Penyakit akibat kerja paru doc

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Modernisasi berdampak terhadap kemajuan industri. Industrialisasi diikuti dengan
penggunaan bahan kimia dan mesin-mesin industri. Lingkungan industri yang
mengandung Hazard (potensi bahaya) berpengaruh terhadap produktivitas tenaga kerja.
Potensi bahaya di lingkungan industri dapat menyebabkan penyakit akibat kerja yang
mengenai organ-organ tubuh tenaga kerja. Salah satu organ tubuh yang terkena adalah
paru tenaga kerja.
Di USA penyakit paru akibat kerja merupakan penyakit akibat kerja nomer satu
dikaitkan dengan frekuensi, tingkat keparahan dan kemampuan pencegahannya.
Biasanya disebabkan oleh paparan iritasi atau bahan toksik yang dapat menyebabkan
gangguan pernapasan akut maupun kronis. Kebiasaan merokok akan memperparah
penyakit tersebut. Total pembiayaan penyakit akibat kerja dan kecelakaan kerja mencapai
$ 170 milyar pertahunnya. Pada tahun 2002, tercatat 294.500 kasus baru. Secara
keseluruhan 2,5 per 10.000 tenaga kerja berkembang menjadi non fatal penyakit akibat
kerja. Penyakit akibat kerja biasanya sulit disembuhkan akan tetapi mudah dicegah.
Penyakit paru akibat kerja merupakan penyakit atau kelainan paru yang
terjadi akibat terhirupnya partikel, kabut, uap atau gas yang berbahaya saat seseorang
sedang bekerja. Individu yang bisa terkena atau menderita penyakit paru akibat kerja
adalah semua individu yang tinggal di sekitar pabrik atau sebagai pekerja pabrik

menghirup udara yang sudah tercemari oleh berbagai polutan yang dikeluarkan oleh
pabrik tersebut selama aktivitas produksi. Respon paru terhadap pencemaran udara nafas
bervariasi karena ada berbagai faktor yang berpengaruh. Faktor tersebut adalah jenis
polutan (gas, asap, debu inorganik dan organik, bahan toksis dan sebagainya), intensitas
dan lamanya paparan, konsentrasi bahan polutan di udara tempat kerja.
Umumnya penyakit paru akibat kerja berlangsung kronis menetap kadang-kadang
sulit diketahui kapan mulainya, terpapar oleh polutan jenis apa atau saat bekerja di
bagian mana dari tempat kerjannya mendapatkan paparan. Terlebih bila pekerja
merupakan seorang perokok. Pasien umumnya mengeluhkan sesak nagas, batukbatuk,mengi, batuk berdahak. Pasien penyakit paru kerja umumnya mengeluh penyakit
paru atau asma timbul atau makin berat apabila berada di tempat kerja dan berkurang bila
keluar dari tempat tersebut.

Mengingat semakin meningkatnya kasus penyakit

paru

akibat

kerja


dan

pentingnya upaya pencegahannya, maka perlu diketahui epidemiologi penyakit paru
akibat kerja. Diharapkan dengan pengetahuan ini, minimal diketahui macam macam
penyakit akibat kerja, agen penyebab penyakit akibat kerja dan jenis industri tempat
timbulnya penyakit paru akibat kerja dan upaya pencegahannya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja jenis penyakit akibat kerja paru dan penyebabnya?
2. Bagaimana pembahasan penyakit bronkitis kronis, asbestosis, silikosis, sick building
sindrom?
3. Bagaimana gejala, faktor resiko, diagonosis dan pemeriksaan penunjangnya?
4. Apa saja program promosi dan pencegahannya?
C. Tujuan
1. Mengetahui apa saja jenis penyakit akibat kerja paru dan penyebabnya.
2. Mengetahui pembahasan penyakit bronkitis kronis, asbestosis, silikosis, sick building
sindrom.
3. Mengetahui gejala, faktor resiko, diagonosis dan pemeriksaan penunjangnya.
4. Mengetahui apa saja program promosi dan pencegahannya.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Jenis Penyakit Akibat Kerja Paru dan Penyebabnya
1. Pneumokoniosis
Penyakit ini diakibatkan penumpukan debu batubara di paru sehingga menyebabkan
munculnya reaksi jaringan terhadap debu tersebut. Seseorang bisa terkena penyakit ini
bila terpapar cukup lama, lebih dari 10 tahun.
2. Silikosis
Penyakit ini terjadi karena inhalasi dan retensi debu yang mengandung kristalin
silikon dioksida atau silika bebas (S1S2). Penyakit ini bisa terjadi pada berbagai
pekerjaan yang berhubungan dengan silika, seperti: Pembuat keramik dan batubara,
Pekerja tambang logam dan batubara, Penuangan besi dan baja, Penggali terowongan
untuk membuat jalan, Pemotong batu untuk nisan atau patung, Pabrik semen,
Pembuat gigi enamel, Industri yang memakai silika sebagai bahan misalnya pabrik
amplas dan gelas.
3. Asbestosis
Penyakit ini timbul akibat terhirupnya debu asbes sehingga menyebabkan
penumokoniosis yang ditandai oleh fibrosis paru. Paparan debu asbes ini bisa terjadi
di daerah tambang dan industri serta daerah disekitarnya yang sudah terpolusi. Pekerja
di tambang, transportasi, penggilingan, pedagang, pekerja kapal, dan pekerja
penghancur asbes.

