PENGARUH JENIS KAYU TERHADAP PERTUMBUHAN DUA JENIS JAMUR SEBAGAI PRAPERLAKUAN PADA PEMANFAATANNYA UNTUK ENERGI

  

LAPORAN

PENELITIAN DPP

TAHUN ANGGARAN 2013

PENGARUH JENIS KAYU TERHADAP PERTUMBUHAN

DUA JENIS JAMUR SEBAGAI PRAPERLAKUAN PADA

PEMANFAATANNYA UNTUK ENERGI

Nama Tim Peneliti

Denny Irawati, S.Hut, M.Si, Ph.D

  

Dr.Ir. J.P. Gentur Sutapa, M.Sc

LABORATORIUM ENERGI KAYU

BAGIAN TEKNOLOGI HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

  

2013

  Halaman

  8 III. METODE PENELITIAN .............................................................................

  18 LAMPIRAN ............................................................................................................

  18 DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................

  16 VI. KESIMPULAN DAN SARAN .....................................................................

  PEMBAHASAN ............................................................................................

  14 V.

  12 IV. HASIL PENELITIAN ..................................................................................

  9 D. Analisis hasil ..............................................................................................

  9 C. Prosedur pelaksanaan .................................................................................

  9 B. Alat penelitian ............................................................................................

  9 A. Bahan penelitian ........................................................................................

  6 E. Media pertumbuhan jamur ........................................................................

  

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ ii

DAFTAR ISI ........................................................................................................... iii

DAFTAR TABEL .................................................................................................. iv

DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. iv

DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... iv

ABSTRAK ..............................................................................................................

  5 D. Jamur konsumsi .........................................................................................

  5 C. Johar ..........................................................................................................

  4 B. Lamtoro .....................................................................................................

  4 A. Gamal ........................................................................................................

  3 II. STUDI PUSTAKA

  2 C. Manfaat ......................................................................................................

  1 B. Tujuan …………........................................................................................

  1 A. Latar Belakang ...........................................................................................

  PENDAHULUAN .........................................................................................

  v I.

  20

  Tabel 1. Nilai Rata-rata Kandungan Kimia Serbuk Kayu (%) dan Hasil Analisis Statistik 1 Faktor......................................................................................

  14 Tabel 2. Nilai Rata-rata Kecepatan Pertumbuhan Miselia Jamur (mm/hari).........

  15 Tabel 3. Analisis Keragaman Kecepatan Pertumbuhan Miselia Jamur ................

  15 Tabel 4. Analisis Tukey Nilai Rata-rata Kecepatan Pertumbuhan Miselia Jamur

  15 Tabel 5.

  Korelasi antara Kandungan Kimia Serbuk Kayu (%) dan Kecepatan Pertumbuhan Miselia

  ..................................................................................

  16 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Bagan alir penelitian ...........................................................................

  13 Gambar 2.

  A. Grafik pertumbuhan miselia jamur Kuping; B. Grafik pertumbuhan miselia jamur Shiitake.

  ...........................................................................

  17 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Foto pertumbuhan miselia jamur Kuping .........................................

  20 Lampiran 2. Foto pertumbuhan miselia jamur Shiitake .......................................

  21

  Semakin berkurangnya potensi bahan bakar fosil menuntut usaha yang semakin keras untuk menemukan jenis bahan bakar pengganti yang dapat diperbaharui. Kayu dapat digunakan sebagai bahan baku bio-etanol. Sebagai bahan baku bio-etanol serbuk kayu memiliki keunggulan, yaitu potensinya berlimpah, harganya murah dan tidak bersaing dengan penggunaan manusia sebagai sumber bahan makanan. Akan tetapi sebagai materi lignoselulotik, kendala yang dihadapi serbuk kayu sebagai bahan baku etanol adalah adanya kandungan lignin di dalam kayu. Oleh karena itu untuk meningkatkan produk etanol dari kayu diperlukan tindakan untuk menghilangkan atau setidaknya mengurangi kandungan ligninnya terlebih dahulu.

  Proses pendegradasian lignin dari dalam kayu dapat dilakukan secara biologi dengan menggunakan jamur pelapuk putih. Beberapa jenis jamur yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat seperti jamur kuping (Auricularia auricula-judae) dan jamur shiitake (Lentinus

  

edodes ) ternyata juga merupakan jamur pelapuk putih dan secara selektif dapat

  mendegradasi lignin di dalam kayu, sehingga pembudidayaan jenis-jenis jamur yang dapat dikonsumsi tersebut dapat merupakan cara pretreatmen untuk mengurangi kadar lignin pada serbuk kayu. Pembudidayaan jamur konsumsi ini perlu terus ditingkatkan, karena selain menghasilkan jamur yang dapat dimakan, limbah medianya juga merupakan potensi yang besar untuk bahan baku bio-etanol.

  Sejauh ini jenis jamur seperti yang tersebut di atas telah banyak dibudidayakan oleh masyarakat dengan menggunakan kayu Sengon sebagai medianya. Belum ada penelitian untuk menggunakan jenis kayu lain untuk budidaya jamur konsumsi tersebut. Namun sesungguhnya setiap spesies jamur memiliki persyaratan kondisi pertumbuhan yang berbeda, khususnya media, yang sangat berpengaruh terhadap kecepatan pertumbuhan miselia. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh interaksi antara jenis media dengan jenis jamur terhadap pertumbuhan miselia.

  Penelitian ini dilakukan dengan menumbuhkan jamur kuping (A. auricula-judae) dan jamur shiitake (L. edodes) pada media yang terbuat dari kayu gliriside, lamtoro, dan johar. Sebelum diinokulasi dengan jamur, masing-masing media dianalisis kandungan kimianya (ekstraktif, holoselulosa, alfaselulosa, Klason lignin, lignin terlarut asam, dan abu). Media jamur dibuat dari serbuk kayu yang ditambah dengan nutrisi dan mineral. Kemudian ke dalam media tersebut juga ditambahkan air hingga kadar air media mencapai kurang lebih 70%. Media seberat 20 g kemudian dimasukkan kedalam petri disk, disterilisasi, dan diinokulasi dengan bibit masing-masing jamur. Pertumbuhan miselia jamur diukur dengan cara mengukur panjang miselia yang nampak pada permukaan media setiap 2 hari hingga pertumbuhan miselia memenuhi petri disk.

