Perbandingan Pola Perilaku Kelinci Liar dan Peliharaan pada Jenis Lantai Kandang yang Berbeda

ISBN: 978-602-72412-0-6

  

Perbandingan Pola Perilaku Kelinci Liar dan Peliharaan pada Jenis Lantai

Kandang yang Berbeda

Rizka Riyana Program Studi Pendidikan Biologi, Universitas Ahmad Dahlan Jl. Prof. Dr. Soepomo, SH, Yogyakarta

  

Abstrak

Kelinci adalah hewan mamalia dari famili Leporidae, yang dapat ditemukan hidup liar di

Afrika hingga daratan Eropa. Perilaku kelinci sangat dipengaruhi oleh habitat. Habitat

merupakan faktor yang penting bagi kelinci, karena ia akan merasa nyaman untuk

melakukan adaptasi. Tujuan penulisan artikel ini untuk memberikan informasi tentang

perbandingan perilaku kelinci liar dan peliharaan. Berbagai hasil kajian diketahui bahwa

terjadinya suatu perilaku genetis atau bawaan dari lingkungan dalam proses belajar,

sehingga terjadi suatu perkembangan sifat. Penelitian menunjukkan bahwa kelinci liar

kebanyakan aktif dimalam hari, sedangkan kelinci peliharaan sudah terbiasa aktif di siang

ataupun malam hari. Penggunaan kandang bambu menunjukan pola perilaku yang lebih

aktif, dibandingkan dengan kandang kawat.

  Kata kunci: kelinci, pola perilaku kelinci dan jenis lantai kandang I. PENDAHULUAN

  Semua organisme memiliki perilaku. Perilaku adalah tindakan yang mengubah hubungan antara organisme dengan lingkungannya. Perilaku biasanya terbentuk akibat adanya respons terhadap kondisi luar maupun dalam. Suatu respons dapat dikatakan berperilaku apabila respons tersebut berpola. Respon merupakan suatu reaksi yang bergantung terhadap stimulus tertentu yang dibuat atau diberikan. Perilaku pada hewan biasanya terjadi sudah dari lahir atau bawaan. Hal tersebut biasanya tidak berubah walaupun terhadap proses belajar.

  Perilaku pada hewan memiliki keunikan tersendiri, dimana perilaku tersebut jarang kita ketahui. Kebanyakan seseorang menafsirkan perilaku pada hewan terjadi akibat hasil asuhan atau pemeliharaan. Tetapi diketahui bahwa terjadinya suatu perilaku disebabkan oleh keduanya, yaitu genetis/ bawan dan lingkungan (proses belajar), sehingga terjadi suatu perkembangan sifat,

  Tingkah laku khusus hewan merupakan bawaan sejak lahir atau sebagai refleksi karakteristik spesies tersebut, yang tidak berubah oleh proses belajar. Tingkah laku ini tidak akan pernah banyak berubah oleh domestikasi, sedangkan tingkah laku lainnya dapat berubah oleh proses belajar (Tomaszewska, 1991).

  

Perbandingan Pola Perilaku Kelinci Liar dan Peliharaan

  Menurut Mukhtar (1986), aktivitas tingkah laku dapat dikelompokkan ke dalam sembilan sistem tingkah laku, yaitu (1) tingkah laku makan dan minum (ingestif); (2) tingkah laku mencari perlindungan (shelter seeking) yaitu kecenderungan mencari kondisi lingkungan yang optimum dan menghindari bahaya; (3) tingkah laku agonistik yaitu persaingan antara dua hewan yang sejenis, biasanya terjadi selama musim kawin; (4) tingkah laku seksual (courtship), kopulasi dan halhal lain yang berkaitan dengan hubungan hewan jantan dan betina satu jenis; (5) tingkah laku epimelitic atau care giving yaitu pemeliharaan terhadap anak (maternal behavior); (6) tingkah laku et-epimelitic merupakan tingkah laku individu muda untuk dipelihara oleh yang dewasa (care soliciting); (7) tingkah laku eliminative yaitu tingkah laku membuang kotoran; (8) tingkah laku allelomimetik yaitu tingkah laku meniru salah satu anggota kelompok atau melakukan pekerjaan yang sama dengan beberapa tahap rangsangan dan koordinasi yang berbalas-balasan; (9) tingkah laku investigative yaitu tingkah laku memeriksa lingkungannya.

