Makalah Berpikir Kritis Kebutuhan Elimin

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Eliminasi yang teratur dari sisa-sisa produksi usus penting untuk fungsi tubuh yang
normal. Perubahan pada eliminasi dapat menyebabkan masalah pada gastrointestinal dan
bagian tubuh yang lain. Karena fungsi usus tergantung pada keseimbangan beberapa
faktor, pola eliminasi dan kebiasaan masing-masing orang berbeda.
Klien sering meminta pertolongan dari perawat untuk memelihara kebiasaan eliminasi
yang normal. Keadaan sakit dapat menghindari mereka sesuai dengan program yang
teratur. Mereka menjadi tidak mempunyai kemampuan fisik untuk menggunakan fasilitas
toilet yang normal ; lingkungan rumah bisa menghadirkan hambatan untuk klien dengan
perubahan mobilitas, perubahan kebutuhan peralatan kamar mandi.
Untuk menangani masalah eliminasi klien, perawata harus mengerti proses eliminasi
yang normal dan faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi.
Eliminasi urin secara normal bergantung pada satu pemasukan cairan dan sirkulasi
volume darah, jika salah satunya menurun, pengeluaran urin akan menurun. Pengeluaran
urin juga berubah pada seseorang dengan penyakit ginjal, yang mempengaruhi kuantitas,
urin dan kandungan produk sampah didalam urin.
Tubuh mengeluarkan feses dan beberapa cairan dari tubuh. Pengeluaran feses melalui
evakuasi usus besar biasanya menjadi sebuah pola pada usia 30 sampai 36 bulan.
Diare atau dikenal dengan sebutan mencret memang merupakan penyakit yang masih

banyak terjadi pada masa kanak dan bahkan menjadi salah satu penyakit yang banyak
menjadi penyebab kematian anak yang berusia di bawah lima tahun (balita). Karenanya,
kekhawatiran orang tua terhadap penyakit diare adalah hal yang wajar dan harus
dimengerti. Justru yang menjadi masalah adalah apabila ada orang tua yang bersikap
tidak acuh atau kurang waspada terhadap anak yang mengalami diare. Misalnya, pada
sebagian kalangan masyarakat, diare dipercaya atau dianggap sebagai pertanda bahwa
anak akan bertumbuh atau berkembang. Kepercayaan seperti itu secara tidak sadar dapat
mengurangi kewaspadaan orang tua. sehingga mungkin saja diare akan membahayakan
anak.
Menurut data United Nations Children's Fund (UNICEF) dan World Health
Organization (WHO) pada 2009, diare merupakan penyebab kematian nomor 2 pada
1

balita di dunia, nomor 3 pada bayi, dan nomor 5 bagi segala umur. Data UNICEF
memberitakan bahwa 1,5 juta anak meninggal dunia setiap tahunnya karena diare.
Angka tersebut bahkan masih lebih besar dari korban AIDS, malaria, dan cacar jika
digabung. Sayang, di beberapa negara berkembang, hanya 39 persen penderita
mendapatkan penanganan serius.
Diare disebabkan faktor cuaca, lingkungan, dan makanan. Perubahan iklim, kondisi
lingkungan kotor, dan kurang memerhatikan kebersihan makanan merupakan faktor

utamanya. Penularan diare umumnya melalui 4F, yaitu Food, Fly , Feces, dan Finger.
Oleh karena itu, upaya pencegahan diare yang praktis adalah dengan memutus rantai
penularan tersebut. Sesuai data UNICEF awal Juni 2010, ditemukan salah satu pemicu
diare baru, yaitu bakteri Clostridium difficile yang dapat menyebabkan infeksi
mematikan di saluran pencernaan. Bakteri ini hidup di udara dan dapat dibawa oleh lalat
yang hinggap di makanan.
Sepintas diare terdengar biasa dan sangat umum terjadi. Namun, ini bukan alasan
untuk mengabaikannya, dehidrasi pada penderita diare bisa membahayakan dan ternyata
ada beberapa jenis yang menular.Diare kebanyakan disebabkan oleh Virus atau bakteri
yang masuk ke makanan atau minuman, makanan berbumbu tajam, alergi makanan,
reaksi obat, alkohol dan bahkan perubahan emosi juga dapat menyebabkan diare, begitu
pula sejumlah penyakit tertentu.
B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini terdiri dari dua tujuan, yaitu tujuan umum dan
tujuan khusus, yang pembahasannya adalah antara lain:
1. Tujuan Umum
Untuk mempelajari proses eliminasi. Serta mengetahui dan mempelajari patofisiologi
GE dan rasionalisasi dalam berpikir kritis dalam penulisan asuhan keperawatan pada
masalah eliminasi dengan kasus GE / Gastroenteritis.
2. Tujuan Khusus

a. Untuk memahami konsep pemenuhan kebutuhan eliminasi.
b. Untuk memahami anatomi fisiologi yang berperan dalam proses eliminasi.
c. Untuk mampu menjelaskan faktor apa saja yang mempengaruhi eliminasi.
d. Mengetahui Patofisiologi dari Sistem eliminasi.
e. Untuk mengetahui tinjauan teoritis diare.
f. Untuk mengetahui Pengkajian pada anak dengan diare.
2

g. Untuk mengetahui Diagnosa keperawatan pada anak dengan diare.
h. Untuk mengetahui Intervensi keperawatan pada anak dengan diare.
i. Untuk mengetahui Implementasi keperawatan pada anak dengan diare.
j. Untuk mengetahui Evaluasi keperawatan pada anak dengan diare.
C. Manfaat Penulisan
Mengetahui dan memahami konsep kebutuhan eliminasi beserta anatomi fisiologi
sistem pencernaan, serta mengetahui cara berpikir kritis

pada penulisan asuhan

keperawatan pada pasien dengan kasus Gastroentritis.


3

BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Eliminasi
Menurut kamus bahasa Indonesia, eliminasi adalah pengeluaran, penghilangan,
penyingkiran, penyisihan. Dalam bidang kesehatan, Eliminasi adalah proses pembuangan
sisa metabolisme tubuh baik berupa urin atau bowel (feses). Eliminasi pada manusia
digolongkan menjadi 2 macam, yaitu:
1. Eliminasi Alvi
Eliminasi Alvi adalah proses pembuangan atau pengeluaran metabolisme berupa
feses yang berasal dari saluran pencernaan melalui anus. Menusia dapat melakukan
buang air besar berapa kali dalam satu hari atau satu kali dalam berapa kali. Tetapi
bahkan dapat mengalami gangguan yaitu hingga hanya beberapa kali saja dalam satu
minggu atau dapat berkali- kali dalam satu hari, biasanya gangguan-gangguan
tersebut diakibatkan oleh gaya hidup yang tidak benar dan jika dibiarkan dapat
menjadi masalah yang lebih besar.
2. Eliminasi Urine
Eliminasi urine merupakan suatu proses penyaringan darah sehingga darah bebas
dari zat-zat yang yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang

masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan lagi oleh tubuh larut
dalam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih).
1. Sifat fisis air kemih, terdiri dari:
a) Jumlah ekskresi dalam 24 jam ± 1.500 cc tergantung dari pemasukan (intake)
cairan dan faktor lainnya.
b) Warna, bening kuning muda dan bila dibiarkan akan menjadi keruh.
c) Warna, kuning tergantung dari kepekatan, diet obat-obatan dan sebagainya.
d) Bau, bau khas air kemih bila dibiarkan lama akan berbau amoniak.
e) Berat jenis 1,015-1,020.
f) Reaksi asam, bila lama-lama menjadi alkalis, juga tergantung dari pada diet
(sayur menyebabkan reaksi alkalis dan protein memberi reaksi asam).
2. Komposisi air kemih, terdiri dari:
a) Air kemih terdiri dari kira-kira 95% air.

