

  2. Secara periodik dibuat daftar analisa umur piutang.

  3. Piutang yang sukar ditagih secara periodik diteliti oleh pejabat yang berwenang.

  4. Dibentuk pehyisihan untuk piutang yang meragukan dalam jumlah yang tepat.

  5. Piutang yang tidak tertagih disetujui dahulu oleh yang barwenang.

  6. Piutang yang telah dihapus tetap diawasi dalam hal penagihan di kemudian hari.

  7. Dokumen-dokumen pendukung terjadinya piutang diberi nomor urut tercetak.

  8. Rekening koran dikirimkan kepada semua langganan secara teratur.

  9. Rekening koran disiapkan oleh orang yang tidak melakukan pembukuan atas kas/bank dan tidak ber- tugas membukukan piutang.

  26

  10. Rekening koran dikirimkaa kepada langganan oleh orang yang tidak menyelenggarakan pembukuan piutang.

  11. Perbedaan-perbedaan dan jumlah yang masih diperde- batkan menurut surat langganai diselesaikan o h i h personil yang bukan kasir dan pemegang buku piutang.

  12. Potongan harga dan penghapusan piutang disetujui oleh pejabat yang berwenang.

  13. Terdapat pemisahan fungsi antara yang menyeleng­ garakan pembukuan piutang dan kasir.

  14. Petugas yang membukukan piutang diganti secara bergilir.

  15. Untuk semua psngiriman barang dikirimkan fakturnya.

  16. Batas penjualan kredit kepada tiap-tiap langganan dipatuhi.

  2.3. Evaluasi Internal Control atas Piutang.

  Perlunya dilakukan evaluasi atas internal control oleh akuntan publik disebabkan karena diharus- kan oleh Norma Pemeriksaan Akuntan, norma pelaksanaan pemeriksaan yang kedua,yang berbunyi sebagai berikut :

  Sistem pengendalian intern yang ada harus di- pelajarl dan dinilai secukupnya untuk menentukan dapat atau tidaknya sistem tersebut diandalkan

  27 sebagai dasar untuk menetapkan luasnya pengujian yang harus dilakukari serta prosedur pemeriksaan yang akan digunakan. °

  Sehubungan dengan norma tersebut di atas, dalam hal pe­ ngendalian intern atas piutang auditor terutama berke- pentingan terhadap akuntansi (accounting control), yaitu pengendalian yang menyebabkan dapat dipercayainya data akuntansi dan adanya perlindungan terhadap aktiva serta catatan-catatan perusahaan. Hal ini disebabkan karena tujuan pemeriksaan yang dilakukan oleh akuntan terhadap piutang terutama adalah untuk menilai kewajar­ an dari perkiraan piutang tersebut, dalam hubungannya dengan pemeriksaan terhadap laporan keuangan perusaha­ an.

  Ada beberapa media yang dapat digunakan oleh auditor untuk mengevaluasi sistem internal control.

  Media-media tersebut adalah : 1. Daftar pertanyaan (^uestionaire).

  Suatu rangkaian daftar pertanyaan yang telah distan- dardisasi sebagai alat untuk mengumpulkan informasi /nengenai sistem internal control perusahaan.

  2. Uraian tertulis (narrative record).

  Yaitu suatu uraian tertulis yang lengkap dari sistem

  28 internal control perusahaan.

  3. Checklist.

  Suatu rangkaian instruksi yang harus diikuti oleh auditor dalam rangka mengevaluasi sistem internal control perusahaan.

  4. Bagan alur (flowchart).

  Suatu penyajian bagan alur dari bagian-bagian yang ada di perusahaan. Bagan alur ini memberikan gambar­ an mengenai prosedur-prosedur yang terkoordinasi dari suatu perusahaan.

  Dalam pelaksanaan tugas auditor, bantuan yang diberikan oleh hasil pemeriksaan terhadap sistem pe­ ngendalian intern perusahaan besar artinya. Auditor menaruh perhatian yang besar terhadap sistem pengen­ dalian intern perusahaan, karena melalui pemeriksaan terhadap sistem pengendalian intern dapat ditentukan luasnya ruang lingkup pemeriksaan. Bila sistem pengen­ dalian intern perusahaan adalah baik, maka suatu ke- salahan atau penyelewengan akan dapat ditemukan dalam waktu yang singkat. Jadi adanya sistem pengendalian intern yang baik dapat menimbulkan keyakinan atas dapat dipercayainya catatan keuangan perusahaan. Dengan demikian luasnya ruang lingkup pemeriksaan dapat dibatasi.