  Perilaku hewan memiliki ciri khas atau kebiasaan yang berbeda dari hewan satu dengan hewan lainnya. Salah satunya ialah pola perilaku pada kelinci. Kelinci merupakan hewan mamalia yang memiliki telinga panjang dan suka melompat. Ia juga memiliki dua buah gigi seri atas dan dua buah gigi seri bawahnya. Hal tersebut disesuaikan untuk beradabtasi dengan lingkungan. Kelinci merupakan hewan liar yang hidup di alam bebas. Biasanya nokturnal atau aktif dimalam hari. Perilaku kelinci biasanya lebih dominan dilakukan di malam hari karena saat itulah ia merasa aman.

  Semakin berkembangnya zaman, kelinci mulai dibudidayakan dan dijadikan hewan peliharaan. Hakikatnya setiap organisme yang berpindah tempat tinggal membutuhkan adabtasi untuk bertahan hidup. Adabtasi merupakan bentuk dari penyesuaian diri. Penyesuaian diri merupakan suatu proses dinamik yang terjadi secara terus menerus dengan mengubah perilakunya untuk mendapatkan hubungan yang lebih baik dengan lingkungan. Kelinci liar biasanya membuat liang pada tanah untuk tempat tinggal. Sedangkan kelinci peliharaan memiliki temapat tinggal di dalam kandang untuk habitat buatannya.

  Sistem perkandangan merupakan faktor yang sangat penting karena berpengaruh terhadap sirkulasi udara di dalam kandang tersebut sehingga akan mempengaruhi stress panas pada kelinci (Finzi et al., 1992). Jenis bangunan kandang dan peralatan yang digunakan untuk memelihara kelinci tergantung dari lokasi, iklim, keperluan pemeliharaan dan biaya yang dimiliki oleh peternak (Templeton, 1959).

  Kandang yang digunakan dalam pemeliharaan kelinci terdapat beberapa jenis seperti kandang sistem postal, kandang sistem battery, kandang bibit dan kandang model ranch. Kandang sistem postal, mempunyai ruangan agak luas dan diisi 4

  • – 6 ekor kelinci dengan ukuran ideal 100 cm x 100 cm x 55 cm. Kandang sistem battery seperti sangkar berderet biasanya satu sangkar untuk satu ekor dengan ukuran 1 m x 60 cm x 60 cm, kandang bibit berukuran panjang 1 m x 75 cm x 60 cm, sedangkan kandang model ranch yang dilengkapi halaman umbaran biasanya berisi satu jantan satu betina dan anak-anaknya (Gunawan, 2008).

  Kepadatan kandang yang tinggi dapat memunculkan sifat agresif dan hal itu merupakan permasalahan yang dihadapi terutama pada saat mendekati dewasa kelamin. Kandang tidak

ISBN: 978-602-72412-0-6

  berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan namun berpengaruh terhadap tingkah laku kelinci (Verga et al., 2004). Ternak yang dikandangan pada kepadatan yang rendah memperlihatkan keragaman tingkah laku alami yang tinggi. Lingkungan tersebut mempengaruhi tingkah laku dan bukan pada performa produksi. Kepadatan kandang 15 ekor/m2 (38 kg/m2) dapat digunakan sebagai batasan untuk menjaga kenyamanan kelinci yang ditempatkan dalam kandang koloni.

  Kepadatan kandang tersebut menunjukkan tingkah laku yang normal (Morrise dan Maurice, 1996).

  Lantai kandang yang digunakan juga penting untuk merawat kelinci, menjaga sanitasi, dan mudah dibersihkan. Lantai kandang ada yang berupa papan, bambu dan kawat. Pada peternak kelinci komersial biasanya tidak menggunakan kandang bambu, tetapi menggunakan kandang dari kawat. Kandang yang tebuat dari kawat ini memiliki kelebihan yaitu vantilasi udara yang baik dan sistem pembersihan kotoran yang mudah (Cheek et al., 2000).

  Menurut Krisdianto (2007) bahan bambu dikenal oleh masyarakat memiliki sifat-sifat yang baik untuk dimanfaatkan, antara lain batangnya kuat, ulet, lurus, rata, keras, mudah dibelah, mudah dibentuk dan mudah dikerjakan serta ringan sehingga mudah diangkut. Selain itu bambu juga relatif murah dibandingkan dengan bahan bangunan lain karena banyak ditemukan di sekitar pemukiman pedesaan.