  Terdapat interaksi antara jenis kayu dan jenis jamur terhadap pertumbuhan miselia Kayu Lamtoro dan Gliriside merupakan jenis yang baik untuk pertumbuhan miselia jamur Kuping dengan kecepatan pertumbuhan rata-rata sebesar 2,56 dan 2,16 mm/hari, sedangkan kayu Gliriside dan Johar merupakan jenis yang terbaik untuk pertumbuhan miselia jamur Shiitake, dengan kecepatan pertumbuhan rata-rata sebesar 2,25 dan 2,04 mm/hari. Hasil analisis statistik menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara komponen kimia kayu dengan kecepatan pertumbuhan miselia masing-masing jamur.

A. Latar Belakang

  Krisis bahan bakar fosil tengah melanda dunia. Semakin berkurangnya potensi bahan bakar fosil menuntut usaha yang semakin keras untuk menemukan jenis bahan bakar pengganti yang dapat diperbaharui. Di Indonesia sendiri produksi minyak bumi sudah tidak mampu mencukupi kebutuhan dalam negerinya sejak tahun 2004. Jumlah kendaraan bermotor yang membutuhkan bahan bakar bensin terus bertambah. Oleh karena itu perlu dicari bahan bakar alternatif untuk kendaraan bermotor yang produksinya dapat diperbaharui (renewable).

  Salah satu materi yang dapat digunakan sebagai bahan baku produksi bio-etanol adalah bahan lignoselulotik, misalnya kayu. Sebagai bahan baku produksi bio-etanol, kayu memiliki keunggulan yaitu potensinya yang cukup besar di Indonesia (kurang lebih 42,2

  3

  juta m untuk tahun 2010) dan tidak bersaing dengan penggunaan lain yang merupakan kebutuhan utama manusia yaitu sumber makanan (Anonimus, 2010). Akan tetapi kayu juga memiliki kelemahan sebagai bahan baku bio-etanol yaitu adanya kandungan lignin yang menyebabkan rendahnya laju hidrolisis. Hasil penelitian yang sudah kami lakukan sebelumnya yaitu pada bahan baku limbah serbuk kayu jati, meranti dan sengon, yang diberi pretreatmen biologi (menggunakan jamur P. chrysosporium yang merupakan jamur pelapuk putih untuk mendegradasi lignin) dapat meningkatkan kadar etanol yang dihasilkan sebesar 26,68-76,90%, dibanding serbuk yang tidak diberi pretreatmen (Irawati,

  , 2009). Lignin menyebabkan aksesibilitas enzim menjadi rendah terhadap et al. polisakarida.

  Beberapa jenis jamur yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat seperti jamur tiram (Pleurotus ostreatus), jamur kuping (Auricularia sp.), dan jamur shiitake (Lentinus edodes) ternyata juga merupakan jamur pelapuk putih. Pembudidayaan jenis-jenis jamur yang dapat dikonsumsi tersebut dapat merupakan cara pretreatmen untuk mengurangi kadar lignin pada serbuk kayu sehingga diharapkan dapat meningkatkan daya hidrolisisnya (Contreras et al., 2000; Hideno et al., 2007; Irawati et al., 2012a). Oleh karena itu pembudidayaan jamur konsumsi ini perlu terus ditingkatkan, karena selain menghasilkan jamur yang dapat dimakan, limbah medianya juga merupakan potensi yang besar untuk bahan baku bio-etanol.

  Sejauh ini jenis jamur seperti yang tersebut di atas telah banyak dibudidayakan oleh masyarakat dengan menggunakan kayu Sengon sebagai medianya. Belum ada penelitian untuk menggunakan jenis kayu lain untuk budidaya jamur konsumsi tersebut, khususnya di Indonesia. Sebenarnya bukan hanya kayu Sengon yang dapat digunakan sebagai media. Quimio dalam Chang dan Quimio (1982) menyatakan bahwa jamur Kuping dapat tumbuh dengan baik pada media yang terbuat dari kayu Lamtoro (Leucaena leucocephala Lam de Wit) dibanding pada media yang terbuat dari kayu yang lain.

  Di Indonesia terdapat beberapa pohon berkayu yang termasuk dalam famili Leguminoceae yang sama dengan Sengon yang belum diketahui sifat kesesuaiannya bila digunakan sebagai media pertumbuhan jamur, antara lain Gamal (Gliricidia sepium (Jaqc.) Steud.) , Lamtoro (L. leucocephala Lam de Wit), dan Johar (Samanea saman (Jaqc.) Merr.). Kayu dari pohon-pohon tersebut tidak banyak digunakan untuk industri karena bentuk dan ukuran batang utamanya yang tidak begitu bagus. Masyarakat banyak menanam pohon-pohon tersebut sebagai tanaman pagar dan memanfaatkan daunnya sebagai pakan ternak. Sejauh ini kayu dari batang pohon tersebut hanya digunakan sebagai kayu bakar, walaupun ada kemungkinan dapat juga digunakan sebagai media pertumbuhan jamur. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk memanfaatan kayu-kayu tersebut sebagai media pertumbuhan jamur yang sekaligus merupakan usaha untuk mendegradasi kandungan ligninnya secara alami. Setiap spesies jamur memiliki persyaratan kondisi pertumbuhan yang berbeda, khususnya media, yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan, produksi badan buah, serta keefektifannya dalam mendegradasi lignin.

  B. Tujuan

  Tujuan dari penelitian ini adalah : Mengkaji pengaruh interaksi antara jenis media dengan jenis jamur terhadap pertumbuhan miselia.

  C. Manfaat

   Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai jenis spesies kayu yang tepat sebagai media untuk pertumbuhan jamur kayu.  Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kondisi (pH, kadar air, dan kerapatan) yang optimal untuk pertumbuhan miselia beberapa jenis jamur kayu.