4

b) Zat-zat sisa nitrogen dari hasil metabolisme protein, asam urea, amoniak dan
kreatinin.
c) Elektrolit, natrium, kalsium, NH3, bikarbonat, fospat dan sulfat.
d) Pagmen (bilirubin dan urobilin).

e) Toksin.
f) Hormon.
B. Anatomi Fisiologi Eliminasi Fekal / Alvi
Produk sisa pencernaan yang teratur merupakan aspek yang penting untuk fungsi
normal tubuh. Perubahan eliminasi dapat meneyebapkan masalah pada sistem
gastrointestinal dan sistem tubuh lainnya. Jadi peroses eliminasi tidak terlepas dari sistem
pencernaan. Berikut adalah organ tubuh yang berperan dalam proses eliminasi fekal :
1. Mulut
Saluran pencernaan merubah zat-zat makanan secara mekanik dan kimiawi.
Semua organ pencernaan bekerja sama untuk memastikan massa atau bolus dari
makanan dapat menjangkau daerah penyerapan makanan dengan aman dan efektif.
Pencernaan secara mekanik dan kimiawi dimulai dari mulut. Gigi mengunyah
makanan, memecahnya menjadi ukuran tertentu untuk ditelan. Sekresi saliva
mengandung enzim seperti: ptialin yang memulai mencerna elemen makanan tertentu.
Saliva mencairkan dan melembutkan bolus makanan yang ada di mulut agar lebih
mudah ditelan.
2. Esofagus
Ketika makanan memasuki esophagus bagian atas ia berjalan melewati spinkter
esophagus bagian atas dimana ada sebuah otot sirkular yang mencegah udara masuk
ke esophagus dan makanan dari refluks ke tenggorokan. Bolus dari makanan

mengadakan perjalanan sepanjang 25cm di esophagus. Makanan didorong oleh
kontraksi otot polos. Sebagian dari esophagus berkontraksi di belakang bolus
makanan, otot sirkular di depan bolus. Gerakan peristaltik mendorong makanan ke
gelombang berikutnya. Peristaltik menggerakkan makanan sepanjang saluran
gastrointestinal. Dalam 15 detik bolus makanan berpindah dari esophagus bagian
bawah. Spinkter esophagus bagian bawah terletak antara esophagus dan lambung, dan
perbedaan tekanan ada di bagian akhir esophagus. Tekanan esophagus bagian bawah
5

10-40 mmHg, sedangkan tekanan lambung 5-10 mmHg. Tingginya tekanan biasanya
menyebabkan refluks dari isi lambung ke esophagus. Faktor-faktor yang
mempengaruhi tekanan spinkter bagian bawah antara lain; antasid yang menurunkan
refluks, dan makanan berlemak dan nikotin yang meninggikan refluks.
3. Lambung
Lambung adalah ruang yang berbentuk kantung yang mirip huruf ‘J’, yang
terletak diantara esofagus dan usus halus. Lambung dibagi menjadi 3 bagian
berdasarkan perbedaan anatomis, histologist, dan fungsional, diantaranya yaitu ;
fundus, dan antrum serta pilorus.
Fungsi terpenting pada lambung adalah menyimpan makanan yang masuk sampai
disalurkan ke usus halus dengan kecepatan yang sesuai untuk pencernaan dan

penyerapan yang optimal. Fungsi kedua lambung adalah untuk mensekresikan asam
hidroklorida (HCL) dan enzim-enzim yang melalui pencernaan protein. Dalam
lambung terdapat empat aspek motilitas lambung, yaitu :
1)
2)
3)
4)

Pengisisan lambung
Penyimpanan lambung
Pencampuran lambung
Pengosongan lambung

Tiga faktor terpenting ysng mempengaruhi pengosongan lambung adalah :
a. Lemak
Lemak merupakan perangsang terkuat untuk menghambat motilitas lambung
sehingga apabila kita amati kecepatan pengosongan makanan yang sangat
berlemak itu memakan waktu kurang lebih 6 jam dibandingkan dengan makanan
yang mengandung karbohidrat dan protein itu mungkin telah meninggalkan
lambung kurang lebih 3 jam yang lalu.

b. Asam lambung
Karena lambung mengeluarkan asam hidroklorida (HCL), kimus-kimus yang
sangat asam akan dikeluarkan kedalam deodenum tempat kimus mengalami
netralisis oleh natrium bikarbonat (NaHCO-3). Asam yang tidak dinetralkan akan
mengiritasi mukosa duodenum dan menyebabkan inaktivasi enzim-enzim
pencernaan pankreas yang disekresikan kedalam lumen duodenum. Dengan
demikian, asam yang tidak dinetralkan akan menghambat pengosongan isi
lambung lebih lanjut sampai proses netralisis selesai.
6

c. Hipertonisitas
Pada pencernaan molekul protein dan kanji dilumen duodenum, dibebaskan
sejumlah besar molekul asam amino dan glukosa. Apabila kecepatan penyerapan
molekul-molekul asam amino dan glukosa tersebut tidak seimbang dengan
kecepatan pencernaan protein dan karbohidrat maka molekul-molekul dalam
jumlah besar tersebut tetap berada didalam kimus dan akan meningkat osmolaritas
isi duodenum, apabila hal ini terus berlanjut maka secara refleks pengosongan
lambung akan dihambat hingga proses penyerapan mengimbangi proses
pencernaan.


4. Usus Halus
Selama proses pencernaan chyme meninggalkan lambung dan memasuki usus
halus. Usus halus merupakan suatu saluran yang diameternya 2,5 cm dan panjangnya
6 m. Usus halus terdiri dari 3 bagian : duodenum, jejenum, ileum. Chyme tercampur
dengan enzim pencernaan (seperti empedu dan amilase) ketika berjalan melewati usus
halus. Segmentasi (berganti-gantinya kontraksi dan relaksasi dari otot polos)
mengaduk chyme untuk selanjutnya memecah makanan untuk dicerna ketika chyme
diaduk, gerakan peristaltik berhenti sementara agar absorpsi terjadi. Chyme berjalan
dengan lambat di saluran cerna untuk diabsorpsi. Banyak makanan dan elektrolit yang
diabsorpsi di usus halus. Enzim dari pankreas (amilase) dan empedu dari kandung
empedu. Usus memecah lemak, protein dan karbohidrat menjadi elemen-elemen
dasar. Hampir seluruh makanan diabsorpsi oleh duodenum dan jejenum. Ileum
mengabsorpsi beberapa vitamin, zat besi dan garam empedu. Jika fungsinya
terganggu, proses pencernaan berubah secara drastis. Contoh : inflamasi, bedah
caesar,atau obstruksi dapat mengganggu peristaltik, mengurangi ares absorpsi, atau
memblok jalan chyme.
5. Usus Besar
Bagian bawah dari saluran gastrointestinal adalah usus besar (kolon) karena
diameternya lebih besar dari usus halus. Bagaimanapun panjangnya antara 1,5-1,8 cm
adalah lebih pendek. Usus besar terbagi atas caecum, kolon, dan rektum. Ini adalah