  29 Arthur W. Holmes, dalam bukunya "Auditing Standards and procedures" menyebutkan bahwa tujuan auditor mempelajari dan mengevaluasi sistem pengendali­ an intern yang ada, terutama dalam pengendalian akuntansi (accounting control) adalah sebagai berikut : a. Untuk mengukur memadai tidaknya sistem internal control sebagai salah satu dasar untuk memberi­ kan pernyataan pendapat mengenai laporan keuang­ an secara keseluruhan.

  b. Untuk membantu sebagai dasar bukti adanya ke- lemahan atau kekuatan (strength) operasi (pelak­ sanaan) internal control.

  c. Untuk membantu sebagai pegangan/petunjuk me­ ngenai scope pemeriksaan apakah perlu -xiendetail atau tidak.

  d. Untuk membantu sebagai dasar bagi rekomendasi yang mungkin diperlukan, supaya sistem internal control lebih sempurna.

  2.4. Compliance Test.

  Compliance test dilakukan untuk memperoleh ke­ yakinan bahwa internal control yang telah dinilai cukup kuat oleh auditor berjalan seperti yang digariskan. Apabila sistem internal control perusahaan tidak dapat diandalkan atau sistem internal control dapat diandal- kan namun lebih efisien untuk langsung mengadakan substantif tsst, maka auditor memilih untuk tidak menjalani tahap compliance test. Apabila dari hasil

  Ruchyat Kosasih, Auditing Prinsip dan Prosedur, Edisi Ketiga, Yogyakarta, 1977, hal. 34.

  30 compliance test, prosedur internal control yang telah diyakini semula ternyata berjalan dengan baik, maka substantive test dapat dibatasi sehingga pemeriksaan akan lebih efisien tanpa mengurangi mutu keprofesian. Namun bila hasil compliance test tidak memuaskan, maka keuntungan ini tidak dapat diraih, namun ia dapat memberikan tambahan informasi berupa ikhtisar kelemahan pengawasan sebagai dasar untuk memberikan usulan per- baikan serta dapat menyerahkan auditor dalam mendisa.in prosedur pemeriksaan substantif.

  2.5. Substantive Test.

  Substantive test dilakukan untuk memperoleh bukti keabsahan, kelayakan perlakuan akuntansi atas transaksi dan saldo rekening. Kesalahan dalam jumlah uang merupakan salah satu indikasi yang jelas tentang penyajian yang salah atas rekeningnya. Luasnya prosedur pemeriksaan yang akan diterapkan bergantung pada per- timbangan mengenai sistem internal control, pengaruh rekening terhadap laporan keuangan secara keseluruhan, sifat dan materialitas rekening, hubungan antar tran­ saksi atau rekening, dan perluasan atas kesalahan.

  Substantive test meliputi proses analisa terperinci atas transaksi dan saldo, termasuk pengiriman konfir-

  31 masi, penghitungan kembali, dan lain-lain. Keseluruhan- nya disusun untuk rnengidentifikasikan kesalahan dalam jumlah uang yang mempunyai pengaruh besar dalam penyajian laporan keuangan, serta temuan-temuan baru atas kelemahan sistem internal control.

  2.6. Program Pemeriksaan Piutang.

  Program Pemeriksaan atas Piutang yang lazim dilakukan antara lain adalah sebagai berikut :

  1. Dapatkah dari langganan daftar yang memuat perinci- an saldo piutang, lebih baik bila daftar saldo piutang tersebut juga mengelompokkan piutang ber­ dasarkan umurnya, sehingga daftar saldo ini sekali- gus menjadi aging schedule. Pada dasarnya daftar ini merupakan daftar yang saldo-saldonya diambil dari kartu-kartu piutang atau disebut juga buku besar pembantu (subsidiary ledger).

  2. Periksa kebenaran penjumlahan pada daftar saldo tersebut.

  3. Cocokkan aaldo-saldo piutang yang tercantum pada daftdr saldo tersebut dengan saldo menurut saldo buku besar pembantu.