   Landasan Teori dan Hipotesis

  Jamur kuping (Auricularia sp.) dan jamur shiitake (L. edodes) merupakan jamur pelapuk putih dan dapat mendegradasi lignin di dalam kayu yang sesuai yang digunakan sebagai media pertumbuhannya. Jenis jamur yang berbeda memiliki persyaratan kondisi pertumbuhan yang berbeda, khususnya media, yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan, produksi badan buah, serta keefektifannya dalam mendegradasi lignin.

  Berdasarkan tujuan penelitian dan landasan terori yang ada, maka hipotesis awal yang diajukan pada penelitian ini adalah: diduga terdapat pengaruh interaksi antara jenis media dengan jenis jamur terhadap pertumbuhan miselia.

   STUDI PUSTAKA A. Gamal

  Gamal (Gliricidia sepium) adalah tumbuhan sejenisyang sering digunakan sebagai pagar hidup atau peneduh. Tumbuhan ini merupakan tumbuhan daerah tropis dengan persebaran yang cukup luas yang dibuktikan dengan banyaknya nama daerah yang digunakan untuk menyebut tumbuhan ini. Di Laos tumbuhan ini biasa disebut dengan

  

kh’è, no’yz, kh’è, dan fàlangx, sedangkan di Filipina biasa disebut dengan kakawate, dan di

  Malaysia biasa disebut dengan bunga Jepun. Taksonomi atau sistematika dari Gamal adalah sebagai berikut (Heyne, 1987): Kingdom : Plantae Divisio Class Ordo Famili : Legumonoceae Genus Species : Gliricidia sepium (Jaqc.) Steud. Gamal memiliki ciri yaitu biasanya bercabang banyak, dengan tinggi pohon antara

  2

  • –15 m dan diameter batang bisa mencapai sekitar 15-30 cm. Warna kulit batangnya adalah coklat keabu-abuan hingga keputih-putihan dan kadang kala beralur dalam pada batang yang tua. Gamal memiliki daun majemuk menyirip, dengan ukuran panjang 15-30 cm. Anak daun berpasangan yang terletak berhadapan atau hampir berhadapan dengan bentuk jorong atau lanset. Karangandari tumbuhan ini berupa malai berisi 25-50 kuntum dengan panjang 5-12 cm. Bunga berkelopak 5, berwarna hijau terang, dengan mahkota bunga putih ungu dan 10 helai benangsari yang berwarna putih. Umumnya bunga muncul di akhir musim kemarau, ketika pohon tak berdaun. Tumbuhan Gamal ini memiliki buah polong berbiji 3-8 butir, bentuknya pipih memanjang, dengan ukuran 10-15 cm × 1.5- 2 cm. Pada saat masih muda buahnya berwarna hijau kuning dan akhirnya coklat kehitaman bila sudah mengering (Purwanto, 2007).

  Gamal terutama ditanam sebagai. Perakaran gamal merupakan penambat dan mudah dicerna, sehingga cocok untuk pakan Sedangkan kayunya biasanya digunakan sebagai kayu bakar.

   Lamtoro

  Lamtoro atau yang biasa disebut juga petai cina, merupakan tumbuhan perdu yang berasal dari daerah tropis di benua Tumbuhan ini dikenal pula dengan aneka sebutan, antara lain: petai belalang, petai jawa (Malaysia); lamandro (Papua Nugini); ipil-

  

ipil, elena, kariskis (Filipina); dan krathin (Thailan). Sedangkan taksonomi atau

  sistematika dari Lamtoro adalah sebagai berikut (Heyne, 1987): Kingdom : Plantae Divisio Class Ordo Famili : Legumonoceae Genus : Leucaena Species : Leucaena leucocephala Lam de Wit

  Pohon Lamtoro dapat mencapai tinggi hingga 20 m, walaupun kebanyakan hanya memiliki tinggi sekitar 2-10 m. Percabangannya rendah dan banyak, dengan kulit batang berwarna kecoklatan atau keabu-abuan, berbintil-bintil dan berlentisel. bertangkai panjang yang berkumpul dalam berisi 2-6 bongkol. Tiap-tiap bongkol tersusun dari 100-180 kuntum bunga, membentuk bola berwarna putih atau kekuningan berdiameter 12-21 mm, di atas tangkai sepanjang 2-berbentuk pita lurus, pipih dan tipis. Buah Lamtoro mengandung 15-30 biji yang terletak melintang dalam polongan, berbentuk bulat telur sungsang atau bundar telur terbalik. Bijinya miri namun berukuran lebih kecil dan berpenampang lebih kecil (Purwanto, 2007).

  Daun-daun dan ranting muda Lamtoro merupakan pakan ternak. Sedangkan buah Lamtoro biasa dikonsumsi oleh manusia. Lamtoro diketahui juga dapat menghasilkandan zat pewarna merah, coklat dan hitam dari kulit batang, daun, dan polongnya. Kayu Lamtoro sangat disukai sebagai kayu bakar. Sebenarnya kayu Lamtoro memiliki sifat pengerjaan yang cukup baik (mudah dikeringkan dan mudah dikerjakan), hanya sayangnya kayu ini jarang yang memiliki ukuran besar, batang bebas cabang umumnya pendek dan banyak mata kayu, karena pohon ini banyak bercabang-cabang.