  Pola perilaku yang terjadi di dalam kandang yang berbeda menghasilkan keaktifan perilaku yang berbeda pula. Begitu juga dengan perilaku kelinci liar dan kelinci peliharaan. Kelinci liar yang biasa keluar liang dan melakukan aktifitas pada malam hari tetapi kelinci peliharaan melakukan aktifitas pada pagi dan malam hari. Tujuan penulisan artikel ini yaitu memberikan informasi tentang perbandingan perilaku kelinci liar dan peliharaan. Mengetahui perbandingan tingkah laku kelinci liar dan peliharaan yang dipelihara pada lantai kandang yang sama. Mengetahui perbandingan kelinci peliharaan yang dipelihara pada lantai kandang yang berbeda.

II. PEMBAHASAN

  Hasil penelitian oleh Rismawati (2012) menunjukkan bahwa kelinci liar ketika diberikan stimulus berupa fototaksis yaitu dengan diletakkanya ditempat panas. Kelinci tersebut akan mencari tempat teduh, karena sifat bawaannya yaitu kelinci tidak suka dibawah terik matahari. Kelinci tersebut diberikan refleks berupa diayunkannya tongkat seakaan ingin memukul keinci tersebut menghindar, karena kelinci secara otomatis akan menghindar mengetahui ayunan tongkat tersebut merupakan ancaman. Kemudian diberikan suara untuk menakut-nakuti seakan tersakiti maka kelinci tersebut akan mengeluarkan bunyi klik dan berdiri. Hal tersebut dilakukan untuk menakut-nakuti predator dan memberi tanda pada kawanannya bahwa ada bahaya. Ketika kelinci jantan dan betina ditempatkan pada satu kandang, kelinci jantan akan mengencingi tempat didekatnya dan mengejar sang betina untuk dikawini.

  Sedangkan kelinci diberikan stimulus berupa menepukkan tangan sekeras mungkin didekatnya. Kelinci tersebut diam, tidak menunjukkan respon untuk menghindar atau melarikan

  

Perbandingan Pola Perilaku Kelinci Liar dan Peliharaan

  diri. Ketika kelinci jantan dan betina ditempatkan pada satu kandang maka si jantan hanya menggerakkan ekornya, pertanda ingin kawin. Kelinci jantan tidak mengejar betinanya, berbeda dengan kelinci liar. Hal tersebut dikarenakan kelinci jantan yang hidup di alam bebas lebih agresif ketika ia bertemu kelinci betina.

  Kelinci liar merupakan hewan nokturnal yang aktif di malam hari. Ia hanya mau makan ketika malam hari. Sedangkan pagi, siang atau sore hari biasanya ia hanya melakukan aktifitas eliminasi atau proses pembuangan kotoran (defekasi). Ketika malam tiba, kelinci liar mulai bergerak. Memeriksa keadaan sekitar memastikan tidak ada musuh sehingga ia akan mulai makan. Kelinci peliharaan sudah terbiasa makan dari pagi, siang, maupun malam. Hal ini dikarenakan kebiasaan dari ia lahir, yang mana sudah tersedia makanan tanpa harus mencari dan merasa ketakutan.

  Kelinci liar dan kelinci peliharaan menunjukkan aktifitas yang tinggi pada jenis lantai kandang bambu. Ia menanggapi stimulus yang diberikan dengan baik. Lantai kandang jenis bambu lebih efektif digunakan untuk memelihara kelinci. Walaupun jenis lantai kanddang yang lain bisa digunakan untuk memelihara kelinci.

  Berdasarkan penelitian Priwahyuningsih (2012) menunjukkan bahwa kelinci peliharaan yang dipelihara pada jenis lantai kandang bambu menunjukkan bahwa aktifitasnya meningkat dibandingkan dengan kandang kawat. Kelinci yang dipelihara tersebut menunjukkan aktifitas minum dan makan lebih tinggi dibandingkan pada kandang kawat.

  

Tabel 1. Rataan Tingkah Laku Kelinci Jantan Lokal Pada Kandang Bambu

Waktu....kali/10 menit Tingkah laku

  Pagi Siang Malam Rataan Makan 2,32±0,43 1,83±0,30 1,83±0,33 2,00±0,41 Minum 1,22±0,91b 1,83±0,30a 1,25±0,24b 1,43±0,60 Bergerak 3,03±1,01a 2,19±0,23b 2,58±0,31ab 2,60±0,68 Istirahat 1,23±0,42 1,11±0,19 1,11±0,14 1,15±0, Merawat diri 2,44±1,15 1,35±0,86 1,94±0,61 1,91±0,95 Eliminasi 0,75±0,71 0,83±0,47 0,68±0,51 0,75±0,53 Keterangan : Superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata

