ESSAY BLOK CORE PIMNAS DAN TANNAS

LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

  

ESSAY BLOK I

TOPIK :

  

KETERKAITAN ANTAR BIDANG MATERI CORE LEMHANNAS

KEPEMIMPINAN NASIONAL DAN KETAHANAN NASIONAL

JUDUL :

  

PENERAPAN KEPEMIMPINAN YANG RAHMATAN LIL ALAMIN DI

LINGKUNGAN POLRI GUNA MEMANTAPKAN

KETAHANAN NASIONAL

Oleh :

ZULKARNAIN

  

Nomor Urut : 82

Kelompok : C

PROGRAM PENDIDIKAN REGULER ANGKATAN (PPRA) XLVI

LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL R.I

  

TAHUN 2011

  

ESSAY BLOK I

Topik : Keterkaitan antar Bidang Materi Core Kepemimpinan

Nasional dan Ketahanan Nasional.

  Nama : ZULKARNAIN, Kelompok : C, No. Urut : 82

Judul : Penerapan Kepemimpinan Yang Rahmatan Lil

Alamin (RLA) di Lingkungan Polri Guna Memantap- kan Ketahanan Nasional.

A. Pendahuluan

1. Umum

  Sesuatu yang penting direnungkan dalam pemaknaan Pancasila sebagai falsafah pandangan hidup bangsa yaitu Pancasila digali dari nilai-nilai luhur yang lebih mementingkan adanya keseimbangan hubungan antar manusia dengan Tuhan, antara manusia dengan manusia dan antara manusia dengan alam sekitarnya. Pancasila mengajarkan sebuah ketaqwaan kepada sang penciptanya dan religiusitas dimana hubungan manusia dengan Tuhan akan menjadi dasar hubungan manusia dengan sesama manusia dan alam ciptaannya. Hubungan yang harmonis ini akan memunculkan suasana

  

  damai antar sesama manusia dan dengan alam sekitarnya. Dengan bahasa lain dapat dikatakan bahwa kehadiran manusia yang ber- Pancasila akan memberikan kemamfaatan bagi sesamanya manusia serta alam dengan segala isinya atau dikatakan rahmatan lil alamin (membawa rahmat atau kemamfaatan bagi sesamanya manusia serta alam dan seisinya). Membawa rahmat bagi siapapun juga ini dimaksudkan baik bagi sesamanya manusia yang memang baik seperti patuh kepada ajaran agama dan Pancasila maupun bagi sesamanya yang tidak baik, dalam bahasa hukum yang patuh hukum maupun yang 1 tidak patuh hukum.

  

Lemhannas R.I., Tim B.S. Idiologi, TOR DAK B.S Idiologi PPRA XLVIII-2012, Jakarta,

2012, Hal. 2.

  Disisi lain kita dipahamkan tentang Kepemimpinan Nasional yang dikatakan Kepemimpinan adalah kata sifat yang berasal dari kata “pemimpin”, sehingga dapat dikatakan bahwa Kepemimpinan adalah

   sifat atau perilaku dari seorang pemimpin.

  Teori tentang Kepemimpinan ini seperti diketahui cukup banyak. Seperti George R. Terry misalnya mengatakan : Kepemimpinan merupakan hubungan seseorang dengan pimpinannya, dimana pemimpin tersebut dapat mempengaruhi untuk bekerja bersama-sama secara ikhlas. Sayidin Suryodiningrat dalam Kepemimpinan Abri, 1996, menguraikan : Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk membawa atau mengajak orang-orang lain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan memperoleh kepercayaan dan respek dari orang-orang itu. Harold Koontz dan Cyrill O’ Donnel menyatakan bahwa : Kepemimpinan dapat didifinisikan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi seseorang dengan sarana komunikasi untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