organ penting dari eliminasi fekla :
a) Sekum
7

Chyme yang diabsorpsi memasuki usus besar pada sekum melalui katup
ileocecal, dimana lapisan otot sirkular mencegah regurgitasi (makanan kembali ke
usus halus).
b) Kolon
Chyme yang halus ketika memasuki kolon volume airnya berkurang. Kolon
terdiri dari ascending, transverse, descending, & sigmoid. Kolon mempunyai 4
fungsi ; absorpsi, proteksi, sekresi, dan eliminasi. Sejumlah besar air dan sejumlah
natrium dan clorida diabsorpsi setiap hati. Ketika makanan berjalan melalui kolon,
terjadi kontraksi Haustral. Ini sama dengan kontraksi segmental dari usus halus,
tetapi lebih lama hingga mencapai 5 manit. Kontraksi menghasilkan pundi-pundi
besar di dinding kolon yang merupakan area untuk absorpsi.
Air dapat diabsorpsi oleh kolon dalam 24 jam, rata-rata 55 mEq dari natrium
dan 23 mEq dari klorida diabsorpsi setiap hari. sejumlah air yagn diamsorpsi dari
chyme tergantung dari kecepatan pergerakan kolon. Chyme biasanya lembut,
berbentuk massa. Jika kecepatan kontraksi peristaltik cepat (abnormal) berarti ada
kekurangan waktu untuk mengabsorpsi air dan feses menjadi encer. Jika kontraksi
peristaltik lambat, banyak air yang diabsorpsi dan terbentuk feses yang keras
sehingga menyebabkan konstipasi.
Kolon memproteksi dirinya sendiri dengan mengeluarkan sejumlah mucous.
Mucous biasanya bersih sampai buram dengan konsistensi berserabut. Mucous
melumasi kolon, mencegah trauma pada dinding dalam. Pelumas adalah sesuatu
yagn penting di dekat distal dari kolon dimana bagiannya menjadi kering dan
keras.
Fungsi sekresi dari kolon membantu dalam keseimbanan elektrolit. Bicarbonat
disekresi untuk pertukaran clorida. Sekitar 4-9 mEq natrium dikeluarkan setiap
hari

oleh

usus

besar.

Berubahnya

fungsi

kolon

dapat

menyebabkan

ketidakseimbangan elektrolit.
Akhirnya kolon memindahkan sisa produk dan gas (flatus). Flatus dihasilkan
dari tertelannya udara, difusi gas dari pembuluh darah ke usus dan kerja bakteri
pada karbohidrat yang tidak bisa diserap. Fermenrasi dari karbohidrat (seperti kol
dan bawang) menghasilkan gas pada usus yang dapat merangsang peristaltik.
Orang dewasa biasanya membentuk 400-700 ml flatus setiap hari.

8

C. Proses Perkemihan Dan Defekasi
1. Peroses Defekasi
Bila bahan fecal memasuki rectum maka dinding rectum akan teregang dan
menimbulkan imfuls aferens yg disalurkan melalui fleksus mienterikus dan
menimbulkan gelombang peristaltik dikolon desenden, sigmoid yang mendorong
bahan fekal melalui anus. Bila gelombang peristaltik sampai dianus, spingter ani
eksternus dihambat (reseftve relaxation) dan bila spingter ani eksternus melemas
terjadi tindakan defekasi. Tetapi refleks ini sangat lemah yg harus diperkuat oleh
refleks lain yang meliputi segmen sakral medula spinalis.
2. Faktor Yang Mempengaruhi Proses Eliminasi
Setiap orang memiliki keibasaan eliminasi yang berbeda-beda. Ada yang
menghambat ada juga yang memperlancar. Semua itu di pengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu.
a. Faktor yang mempengaruhi eliminasi fekal
1) Umur
Umur tidak hanya mempengaruhi karakteristik feses, tapi juga
pengontrolannya. Anak-anak tidak mampu mengontrol eliminasinya sampai
sistem neuromuskular berkembang, biasanya antara umur 2 – 3 tahun.
Orang dewasa juga mengalami perubahan pengalaman yang dapat
mempengaruhi proses pengosongan lambung. Di antaranya adalah atony
(berkurangnya tonus otot yang normal) dari otot-otot polos colon yang dapat
berakibat pada melambatnya peristaltik dan mengerasnya (mengering) feses,
dan menurunnya tonus dari otot-otot perut yagn juga menurunkan tekanan
selama proses pengosongan lambung. Beberapa orang dewasa juga mengalami
penurunan kontrol terhadap muskulus spinkter ani yang dapat berdampak pada
proses defekasi.
2) Diet
Makanan adalah faktor utama yang mempengaruhi eliminasi feses.
Cukupnya selulosa, serat pada makanan, penting untuk memperbesar volume
feses. Makanan tertentu pada beberapa orang sulit atau tidak bisa dicerna.
Ketidakmampuan ini berdampak pada gangguan pencernaan, di beberapa
bagian jalur dari pengairan feses. Makan yang teratur mempengaruhi defekasi.
9

Makan yang tidak teratur dapat mengganggu keteraturan pola defekasi.
Individu yang makan pada waktu yang sama setiap hari mempunyai suatu
keteraturan waktu, respon fisiologi pada pemasukan makanan dan keteraturan
pola aktivitas peristaltik di colon.
3) Cairan
Pemasukan cairan juga mempengaruhi eliminasi feses. Ketika pemasukan
cairan yang adekuat ataupun pengeluaran (cth: urine, muntah) yang berlebihan
untuk beberapa alasan, tubuh melanjutkan untuk mereabsorbsi air dari chyme
ketika ia lewat di sepanjang colon. Dampaknya chyme menjadi lebih kering
dari normal, menghasilkan feses yang keras. Ditambah lagi berkurangnya
pemasukan cairan memperlambat perjalanan chyme di sepanjang intestinal,
sehingga meningkatkan reabsorbsi cairan dari chyme.
4) Tonus Otot
Tonus perut, otot pelvik dan diafragma yang baik penting untuk defekasi.
Aktivitasnya juga merangsang peristaltik yang memfasilitasi pergerakan
chyme sepanjang colon. Otot-otot yang lemah sering tidak efektif pada
peningkatan tekanan intraabdominal selama proses defekasi atau pada
pengontrolan defekasi. Otot-otot yang lemah merupakan akibat dari
berkurangnya latihan (exercise), imobilitas atau gangguan fungsi syaraf.
5) Faktor Psikologi
Dapat dilihat bahwa setres dapat mempengaruhi defekasi. Penyakitpenyakit tertentu termasuk diare kronik, seperti ulcus pada collitis, bisa jadi
mempunyai komponen psikologi. Diketahui juga bahwa beberapa orang yagn
cemas atau marah dapat meningkatkan aktivitas peristaltik dan frekuensi diare.
Ditambah lagi orang yagn depresi bisa memperlambat motilitas intestinal,
yang berdampak pada konstipasi.
6) Gaya Hidup
Gaya hidup mempengaruhi eliminasi feses pada beberapa cara. Pelathan
buang air besar pada waktu dini dapat memupuk kebiasaan defekasi pada
waktu yang teratur, seperti setiap hari setelah sarapan, atau bisa juga
10