4. Bronkitis Industri
Berbagai debu industri seperti debu yang berasal dari pembakaran arang batu, semen,
keramik, besi, penghancuran logam dan batu, asbes dan silika dengan ukuran 3-10
mikron akan ditimbun di paru.
5. Asma Kerja
Asma kerja merupakan penyakit yang ditandai oleh sensitivitas saluran napas terhadap
paparan zat di tempat kerja dengan manifestasi obstruksi saluran napas yang bersifat
reversibel. Paparan zat dan berbagai debu di lokasi kerja dapat menyebabkan asma
kerja. Zat pemicu asma dapat berasal dari kopi, buah jarak, tepung gandum, debu
kayu, dan beberapa bintang speperti anjing, kucing, tikus, kerang, dan ulat sutra.
Selain itu, pemicu asma lainnya adalah zat kimia seperti isosionat, garam platina,

khrom, enzmm seperti iripsin dan papain. Dapat juga berasal dari obat-obatan seperti
pada piperazin, tetrasiklin, spinamisin dan penisilin sintetik.
6. Kanker Paru
Kanker paru bisa dipicu oleh zat yang bersifat karsinogen seperti uranium, asbes, gas
mustard, nikel, khrom, arsen, tar batu bara, dan kalsium klorida. Pekerja yang sering
terkontaminasi zat-zat tersebut bisa menderita kanker paru setelah terpapar lama, yaitu
antara 15 sampai 25 tahun. Pekerja yang rawan terkena penyekit ini adalah mereka
yang bekerja di tambang, pabrik, tempat penyulingan dan industri kimia.

7. Exrinsic Allergic Alveolitis
Penyakit ini disebabkan sensitisasi debu-debu organik dari spora jamur Actinomycetes
yg banyak terdapat di pertanian sehingga kerap disebut denganfarmer lung disease.
Letak gangguannya lebih banyak terdapat di parenkim paru. Keluhan flu merupakan
gejala yang sering menyertai penyakit ini. Diduga mikroba yang hidup di AC dapat
menyebabkan gangguan kesehatan ini.
8. Bisinosis
Bissinosis (Byssinosis) merupakan penyakit paru-paru yang disebabkan pekerjaan
yang memungkinkan seseorang menghirup debu kapas atau debu dari serat tanaman
lainnya, seperti rami.
B. Faktor Resiko, Gejala, Diagnosis, Pemeriksaan Penunjang Penyakit Akibat Kerja
Paru
1. Bronkitis Kronis
Bronkitis adalah infeksi saluran udara utama paru-paru (bronkus), sehingga
menyebabkannya terjadinya iritasi dan radang. Gejala utama adalah batuk, yang dapat
membawa lendir kuning abu-abu (dahak). Bronkitis juga dapat menyebabkan sakit
tenggorokan dan nafas berbunyi. Bronkitis kronis adalah salah satu jenis PPOK
(penyakit paru obstruktif kronik). Tabung bronkial meradang menghasilkan banyak
lendir. Hal ini dapat menyebabkan batuk dan kesulitan bernafas. Bronkitis