  Berkaitan dengan bangsa dan negara maka Kepemimpinan ini dimaksudkan sebagai Kepemimpinan Nasional yang dapat didifinisikan sebagai kelompok pemimpin bangsa pada segenap strata kehidupan nasional di dalam setiap gatra (Astagatra) pada bidang/ sektor profesi baik di supra struktur, infra struktur dan sub struktur, formal dan informal yang memiliki kemampuan dan kewenangan untuk mengarahkan/ mengerahkan segenap potensi kehidupan nasional (bangsa dan negara) dalam rangka pencapaian tujuan nasional berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 serta memperhatikan dan memahami perkembangan lingkungan strategis guna mengantisipasi

  

  berbagai kendala dalam memanfaatkan peluang. Dari difinisi tentang Kepemimpinan dan Kepemimpinan Nasional menegaskan kepada kita bahwa begitu penting dan strategis posisi dan kedudukan dari seorang pemimpinan dalam berkehidupan di organisasi apalagi dalam 2 kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Posisi atau

  

Lembaga Ketahanan Nasional R.I., Pokja Bidang Studi Kepemimpinan, Kepemimpinan

3 Nasional, Jakarta, 2012, hal. 3 Ibid, hal. 12.

  kedudukan para pemimpin sangat menentukan apakah tujuan organisasi, bangsa dan negara mereka dapat dicapai atau tidak.

  Pemaknaan pentingnya posisi dan kedudukan pemimpin ini tentu dapat kita padankan kesetiap Kementerian dan Lembaga atau organisasi apapun yang ada pada setiap gatra, termasuk didalamnya organisasi Polri sebagai bagian dari gatra hankam atau aparat keamanan dan penegak hukum. Oleh karena itu rumusan permasalahan dalam tulisan esay blok ini adalah : Apakah dengan penerapan kepemimpinan yang rahmatan lil alamin (RLA) di lingkungan Polri dapat memantapkan sebuah kondisi ketahanan nasional sebagai out put dari berbagai strategi dan upaya bangsa dalam mencapai tujuan nasional. Dari pokok permasalahan tersebut setidaknya ada empat pokok persoalan yaitu : (1) Apa konsepsi kepemimpinan RLA yang perlu diterapkan di lingkungan Polri, (2) Bagaimana penerapan kepemimpinan RLA di lingkungan Polri saat ini, (3) Nilai-nilai yang terkandung dalam kepemimpinan RLA dan (4) Kontribusi penerapan kepemimpinan yang RLA terhadap pemantapan ketahanan nasional. Persoalan-persoalan tersebut akan dijawab dalam pembahasan lebih lanjut.

  2. Maksud dan tujuan

  Maksud penulisan naskah ini adalah untuk mengkaji dan memberikan gambaran mengenai penerapan kepemimpinan yang

  

rahmatan lil alamin di lingkungan Polri guna memantapkan ketahanan

  nasional. Adapun tujuannya adalah sebagai sumbang saran kepada pemerintah dalam menganalisis makna strategis kepemimpinan

  

rahmatan lil alamin di lingkungan Polri guna menjamin stabilitas

  keamanan dan ketertiban masyarakat sehingga ketahanan nasional dapat diujudkan dengan baik.

  3. Ruang lingkup dan tata urut

  Ruang lingkup penulisan ini dibatasi pada kajian yang terkait penerapan kepemimpinan rahmaatan lil alamin di lingkungan Polri dalam pengembanan tugas pokoknya untuk mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat yang dapat memberikan kontribusi maksimal terhadap kokohnya ketahanan nasional, dengan tata urut penulisan sebagai berikut :

  a. Pendahuluan, berisikan tentang gambaran umum sebagai latar belakang judul, maksud dan tujuan, ruang lingkup dan tata urut, serta beberapa pengertian.

  b. Pembahasan; menguraikan fakta yang didukung oleh data aktual dan teori, serta gagasan-gagasan penulis dalam pemahaman dan penerapan kepemimpinan nasional dengan berbagai style atau gaya khususnya kepemimpinan yang rahmatan

  lil alamin di lingkungan Polri guna memantapkan ketahanan nasional.

  c. Penutup; berisikan inti pemikiran penulis dari pembahasan sebagai jawaban atas judul yang ditentukan.