digunakan pada pola defekasi yang ireguler. Ketersediaan dari fasilitas toilet,
kegelisahan tentang bau, dan kebutuhan akan privacy juga mempengaruhi pola
eliminasi feses. Klien yang berbagi satu ruangan dengan orang lain pada suatu
rumah sakit mungkin tidak ingin menggunakan bedpan karena privacy dan
kegelisahan akan baunya.
7) Obat–obatan
Beberapa obat memiliki efek samping yang dapat berpengeruh terhadap
eliminasi yang normal. Beberapa menyebabkan diare; yang lain seperti dosis
yang besar dari tranquilizer tertentu dan diikuti dengan prosedur pemberian
morphin dan codein, menyebabkan konstipasi.
Beberapa obat secara langsung mempengaruhi eliminasi. Laxative adalah
obat yang merangsang aktivitas usus dan memudahkan eliminasi feses. Obatobatan ini melunakkan feses, mempermudah defekasi. Obat-obatan tertentu
seperti dicyclomine hydrochloride (Bentyl), menekan aktivitas peristaltik dan
kadang-kadang digunakan untuk mengobati diare.
8) Prosedur Diagnostik
Prosedur diagnostik tertentu, seperti sigmoidoscopy, membutuhkan agar
tidak ada makanan dan cairan setelah tengah malam sebagai persiapan pada
pemeriksaan, dan sering melibatkan enema sebelum pemeriksaan. Pada
tindakan ini klien biasanya tidak akan defekasi secara normal sampai ia
diizinkan makan.
Barium (digunakan pada pemeriksaan radiologi) menghasilkan masalah
yagn lebih jauh. Barium mengeraskan feses jika tetap berada di colon, akan
mengakibatkan konstipasi dan kadang-kadang suatu impaksi.
9) Anastesi Dan Pembedahan
Anastesi umum menyebabkan pergerakan colon yang normal menurun
dengan penghambatan stimulus parasimpatik pada otot colon. Klien yang
mendapat anastesi lokal akan mengalami hal seperti itu juga.
Pembedahan yang langsung melibatkan intestinal dapat menyebabkan
penghentian dari pergerakan intestinal sementara. Hal ini disebut paralytic
ileus, suatu kondisi yang biasanya berakhir 24 – 48 jam. Mendengar suara
11

usus yang mencerminkan otilitas intestinal adalah suatu hal yang penting pada
manajemen keperawatan pasca bedah.
10) Nyeri
Klien yang mengalami ketidaknyamanan defekasi seperti pasca bedah
hemorhoid biasanya sering menekan keinginan untuk defekasi guna
menghindari nyeri. Klien seperti ini akan mengalami konstipasi sebagai
akibatnya.
11) Iritan
Zat seperti makanan pedas, toxin baklteri dan racun dapat mengiritasi
saluran intestinal dan menyebabkan diare dan sering menyebabkan flatus.
12) Gangguan Syaraf Sensorik Dan Motorik
Cedera pada sumsum tulang belakan dan kepala dapat menurunkan
stimulus sensori untuk defekasi. Gangguan mobilitas bisamembatasi
kemampuan klien untuk merespon terhadap keinginan defekasi ketika dia
tidak dapat menemukan toilet atau mendapat bantuan. Akibatnya, klien bisa
mengalami konstipasi. Atau seorang klien bisa mengalami fecal inkontinentia
karena sangat berkurangnya fungsi dari spinkter ani.
D. Patofisologi Eliminasi
Setiap orang beresiko mengalami masalah eliminasi, berikut adalah jenis-jenis
penyakit yang timbul akibat gangguan eliminasi:
1. Patofisiologi eliminasi fekal
Banyak yang mengalami atau beresiko mengalami masalah eliminasi akibat sterees
emosional, perubahan fisiologi pada saluran GI, perubahan struktur usus melalu
pembedahan, perogram terapi lain dan gangguan yang mengganggu defekasi. Berikut
ini adalah beberapa masalah eiminasi fekal.
a. Konstipasi
Konstipasi berhubungan dengan jalan yagn kecil, kering, kotoran yang keras,
atau tidak ada lewatnya kotoran di usus untuk beberapa waktu. Ini terjadi ketika
pergerakan feses melalui usus besar lambat, hal ini ditambah lagi dengan
reabsorbsi cairan di usus besar. Konstipasi berhubungan dengan pengosongan
12

kotoran yang sulit dan meningkatnya usaha atau tegangan dari otot-otot volunteer
pada proses defekasi Ada banyak penyebab konstipasi :

1) Kebiasaan buang air besar yang tidak teratur
Salah satu penyebab yang paling sering menyebabkan konstipasi adalah
kebiasaan b.a.b yang tidak teratur. Refleks defekasi yang normal dihambat
atau diabaikan, refleks-refleks ini terkondisi untuk menjadi semakin melemah.
Ketika kebiasaan diabaikan, keinginan untuk defekasi habis.
Anak pada masa bermain bisa mengabaikan refleks-refleks ini ; orang dewasa
mengabaikannya karena tekanan waktu dan pekerjaan.
Klien yang dirawat inap bisa menekan keinginan buang air besar karena
malu menggunakan bedpan atau karena proses defekasi yang sangat tidak
nyaman. Perubahan rutinitas dan diet juga dapat berperan dalam konstipasi.
Jalan terbaik untuk menghindari konstipasi adalah membiasakan b.a.b teratur
dalam kehidupan.
2) Penggunaan laxative yang berlebihan
Laxative sering digunakan untuk menghilangkan ketidakteraturan buang
air besar. Penggunaan laxative yang berlebihan mempunyai efek yang sama
dengan mengabaikan keinginan b.a.b – refleks pada proses defekasi yang
alami dihambat. Kebiasaan pengguna laxative bahkan memerlukan dosis yang
lebih besar dan kuat, sejak mereka mengalami efek yang semakin berkurang
dengan penggunaan yang terus-menerus (toleransi obat).
3) Peningkatan stres psikologi
Emosi

yang

kuat

diperkirakan

menyebabkan

konstipasi

dengan

menghambat gerak peristaltik usus melalui kerja dari epinefrin dan sistem
syaraf simpatis. Stres juga dapat menyebabkan usus spastik (spastik/konstipasi
hipertonik atau iritasi colon ). Yang berhubungan dengan konstipasi tipe ini
adalah kram pada abdominal, meningkatnya jumlah mukus dan periode
bertukar-tukarnya antara diare dan konstipasi.
4) Ketidaksesuaian diet
Makanan lunak dan rendah serat yang berkurang pada feses sehingga
menghasilkan produk sisa yang tidak cukup untuk merangsang refleks pada
13