ini

menjadi masalah kesehatan oleh karena sifatnya yang kronik, persisten dan progresif.
Infeksi saluran napas merupakan masalah klinis yang sering dijumpai pada penderita
bronkitis kronik yang dapat memperberat penyakitnya. Eksaserbasi infeksi akut akan
bronkitis kronik yang dapat memperberat penyakitnya. Eksaserbasi infeksi akut akan
mempercepat kerusakan yang telah terjadi, disamping itu kuman yang menyebabkan
eksaserbasi juga berpengaruh terhadap morbiditas penyakit ini. Penyakit ini
berlangsung lebih lama dibandingkan bronkitis akut, yaitu berlangsung selama 1

tahun dengan frekuensi batu produktif 3 bulan selama 2 tahun berturut-turut Temuan
utama pada bronkitis adalah hipertropi kelenjar mukosa bronkus dan peningkatan
jumlah sel goblet dengan infiltasi sel-sel radang dan edema pada mukosa sel bronkus.
Pembentukan mukosa yang terus menerus mengakibatkan melemahnya aktifitas silia
dan faktor fagositosis dan melemahkan mekanisme pertahananya sendiri. Pada
penyempitan bronkial lebih lanjut terjadi akibat perubahan fibrotik yang terjadi dalam
saluran napas.
a. Gejala dan Keluhan
1) Batuk dan produksi sputum atau lendir adalah gejala yang paling sering
biasanya terjadi setiap hari. Intensitas batuk, jumlah dan frekuensi produksi

sputum atau lendir bervariasi. Dahak berwarna yang bening, putih atau hijau
kekuningan.
2) Sesak napas secara bertahap meningkat dengan tingkat keparahan penyakit.
Biasanya, orang dengan bronkitis kronik mendapatkan sesak napas dengan
aktivitas dan mulai batuk.
3) Gejala kelelahan, sakit tenggorokan , nyeri otot, hidung tersumbat, dan sakit
kepala dapat menyertai gejala utama.
4) Demam dapat mengindikasikan infeksi paru-paru sekunder virus atau bakteri.
b. Faktor Resiko
1)

Merokok

2)

Penurunan imunitas tubuh

3)

Terkena iritasi paru-paru


4)

Mengalami infeksi saluran pernfasan

5)

Terkena paparan polutan di udara

6)

Pekerja beresiko

c. Pekerja yang beresiko terkena bronkitis kronik berdasarkan iritan penyebabnya
dilingkungan kerja adalah
1) Amonia (NH3)
2) pekerja beresiko adalah pemadam kebakaran, pekera pabrik pupuk ,
pembakaran polimer sintetik.
3) Arsenik (As)
4) Pekerja beresiko adalah petani (insektisida), pekerja di produksi battery, dan

elecroplanting
5) Klorin (Cl)

6) Pada maintence kolam renang, industri cat, industri textile dan industri plastic.
7) Sulfur dioksida(SO2)
8) produksi alumunium, baterai,semen, pertanian (pestisida), pengecoran logam,
minyakbumi, tekstil, pulp and paper,dan keramik.
9) Hidrogen sulfida(H2S)
10) pertanian (debu, asfiksian, dan lain-lain), pertambangan,produksi baja.
11) Bromin (Br)
12) Pada photographic processing pada industri tekstilberupa proses printing,
dyeing, dan finishing, pada pekerjadengan penggunaan desinfektan.
13) Ozone (O3)pekerja padapembuatan keramik, pengelasan, pulp and paper.
14) Debu
15) Penambangan batu bara, pembangunan rumahatau gedung, pabrik semen,
penambangan lainnya, pengecoranlogam, pabrik karet, pengelasan, dan tempat
penghacuran batu,pabrik kapas, dan petani yang terpajan debu pertanian
sepertirami,gandum, dan postasium.
d. Prosedur Deteksi Dini
Anamnesis

Anamnesis

dilakukan

dengan

wawancara

pada

penderita

atau

pekerja

mengenairiwayat pekerjaan, pajanan, dan riwayat penyakit. Selain itu, anamnesis
dapat dari datapajanan dan MSDS. Riwayat merokok merupakan hal yang penting
untuk diketahui karenakebiasaan merokok berkontribusi besar dalam timbulnya
penyakit bronkitis kronik.