  (P<0,05)

Tabel 2. Rataan Tingkah Laku Kelinci Jantan Lokal Pada Kandang Kawat

  Waktu....kali/10 menit Tingkah laku Pagi Siang Malam Rataan Makan 2,27±0,57 1,59±0,61 2,01±0,47 1,95±0,59

  Minum 1,12±0,70 1,08±0,62 1,27±0,19 1,16±0,52 Bergerak 2,78±0,71 2,03±0,33 2,71±0,62 2,51±0,64

ISBN: 978-602-72412-0-6

  Waktu....kali/10 menit Tingkah laku Pagi Siang Malam Rataan Istirahat 1,00±0,00b 1,41±0,24a 1,06±0,14ab 1,16±0,24

  Merawat diri 2,28±0,49 1,84±0,36 2,10±0,46 2,07±0,44 Eliminasi 0,20±0,45 0,20±0,45 0,26±0,57 0,22±0,46

  Keterangan : superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05) Kedua tabel tersebut menunjukkan bahwa aktivitas kelinci lebih tinggi pada jenis lantai kandang yang terbuat dari bambu. Hal tersebut dimungkinkan karena permukaan bambu yang sesuai dengan pijakan kaki kelinci dibandingkan kawat, sehingga kelinci lebih mudah beraktifitas pada jenis lantai kandang bambu.

  Sama halnya dengan penelitian Siloto (2008) bahwa kandang yang terbuat dari kawat memberikan dampak yang kurang positif, yakni perilaku kelinci menjadi kurang aktif. Dibandingakan dengan kandang sekam, yaitu kandang yang lantainya menggunakan kulit padi yang digiling, tingkah laku kelinci dominan menjadi lebih aktif.

  Penelitian Abdellfattah (2013), ternyata menunjukkan hal yang sama. Penggunaan lantai kandang kawat menyebabkan dampak yang kurang baik. Tetapi penggunaan kandang plastik (plastic-mat) dan karet alami (rubber

  • –mat) ternyata menimbulkan dampak positif bagi pertumbuhan dan tingkah laku kelinci. Penggunaan lantai kandang plastik dan karet mengurangi stress pada kelinci daripada menggunakan jenis lantai kandang dari kawat. Tetapi penggunaan lantai kandang plastik dan karet alami tidak sepenuhnya efektif terhadap meningkatnya aktifitas perilaku tertentu.

  Tabel 3. Efek Jenis Lantai Kandang Terhadap Pertumbuhan Kelinci Floor type Age (week)

  Wire-mish Plastic-mat Rubber-mat BW (g) 5 779.00 ± 12.01a 739.50 ± 12.21a 813.25 ± 12.01a 6 1060.62 ± 23.38 a 975.88 ± 23.38 b 1026.63 ±23.38 ab 7 1206.88 ± 36.18 ab 1110.37 ± 36.18 b 1236 ± 36.18a 8 1470.50 ± 50.93ab 1365.75 ± 50.93 b 1546.50 ± 50.93a 9 1719.92 ± 59.97 a 1657.87 ± 59.97 a 1835.75 ± 59.97 a 10 1893.00 ± 61.37 a 1846.62 ± 61.37a 2033.12 ± 61.37 a

  Daily weight gain (g/day) 5-6 33.00 ± 1.63 a 29.00 ±1.63 a 31.00±1.632 a

  

Perbandingan Pola Perilaku Kelinci Liar dan Peliharaan

Age (week) Floor type

  Wire-mish Plastic-mat Rubber-mat 6-7 40.00 ±2.23 a 34.00 ±2.23 ab 30.00 ± 2.23b 7-8 21.00 ±1.63 b 19.00 ±1.63 b 30.00±1.63 a 8-9 38.00 ± 2.00 a 38.00 ±2.00 a 44.00±2.00 a 9-10 36.00 ±1.63 a 36.00 ±1.63a 41.00±1.63 a 10-11 25.00 ±2.23 a 29.00±2.23a 28.00±2.23 a