proses defekasi. Makan rendah serat seperti; beras, telur dan daging segar
bergerak lebih lambat di saluran cerna. Meningkatnya asupan cairan dengan
makanan seperti itu meningkatkan pergerakan makanan tersebut.
5) Obat-obatan
Banya obat menyebabkan efek samping kponstipasi. Beberapa di
antaranya seperti ; morfiin, codein, sama halnya dengan obat-obatan
adrenergik dan antikolinergik, melambatkan pergerakan dari colon melalui
kerja mereka pada sistem syaraf pusat. Kemudian, menyebabkan konstipasi
yang lainnya seperti: zat besi, mempunyai efek menciutkan dan kerja yang
lebih secara lokal pada mukosa usus untuk menyebabkan konstipasi. Zat besi
juga mempunyai efek mengiritasi dan dapat menyebabkan diare pada sebagian
orang.
6) Latihan yang tidak cukup
Pada klien yang pada waktu yang lama otot secara umum melemah,
termasuk otot abdomen, diafragma, dasar pelvik, yang digunakan pada proses
defekasi. Secara tidak langsung kurangnya latihan dihubungkan dengan
kurangnya nafsu makan dan kemungkinan kurangnya jumlah serat, yang
penting untuk merangsang refleks pada proses defekasi.
7) Umur
Otot semakin melemah dan melemahnya tonus spinkter yang terjadi pada
orang tua turut berperan menyebabkan defekasi.
8) Proses penyakit
Beberapa penyakit pada usus dapat menyebabkan konstipasi, beberapa di
antaranya obstruksi usus, nyeri ketika defekasi berhubungan dengan
hemorhoid, yang membuat orang menghindari defekasi; paralisis, yang
menghambat kemapuan klien untuk buang air besar; terjadinya peradangan
pelvik yang menghasilkan paralisis atau atoni pada usus.
Konstipasi bisa jadi beresiko pada klien, regangan ketika b.a.b dapat
menyebabkan stres pada abdomen atau luka pada perineum (post operasi).
Ruptur merusak mereka jika tekanan cukup besar. Ditambah lagi peregangan
sering bersamaan dengan tertahannya napas. Gerakan ini dapat menciptakan
masalah yagn serius pada orang dengan sakit jantung, trauma otak, atau
penyakit pada pernapasan. Tertahannya napas meningkatkan tekanan
14

intratorakan dan intrakranial. Pada beberapa tingkatan, tingkatan ini dapat
dikurangi jika seseorang mengeluarkan napas melalui mulut ketika regangan
terjadi. Bagaimanapun, menghindari regangan merupakan pencegahan yang
terbaik.
b. Impaksi Feses
Impaksi feses dapat didefenisikan sebagai suatu massa atau kumpulan yang
mengeras, feses seperti dempul pada lipatan rektum. Impaksi terjadi pada retensi
yang lama dan akumulasi dari bahan-bahan feses. Pada impaksi yagn gawat feses
terkumpul dan ada di dalam colon sigmoid. Impaksi feses ditandai dengan adanya
diare dan kotoran yagn tidak normal. Cairan merembes keluar feses sekeliling dari
massa yang tertahan. Impaksi dapat juga dinilai dengan pemeriksaan digital pada
rektum, selama impaksi massa yang mengeras sering juga dapat dipalpasi.
Diare yang bersama dengan konstipasi, termasuk gejala yang sering tetapi
tidak ada keinginan untuk defekasi dan nyeri pada rektum. Hadirnya tanda-tanda
umum dari terjadinya penyakit ; klien menjadi anoreksia, abdomen menjadi
regang dan bisa juga terjadi muntah.
Penyebab dari impaksi feses biasanya kebiasaan buan gair besar yang jarang
dan konstipasi. Obat-obat tertentu juga berperan serta pada impaksi. Barium
digunakan pada pemeriksaan radiologi pada saluran gastrointestinal bagian atas
dan bawah dapat menjadi faktor penyebab, sehingga setelah pemeriksaan ini hasil
pengukuran diperoleh untuk memastikan pergerakan barium.
Pada orang yang lebih tua faktor-faktor yang beragam dapat menyebabkan
impaksi; asupan cairan yang kurang, diet yang kurang serat, rendahnya aktivitas,
melemahnya tonus otot.
Pemeriksaan digital harus dilakukan dengan lembut dan hati-hati karena
perangsangan pada nervus vagus di dinding rektum dapat memperlambat kerja
jantung pasien.

c. Diare
Diare berhubungan dengan pengeluaran feses yang cair dan meningkatnya
frekuensi dari proses defekasi. Ini adalah lawan dari konstipasi dan dampak dari
cepatnya perjalanan feses melalui usus besar. Cepatnya perjalanan chyme
15

mengurangi waktu untuk usus besar mereabsorbsi air dan elektrolit. Sebagian
orang mengeluarkan kotoran dengan frekuensi yang meningkat, tetapi bukan
diare, dikatakan diare jika kotoran tidak berbentuk dan cair sekali. Pada orang
dengan diare dijumpai kesulitan dan ketidakmungkinan untuk mengontrol
keinginan defekasi dalam waktu yang lama.
Diare dengan ancaman tidak terkontrolnya buang air besar merupakan sumber
dari perhatian dan rasa malu. Sering, spasmodik dan kram abdomen yang sangat
sakit berhubungan dengan diare. Kadang-kadang klien mengeluarkan darah dan
lendir yang banyak ; mual dan muntah juga bisa terjadi. Pada diare
persisten,secara umum bisa terjadi perluasan iritasi pada daerah anus ke daerah
perineum dan bokong. Fatique, kelemahan, malaise dan berat badan yang
berkuran gmerupakan dampak dari diare yang berkepanjangan.
Ketika penyebab diare adalah iritasi pada saluran intestinal, diare diperkirakan
sebagai mekanisme pembilasan sebagai perlindungan. Itu bisa menyebabkan
hilangnya cairan dan elektrolit dalam tubuh, bagaimanapun, itu bisa berkembang
menjadi sesuatu yang menakutkan dalam waktu yang singkat, terutama pada bayi
dan anak kecil.
Tabel: hal yang sering menjadi
penyebab diare
1. Stres psikologi

Respon fisiologi



2. Obat-obatan





3. Antibiotik
4. Zat besi
5. Zat katartik
6. Alergi pada makanan atau
minuman
7. Intoleransi




pada

Peningkatan pergerakan intestinal dan
sekresi mukus
Inflamasi dan infeksi pada mukosa
mengarah pada pertunbuhan yang
berlebih dari mikroorganisme yang
normal pada intestinal
Iritasi pada mukosa intestinal
Iritasi pada mukosa intestinal
Pencernaan makan dan minuman yang
inkomplit
Peningkatan pergerakan intestinal dan
sekresi mukus
Mengurangi absorpsi cairan