Pemeriksaan fisik
Dapat dilakukan dengan melihat tanda-tanda yang umum seperti batuk yang
retentif, suara napas yang mendecit, dan juga cyanosis di bagian lidah dan
membran mukosa akibat pengaruh sekunder polisitemia. Dari postur, penderita
memiliki kecenderungan overweight . Sedangkan melihat dari usia, kebanyakan
penderita berumur 45-60 tahun.
Pemeriksaan penunjang.
1)

Pemeriksaan radiologi.

2)

Ada hal yang perlu diperhatikan yaitu adanya tubular shadow berupa
bayangan garis-garis yang paralel keluar dari hilus menuju apeks paru dan
corakan paru yang bertambah

3)

Pemeriksaan fungsi paru.

4)

Terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang bertambah dan KTP yang
normal. Sedang KRF sedikit naik atau normal. Diagnosis ini dapat ditegakkan
dengan spirometri, yang menunjukkan (VEP) volume ekspirasi paksa dalam 1
detik < 80% dari nilai yang diperkirakan, dan rasio VEP1 : KVP 600
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum dan tanda vital, Pemeriksaan pulmonologik, Inspeksi, Palpasi,
Perkusi, Auskultasi,
Pemeriksaan Penunjang
Rutin:
laboratorium: darah, urine
foto toraks: PA dan lateral
spirometri.
Khusus:
- uji alergi pada kulit
- uji provokasi bronkus dengan bahan spesifik/non spesifik di tempatkerja
- sputum BTA 3x
- Sputum sitologi
- bronkoskopi
- patologi anatomi: biopsi
- radiologi: tomogram, bronkografi, CT – scan
- kapasitas difusi terhadap CO (DLCO)
- uji Cardio Pulmonary Exercise (CPX).
Penetapan diagnosis Penyakit Akibat Kerja dalam bidang paru diperlukan data
pendukung berupa kondisi lingkungan kerja apakah terdapat faktor dan bahanbahan yang menimbulkan penyakit akibat kerja.
c.

Surveilans
Survelans kesehatan paru pekerja dilakukan dengan mengumpulkan data secara
terus menerus, menganalisis dan mengkomunikasikan hasil analisis untuk
rekomendasi perbaikan yang berkelanjutan. Data surveilans didapat dari
pemeriksaan kesehatan, data kunjungan poliklinik, data pola penyakit, data
absensi, data keluhan gangguan esehatan, dan data lainnya dari Panitia Pembina
Keselamatan dan Kesehatan Kerja, berupa:
Deteksi gangguan respirasi berupa batuk, berdahak, dan sesak menggunakan
kuesioner standar dan pemeriksaan fisik, baik akut maupun kronik
Deteksi gangguan fungsi paru menggunakan tes spirometri