  4. Cocokkan saldo total piutang pada daftar dengan saldo piutang menurut buku besar.

  32

  5. Pilih debitur-debitur yang aka.i dikirimi surat pdr- mintaan pengukuhan saldo (confirmation request).

  6. Periksa secara sampling pe.igelompokan piutang me- nurut umurnya. Hal ini dilakukan dengan memeriksa tanggal jatuh tempo faktur dan mencocokkan jumlah yang terdapat dalam kolom umur tertentu pada aging schedule yang bersangkutan. Beri perhatian khusus kepada piutang yang sudah lama jatuh tempo dan saldonya makin lama makin meningkat, Ini mungkin berarti bahwa pemberian kredit kepadanya harus dihentikan, atau mungkin juga debitur sudah melunasi hutangnya tetapi pelunasan tersebut tidak dicata-’: dalam buku perusahaan dan uangnya disele- wengkan oleh karyawan perusahaan.

  7. Hubungkan pemeriksaan terhadap piutang dengan pe­ meriksaan terhadap penjualan, yaitu dengan jalan menentukan cut off yang tepat. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa penjualan dalam tahun berjalan tela.n dicatat semuanya, sedangkan penjualan yang dilakukan pada tahun sebelumnya dan sasjdahnya tidak dibukukaa dalam tahun berjalan.

  8. Melakukan pemeriksaan atas penerimaan hasil tagihan setelah tanggal neraca (subsequent collection) terutama bila hasil konfirmasi tidak memuaskan.

  33 Howard

  F. Stettier dalam bukunya "Auditing Principles" mengatakan sebagai berikut : if no reply can be secured from a major confir­ mation request, or if confirmation is not practicable or reasonable from some other reason, alternative procedures may be employed to determine the validity of the accounts. Reference to subsequent payment of an account ordinarily constitutes the best alternative indication of validity. Should the nonresponce customer have made no subsequent payment, the auditor may refer to other evidence to ascertain whether a valid receivable exists. Such evidence would include the shipping departement's notice of shipment, accompanied possibly by a receipted copy of the bill of lading, the customer's purchase order

Dokumen yang terkait

PROSEDUR KREDIT PEMILIKAN MOBIL DI BANK ANDA CABANG BONGKARAN SURABAYA RANGKUMAN TUGAS AKHIR - PROSEDUR KREDIT PEMILIKAN MOBIL DI BANK ANDA CABANG BONGKARAN SURABAYA - Perbanas Institutional Repository

0 0 10

PROSEDUR KREDIT PEMILIKAN MOBIL DI BANK ANDA CABANG BONGKARAN SURABAYA - Perbanas Institutional Repository

0 0 8

PROSEDUR PEMBERIAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH (KPR) BTN PLATINUM PADA PT BANK TABUNGAN NEGARA (BTN) KANTOR CABANG SURABAYA TUGAS AKHIR - PROSEDUR PEMBERIAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH (KPR) BTN PLATINUM PADA PT BANK TABUNGAN NEGARA (BTN) KANTOR CABANG SURABAYA - P

0 0 16

PROSEDUR PELAKSANAAN PEMBERIAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH PADA PT.BANK TABUNGAN NEGARA (PERSERO) KANTOR CABANG PEMBANTU MAYJEN SUNGKONO SURABAYA TUGAS AKHIR - PROSEDUR PELAKSANAAN PEMBERIAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH PADA PT. BANK TABUNGAN NEGARA (PERSERO) KANTOR

0 0 16

BAB 1 PENDAHULUAN - PROSEDUR PEMBERIAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH DI BANK BTN CABANG SURABAYA - Perbanas Institutional Repository

0 0 9

BAB II LANDASAN TEORI - PROSEDUR PEMBERIAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH DI BANK BTN CABANG SURABAYA - Perbanas Institutional Repository

0 0 29

PERANAN PRINSIP KONSISTENSI DALAM METODE PENGAKUAN PENDAPATAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP LAPORAN RUGI LABA Dl SUATU PERUSAHAAN DAGANG ” X ” Dl SURABAYA

0 4 88

PERANAN SISTEM PENGENDAL1AN INTERN TERHADAP PEMBELIAN MATERIAL DAN PENGELUARAN UANG PADA PERUSAHAAN KONTRAKTOR PT. ” X ” Dl SURABAYA

0 2 104

STANDARD COST SEBAGAI PENGUKUR EFISIENSI DAN ALAT MOTIVASI DALAM MENCAPAI TUJUAN PERUSAHAAN PADA PT. ” X ” DI SURABAYA

0 0 144

STANDARD COST SEBAGAI PENGUKUR EFISIENSI DAN ALAT MOTIVASI DALAM MENCAPAI TUJUAN PERUSAHAAN PADA PT. ” X ” DI SURABAYA

0 0 144