Book Review Aspek Aspek Hukum Perdata In

REVIEW BUKU ASPEK-ASPEK HUKUM PERDATA INTERNASIONAL
DALAM PERKARA-PERKARA KEPAILITAN

Reyhan Alfarozy
reyhanalfarozy@students.unnes.ac.id

DATA BUKU, terdiri dari:
Nama/Judul Buku

: Aspek-aspek Hukum Perdata Internasional Dalam Perkara
Kepailitan
Penulis/Pengarang
: Mutiara Hikmah S.H.,M.H.
Penerbit
: PT Refika Aditama
Tahun Terbit
: 2014
Kota Penerbit
: Bandung
Bahasa Buku
: Bahasa Indonesia

Jumlah Halaman : 115 halaman
ISBN Buku
: 979-1073-79-1
DISKUSI
Hukum adalah suatu sistem yang dimana dibuat oleh manusia yang
bertujuan untuk membatasi tingkah laku manusia agar tingkah laku manusia lebih
dapat dikontrol, hukum merupakan aspek terpenting dalam pelaksanaan dari
segala kegiatan rangkaian kekuasaan kelembagaan, Hukum memiliki tugas untuk
menjamin adanya kepastian hukum didalam masyarakat. Oleh karena itu
masyarakat berhak untuk mendapat pembelaan didepan hukum sehingga dapat
diartikan bahwa hukum itu merupakan segala peraturan atau ketentuan yang baik
berwujud tertulis maupun tidak tertulis yang dimana isinya mengatur tentang
segala kegiatan masyarakat dan terdapat sanksi didalamnya jika melakukan
pelanggaran. Tujuan hukum itu sendiri bersifat menyeluruh, seperti menciptakan
perdamaian, ketertiban, kesejahteraan, ketentraman, keserasian dan kebahagiaan
dalam tatanan kehidupan bermasyarakat. Hukum yang terdapat di Indonesia itu
terbagi atas beberapa, seperti Hukum Pidana atau yang biasa juga disebut
dengan Hukum Publik dan Hukum Perdata yang juga biasanya disebut dengan
Hukum Privat atau Hukum Sipil.
Dalam BAB I, II dan III, menjelaskan seperti apa itu Hukum Perdata,

kaitannya dengan kehidupan warga negara dan seperti apa kaitannya dengan
Kepailitan itu. Hukum perdata adalah segala hukum pokok yang mengatur tentang

kepentingan-kepentingan daripada urusan orang-perseorangan dan hubungan
antara subyek hukum. Hukum perdata ini sering juga disebut sebagai hukum
privat atau hukum sipil yang sebagaimana merupakan lawan daripada hukum
publik. Hukum perdata ini merupakan sekumpulan aturan-aturan yang mengatur
hubungan antara warga negara dalam kegiatan sehari-harinya. Hukum perdata ini
juga merupakan hukum yang memuat tentang seperti apa harusnya posisi
perseorangan didalam bertindak hukum baik secara orang-perseorangan maupun
perseorangan terhadap negara, yang dimana ada batasan-batasan tertentu
terhadap negara untuk mengurus kepentingan tentang perseorangan. Hukum
perdata ini hanya menjadi salah satu landasan yang dimana negara tidak dapat
mengikutcampurtangankan suatu urusan yang bersifat perseorangan jika tidak
dibutuhkan kehadirannya. Dikarenakan hukum perdata juga mengatur tentang
apa-apa saja yang menjadi urusan perseorangan. Seperti halnya dalam urusan
kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan harta
benda, kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang bersifat perdata lainnya.
Jika pengertian dari Hukum Perdata ini dilihat secara luas, Hukum Perdata
ini membahas tentang seperti apa Hukum Perdata Materiil dan juga dapat