C. Johar

  Johar adalah nama Johar dapat tumbuh baik pada berbagai kondisi tempat tumbuh, akan tetapi paling cocok pada dataran rendah(dibawah 1200 m dpl) dengan iklim muson dan curah hujan antara 500 —2800 mm pertahun. Tumbuhan ini berasal dari Thailan, namun saat ini sudah menyebar secara luas. Beberapa nama daerah untuk tumbuhan ini adalah ijuwar

  (Betawi, Sunda), johor (Malaysia), dan bujuk atau dulang (Sumatra). Taksonomi atau sistematika dari Johar adalah sebagai berikut (Heyne, 1987): Kingdom : Plantae Divisio Class Ordo Famili : Legumonoceae Genus : Samanea Species : Samanea saman (Jaqc.) Merr. Pohon Johar dapat mencapai tinggi hingga 30 m, namun rata-rata tinggi pohon tersebut adalah 2-20 m. Pohon Johar memiliki batang lurus dan pendek, dengan diameter batang jarang melebihi 50 cm. Kulit batangnya berwarna abu-abu kecoklatan pada cabang yang muda dan percabangan melebar membentuk tajuk yang padat dan membulat. Daunnya menyirip genap, dengan panjang 10-35 cm. Memiliki tangkai daun bernemtuk bulat torak sepanjang 1,5-3,5 cm yang beralur dangkal di tengahnya. Bunga dari tumbuhan ini terkumpul dalama berbentuk memipih, berbiji 20-30 buah dengan tepi yang menebal. Bijinya sendiri berbentuk bundar telur pipih, dengan ukuran 6,5-8 × 6 mm, dan berwarna coklat terang mengkilap.

  Johar sering ditanam di lahan masyarakat dengan sistem agroforestri. Johar juga biasa ditanam dihutan baik sebagai tanaman sela, tanaman tepi atau penghalang angin. Pohon ini juga digunakan sebagai penaung di perkebunan-perkebunan Saat ini Johar kerap juga ditanam sebagai pohon peneduh tepi jalan, pohon hias di taman-taman, dan sebagai tanaman untuk merehabilitasi lahan tambang. Daun-daun johar, bunga dan polongnya yang muda dapat dijadikan pakan ternak dan juga sebagai mulsa yang dapat menyuburkan tanah ( Jensen, 1999) .

D. Jamur Konsumsi

  Pengertian jamur disini adalah makrofungi yang memiliki tubuh buah yang besar dibandingkan yang memiliki bagian vegetatifnya yang mikroskopis. Dalam bahasa Inggris jamur yang bisa di konsumsi ini biasa disebut mushroom (Gandjar et al., 2006). Jamur merupakan tanaman yang tidak memiliki klorofil sehingga tidak bisa melakukan proses fotosintesis untuk menghasilkan makanan sendiri. Jamur hidup dengan cara mengambil zat-zat makanan, seperti selulosa, glukosa, lignin, protein dan senyawa pati dari organisme lain. Dengan bantuan enzim yang diproduksi oleh hifa, bahan makanan tersebut diuraikan menjadi senyawa yang dapat diserap untuk pertumbuhan (Parmijo dan Andoko, 2008).

  Hanya beberapa jamur yang bisa dikonsumsi dari ribuan jenis jamur yang tumbuh dibumi ini. Dari sedikit jumlah tersebut, ada 5 jenis yang memiliki nilai ekonomi untuk dibudidayakan, yaitu jamur kuping, jamur tiram, jamur merang, jamur champignon dan jamur shiitake. Pemanfaatan jamur konsumsi oleh manusia bukan hanya karena lezat tetapi juga karena adanya kandungan gizi di dalam jamur tersebut, antara lain : mineral, serat, protein, serta beberapa asam amino esensial. Bahkan adapula beberapa yang dinyakini memiliki khasiat sebagai obat.

  Pembudidayaan jamur telah banyak dilakukan oleh masyarakat. Tahapan dari budidaya jamur ini adalah : 1). pembuatan spawn atau inokulum, 2). pembuatan kompos yaitu substrat yang akan ditumbuhi oleh jamur, dan 3). pengaturan lingkungan pertumbuhan agar diperoleh produksi jamur yang maksimal. Berbagai limbah pertanian dan kehutanan seperti jerami, bagase dan serbuk kayu dapat digunakan sebagai media pertumbuhan jamur.

  Jamur Kuping (Auricularia sp.)

  Jamur ini disebut dengan jamur kuping karena memang bentuknya mirip telingan (kuping) dengan warna coklat muda hingga kemerah-merahan. Tubuh buahnya berlekuk- lekuk selebar 3-8 cm. Permukaan atas jamur ini agak mengilap, berurat dan berbulu halus mirip beludru di bagian bawahnya. Tangkai buahnya pendek, menempel dimedia tumbuh (substart) dengan cara membuat lubang di permukaannya (Parmijo dan Andoko, 2008).

  Secara alami jamur kuping dapat tumbuh diberbagai jenis kayu diberbagai lokasi. Namun lokasi tumbuh yang paling baik adalah di kayu-kayu lapuk yang ada di dataran rendah bersuhu hangat sampai pegunungan berhawa sejuk. Besaran suhu yang dapat

  o o

  ditoleransi oleh jamur kuping adalah 16-36

  C, tetapi idealnya 26-28

  C. Pada fase pembentukan miselium, jamur kuping memerlukan kadar air sekitar 62%, kelembaban udara 60-75%, dan kadar oksigen tidak terlalu tinggi. Saat memasuki pertumbuhan tubuh

  o

  buah, jamur ini memerlukan suhu 16-22 C dengan kelembaban udara 80-90% dengan kadar oksigen tinggi (Chang dan Quimio, 1982).

  Jamur shiitake merupakan salah satu jenis jamur yang paling banyak dibudidayakan, dan biasanya dibudidayakan pada media berupa log kayu, namu saat ini telah banyak juga dibudidayakan dengan menggunakan bag log ( Sánchez, 2010) . Jamur shiitake mempunyai tudung seperti bentuk payung, warna tudung kuning kemerahan atau coklat gelap. Lebar tudung bervariasi antara 2,5-9 cm dan terdapat selaput kutikula. Bagian bawah tudung terdapat lamela yang berisi spora. Tangkai tudung berwarna seperti tudungnya dan sedikit agak keras. Panjang tangkai tudung 3-9 cm dan diameternya 0,5-1,5 cm.