4. Pengertian

  a. Rahmatan Lil Alamin diambil dari bahasa Al Qur’an atau Arab

  dari surat Al-Anbiya ayat (107), yang artinya “Dan tiada kami mengutus kamu (wahai Muhammad) melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam”. Jadi sesungguhnya rahmatan lil alamin ini sesuatu yang melekat pada Nabi Muhammad SAW, sesuatu yang berhubungan dengan “diin” atau keyakinan Islam. Dengan tidak menghilangkan pemaknaan tersebut, penulis mengambil istilah rahmatan lil alamin sebagai sebuah ungkapan yang bermakna “rahmat bagi semesta alam”, menebar cinta kasih bagi seluruh umat manusia di dunia dan segala ciptaan Tuhan di alam semesta baik benda hidup maupun benda mati. Rahmatan lil alamin yang dimaksud oleh penulis adalah sebuah paradigma yang harus memberi mashlahat (kebaikan atau kemamfaatan), tidak boleh merusak dan menghancurkan yang juga bermakna anti kekerasan (baik phisik maupun psikis) dan toleran terhadap perbedaan yang melampaui dari makna kebhinekaan.

  b. Keamanan dan ketertiban masyarakat adalah suatu kondisi

  dinamis masyarakat sebagai salah satu prasyarat terselenggaranya proses pembangunan nasional dalam rangka tercapainya tujuan nasional yang ditandai oleh terjaminnya keamanan, ketertiban, dan tegaknya hukum, serta terbinanya ketenteraman, yang mengandung kemampuan membina serta mengembangkan potensi dan kekuatan masyarakat dalam menangkal, mencegah, dan menanggulangi segala bentuk pelanggaran hukum dan bentuk-bentuk gangguan lainnya yang dapat meresahkan

   masyarakat.

c. Ketahanan Nasional adalah kondisi dinamik bangsa Indonesia

  yang meliputi segenap aspek kehidupan nasional yang terintegrasi berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional, dalam menghadapi dan mengatasi segala tantangan, ancaman, hambatan, dan gangguan, baik yang datang dari luar maupun dari dalam, untuk menjamin identitas, integritas, kelangsungan hidup bangsa dan negara, serta

   perjuangan mencapai tujuan nasionalnya.

B. Pembahasan

  1. Konsepsi Kepemimpinan rahmatan lil alamin yang perlu diterapkan di lingkungan Polri.

  Pada saat Polri masih di lingkungan Abri (sebelum tahun 2000), Kepemimpinan di lingkungan Polri tentu saja senantiasa berkorelasi dengan nilai-nilai Kepemimpinan yang ada di lingkungan Abri pada saat itu yang cukup dikenal yaitu dengan “11 (sebelas) asas Kepemimpinan Abri”. Walaupun tentu saja ada nilai-nilai secara khusus yang berlaku di lingkungan Polri sebagaimana adanya nilai-nilai falsafah hidup Polri yang bersumber dari Pancasila yaitu Tribrata dan pedoman kerja Polri yaitu Catur Prasetya, yang dengan sendirinya akan mempengaruhi gaya atau

  style Kepemimpinan di lingkungan Polri. Akan tetapi setelah 4 berpisah dengan Abri, gaya atau style kepemimpinan di lingkungan

Lembaran Negara R.I Tahun 2002 Nomor 2, Tentang UU No. 2 Tahun 2002 Tentang

5 Polri, Jakarta, 2002, Pasal 1 ayat (5).

  

Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia. Pokja Bidang Studi Ketahanan

Nasional. Pokok Bahasan: Kondisi Ketahanan Nasional.

  Polri belum ada secara khusus yang dapat dikatakan sebagai ciri khas Kepemimpinan yang berlaku di lingkungan Polri seperti ketika berlaku 11 (sebelas) asas Kepemimpinan Abri sebelumnya. Memang telah banyak diskusi dan kajian-kajian khususnya di Sespimmen dan Sespimti Polri yang membahas tentang Kepemimpinan di lingkungan Polri ini yang pada dasarnya identik dengan pembahasan di Lemhannas yang membahas tentang Kepemimpinan Nasional, Kepemimpinan Negarawan, Kepemimpinan Visioner, Kepemimpinan Kontemporer, bahkan karena salah satu tugas pokok Polri adalah pengayoman, perlindungan dan pelayanan masyarakat maka dikemukakan juga tentang “kepemimpinan melayani” yang pada dasarnya juga mendasari dari teori-teori Kepemimpinan Negarawan dan Visioner.

a. Membangun Polri yang Rahmatan Lil Alamin 2020.