dikatakan sebagai kebalikan daripada Hukum Pidana. Untuk hukum privat materiil
ini juga digunakan perkataan hukum sipil yang dimana hukum sipil tersebut
merupakan lawan daripada militer, maka yang sering digunakan dalam
penyebutannya dengan nama Hukum Perdata saja, untuk segenap peraturan
tentang privat materiil. Hukum Perdata ini diatur dalam kitab undang-undang
hukum perdata yang bernama Burgerlijk Wetboek (BW) atau yang biasa juga
disebut dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPER).
Dalam hukum perdata juga mengatur kegiatan bagaimana perseorangan
atau badan usaha dalam berkegiatan dibidang ekonomi yang dimana pelaksanaan
kegiatan tersebut juga diperhatikan dalam hukum perdata yang diatur dalam
kitab undang-undang hukum perdata.
Seiring dengan berkembangnya era globalisasi di dunia, memberikan efek
atau dampak terhadap beberapa sisi kehidupan yang dimana keinginan manusia
untuk berkembang disegala segi kehidupan seperti di bidang sosial, ekonomi,
budaya dan yang lainnya. Khususnya di bidang ekonomi, berkembanganya era
globalisasi mendongkrak daya pikir manusia untuk mendapatkan kehidupan
ekonomi yang lebih baik dengan cara pengembangan usaha dan sebagainya.
Berbagai macam usaha yang dilakukan untuk melakukan pengembangan
terhadap usaha seperti pemasangan iklan besar-besar demi menarik simpati
investor terhadap usaha yang dikembangkan, membuka berbagai cabang dari

usaha yang dilakukan, namun dalam pengembangan tersebut tidaklah mudah
dikarenakan membutuhkan biaya yang sangat banyak. Dalam hal pengembangan
ini perusahaan melakukan yang namanya meminjam uang kepada pihak lain atau
melaksanakan hutang kepada pihak lain sebagai modal untuk melakukan
pengembangan tersebut. Hutang tersebut yang merupakan sebagai ukuran
neraca keuangan yang menandakan bahwa keuangan suatu perusahaan atau
usaha sedang buruk dapat dilihat dengan pelaksanaan hutang tersebut. Namun

ada konsep yang berlaku, dimana apabila sudah memasuki jatuh tempo
pembayaran, perusahaan tersebut mampu untuk membayarkan semua hutang
tersebut, namun yang menjadi permasalahan ketika perusahaan yang berposisi
sebagai debitur tersebut tidak mampu membayarkan hutangnya, yang dalam hal
ini menjadikan pihak debitur yang mempunyai hutang karena perjanjian atau
undang-undang yang berlaku pelunasannya dapat ditagih dipengadilan.
Keadaan perusahaan tidak mampu membayar hutangnya dan kemudian
dilakukan pemrosesan pembayaran hutang tersebut disebut juga dengan keadaan
bangkrut. Dengan bangkrutnya perusahaan, menjadikan perusahaan sulit dalam
membayar hutang-hutangnya kepada kreditur yang merupakan pihak yang
dihutangi. Posisi ini merugikan pihak kreditur yang dimana hak yang seharusnya
dapat diterima oleh kreditur menjadi tertunda dan menjadi suatu hambatan

dalam perkembangan yang seharusnya dilakukan oleh kreditur karena
kekurangan modal. Keadaan yang seperti ini kemudian membuat kreditur untuk
melaporkan pihak yang berhutang dalam keadaan bangkrut tersebut dan
kemudian diproses untuk dinyatakan sebagai Pailit.
Kepailitan menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) adalah sita umum
atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya
dilakukan oleh Kurator dibawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang ini. Kepailitan merupakan hal yang menjadi puncak
buruk suatu perusahaan dikarenakan selain terancamnya keadaan perusahaan
tersebut berkemungkinan tutup, perusahaan tersebut juga tidak dapat beroperasi
lagi diwaktu lain meskipun sudah melunasi hutang dan memiliki modal lagi.
Ada beberapa aspek-aspek Hukum Perdata terkait dalam Perkara Kepailitan
itu sendiri yang harus diperhatikan, seperti dalam pengajuan perkara kepailitan
setidaknya paling sedikit harus memiliki dua kreditur atau lebih yang dimana
kreditur tersebut merupakan pihak yang dihutangi oleh pihak debitur dan debitur
itu tidak membayar sedikitnya satu hutang yang telah jatuh tempo dan dapat
ditagih. Yang dimana nanti dalam pembagian kekayaan debitur antara para
krediturnya harus dilakukan dengan menggunakan asas pari pasu pro rata parte.
Segala permohonan mengenai pernyataan pailit hanya dapat diajukan kepada