  Jamur shiitake baik tumbuh pada daerah dataran tinggi. Suhu dan kelembaban

  o

  optimum untuk pertumbuhan jamur shiitake adalah 22-25 C dan 60-70%. Pada fase pembentukan tubuh buah kadar air media yang optimum adalah 70-80% (Suhardiman, 1998). Akan tetapi sesungguhnya terdapat juga varietas shiitake yang dapat tumbuh pada suhu rendah. Chen (2001) menyatakan bahwa terdapat 4 varietas jamur Shiitake bila dikelompokkan berdasarkan suhu pembentukan badan buahnya, yaitu: suhu rendah

  o o

  (berbuah pada suhu kurang dari 10 C); suhu sedang (berbuah pada suhu antara 10-18 C);

  o

  suhu tinggi (berbuah pada suhu lebih dari 20 C); dan kisaran suhu yang luas (dapat

  o

  berbuah pada suhu antara 5-35 C).

E. Media Pertumbuhan Jamur

  Berbagai limbah pertanian dan kehutanan seperti jerami, bagase dan serbuk kayu dapat digunakan sebagai media pertumbuhan jamur. Nutrisi untuk tumbuh jamur didapatkan dari dalam media dan kandungan dari media sangat bervariasi tergantung kepada tipe dari jamur yang akan ditumbuhkan (Nair dalam Chang dan Quimio, 1982). Terkadang terdapat jenis jamur tertentu yang membutuhkan media yang dikomposkan terlebih dahuli sebelum digunakan, akan tetapi ada juga jenis jamur yang dapat menggunakan media segar untuk pertumbuhannya. Hasil penelitian sebelumnya pada jamur Kuping, didapatkan hasil bahwa media yang terbuat dari kayu Sengon memberikan hasil produksi badan buah yang paling tinggi jika dibandingkan dengan media yang terbuat dari kayu Meranti dan Jati (Irawati et al, 2012b). Hasil penelitian lain pada jamur Shiitake menyebutkan bahwa perlakuan pengkondisian terhadap kayu Sugi sebelum digunakan sebagai media pertumbuhan jamur Shiitake dapat meningkatkan produktifitas badan buah (Meguro et al, 2002). Media buatan yang disesuaikan dengan kondisi pertumbuhan alamiah dari jamur sangat diperlukan untuk produksi jamur dalam jumlah yang besar.

  A. Bahan penelitian

  Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu gliriside, lamtoro, dan johar yang diperoleh dari pekarangan atau hutan rakyat di daerah Yogyakarta. Dua spesies jamur konsumsi jenis pelapuk putih yaitu spesies Auricularia auricula (jamur kuping) dan spesies Lentinus edodes (jamur shiitake). Bahan kimia untuk menganalisis komponen kimia kayu dan untuk pembuatan media jamur.

  B. Alat penelitian

  Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi :  Alutoklaf  Cawan petri  Meja steril untuk inokulasi  Peralatan pengujian komponen kimia kayu  Oven  Timbangan  Inkubator  Ayakan 10 dan 60 mesh

  C. Prosedur pelaksanaan a.

  Analisis komponen kimia kayu Kayu dan media yang akan digunakan terlebih dahulu dianalisis komponen kimianya antara lain ekstraktif, holoselulosa, alfaselulosa, lignin dan kadar abu (ASTM D-1102 s.d

  1110) dengan metode sebagai berikut :

  Ekstraktif

  Sebanyak 2 g sampel serbuk kayu dimasukkan dalam cawan saring. Selanjutnya cawan saring seisinya dimasukkan dalam soxhlett sedemikian sehingga ujung cawan saring lebih tinggi dari ujung sifon dan sampel didalamnya lebih rendah dari titik ini. Cawan saring lalu ditutup dengan sepotong saringan dari logam agar tidak ada serbuk yang hilang. Ekstraksi dilakukan dengan 200 ml alkohol benzen (alkohol : benzen = 1 : 2) selama 4-6 jam. Sesudah selesai, cawan saring itu dikeluarkan dari soxhlett dan dihisap dengan pompa vakum hingga isinya kering. Kemudian dicuci dengan alkohol untuk menghilangkan benzen dan dihisap lagi dengan pompa vakum. Selanjutnya cawan saring dan isisnya dikeringkan dalam tanur pada suhu 100-105 C dan ditimbang sampai beratnya konstan.

  _ _ ker tan B awalB ing ur

  % k _ eks   100 % B _ ker ing tan ur

  Holoselulosa

  Sebanyak 0,70 g (  0,05 g) serbuk bebas ekstraktif dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml. Kemudian ditambahkan 10 ml larutan A (60 ml HCl + 20 g NaOH, ditambahkan aquades hingga 1000 ml) dan secara hati-hati dimasukkan pula 1 ml larutan B (200 g NaClO

  2 dalam 1000 ml aquades). Erlenmeyer dimasukkan ke dalam penangas air dengan

  suhu 70  2 C dan digoyang setiap 30 menit. Pada menit ke 45, 90, dan 150, ditambahkan 1 ml larutan B dan erlenmeyer digoyang-goyang setiap penambahan larutan B. Sesudah 4 jam, erlenmeyer dimasukkan ke dalam penangas air es dan ditambahkan 15 ml aquades es. Seluruh isi erlenmeyer disaring menggunakan cawan saring yang sudah diketahui berat kosongnya. Untuk membersihkan seluruh isi erlenmeyer, dilakukan pencucian dengan 100 ml larutan asam asetat 1%. Cawan saring dihisap dan dicuci dengan 2-5 ml aseton yang dibiarkan menetes keluar karena beratnya, kemudian dihisap lagi selama 3 menit. Selanjutnya cawan saring beserta isinya dikeringkan dalam tanur pada suhu 100-105 C dan ditimbang sampai beratnya konstan.

  B _ holoselulo sa ker ing tan ur

  % k _ holo   100 %

  B _ SBE ker ing tan ur Alfaselulosa

  Ke dalam cawan saring yang masih berisi holoselulosa ditambahkan beberapa cc NaOH 17,5% dengan menggunakan pipet. Cawan saring diletakkan dalam gelas arloji yang berisi air hingga holoselulosa terendam oleh air kurang lebih 1 cm selama 5 menit.