  Dibutuhkannya kepemimpinan rahmatan lil alamin diawali dengan sebuah kehendak atau keinginan yang menjadi Focal

  

Concern (FC) yaitu “Membangun Polri yang Rahmatan Lil Alamin

  2020”. Dari ananlisis teori Scenario Learning, membangun polisi yang rahmatan lil alamin 2020 adalah sebuah alternatif masa depan yang plausible atau sesuatu yang mungkin terjadi. Dengan melalui proses langkah-langkah scenario learning maka ditentukan dari sekian banyak variabel atau Driving Forces (DF) dari FC membangun Polri yang rahmatan lil alamin 2020 maka dipilih atau ditentukan dua variabel atau DF yaitu Moralitas dan Profesionalisme. Dipilihnya kedua DF tersebut karena yang paling kritis dan sangat penting untuk mewujudkan FC, serta kondisinya terkadang tidak menentu, sehingga mempengaruhi pencapaian FC yang telah ditentukan.

  Mengapa teori Scenario Learning yang digunakan untuk membangun Polri dimasa depan yang dibatasi oleh target waktu, karena senyatanya learning atau belajar bukan sekedar sarana untuk menghasilkan atau mengejar pengetahuan tetapi juga untuk menggunakannya. Scenario adalah tantangan “mindset” para manajer dengan mengembangkan alternatif yang plausible atau mungkin, kridibel dan relevan, sebagai masukan yang sinambung pada pembuatan keputusan. Learning, menggunakan dialog dan diskusi mengenai gagasan, persepsi, temuan dan lain-lain. Scenario Learning melatih para manajer untuk mengorganisasikan apa yang mereka ketahui dengan apa yang dapat mereka bayangkan menjadi cerita-cerita bermakna dan logis tentang masa depan, serta melihat dan mempertimbangkan implikasi-implikasi cerita masa depan tersebut terhadap pilihan-pilihan strategi masa kini maupun masa depan.

  Gambar Matriks Scenario dan ciri-ciri kunci setiap scenario “Membangun Polri yang Rahmatan Lil Alamin 2020”

  

MORALITAS (+)

BERKAYAR DI SAMUDERA KAPAL BOCOR YANG TENANG

  SKENARIO IV : Situasi memprihatinkan, SKENARIO I : SDM Polri yang menguasai tugas walaupun moral anggota baik-baik tetapi dengan baik dan menjalankannya dengan memberikan profesionalisme kurang, sarpras tidak mendapat kemamfaatan. Didukung oleh Sarpras, Sitem dan penambahan, anggaran untuk operasional sangat pendanaan yang cukup, citra Polri sangat baik.

  Masyarakat percaya dan mencintai Polri dengan baik. minim dan sistem metode tidak jelas.

  Polri yang rahmatan lil alamin.

  PROFESIONALISME (-) PROFESIONALISME (+) SKENARIO III : Polri semakin terpuruk dan SKENARIO II : Terjadi berbagai kegoncangan, citranya jatuh di mata publik karena SDM tidak kritikan dan hujatan walau polisi telah dapat profesional , sarpras yang tidak mendukung serta menjalankan tugas dengan baik, kepercayaan anggaran minim. Banyak anggota yang masyarakat melemah karena moralitas melakukan KKN, masyarakat antipati dengan menyebabkan banyak KKN di lingkungan Polri. Polri.

  DITERJANG BADAI KAPAL KARAM

MORALITAS (-)

b. Perlu Kepemimpinan yang Rahmatan Lil Alamin.