  Feed intake (g/day) 5-6 111.00 ± 1.63 a 87.00 ± 1.63 c 99.00 ±1.632 b 6-7 91.00 ± 1.15 a 77.00 ± 1.15 c 87.00 ±1.154 b 7-8 134.00 ± 2.00 a 101.00 ± 2.00 b 130.00 ±2.000 a 8-9 132.00 ± 2.00 a 132.00 ±2.00 a 139.00±2.00 a 9-10 134.00 ± 1.79 a 133.00 ±1.79 a 134.00±1.79 a 10-11 142.00 ± 1.63 a 141.00 ±1.63 a 142.00±1.63 a Feed conversion (g/g) 5-6 3.36 ± 0.57 a 3.02 ± 0.57 a 3.20 ± 0.57 a 6-7 2.25 ± 0.57 a 2.27 ± 0.57 a 2.84 ± 0.57 a 7-8 6.41 ± 1.15 a 5.26 ± 1.15a 4.33 ± 1.15a 8-9 3.51 ± 1.10 a 3.68 ± 1.10 a 3.14 ± 1.10 a 9-10 3.77 ± 1.00 a 3.65 ± 1.00 a 3.25 ± 1.00 a 10-11 5.25 ± 1.15 a 3.38 ±1.15 a 5.03 ± 1.15 a

  Means within a raw with similar superscripts are not different (P ≥ 0.05).

III. KESIMPULAN

  Perilaku pada kelinci liar dan peliharaan berbeda. Kelinci liar lebih agresif dibandingkan kelinci peliharaan. Kelinci liar dibekali kemampuan untuk peka terhadap lingkungan sebagai bentuk pertahanan diri. Sedangkan kelinci peliharaan sudah terbiasa dengan lingkungan sekitar dari mulai lahir. Ia merasa bahwa lingkungan disekitarnya aman karena mudah memperoleh makanan.

  Jenis lantai kandang ternyata berpengaruh terhadap aktivitas hewan peliharaan kelinci. Jenis lantai kandang bambu menunjukkan hasil yang positif terhadap keaktifan tingkah laku kelinci. Dibandingkan dengan kandang jenis lantai menggunakan kawat, yakni kelinci lebih aktif melakukan aktifitas sehari-hari seperti makan, minum, bergerak dan aktifitas lainnya. Jenis lantai kandang yang alami ternyata lebih disukai oleh kelinci sehingga aktifitasnya lebih meningkat dan tidak mengalami stres.

ISBN: 978-602-72412-0-6

IV. DAFTAR PUSTAKA

  

Cheeke, P. R., McNitt, J. I., & N. M. Patton. 2000. Rabbit Production. 8th Edition. Interstate Publisher

Inc, Denville, Illionois.

E, Abdellfatah, Karousa M., Mahmoud E., EL-Laithy S., El-Gendi G. and Eissa N. Effect of Cage Floor

  Type on Behavior and Performance of Growing Rabbit. Journal of Veterinary Advances. 3(2):34-

  42 Finzi, A., S. Nyvold & M. El-Agroudi. 1992. Efficiency of three different housing systems in reducing heat stress in rabbits. J. Appl. Rabbit Res. 15 : 745-750

Gunawan, D. 2008. Pedoman Budidaya Kelinci yang Baik (Good Farming Practice). Jakarta: Direktorat

Jendral Peternakan Direktorat Budidaya Ternak Non Ruminansia. Krisdianto.

G, Sumarni & A. Ismanto. 2007. “Sari hasil penelitian bambu”.

  21 Maret 2015]

Morisse, J. P. & R. Maurice. 1996. Influence of the stocking density on the behavior in fattening rabbits

kept in intensive condition. J. 6th World Rabbit Congress. 2: 425-429.

Mukhtar, A. S. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tingkah Laku Satwa (Ethologi). Bogor : Direktorat Jenderal

Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam, Departemen Kehutanan.

Rismawati, Ni Putu, Ketut Supeksa, Yusita Karilina. 2012. The Behavior Of Rabbits.

[ 18 Maret 2015 ].

Siloto E.V., Zeferino C.P., Moura A.S.A.M.T., Fernandes S., Sartori J.R.,& E.R. Siqueira. 2008.

  Temperature and cage floor enrichment affect the behavior of growing rabbits. J.Appl. Ethology and Welfare

Templeton, G. S. 1959. Domestic Rabbit Production. The Interstate Printers and Publisher Inc, Denville,

Illionois.

Tomaszewska, M.W., I.K. Sutama & T.D. Chaniago. 1991. Reproduksi, Tingkah Laku, dan Produksi

Ternak di Indonesia. Jakarta:Gramedia Pustaka Utama.

Verga, M., I. Zingarelli., E. Heinzl., V. Ferrante., P. A. Martino & F. Luzi. 2004. Effect of housing and

environmental enrichment on performance and behavior in fatteng rabbits. J. 8th World Rabbit

  Congress. http:www.dcam.upv.es.