  Setelah itu ditambahkan 3 ml larutan NaOH 17,5% dan diaduk selama 1 menit, dan didiamkan selama 35 menit. Setelah 35 menit dimasukkan 6 ml aquades, dan cawan saring dikeluarkan dari gelas arloji. Cawan saring beserta isinya dihisap pelan-pelan dan dicuci dengan 60 ml aquades sambil terus dihisap. Setelah penghisapan dihentikan, ditambahkan 10 ml larutan asam asetat 10% dan diaduk serta dihisap lagi hingga kering. Selanjutnya cawan saring dicuci kembali dengan 60 ml aquades dan dengan 10 ml aseton. Cawan saring beserta isinya dikeringkan dalam tanur dan ditimbang sampai beratnya konstan.

  % _ 100 %

  k alfa   B _ SBE ker ing tan ur Lignin

  Sebanyak 1 g (  0,1 g) serbuk bebas ekstraktif dipindahkan ke dalam gelas piala ukuran 1000 ml dan dicernakan dengan 400 ml air panas di atas penangas air 100 C selama

  3 jam. Setelah itu serbuk disaring dengan cawan saring dan dibiarkan kering. Setelah kering dipindahkan ke dalam gelas piala dan ditutup dengan gelas arloji. Dengan perlahan sambil diaduk ditambahkan 15 ml H

2 SO 4 72%, lalu didiamkan selama 2 jam dengan sering diaduk. Setelah 2 jam serbuk dicuci dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 1000 ml.

  Selanjutnya konsentrasi asam dibuat menjadi 3% dengan menambahkan 560 ml aquades. Larutan tersebut lalu didihkan di bawah pendingin tegak selama 4 jam dan diusahakan agar volume tetap dengan menambah air panas sewaktu-waktu. Setelah bahan-bahan yang tidak larut dibiarkan mengendap dan disaring dengan cawan saring, kemudian cawan saring tersebut dicuci dengan air panas hingga bebas dari asam. Cawan saring beserta isinya dikeringkan dalam tanur pada suhu 100-105 C dan ditimbang hingga beratnya konstan.

  B _ lignin ker ing tan ur

  % k _ lignin   100 %

  B _ SBE ker ing tan ur Lignin terlarut asam

  Lignin terlarut asam diukur dengan menggunakan larutan bening yang diperoleh dari

  2

  

4

  pengukuran Klason lignin. Konsentrasi H SO dari larutan disesuaikan hingga menjadi 3%, dan kemudian absorbansinya diukur dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang

  2

  4 gelombang 205 nm. Larutan 3% H SO digunakan sebagai blanko (Lin and Dence 1992).

  Abu

  Sebanyak 2 g (  0,1 g) serbuk dimasukkan kedalam cawan porselin yang telah diketahui beratnya. Selanjutnya ditempatkan dalam tanur pada suhu 600ºC selama 4 jam.

  Setelah 4 jam, untuk menyempurnakan pembakaran, maka tutup tanur dibuka selama kurang lebih 1 menit sehingga sampel berubah menjadi abu secara sempurna. Setelah itu didinginkan di dalam desikator dan ditimbang sampai beratnya konstan .

  B _ abu

  % k _ abu   100 %

  B _ ker ing tan ur b.

  Pembuatan media Kayu Gamal, kayu Lamtoro, dan kayu Johar dibuat serbuk dengan ukuran 9

  • –80 mesh dan kemudian digunakan sebagai media pertumbuhan jamur. Ke dalam serbuk kayu tersebut kemudian ditambahkan bekatul sebanyak 12,5% sebagai tambahan nutrisi. pH media diatur pada kisaran 6-7 dengan penambahan CaCO 3 sebanyak 6% dari total media.

  Kadar air media diatur dengan menambahkan air hingga Ka mencapai 60-75%.

  c.

  Pengukuran kecepatan pertumbuhan Untuk mengukur laju pertumbuhan miselia, media sebanyak 20 g dengan kadar air 60%, 65%, 70%, dan 75% dimasukkan ke dalam cawan petri (diameter 90 mm). Pada setiap kombinasi jenis kayu dan jamur dibuat 5 kali ulangan. Media yang telah dimasukkan ke

  o

  dalam cawan petri, kemudian di sterilisasi dalam autoclaf pada suhu 121 C selama 20 min, and diinokulasi dengan miselia jamur Kuping atau jamur Shiitake yang sebelumnya ditumbuhkan terlebih dahulu di media PDA (potato dextrose agar). Kemudian inokulum

  o

  tersebut diinkubasi pada kondisi gelap (di dalam inkubator) dengan suhu pembiakan 25 C. Diameter dari koloni jamur diukur setiap 3 hari di 4 arah hingga pertumbuhan miselia memenuhi seluruh cawan petri.

E. Analisis hasil

  Model rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap, menggunakan dua faktor perlakuan, yaitu : jenis kayu untuk media (A) dan jenis jamur (B). Faktor A terdiri dari 3 taraf, yaitu : kayu Gamal, kayu Lamtoro, dan kayu Johar. Sedangkan faktor B berupa jenis jamur, terdiri dari 2 taraf, yaitu : jamur Kuping dan jamur Shiitake. Banyaknya ulangan yang digunakan adalah 3, sehingga diperoleh jumlah sampel sebanyak 3 x 2 x 3 = 18 sampel. Parameter yang diamati adalah kecepatan pertumbuhan miselia.

  Selengkapnya prosedur penelitian yang akan dilakukan digambarkan pada bagan alir dibawah ini :

  Gambar 1. Bagan alir penelitian

  Serbuk kayu Gamal, Lamtoro, dan Johar

  Analisis kimia kayu Pembuatan media autoklaft

  121

  o

  C, 15 atm selama 20 menit Inokulasi selama 3 dan 4 bulan, dengan diukur pertumbuhan miselianya setiap 2 hari

  Analisis kecepatan pertumbuhan miselia

  A. Komponen Kimia Kayu

  Kayu merupakan bahan lignoselulosa yang terdiri dari selulosa, hemiselulosa, lignin dan ekstraktif. Pada jenis kayu yang berbeda maka jenis dan komposisi masing-masing komponen kayu tersebut juga berbeda. Nilai rata-rata kandungan kimia serbuk kayu dan hasil analisis statistik 1 faktor yaitu jenis kayu disajikan pada Tabel 1.