  Dari focal concern “membangun Polri yang Rahmatan lil alamin 2020” di atas dan didasarkan pada sebuah analisis teori marketing “PDB Triangle” (Segitiga : Positioning-Differensiation- Brand), maka untuk mewujudkan scenario I yaitu “berlayar di laut yang tenang” atau Polri yang rahmatan lil alamin diambillah rumusan kebijakan bahwa untuk mewujudkannya membutuhkan kepemimpinan yang juga rahmatan lil alamin. Berdasarkan kajian literatur tentang kepemimpinan dari Nabi Muhammad SAW yang menekankan pada empat sifat, yaitu shidiq, amanah, tabliq dan

  

  fatonah dengan kepemimpinan nasional di Indonesia, kepemimpi- nan negarawan, kepemimpinan visioner dan kepemimpinan kontemporer maka variabel utama atau driving force yang kritical dalam kepemimpinan yang rahmatan lil alamin adalah sama dengan membangun Polri yang rahmatan lil alamin 2020, yaitu moralitas dan profesionalisme.

  2. Penerapan Kepemimpinan Rahmatan Lil Alamin di Lingkungan Polri Saat Ini.

  Sesungguhnya Polri sejak tahun 2000 telah mulai mereformasi diri yang mencakup pada tiga bidang pokok, yaitu : struktur, instrumental dan kultur. Reformasi dibidang struktur sebagai contohnya adalah pemisahan organisasi Polri dengan TNI dikarenakan bidang tugas yang berbeda sebagai sebuah tuntutan reformasi. Di dalam organisasi Polri sendiripun telah beberapa kali terjadi perubahan struktur organisasi dengan orientasi mendekatkan organisasi Polri sebagai bagian fungsi pelayanan pemerintah dengan masyarakat yang akan dilayani. Reformasi instrumental juga telah dilakukan seperti misalnya lahirnya Undang-undang No. 2 Tahun 2002 tentang Polri sebagai perubahan dari Undang-undang sebelumnya yaitu UU No. 28 Tahun 1997 tentang Polri dimana pada periode tersebut Polri masih bersama-sama dengan Abri. Kemudian juga telah dirubah berbagai macam Pedoman atau Petunjuk yang disebut sebagai pedoman induk, pedoman dasar, Petunjuk Pelaksana, petunjuk tehnis menjadi Peraturan-peraturan Kapolri sesuai dengan amant Undang-undang No. 4 Tahun 2010 6 tentang Tata Cara Pembuatan Peraturan dan Perundang-undangan

  

Penjelasan : Nabi Muhammad SAW dikatakan di dalam memimpin memiliki sifat-sifat

utama yang diantaranya sering diulang-ulang adalah empat sifat utama, yaitu : (1) Shidiq,

artinya benar, komitmen pada kebenaran, selalu berkata benar dan berjuang menegakan

kebenaran. (2) Amanah, artinya jujur, dapat dipercaya, obyektif, ucapan dan perbuatannya

sesuai dengan bisikan hatinya, adil dan aspiratif. (3) Tabligh, artinya komonikatif,

transparan, demokratis, siap bermusyawarah dan bermufakat untuk kebenaran. (4)

Fatonah, artinya cerdas, cerdik, luas wawasan, terampil dan menekankan profesionalisme. yang terakhir telah dirubah dengan Undang-undang No. 12 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pembuatan Peraturan Perundang-undangan. sedangkan perubahan kultur, hal ini dirasakan relatif sulit untuk dilakukan oleh Polri. Berdasarkan beberapa literatur perubahan kultur di lingkungan Polri ini dimaksudkan adalah perubahan artefak, perubahan perilaku dan perubahan paradigma (mindset) atau yang sering disebut kultur set. Beberapa hal budaya yang ingin dirubah secara mendasar di lingkungan Polri misalnya adalah budaya organisasi yang tadinya antagonis menjadi protagonis, reaktif menjadi proaktif, legalitas menjadi legitimitas, elitis menjadi populis, arogan menjadi humanis, atoriter menjadi demokratis, tertutup menjadi transparan, akuntabilitas vertikal menjadi akuntabilitas publik dan dari monologis menjadi dialogis.