Pengadilan Niaga saja.
Dalam pengajuan Kepailitan, ada beberapa syarat yang harus diperhatikan
menurut Undang-Undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004, yang dimana syarat
tersebut lebih dilengkapi dan diperjelas tentang bagaimana syarat daripada
pengajuan Kepailitan itu, yang Pertama adalah Syarat paling sedikit harus ada
dua Kreditur yang dihutangi oleh debitur tersebut, atau dengan kata lain disebut
juga dengan concursus creditorium, persyaratan ini juga sejalan dengan
ketentuan Pasal 1132 KUHPerdata yang menentukan pembagian secara teratr
semua harta pailit kepada krediturnya, yang dilakukan berdasarkan prinsip pari
pasu pro rata parte. Yang kedua adalah Syarat harus adanya utang, seorang
debitur dapat diajukan pailit hanya dengan adanya fakta bahwa ia belum
membayar satu utangnya yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih, terlepas

dari apakah si debitur mampu membayar bunganya saja ataukah utang pokoknya
yang terlepas apakah sidebitur tidak mampu membayar atau tidak mau
membayar utangnya. Yang ketiga adalah Syarat utang telah jatuh tempo dan
dapat ditagih, yang dimaksud dengan utang yang telah jatuh tempo dan dapat
ditagih adalah kewajiban untuk membayar utang yang telah jatuh tempo, baik
karena telah diperjanjikan, karena percepatan waktu penagihannya sebagaimana
diperjanjikan, karena pengenaan sanksi atau denda oleh instansi yang

berwenang, maupun karena putusan pengadilan, arbiter atau majelis arbitrase.
Yang keempat adalah Syarat cukup satu utang saja telah jatuh tempo dan dapat
ditagih, yang artinya disini debitur dalam keadaan insolven, debitur dalam
keadaan berhenti membayar kepada para krediturnya, bukan sekedar tidak
membayar kepada satu atau dua orang kreditur saja, sedangkan kepada kreditur
lainnya debitur masih melaksanakan kewajiban pembayaran utang-utangnya
dengan baik.
Dalam BAB IV buku ini, penulis memuat tentang Hukum Kepailitan yang
dilihat dari Aspek Ruang Lingkup Hukum Perdata Internasional, Hukum kepailitan
bukan hanya berlaku di Indonesia saja, melainkan Hukum kepailitan juga berlaku
secara Internasional yang termuat didalam Hukum Perdata Internasional. Hukum
Perdata Internasional adalah keseluruhan peraturan dan keputusan hukum yang
menunjukkan bagian hukum manakah yang berlaku atau apakah itu yang
dimaksud dengan hukum, jika hubungan-hubungan dan peristiwa-peristiwa antara
warga negara pada suatu waktu tertentu memperlihatkan titik-titik pertalian
dengan sistem-sistem dan kaidah-kaidah hukum dari dua atau lebih negara, yang
berbeda dalam lingkungan-lingkungan kuasa, tempat, pribadi dan soal-soal
lainnya.
Dalam bab ini menjelaskan tentang apa itu Badan Hukum dalam Hukum
Perdata Internasional. Yang disini dibahas mengenai Badan Hukum tersebut