  Tabel 1. Nilai Rata-rata Kandungan Kimia Serbuk Kayu (%) dan Hasil Analisis Statistik 1 Faktor.

  Sifat Kimia Gliriside Lamtoro Johar ANOVA

Kadar ekstraktif 5,18 ± 0,14 c 1,98 ± 0,20 a 3,12 ± 0,40 b **

  • Kadar Klason lignin 27,47 ± 0,39 c 22,00 ± 0,28 b 20,16 ± 0,79 a
  • Kadar lignin terlarut asam 1,35 ± 0,05 a 1,48 ± 0,03 b 2,60 ± 0,01 c

    Kadar holoselulosa 83,85 ± 0,12 83,56 ± 1,07 84,97 ± 0,55 ns

    53,72 ± 0,55 c 43,69 ± 0,97 a 47,15 ± 0,44 b
  • Kadar -selulosa Kadar hemiselulosa 30,12 ± 0,43 a
  • 39,87 ± 2,05 b 37,82 ± 0,11 b
  • Kadar abu 1,79 ± 0,06 b 1,56 ± 0,11 a 1,44 ± 0,03 a Keterangan: hasil yang diikuti dengan huruf yang sama pada satu baris berarti tidak berbeda nyata berdasar analisis Tukey pada  = 5%. **: berbeda sangat nyata pada  = 1%. ns: tidak berbeda nyata.

  Kadar ekstraktif, kadar Klason lignin, dan kadar -selulosa tertinggi terdapat pada kayu Gliriside dan secara statistik terdapat perbedaan yang sangat nyata antara jenis kayu yang satu dengan yang lain. Kadar lignin terlarut asam tertinggi terdapat pada kayu Johar dan secara statistik terdapat perbedaan yang sangat nyata antara jenis kayu yang satu dengan yang lain. Kadar hemiselulosa dihitung berdasarkan pengurangan antara kadar holoselulosa dan kadar -selulosa. Secara statistik tidak terdapat perbedaan yang nyata antara

  kadar hemiselulosa pada kayu Lamtoro dan Johar, tetapi terdapat perbedaan yang nyata pada kayu Gliriside. Demikian halnya dengan kadar abu, secara statistik tidak terdapat perbedaan yang nyata antara kadar abu pada kayu Lamtoro dan Johar, tetapi terdapat perbedaan yang nyata pada kayu Gliriside. Kayu Gliriside memiliki kadar abu yang paling tinggi dibanding kedua jenis kayu yang lain.

  B. Kecepatan Pertumbuhan Miselia

  Hasil pengukuran rata-rata kecepatan pertumbuhan pada dua aras jenis jamur dan jenis limbah kayu dapat dilihat pada Tabel 2, sedangkan hasil pengukuran penambahan pertumbuhan miselia disajikan pada Lampiran 1.

  Tabel 2. Nilai Rata-rata Kecepatan Pertumbuhan Miselia Jamur (mm/hari)

Jenis jamur

Jenis kayu

  Rata-rata

Kuping Shiitake

Gliriside 2,16 ± 0,30 2,25 ± 0,22 2,20 Lamtoro 2,56 ± 0,02 1,41 ± 0,09 1,98

  

Johar 1,29 ± 0,49 2,04 ± 0,22 1,67

Rata-rata (%) 2,00 1,90 1,95

  Untuk mengetahui pengaruh interaksi jenis kayu dan jenis jamur serta masing- masing faktor terhadap kecepatan pertumbuhan miselia jamur, dilakukan analisis keragaman terhadap data hasil pengukuran tersebut. Hasil analisis statistik kecepatan pertumbuhan miselia jamur ditampilkan pada Tabel 3.

  Tabel 3. Analisis Keragaman Kecepatan Pertumbuhan Miselia Jamur Sumber Variasi DB KT

  F. Hit Sig Keterangan ns Jenis jamur 1 0,065 0,884 0,360

  • Jenis kayu

  2 0,580 7,942 0,003

  • Interaksi

  2 1,864 25,515 0,000 Error 18 0,073 Total

23 Keterangan: **: berbeda sangat nyata pada  = 1%. ns: tidak berbeda nyata.

  Hasil analisis keragaman kecepatan pertumbuhan miselia pada faktor jenis jamur dan jenis kayu menunjukkan bahwa interaksi antara keduanya memberikan pengaruh yang nyata terhadap kecepatan pertumbuhan miselia pada taraf signifikansi 1%. Faktor jenis kayu juga menunjukkan kecendungan yang sama yaitu memberikan pengaruh yang nyata terhadap kecepatan pertumbuhan miselia pada taraf signifikansi 1%. Akan tetapi, faktor jenis jamur secara statistik tidak menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan. Uji lanjut untuk mengetahui taraf-taraf dari interaksi kedua faktor yang menunjukkan perbedaan disajikan pada Tabel 4.

  

Tabel 4. Analisis Tukey Nilai Rata-rata Kecepatan Pertumbuhan Miselia Jamur (mm/hari)

Jenis jamur Jenis kayu

  Kuping Shiitake Gliriside 2,16 ± 0,30 b 2,25 ± 0,22 b Lamtoro 2,56 ± 0,02 c 1,41 ± 0,09 a Johar 1,29 ± 0,49 a 2,04 ± 0,22 b

  Keterangan: hasil yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasar analisis Tukey pada  = 5%.

  Hasil uji lanjut dengan menggunakan metode Tukey diketahui bahwa kayu Lamtoro memberikan kecepatan pertumbuhan miselia yang paling rendah untuk jenis jamur Shiitake demikian pula kayu Johar untuk jenis jamur Kuping, dan berbeda nyata dengan kombinasi antara jenis kayu dan jenis jamur yang lain. Kombinasi antara kayu Lamtoro dengan jamur Kuping memberikan kecepatan pertumbuhan yang paling tinggi.