Deteksi kelainan anatomi termasuk fibrosis jaringan paru menggunakan foto
toraks.
Subyek dari surveilans ini adalah pekerja baru, pekerja yang akan bekerja di
lingkungan kerja yang mengandung hazard silika.
3. Asbestosis
Asbestosis adalah pneumokoniosis yang disebabkan oleh akumulasi pajanan
serat asbestos. Gangguan lain yang dapat disebabkan oleh asbestos adalah kanker paru
dan mesotelioma. Istilah asbestosis pertama kali dikemukakan oleh Cooke pada 1927,
setelah pada 1906 dilaporkan kasus kematian akibat asbestos.
Asbestos adalah kelompok mineral silikat fibrosa dari logam magnesium dan
besi yang sering digunakan sebagai bahan baku industri tegel lantai dan atap. Asbestos
telah dikenal sejak zaman batu dan makin banyak digunakan setelah masa revolusi
industripada akhir abad ke-19. Produksi asbestos meningkat tajam hingga tahun 1970an. Walaupun telah diketahui dapat mengganggu kesehatan, hingga kini asbestos
masih banyak digunakan dalam industri dan konstruksi di negara berkembang. Negara
maju, seperti Amerika Serikat, telah melarang penggunaan asbestos sejak tahun 1970an sampai 1980-an. Walaupun demikian, negara seperti Kanada dan Rusia masih
mengekspor asbestos ke negara maju baru dan negara berkembang seperti negaranegara di Asia, Amerika Tengah dan Selatan, dan Afrika
Pajanan terhadap asbestos dibagi menjadi tiga kategori, yaitu primer,
sekunder, dan tersier. Pajanan primer secara langsung terjadi pada penambang
asbestos. Pajanan sekunder didapatkan pada pekerja industri yang menggunakan
asbestos seperti pada pekerja konstruksi. Sedangkan Pajanan tersier adalah Pajanan
non-okupasi yang disebabkan oleh polusi udara. Pajanan tersier tidak memiliki risiko
yang signifikan terhadap terjadinya asbestosis.
Dalam studi di Amerika Serikat, asbestosis terdeteksi pada 10% pekerja
penambang asbestos yang bekerja selama 10-19 tahun dan pada 90% pekerja yang
telah bekerja selama lebih dari 40 tahun. Sejak tahun 1940 di Amerika ditemukan
bahwa antara 8-11 juta orang terpajan asbes dalam pekerjaannya. Laju kematian
asbestosis setelah tahun 1970 cenderung meningkat dan pada negara maju menurun
setelah tahun 2000. Pekerjaan-pekerjaan yang menimbulkan risiko terpajan asbes
tersebut antara lain: penyekat asbes, pekerja-pekerja asbes yang terlibat dalam
pertambangan dan proses bahan mentah asbes, ahli mekanik automobil, pekerja
perebusan, ahli elektronik, pekerja pabrik, ahli mekanik atau masinis, armada niaga,

personil militer, pekerja kilang minyak, tukang cat, pembuat pipa, tukang ledeng/pipa,
pekerja bangunan, pembuat jalan raya, pekerja atap rumah, pekerja lembaran metal,
pekerja galangan kapal, tukang pipa uap, pekerja baja, pekerja di industri tekstil.
Di Slovakia, pajanan lingkungan karena asbes secara praktis tidak terkontrol.
Kontaminasi di dalam rumah/gedung berasal dari penyekat pipa, dinding tahan api,
pintu, cat, beberapa bahan bangunan, bahan penyekat yang digunakan dibangunan
kayu, pipa AC. Sedangkan kontaminasi luar rumah/gedung berasal dari permukaan
dinding, sisa pembuatan aspal, dan transportasi yang memuat sisa asbes
Saat ini, CDC memperkirakan terdapat 1.290 kematian akibat asbestosis di
Amerika Serikat setiap tahunnya dengan ratarata usia penderita sekitar 79 tahun.8
Kematian akibat asbestosis merupakan 28% dari semua kasus kematian akibat
pneumokoniosis.1 Namun, laju kematian akibat asbestosis seringkali menjadi bias
oleh adanya kanker paru dan mesotelioma.8 Pada studi The Surveillance of Australian
Workplace Based Respiratory Events (SABRE) ditemukan kasus asbestosis sebanyak
10,2% dari 3.151 kasus penyakit paru okupasi.
Asbestosis merupakan salah satu penyakit paru yang disebabkan oleh pajanan
dari serat asbes. Asbes merupakan mineral fibrosa yang secara luas banyak dipakai
bukan hanya di negara berkembang melainkan juga di negara yang sudah maju seperti
di Amerika. Di Amerika asbes dipakai sebagai bahan penyekat. Terdapat banyak jenis
serat asbes tetapi yang paling umum dipakai adalah krisotil, amosit dan krokidolit,
semuanya merupakan silikat magnesium berantai hidrat kecuali krokidolit yang
merupakan silikat natrium dan besi. Krokidolit dan amosit mempunyai kandungan
besi yang besar. Krisotil terdapat dalam lembaran-lembaran yang menggulung,
membentuk serat-serat berongga seperti tabung dengan diameter sekitar 0,03
milimikron. Serat asbes bersifat tahan panas dapat mencapai 800oC. Karena sifat
inilah maka asbes banyak dipakai di industri konstruksi dan pabrik. Lebih dari 30 juta
ton asbes digunakan di dalam konstruksi dan pabrik di Amerika. Selain itu asbes
relatif sukar larut, daya regang tinggi dan tahan asam (hanya amfibol).
Asbes dapat menjadi kering atau rapuh bila keberadaannya digangggu (misal:
perbaikanpenyekat pipa) atau oleh karena termakan usia. Akibatnya serat mikroskopis
yang tidak terlihat oleh mata tersebut dapat terpecah dan melayang di udara. Sekali
terdapat di udara, serat asbes akan menetap dalam jangka waktu yang panjang dan
kemudian terhirup oleh manusia yang berada di lingkungan tersebut. Ukuran dan
bentuknya yang kecil menyebabkan serat asbes ini terperangkap di dalam paru-paru.