adalah Perseroan terbatas, Perseroan Terbatas/PT adalah persekutuan yang
berbadan hukum, disebut sebagai perseroan karena modal dari badan hukum ini
terdiri dari beberapa saham. Sehingga ada yang mengatakan bahwa perseroan
terbatas merupakan perkumpulan atau asosiasi modal. Badan hukum Perseroan
Terbatas di Indonesia merupakan badan hukum yang memiliki kemampuan untuk
melakukan berbagai tindakan hukum sebagaimana subjek hukum yang lainnya.
Perbuatan hukum itu seperti, melakukan penandatanganan suatu kontrak
perjanjian dengan pihak ketiga dimana pihak perseroan diwakili oleh Direksi yang
merupakan organ dari perseroan yang ditunjuk berdasarkan Anggaran Dasar
Perseroan tersebut. Mengenai tempat kedudukan badan hukum yang dalam hal
ini dimaksudkan adalah Perseroan Terbatas, dalam Hukum Perdata Internasional
persoalan badan hukum ditempatkan dalam hal pembahasan mengenai status
personal. Mengenai persoalan badan hukum, terdapat beberapa teori yang
berlaku, yaitu: 1) Teori Inkorporasi. Yang mengartikan bahwa badan hukum harus
tunduk terhadap hukum yang berlaku dimana ia dibentuk atau didirikan. 2) Teori
tentang tempat kedudukan secara statutair. Yang berarti bahwa hukum dari
tempat dimana menurut statutair badan hukum bersangkutan memiliki

kedudukan. 3) Teori tentang tempat kedudukan manajemen yang efektif. Maksud
dari teori ini adalah suatu badan hukum tunduk pada hukum dimana ia memiliki

tempat kedudukan manajemen yang efektif, dengan demikian status personalnya
tergantung dari tempat dimana badan hukum tersebut memiliki kantor pusatnya
secara efektif.
Bab ini juga membahas tentang bagaimana Permasalahan Kepailitan dalam
Hukum Perdata Internasional. Kepailitan dalam hal ini sebenarnya tidak memiliki
ruang batas dalam pemberlakuannya jika dikaitkan dengan hukum perdata
Internasional, bahkan pemberlakuannya dapat dilakukan secara Lintas Batas
Negara, bahkan sampai dengan Lintas Regional Negara. Proses Permasalahan
Kepailitan dalam Hukum Perdata Internasioal itu sendiri sebenarnya juga
mengalami banyak hambatan dikarenakan banyaknya perbedaan pemberlakuan
terkait tentang hukum kepailitan yang berlaku ditiap negara itu isinya berbedabeda. Bukan hanya tentang penentuan dasar seperti apa yang tepat untuk
dijadikan dasar sebagai hukum kepailitan Internasional itu, bahkan proses serta
dampak dari kepailitan jika ditinjau dari ruang lingkup internasional itu juga sulit
dalam menentukan status perseorangan atau badan hukum jika dikenakan
kepailitan menurut hukum kepailitan internasional.
Penyelesaian kepailitan dalam lintas batas negara yang melibatkan dua
negara berbeda memiliki kesulitan dimana untuk mendapatkan proses seperti apa
yang tepat untuk menyelesaikan perkara kepailitan dan akibat hukum yang
diterima oleh pihak yang dinyatakan pailit itu. Dalam hal kasus pernyataan
kepailitan dialami oleh pelaku usaha yang melibatkan pelaku usaha warga negara

asing atau badan hukum asing atau yang ada unsur asingnya, maka kaidahkaidah hukum yang harus digunakan adalah kaidah-kaidah Hukum Perdata
Internasional dalam penyelesaian kasus pernyataan kepailitan tersebut. Suatu
putusan hakim yang menyatakan seseorang atau badan hukum dalam keadaan
pailit, makan keadaan pailit itu meliputi juga segala harta bendanya yang berada
diluar negeri.
Ada dua prinsip hukum yang berlaku mengenai tentang persoalan apakah
suatu keputusan kepailitan luar negeri berlaku atau memiliki akibat-akibat hukum
dinegara sendiri, yang pertama adalah Prinsip Teritorialitas, yang dimana ini
membatasi berlakunya putusan pailit pada daerah negara, menurut prinsip ini
kepailitan hanya mengenai harta benda yang terletak didalam wilayah negara
dimana putusan tersebut disahkan. Yang kedua adalah Sistem Universalitas, yang
dimana menurut prinsip ini menganggap bahwa putusan pailit tersebut berlaku
diseluruh dunia, yang mengartikan bahwa akibat hukum daripada pernyataan
kepailitan tersebut berlaku bagi harta benda yang terletak dinegara manapun.
Ada beberapa konvensi Internasional yang dalam pelaksanaannya terdapat
pembahasan tentang masalah-masalah kepailitan didunia Internasional, yaitu: 1)
Convention Abolishing the Requirement of Legalisation for Foreign Public
Documents (1961).(Konvensi tentang Penghapusan Syarat Legalisasi untuk
Dokumen-Dokumen Luar Negeri), 2) Convention on The Recognition and
Enforcement of Foreign Judgements in Civil and Commercial Matters (1971).