makanan

atau minuman
8. Penyakit pada kolon
9. Sindrom malabsorpsi



Inflamasi mukosa sering mengarah
pada bentuk luka

16

10. Penyakit Chrohn

d. Fecal Inkontinesia
Inkontinen berhubungan dengan berkurangnya kemampuan voluntar untuk
untuk mengontrol feses dan keluarnya gas melalui spinkter ani. Inkontinen bisa
juga terjadi pada waktu yagn spesifik, seperti setelah makan, atau bisa juga terjadi
ireguler.
Fecal inkontinen secara umum berhubungan dengan terganggunya fungsi
spinkter ani atau suplai syarafnya, seperti pada beberapa penyakit neuromuskular,
trauma sumsum tulang belakang, dan tumor pada otot spinkter ani external.
Fecal inkontinen merupakan suatu masalah distres emosional yang akhirnya
dapat mengarah pada isolasi sosial.
Orang-orang yang menderita ini menarik diri ke dalam rumah mereka atau jika
di rumah sakit mereka menarik diri ke batas dari ruangan mereka untuk
meminimalkan rasa malu berhubungan dengan ketidakbersihan diri. Fecal
inkontinen asam mengandung enzim-enzim pencernaan yang sangat mengiritasi
kulit, sehingga daerah di sekitar anus harus dilindungi dengan zinc oksida atau
beberapa salap pelindung lainnya. Area ini juga harus dijaga tetap bersih dan
kering.
e. Flatulence
Udara atau gas di saluran gastrointestinal disebut flatus.
Ada 3 sebab utama flatus :
1) Kerja dari bakteri dalam chyme di usus besar
2) Udara yang tertelan
3) Gas yang berdifusi dari pembuluh darah ke dalam intestinal
Ketiga hal di atas normal, tapi 0,6 liter dari gas ini diabsorbsi ke dalam kepiler
kapiler intestinal. Flatulence adanya flatus yang banyak pada intestinal mengarah
pada peregangan dan pemompaan pada intestinal. Kondisi ini disebut juga

17

timpanites. Jumlah udara yang besar dan gas-gas lainnya juga dapat berkumpul di
perut, dampaknya pada distensi gaster.
Pada orang dewasa biasanya terbentuk 7-10 liter flatus pada ususba besar
setiap 24 jam. Gas-gas tersebut termasuk ; CO2, H2, N2. Beberapa gas yang
ditelan

sebagian

besar

dihembuskan

melalui

mulut

dengan

erutcation

(bersendawa). Gas-gas yang terbentuk pada usus besar sangat sedikit diabsorbsi,
melalui kapiler-kapiler intestinal ke dalam sirkulasi. Flatulence dapat terjadi pada
colon, bagaimanapun bisa juga dari beragam penyebab yang lain seperti ;
pembedahan abdomen, anastesi dan narkotika. Jika gas tidak dapat dikeluarkan
dari anus mungkin penting untuk memasukkan sebuah rectal tube atau
menyediakan suatu enema yang dapat mengalirkan kembali untuk menggerakkan
gas tersebut.
Penyebab umum dari flatulence dan distensi adalah konstipasi. Codein,
barbiturat dan obat-obat lain yang dapat menurunkan motilitas intestinal dan
tingkat kecemasan sehubungan dengan besarnya jumlah udara yang tertelan.
Sebagian besar orang mempunyai pengalaman dengan flatilence dan distensi
setelah memakan makanan tertentu yang mengandung gas seperti kacang buncis,
kol.
Distensi post operasi setelah pembedahan abdomen sering secara umum
dijumpai di rumah sakit. Tipe distensi ini secara umum terjadi sekitar 3 hari post
operasi dan disebabkan oleh efek dari anastesi, narkotika, perubahan diet, dan
berkurangnya aktifitas.

18

f. Hemorhoid
Hemorhoid sering juga disebut wasir, yaitu adanya pelebaran pembuluh darah
vena di anus, dapat terjadi secara internal dan eksternal. Internal terjadi pada canal
anus, dimana venanya berada. Eksternal hemorhoid prolapsus melalui pembukaan
anus dan dapat dilihat di sana. Hemorhoid dapat terjadi dari dampak
meningkatnya tekanan pada daerah anus, sering terjadi karena konstipasi kronik,
peregangan selama defekasi, kehamilan dan obesitas.
Beberapa hemorhoid tidak mempunyai gejala, pada lainnya dapat juga
menyebabkan nyeri, gatal-gatal, dan kadang-kadang perdarahan. Hemorhoid
sering diobati secara konservatif dengan astringent (menciutkan jaringan) dan
anastesi lokal (untuk mengurangi nyeri). Kotoran yang lebih lunak bisa
mengurangi iritasi selama defekasi. Pada beberapa kasus hemorhoid dibuang
dengan pembedahan.

E. Pengertian dan Patofisiologi Gastroentritis

1. Pengertian Diare
Menurut Haroen N, S. Suraatmaja dan P.O Asdil (1998), diare adalah defekasi encer
lebih dari 3 kali sehari dengan atau tanpa darah atau lendir dalam tinja.Sedangkan menurut
C.L Betz & L.A Sowden (1996) diare merupakan suatu keadaan terjadinya inflamasi mukosa
lambung atau usus.
Menurut Suradi & Rita (2001), diare diartikan sebagai suatu keadaan dimana terjadinya
kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi karena frekuensi buang air
besar satu kali atau lebih dengan bentuk encer atau cair.
Jadi diare dapat diartikan suatu kondisi, buang air besar yang tidak normal yaitu lebih
dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja yang encer dapat disertai atau tanpa disertai darah
atau lendir sebagai akibat dari terjadinya proses inflamasi pada lambung atau usus.
1. Klasifikasi Diare

a. Diare Akut

19

Diare akut adalah diare yang terjadi sewaktu-waktu, berlangsung kurang dari
14 hari, dengan pengeluaran tinja lunak atau cair yang dapat atau tanpa
disertai lendir dan darah.
b. Diare Persisten
Diare persisten adalah diare yang berlangsung 15-30 hari, merupakan
kelanjutan dari diare akut atau peralihan antara diare akut dan kronik.
c. Diare kronis
Diare kronis adalah diare hilang-timbul, atau berlangsung lama dengan
penyebab non-infeksi, seperti penyakit sensitif terhadap gluten atau gangguan
metabolisme yang menurun. Lama diare kronik lebih dari 30 hari.
2. Patofisiologi Diare
Proses terjadinya diare dapat disebabkan oleh berbagai kemungkinan faktor di
antaranya pertama faktor infeksi, proses ini dapat diawali adanya mikroorganisme
(kuman) yang masuk ke dalam saluran pencernaan yang kemudian berkembang dalam
usus dan merusak sel mukosa usus yang dapat menurunkan daerah permukaan usus.
Selanjutnya terjadi perubahan kapasitas usus yang akhirnya mengakibatkan gangguan
fungsi usus meneyebabkan sistem transpor aktif dalam usus sehingga sel mukosa
mengalami iritasi yang kemudian sekresi cairan dan elektrolit akan meningkat.
Kedua faktor malabsorbsi merupakan kegagalan dalam melakukan absorbsi yang
mengakibatkan tekanan osmotik meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan
elektrolit ke rongga usus yang dapat meningkatkan isi rongga usus sehingga terjadilah
diare.
Ketiga faktor makanan, ini terjadi apabila toksin yang ada tidak mampu diserap
dengan baik. Sehingga terjadi peningkatan peristaltik usus yang mengakibatkan
penurunan kesempatan untuk menyerap makanan yang kemudian menyebabkan diare.
Keempat, faktor psikologis dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan peristaltik
usus yang akhirnya mempengaruhi proses penyerapan makanan yang dapat
menyebabkan diare (Hidayat, 2006:12).
3. Etiologi
Infeksi enteral; infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare
meliputi infeksi bakteri (Vibrio, E. coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter,
Yersinia, Aeromonas, dsb), infeksi virus (Enterovirus, Adenovirus, Rotavirus,
20