  Sesungguhnya juga Polri telah memiliki Grand Strategi Polri 2005- 2025 yang dikukuhkan berdasarkan Keputusan Kapolri Nomor Polisi : Kep/360/VI/2005 tanggal 10 Juni 2005. Grand Strategi ini bukan dibuat oleh Polri semata, tetapi lebih melibatkan civitas akademika dari UI dan UGM. Dalam Grand Strategi ini secara umum mengarahkan pembangunan Polri untuk 20 tahun kedepan, Polri akan dibawa kemana, dan sesuai Grand Strategi tersebut secara garis besar arah pembangunan Polri adalah : Renstra pertama 2005-2009 yang lalu pembangunan Polri sesungguhnya diarahkan kepada pembangunan kepercayaan masyarakat kepada Polri atau Trust Building. Kemudia Renstra ke dua 210-2014 diarahkan kepada membangun kemitraan atau kebersamaan atau Pathnership Building dan kemudian Renstra ketiga 2015-2025 diarahkan kepada pembangunanyang mengkukuhkan organisasi untuk dapat memberikan pelayanan secara prima kepada publik atau Stive for Excellence. Setiap Renstra tersebut tentulah tidak parsial, tetapi saling bersinergi dan saling menguatkan, artinya ketika Renstra pertama lalu (2005-2009) menekankan kepada pembangunan kepercayaan, bersama itu juga dibangun kemitraan dan pelayanan prima, hanya memang penekanan atau orientasinya kepada pembangunan kepercayaan. Begitu juga pada Renstra kedua yang sedang berjalan (2010-2014), penekanan pembangunan Polri kepada kemitraan atau pathnership, akan tetapi tentu juga dilakukan pembangunan kepercayaan dan telah dirintis upaya untuk memberikan pelayanan yang prima. Jadi pembangunan di lingkungan Polri ada penekanan yang berkelanjutan atau suistanable program.

  Kondisi Polri dimata masyarakat sebagai indikator hasil kinerja atau penerapan kepemimpinan rahmatan lil alamin saat ini dapat dilihat dari berbagai persepsi masyarakat terhadap Polri sebagai hasil penelitian ataupun survey, yang dapat digambarkan sebagai berikut : a. Hari survey dari PERC (Political and Economic Risk Counsulting) menempatkan Indonesia sebagai negara nomor dua terburuk masalah kemanan individu setelah Philipina bagi para investor (2010).

  b. Kompolnas merelease bahwa penyimpangan Polri terjadi paling besar pada penegakan hukum, yaitu sebesar 72% (2009).

  c. TII (Transparancy International Indonesia) menempatkan Polri sebagai Institusi dengan tingkat suap tertinggi (2009).

  d. Global Coruption Barometer (GCB), menempatkan Polri sebagai institusi terkorup di Indonesia dengan indeks 4,2 (2010).

  e. Penelitian yang dilakukan oleh lembaga independent Markplus in Sight menyimpulkan tingkat kepuasan masyarakat atas pelayanan Polri baru 54,37% (2009).

  f. Penelitian oleh Staf Ahli Kapolri, Biro Litbang Polri, Mahasiswa PTIK, merelease bahwa tingkat harapan masyarakat atas pelayanan Polri sebesar 86,32%, sedangkan rata-rata transparansi pelayanan yang diberikan kepada masyarakat baru sebear 64,21%, jadi masih ada gap atau disparitas antara harapan masyarakat dan yang dapat diberikan oleh Polri yang cukup tinggi, yaitu sebesar 22,11% (2010).

  g. Pada tahun 2002, mahasiswa PTIK juga telah melakukan penelitian di 10 Polda yang menyoroti tentang pergeseran paradigma sebagai upaya melakukan perubahan budaya untuk meningkatkan kinerja. Ditemukan ada dua faktor utama yang menerangkan kinerja Polri, yaitu pemahaman personil tentang paradigma itu sendiri dan peranan atasan atau pemimpin di lingkungan Polri. Ini menunjukkan bahwa betapa pentingnya kehadiran seorang pemimpin yang rahmatan lil alamin.