(Konvensi tentang Pengakuan dan Pelaksanaan Putusan-putusan Hakim Asing
dalam Perkara Perdata dan Dagang), 3) Convention on the Taking Evidenve
Abroad in Civil or Commercial Matters (1970). (Konvensi tentang Pengambilan
Bukti-bukti di Luar Negeri dalam Perkara Perdata dan Dagang), dan 4) European
Council Regulation No.1346/2000 of May 2000 on Insolvency Proceedings.
Dalam BAB V buku ini, terdapat beberapa contoh tentang perkara-perkara
serta putusan dalam penyelesaian permasalahan kepailitan didalam dunia
Internasional yang dilihat dari segi Hukum Perdata Internasional, yang dimana
termuat seperti apa perkara yang menjadi permasalahan dan seperti apa isi
putusan yang menjadi hasil daripada sidang penyelesaian permasalahan
kepailitan tersebut. Seperti contoh Perkara yang diselesaikan melalui Putusan
Raad Van Justitie Medan pada Tahun 1925, Perkara yang diselesaikan melalui
Putusan Pailit Rechtbank Amsterdam Tahun 1974 dan contoh terakhirnya yaitu
Perkara
yang
diselesaikan
melalui
Putusan
Pailit
No.84/Pailit/2000/PN.Niaga/Jakarta Pst.
Dalam Hukum Kepailitan, tidak cukup untuk para penyelenggara
perusahaan ataupun badan hukum untuk mengetahui hanya sekilas mengenai
Hukum Kepailitan tersebut seperti apa. Perusahaan ataupun Badan Hukum juga
harus mengetahui seperti apa Hukum Kepailitan itu secara rinci, baik yang
berlaku secara nasional (berlaku dalam satu negara) ataupun yang berlaku secara
Internasional. Dalam Buku Aspek-Aspek Hukum Perdata Internasional Dalam
Perkara-Perkara Kepailitan ini cukup lengkap dalam menjelaskan seperti apakah
Hukum Kepailitan itu baik secara nasional maupun internasional yang dilihat dari
sisi objektif maupun subjektif, penggunaan bahasa digunakan cukup jelas, karena
bahasa yang digunakan mudah dipahami dan dicerna, Buku ini juga memuat
secara ringkas dan tepat seperti apakah Hukum Kepailitan baik dalam nasional
dan internasional secara ringkas dan cukup lengkap. Buku ini juga tepat
digunakan sebagai penambah wawasan mengenai kaitan antara Hukum Perdata
Internasional dan Hukum Kepailitan Internasional, karena termuat Penjelasan
ringkas dan masuk akal dan disertakan contoh serta putusan terkait kepailitan
baik secara Internasional maupun nasional yang membantu dalam memahami
Hukum Kepailitan itu.
Buku Aspek-Aspek Hukum Perdata Internasional dalam Perkara-Perkara
Kepailitan ini juga memiliki kekurangan, yaitu seperti kurangnya penjelasan
tentang Kepailitan menurut Hukum Perdata Internasional atau Hukum
Internasional sehingga menimbulkan kesulitan untuk memahami dasar dari
Hukum Kepailitan Internasional itu sendiri. Cara yang tepat dalam memahami
Aspek-Aspek tentang Hukum Kepailitan Internasional ini bisa dengan cara
memahami dasar-dasar kemudian mencari penjelasan secara lengkap apa itu
Hukum Kepailitan dengan mempelajari yang berlaku secara Nasional terlebih
dahulu kemudian berjalan dengan mempelajari Hukum Kepailitan yang berlaku
secara Internasional.