Astrovirus, dll), infeksi parasit (E. hystolytica, G.lamblia, T. hominis) dan jamur (C.
albicans).
a. Infeksi parenteral; merupakan infeksi di luar sistem pencernaan yang dapat
menimbulkan diare seperti: otitis media akut, tonsilitis, bronkopneumonia,
ensefalitis dan sebagainya.
b. Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa),
monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Intoleransi laktosa
merupakan penyebab diare yang terpenting pada bayi dan anak. Di samping itu
dapat pula terjadi malabsorbsi lemak dan protein.
c. Diare dapat terjadi karena mengkonsumsi makanan basi, beracun dan alergi
terhadap jenis makanan tertentu.
d. Diare dapat terjadi karena faktor psikologis (rasa takut dan cemas).
4. Manifestasi klinis
Diare akut karena infeksi dapat disertai muntah-muntah, demam, tenesmus,
hematoschezia, nyeri perut dan atau kejang perut. Akibat paling fatal dari diare yang
berlangsung lama tanpa rehidrasi yang adekuat adalah kematian akibat dehidrasi yang
menimbulkan renjatan hipovolemik atau gangguan biokimiawi berupa asidosis
metabolik yang berlanjut. Seseoran yang kekurangan cairan akan merasa haus, berat
badan berkurang, mata cekung, lidah kering, tulang pipi tampak lebih menonjol,
turgor kulit menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan
oleh deplesi air yang isotonik.
Karena kehilangan bikarbonat (HCO3) maka perbandingannya dengan asam
karbonat berkurang mengakibatkan penurunan pH darah yang merangsang pusat
pernapasan sehingga frekuensi pernapasan meningkat dan lebih dalam (pernapasan
Kussmaul).
Gangguan kardiovaskuler pada tahap hipovolemik yang berat dapat berupa
renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi cepat (> 120 x/menit), tekanan darah
menurun sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, akral dingin dan
kadang-kadang sianosis. Karena kekurangan kalium pada diare akut juga dapat timbul
aritmia jantung.
Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun sampai
timbul oliguria/anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatsi akan timbul penyulit
nekrosis tubulus ginjal akut yang berarti suatu keadaan gagal ginjal akut.
21

5. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan tinja.
b. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah astrup, bila
memungkinkan dengan menentukan PH keseimbangan analisa gas darah atau
astrup, bila memungkinkan.
c. Pemeriksaan kadar ureum dan creatinin untuk mengetahui fungsi ginjal.
d. Pemeriksaan elektrolit intubasi duodenum untuk mengetahui jasad renik atau
parasit secara kuantitatif, terutama dilakukan pada klien diare kronik.

6. Penatalaksanaan
Penanggulangan kekurangan cairan merupakan tindakan pertama dalam mengatasi
pasien diare. Hal sederhana seperti meminumkan banyak air putih atau oral
rehidration solution (ORS) seperti oralit harus cepat dilakukan. Pemberian ini segera
apabila gejala diare sudah mulai timbul dan kita dapat melakukannya sendiri di
rumah. Kesalahan yang sering terjadi adalah pemberian ORS baru dilakukan setelah
gejala dehidrasi nampak.
Pada penderita diare yang disertai muntah, pemberian larutan elektrolit secara
intravena merupakan pilihan utama untuk mengganti cairan tubuh, atau dengan kata
lain perlu diinfus. Masalah dapat timbul karena ada sebagian masyarakat yang enggan
untuk merawat-inapkan penderita, dengan berbagai alasan, mulai dari biaya,
kesulitam dalam menjaga, takut bertambah parah setelah masuk rumah sakit, dan lainlain. Pertimbangan yang banyak ini menyebabkan respon time untuk mengatasi
masalah diare semakin lama, dan semakin cepat penurunan kondisi pasien kearah
yang fatal.
Diare karena virus biasanya tidak memerlukan pengobatan lain selain ORS.
Apabila kondisi stabil, maka pasien dapat sembuh sebab infeksi virus penyebab diare
dapat diatasi sendiri oleh tubuh (self-limited disease).
Diare karena infeksi bakteri dan parasit seperti Salmonella sp, Giardia lamblia,
Entamoeba coli perlu mendapatkan terapi antibiotik yang rasional, artinya antibiotik
yang diberikan dapat membasmi kuman.
Oleh karena penyebab diare terbanyak adalah virus yang tidak memerlukan
antibiotik, maka pengenalan gejala dan pemeriksaan laboratorius perlu dilakukan
untuk menentukan penyebab pasti. Pada kasus diare akut dan parah, pengobatan
suportif didahulukan dan terkadang tidak membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut
kalau kondisi sudah membaik.
22

7. Komplikasi
Menurut Broyles (1997) komplikasi diare
hipokalsemia,

disritmia

jantung

(yang

ialah: dehidrasi, hipokalemia,

disebabkan

oleh

hipokalemia

dan

hipokalsemia), hiponatremia, dan shock hipovolemik.

F. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu
proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Iyer at al, 1996). Tahap
pengkajian merupakan dasar utama dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai
dengan kebutuhan individu. Oleh karena itu pengkajian yang akurat, lengkap, sesuai
dengan kenyataan, kebenaran data sangat penting dalam merumuskan suatu diagnosa
keperawatan dan memberikan pelayanan keperawatan sesuai dengan respon individu,
sebagaimana yang telah ditentukan dalam standar praktek keperawatan dari ANA
(American Nursing Association). (Nursalam, 2001.Hal : 17)
Pengkajian yang sistematis meliputi pengumpulan data, analisa data dan
penentuan masalah. Pengumpulan data diperoleh dengan cara intervensi, observasi,
pemeriksaan fisik. Pengkaji data menurut Cyndi Smith Greenberg, 1992 adalah:
1. Identitas klien.
2. Riwayat keperawatan.
a. Awalan

serangan:

Awalnya

anak

cengeng,

gelisah,

suhu

tubuh

meningkat,nafsu makan kurang kemudian timbul diare.
b. Keluhan utama: Feces semakin cair, muntah, bila kehilangan banyak air dan
elektrolit terjadi gejala dehidrasi, berat badan menurun. Pada bayi ubun-ubun
besar cekung, tonus dan turgor kulit berkurang, selaput lendir mulut dan bibir
kering, frekwensi BAB lebih dari 4 kali dengan konsistensi encer.
3. Riwayat kesehatan masa lalu.
Riwayat penyakit yang diderita, riwayat pemberian imunisasi.
4. Riwayat psikososial keluarga.