  h. Hasil survey Jaringan Survey Indonesia yang dimuat di harian Kompas hari Rabu, 2 Nopember 2011 tentang tingkat kepercayaan dan tingkat kepuasan masyarakat atas kinerja aparat penegak hukum. Hasilnya adalah, untuk tingkat kepercayaan Polri menduduki peringkat yang terbaik yaitu 58,2%, kemudian KPK : 53,8%, MA : 47,8%, MK : 47,3%, Kejagung : 46,0%. Untuk tingkat kepuasan masyarakat Polri juga terbaik yaitu 53,6%, KPK : 45,0%, MK : 43,5%, MA : 42,1% dan Kejagung : 41,1%. Sedangkan terakhir hasil survey Sugeng Suryadi Syndicate pada tanggal 14-24 Mei 2012 yang lalu di 33 Provinsi menempatkan DPR sebagai lembaga terkorup di Indonesia dengan nilai 47%.

  3. Nilai-nilai apa yang terkandung dalam kepemimpinan rahmatan lil alamin yang akan diterapkan.

  Seperti telah dijelaskan di atas bahwa ada dua driving forces yang paling kritikal untuk menerapkan kepemimpinan rahmatan lil alamin di lingkungan Polri, yaitu kualitas moralitas dan kualitas profesionalisme seorang pemimpin. Kondisi ini juga sebenarnya dipengaruhi oleh falsafah hidup dan pedoman kerja yang berlaku di lingkungan Polri yaitu Tribrata dan Catur Prasetya.

  Berkaitan dengan falsafah hidup dan pedoman kerja di atas, seiring dengan perkembangan reformasi birokrasi Polri telah terjadi perubahan pemaknaan tentang Tribrata dan Catur Prasetya dengan ditandai oleh perubahan kata-kata dan pemaknaanya. Sehingga sesunguhnya dengan mencermati perubahan ini, dimana Tribrata sebagai falsafah hidup Polri dan Catur Prasetya sebagai pedoman kerja Polri dengan sendirinya akan berpengaruh pada Kepemimpinan di lingkungan Polri. Tribrata sebagai pedoman hidup bagi anggota Polri diuraikan sebagai berikut :

  KAMI POLISI INDONESIA,

  1. BERBAKTI KEPADA NUSA DAN BANGSA DENGAN PENUH

  

KETAQWAAN TERHADAP TUHAN YANG MAHA ESA

  2. MENJUNJUNG TINGGI KEBENARAN, KEADILAN, DAN

  KEMANUSIAAN DALAM MENEGAKKAN HUKUM NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA YANG BERDASARKAN PANCASILA DAN UNDANG-UNDANG 1945

  3. SENANTIASA MELINDUNGI MENGAYOMI DAN MELAYANI,

  MASYARAKAT DENGAN KEIKHLASAN UNTUK MEWUJUDKAN KEAMANAN DAN KETERTIBAN

  Makna Tribrata : Tribrata dalam pengertian lama merupakan dua kata yang ditulis tidak terpisahkan. Tri artinya tiga dan brata/ wrata artinya jalan/ kaul. Maka artinya adalah tiga jalan/ kaul. Sedangkan Tribrata dalam pengertian baru telah menjadi satu sukukata TRIBRATA yang artinya TIGA AZAS

  

  Tribratra ini pada dasarnya bersumber dari tugas pokok Polri dan polisi secara universal, yaitu Tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah:

  a. memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;

  b. menegakkan hukum; dan

  c. memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada

  

  Catur Prasetya sebagai pedoman kerja bagi Polri diuraikan sebagai berikut :

  SEBAGAI INSAN BHAYANGKARA, KEHORMATAN SAYA ADALAH BERKORBAN DEMI MASYARAKAT, BANGSA DAN NEGARA, UNTUK,

  1. MENIADAKAN SEGALA BENTUK GANGGUAN KEAMANAN

  2. MENJAGA KESELAMATAN JIWA RAGA, HARTA BENDA DAN

HAK ASASI MANUSIA

  3. MENJAMIN KEPASTIAN BERDASARKAN HUKUM

  4. MEMELIHARA PERASAAN TENTRAM DAN DAMAI Pengertian istilah dalam Catur Prasetya, Insan Berarti manusia sebagai makhluk tertinggi yang secara moral memiliki kesempurnaan dan bersih dari cela. Bhayangkara berarti Kepolisian Negara Republik Indonesia yang bertugas mengawal dan mengamankan masyarakat, 7 bangsa dan negara. Insan Bhayangkara, berarti setiap anggota