Proses patofisiologi asbestosis diawali dengan inhalasi serat asbestos. Serat
berukuran besar akan tertahan di hidung dan saluran pernapasan atas dan dapat
dikeluarkan oleh sistem mukosiliaris. Serat berdiameter 0,5-5 mikrometer akan
tersimpan di bifurcatio saluran, bronkioli, dan alveoli. Serat asbestos akan
menyebabkan cedera sel epitel dan sel makrofag alveolar yang berusaha memfagosit
serat. Beberapa serat akan masuk ke dalam jaringan intersisium melalui penetrasi
yang dibawa oleh makrofag atau epitel. Makrofag yang telah rusak akan
mengeluarkan reactive oxygen species (ROS) yang dapat merusak jaringan dan
beberapa sitokin, termasuk tumor necrosis factor (TNF), nterleukin-1, dan metabolit
asam arakidonat yang akan memulai infl amasi alveoli (alveolitis). Sel epitel yang
terganggu juga mengeluarkan sitokin. Gangguan asbestos berskala kecil tidak akan
menimbulkan gangguan setelah infl amasi terjadi. Namun bila serat terinhalasi dalam
kadar lebih tinggi, alveolitis akan terjadi lebih intens, menyebabkan reaksi jaringan
yang lebih hebat. Reaksi jaringan ini menyebabkan fibrosis yang progresif, yaitu
pengeluaran sitokin profi brosis seperti fibronektin, fibroblast growth factor, plateletderived growth factor, dan insulin-like growth factor yang akan menyebabkan sintesis
kolagen.
Orang-orang yang terpajan debu serat-serat asbes dapat tertelan bersama ludah
atau sputum. Kadangkala air, minuman atau makanan dapat mengandung sejumlah
kecil serat tersebut. Sebagian serat yang tertelan agaknya menembus dinding usus,
tetapi migrasi selanjutnya dalam tubuh tidak diketahui. Setelah suatu masa latenjarang di bawah 20 tahun, dapat mencapai 40 tahun atau lebih setelah pajanan
pertama, dapat timbul mesotelioma maligna pleura dan peritoneum. Mekanisme
karsinogenesis tidak diketetahui. Kadang-kadang, serat yang lain, misal talk yang
terbungkus oleh besi-berikatan dengan protein, dapat menimbulkan badan asbes.
a.

Gambaran Klinis
Awitan gejala asbestosis biasanya akan timbul 20 tahun setelah Pajanan awal.
Tanda dan gejala asbestosis kebanyakan tidak khas dan mirip penyakit paru
restriktif lainnya. Gejala paling sering dan juga merupakan tanda awal adalah
munculnya dispnea saat beraktivitas. Dispnea akan berkembang progresif lambat
dalam beberapa tahun. Dispnea tetap akan memburuk walaupun pasien tidak lagi
terpapar asbestos. Gejala lainnya adalah batuk produktif atau batuk kering
persisten, rasa sesak dan nyeri pada dada, serta adanya mengi.

Pada pemeriksaan dapat ditemukan rhonki basal paru bilateral (pada 60% pasien)
yang terdengar pada akhir fase inspirasi. Sering ditemukan pula jari tabuh (digital
clubbing) pada 30-40% pasien dan pada asbestosis lanjut. Gangguan lain yang
perlu diperhatikan adalah adanya cor pulmonale, keganasan yang terkait
asbestosis, seperti kanker paru, kanker laring, bahkan kanker gaster dan pankreas.
Pada pemeriksaan fungsi paru akan didapatkan pola restriktif dengan penurunan
kapasitas vital, kapasitas total paru, dan kapasitas difusi, dengan hipoksemia
arterial. Kapasitas vital paksa (Forced Vital Capacity, FVC) akan menurun