23

Hospitalisasi akan menjadi stressor bagi anak itu sendiri maupun bagi
keluarga, kecemasan meningkat jika orang tua tidak mengetahui prosedur dan
pengobatan anak, setelah menyadari penyakit anaknya, mereka akan bereaksi
dengan marah dan merasa bersalah.
5. Kebutuhan dasar.
a. Pola eliminasi: akan mengalami perubahan yaitu BAB lebih dari 4 kali sehari,
BAK sedikit atau jarang.
b. Pola nutrisi: diawali dengan mual, muntah, anopreksia, menyebabkan
penurunan berat badan pasien.
c. Pola tidur dan istirahat akan terganggu karena adanya distensi abdomen yang
akan menimbulkan rasa tidak nyaman.
d. Pola hygiene: kebiasaan mandi setiap harinya.
e. Aktivitas: akan terganggu karena kondisi tubuh yang lemah dan adanya nyeri
akibat distensi abdomen.
6. Pemerikasaan fisik.
a. Pemeriksaan

psikologis:

keadaan

umum

tampak

lemah,

kesadaran composmentis sampai koma, suhu tubuh tinggi, nadi cepat dan
lemah, pernapasan agak cepat.
b. Pemeriksaan sistematik :
1) Inspeksi : mata cekung, ubun-ubun besar, selaput lendir, mulut dan bibir
kering, berat badan menurun, anus kemerahan.
2) Perkusi : adanya distensi abdomen.
3) Palpasi : Turgor kulit kurang elastic.
4) Auskultasi : terdengarnya bising usus.
c. Pemeriksaan tingkat tumbuh kembang.
d. Pada anak diare akan mengalami gangguan karena anak dehidrasi sehingga
berat badan menurun.
e. Pemeriksaan penunjang.
f. Pemeriksaan tinja, darah lengkap dan duodenum intubation yaitu untuk
mengetahui penyebab secara kuantitatip dan kualitatif.
2. Diagnosa Keperawatan

24

Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respons
manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau kelompok
dimana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan
intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan menurunkan, membatasi,
mencegah dan merubah (A. Carpenito, 2000. (Nursalam. 2001. Hal : 35 ).
NANDA menyatakan bahwa bahwa diagnosa keperawatan adalah “keputusan
klinik tentang respon individu, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan
aktual dan potensial sebagai, dasar seleksi intervensi keperawatan untuk mencapai
tujuan asuhan keperawatan sesuai dengan kewenangan perawat”.
Diagnosa yang mungkin muncul :
a. Defisit volume cairan b.d kehilangan cairan secara aktif.
b. Resiko kerusakan integritas b.d ekresi atau BAB sering.
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan intake
makanan.
d. Ansietas b.d perubahan status kesehatan
3. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan keperawatan diartikan sebagai rencana tindakan keputusan
keperawatan yang akan dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan
diagnosa keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuannya terpenuhinya
kebutuhan pasien.
Perencanaan meliputi beberapa tahap yaitu :
a. Menentukan prioritas masalah.
Masalah yang perlu segera dipecahkan mendapat prioritas utama. Pertimbangan
untuk menentukan prioritas masalah adalah :
1) Prioritas tertinggi diberikan kepada masalah kesehatan yang mengancam
kehidupan dan keselamatan pasien.
2) Masalah yang sedang dihadapi diberi perhatian lebih dahulu daripada masalah
yang mungkin (potensial).
Urutan prioritas masalah pasien dengan diare adalah :
1) Defisit volume cairan b.d kehilangan cairan secara aktif.
2) Resiko kerusakan integritas b.d ekresi atau BAB sering.

25

3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan intake
makanan.
4) Ansietas b.d perubahan status kesehatan
b. Menentukan Tujuan atau Kriteria Hasil
Tujuan keperawatan hasil yang ingin dicapai dari asuhan keperawatan yang
direncanakan.
c. Menentukan Rencana Tindakan
Penyusunan rencana tindakan harus secara jelas dan singkat rencana tindakan
itu sendiri adalah langkah menentukan tindakan keperawatan yang akan dilakukan
oleh perawat dalam rangka menolong pasien untuk mencapai suatu tujuan
keperawatan.
d. Rasional
Merupakan dasar atau landasan dari tindakan keperawatan yang dilaksanakan
pada pasien masalah tersebut diatas maka prioritas, tujuan kriteria hasil dan
rasionalisasi dari diare.
e. Rencana Asuhan Keperawatan
1. Dx.1 Defisit volume cairan b.d kehilangan kehilangan volume cairan
secara aktif.
Tujuan: Kebutuhan cairan akan terpenuhi dengan frekuensi BAB dalam batas
normal
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)

Mengukur TTV
Mengkaji keadaan umum ps
Memberikan cairan lewat infus
Mengukur balance cairan
Mengkaji BAB
Menimbang popok
Mengukur bising usus

2. Dx.2 : Resiko Kerusakan integritas kulit b.d ekresi atau BAB sering.
Tujuan : Kebutuhan integrasi kulit terpenuhi dengan perkusi jaringan baik
1)
2)
3)
4)

Menganjurkan pasien menggu nakan pakaian yang longgar
Menghindari kerutan pada tempat tidur
Menjaga kebersihan kulit pasien agar tetap bersih dan kering
Memonitor kulit akan adanya kemerahan

5) Mengoleskan lotion atau minyak/baby oil pada daerah yang tertekan

26

3. Dx.3: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
penurunan intake makanan.
Tujuan: kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan adanya peningkatan berat badan
sesuai dengan tujuan
1) Mengkaji apakah ada alergi makanan
2) Berkolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi
3)
4)
5)
6)
7)
8)

yang dibutuhkan pasien
Menganjurkan kepada pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
Memonitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori pasien
Memonitoring BB pasien
Memonitoring kegiatan atau aktivitas pasien
Memonitoring turgor kulit
Memonitoring adanya muntah dan mual

9) Mencatat adanya edema, hiperemik, hipertonik papilla lidah dan cavitas
oral
4. Implementasi
Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana tindakan yang telah
direncanakan sebelumnya.
Diagnosa

Implementasi

Defisit volume cairan b.d 
kehilangan cairan secara 
aktif.





Resiko
kerusakan 
integritas b.d ekresi atau
BAB sering.






Evaluasi (data
subjektif dan data
objektif )

Mengukur TTV
Data subjektif:
Mengkaji keadaan umum ps
Memberikan cairan lewat
Data objektif:
infus
Mengukur balance cairan
Mengkaji BAB
Menimbang popok
Mengukur bising usus
Menganjurkan pasien menggu
Data subjektif:
nakan pakaian yang longgar
Menghindari kerutan pada
Data objektif:
tempat tidur
Menjaga kebersihan kulit
pasien agar tetap bersih dan
kering
Memonitor kulit akan adanya
kemerahan
Mengoleskan lotion atau
minyak/baby oil pada daerah
27

yang tertekan
Ketidakseimbangan

nutrisi
kurang
dari
kebutuhan
tubuh
b.d 
penurunan
intake
makanan.
Ansietas b.d perubahan
status kesehatan









Mengkaji apakah ada alergi
Data subjektif:
makanan
Berkolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah Data objektif:
kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien
Menganjurkan kepada pasien
untuk meningkatkan protein
dan vitamin C
Memonitor jumlah nutrisi dan
kandungan kalori pasien
Memonitoring BB pasien
Memonitoring kegiatan atau
aktivitas pasien
Memonitoring turgor kulit
Memonitoring adanya muntah
dan mual
Mencatat adanya edema,
hiperemik, hipertonik papilla
lidah dan cavitas oral

5. Evaluasi
Evaluasi merupakan pengukuran keberhasilan sejauhmana tujuan tersebut
tercapai. Bila ada yang belum tercapai maka dilakukan pengkajian ulang, kemudian
disusun rencana, kemudian dilaksanakan dalam implementasi kepe