C. Korelasi antara Komponen Kimia Kayu dengan Kecepatan Pertumbuhan Miselia

  Hasil analisis korelasi antara kandungan komponen kimia kayu dengan kecepatan pertumbuhan miselia pada masing-masing jenis jamur yaitu Kuping dan Shiitake disajikan pada Tabel 5.

  Tabel 5. Korelasi antara Kandungan Kimia Kayu (%) dan Kecepatan Pertumbuhan Miselia.

  Sifat Kimia r Kuping r Shiitake Kadar ekstraktif 0,54 ns 0,39 ns Kadar Klason lignin -0,04 ns 0,85 ns Kadar lignin terlarut asam 0,68 ns -0,99 ns Kadar holoselulosa 0,86 ns -0,91 ns Kadar -selulosa 0,53 ns 0,40 ns Kadar hemiselulosa -0,40 ns -0,53 ns Kadar abu -0,14 ns 0,89 ns

  

Keterangan: ns: tidak berbeda nyata. Tanda negatif (-) berati terdapat hubungan yang berlawanan.

  Secara statistik tidak terlihat adanya hubungan yang signifikan antara semua jenis komponen kimia kayu dengan kecepatan pertumbuhan.

V. PEMBAHASAN

  Pertumbuhan miselia kedua jenis jamur pada media yang terbuat dari 3 jenis kayu yang berbeda ditunjukkan pada Gambar 2. Secara statistik terlihat perbedaan yang signifikan pada kecepatan pertumbuhan miselia jamur pada setiap jenis kayu. Pertumbuhan miselia jamur Kuping tercepat terdapat pada media yang terbuat dari kayu Lamtoro (2,56 mm/hari), sedangkan miselia jamur Shiitake pertumbuhannya cepat pada media yang terbuat dari kayu Gliriside (2,25 mm/hari) maupun Johar (2,04 mm/hari). Pertumbuhan paling lambat dari miselia jamur Kuping terlihat pada media yang tebuat dari kayu Johar, sedangkan pertumbuhan paling lambat dari miselia jamur Shiitake terlihat pada media yang tebuat dari kayu Lamtoro.

  Kecepatan pertumbuhan miselia jamur dipengaruhi oleh kandungan komponen kimia pada media pertumbuhannya (Obadi, et al., 2003). Pada penelitian kali ini secara statistik tidak terdapat hubungan yang signifikan antara komponen kimia kayu dengan kecepatan pertumbuhan miselia masing-masing jamur (Tabel 5). Hal ini mungkin disebabkan karena terbatasnya jenis kayu yang digunakan (3 jenis) sebagai sampel sehingga belum cukup untuk menggambarkan pengaruh dari masing-masing komponen kimia terhadap kecepatan pertumbuhan miselia. Akan tetapi apabila dilihat dari besarnya nilai korelasi (r) pada masing-masing jenis jamur, diketahui bahwa jenis jamur yang berbeda dipengaruhi oleh komponen kimia kayu yang belum tentu sama.

  50 A Gliriside

  40 ) Johar m

  Lamtoro (m n

  30 ha bu m

  20 tu er P

  10

  2

  4

  6

  

8

  10

  12

  14

  16

  18 Hari ke-

  50 B Gliriside

40 Johar

  ) m Lamtoro m

  30 ( an buh

  20 tum er P

  10

  2

  4

  6

  

8

  10

  12

  14

  16

  18 Hari ke-

Gambar 2. A. Grafik pertumbuhan miselia jamur Kuping;

B. Grafik pertumbuhan miselia jamur Shiitake.

  Kecepatan pertumbuhan miselia jamur Kuping cenderung dipengaruhi oleh kadar holoselulosa kayu. Semakin tinggi kadar holoselulosa dalam kayu maka kecepatan pertumbuhan miselia jamur Kuping semakin tinggi pada jenis kayu tersebut. Hal ini mungkin disebabkan karena holoselulosa merupakan sumber karbon yang digunakan oleh miselia jamur Kuping untuk tumbuh.

  Dilain pihak, hal ini berkebalikan dengan kecepatan pertumbuhan miselia jamur Shiitake yang cendenrung berbanding terbalik dengan kadar lignin terlarut asam dan holoselulosa kayu. Tingginya kadar holoselulosa dalam kayu tidak menambah kecepatan pertumbuhan miselia jamur Shiitake. Kadar lignin kayu menunjukkan kecenderungan pengaruh yang berbanding lurus dengan kecepatan pertumbuhan miselia jamur Shiitake. Hal ini mungkin berarti bahwa berbeda dengan jamur Kuping, jamur Shiitake mengambil karbon yang bersumber dari lignin kayu.

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

  Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat interaksi antara jenis kayu dan jenis jamur terhadap pertumbuhan miselia. Kayu Lamtoro merupakan jenis yang terbaik untuk pertumbuhan miselia jamur Kuping, sedangkan kayu Gliriside dan Johar merupakan jenis yang terbaik untuk pertumbuhan miselia jamur Shiitake.

  Saran yang untuk penelitian kedepan adalah, selain kecepatan pertumbuhan miselia sebaiknya dilakukan pula pengukuran densitas miselia, karena dari pengamatan yang telah dilakukan terlihat adanya perbedaan ketebalan miselia pada masing-masing jenis kayu.

DAFTAR PUSTAKA

  Anonimus, 1984. Annual Book of ASTM Standards. D-1102 s.d 1110 Standard Method of Wood Chemistry. Philladelphia. USA. Anonimus, 2010. Statistik Kehutanan Indonesia 2010. stat2010_buk.pdf. download: 5 Mei 2012. Chang, S.T. dan T.H. Quimio, 1982. Tropical mushrooms: biological nature and cultivation methods. The Chinese University Press. Hong Kong. Chen, A.W., 2001. Cultivation of Lentinula Edodes on Synthetic Logs. The Mushroom Growers’ Newsletter. Contreras, A.M.L., P.A.M. Claassen, H. Mooibroek, dan W.M. De Vos, 2000. Utilisation of Saccharides in Extruded Domestic Organic Waste by Clostridium Acetobutylicum