  

Kepolisian Negara R.I., Surat Edaran Kapolda Metro Jaya Nomor : SE/01/I/2012,

8 Tanggal 2 Januari 2012, Pengucapan dan Pemenggalan Ucapan, Jakarta, 2012.

  

Lembaran Negara R.I Nomor 2 Tahun 2002, UU No. 2 Tahun 2002 Tentang Polri, Pasal

13.

  Kepolisian Negara Republik Indonesia (yang juga disebut sebagai Bhayangkari) yang secara ikhlas mengawal dan mengamankan negara serta rela berkorban demi mengabdi kepentingan masyarakat dan bangsa seumur hidupnya. Kehormatan, berarti wujud sikap moral tertinggi. Berkorban, berarti secara rela dan ikhlas mendahulukan kepentingan masyarakat di atas kepentingan pribadi. Masyarakat, berarti sekelompok orang yang hidup bersama dalam norma dan aturan yang telah disepakati. Bangsa, berarti kelompok masyarakat yang tinggal di suatu wilayah tertentu yang memiliki kedaulatan ke dalam dan ke luar. Negara, berarti organisasi di suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan yang sah secara konstitusional dan ditaati oleh rakyat. Meniadakan, berarti tindakan untuk membuat sesuatu menjadi tidak ada. Gangguan keamanan, berarti suatu keadaan yang menimbulkan perasaan takut, khawatir, resah, cemas, tidak nyaman, dan tidak damai, serta ketidak pastian berdasarkan hukum. Hak Asasi

  Manusia, berarti hak-hak dasar yang dimiliki setiap manusia sejak

  lahir. Kepastian berdasarkan hukum, berarti terwujudnya penegakan

   hukum demi kesetaraan hak dan kewajiban setiap warga negara.

  Selanjutnya nilai-nilai yang tekandung dalam kepemimpinan rahmatan lil alamin yang pada dasarnya bersumber dari sifat-sifat Nabi Muhammad SAW dan juga sebagai bentuk kontektual dengan Indonesia yang memiliki pandangan hidup Pancasila dan memiliki pemaknaan tentang kepemimpinan nasional, kepemimpinan negarawan, kepemimpinan kontemporer maupun kepemimpinan visioner, juga disesuaikan dengan nilai-nilai Tribrata dan Catur Prasetya, maka nilai-nilai yang terkandung pada moralitas dan profesionalisme dapat diuraikan sebagai berikut :

1) Unsur moralitas. Unsur moralitas ini terdiri dari : (a)

  Moralitas individu; seperti berbudi luhur, bijaksana, teguh hati,

  berjiwa besar, berani, sederhana, tekun, cerdik dan berwawasan luas, tajam, penuh perhatian dan lain-lain. (b) Moralitas sosial; seperti siap untuk berkorban, memiliki visi yang jelas, cinta damai, memiliki rasa keadilan yang tinggi, punya prediksi jauh kedepan, anti kekerasan, toleran, menjungjung tinggi nilai kemanusiaan, non partisan, setia pada standar moral, paham kapan berubah, dermawan, bersifat transformasional dan bukan transaksional, 9 usahakan soft power dan lain-laian. (c) Moralitas institusional;

  

Kepolisian Negara R.I., Surat Edaran Kapolda Metro Jaya Nomor : SE/01/I/2012, Tanggal 2 Januari 2012, Pengucapan dan Pemenggalan Ucapan, Jakarta, 2012. seperti memiliki ketahanan yang baik, baik ketahanan enginering maupun ketahanan ecological dan ketahanan anticipatory, punya prediksi jauh kedepan, demokratik serta menjungjung nilai-nilai HAM dan kemananan, selalu berpikir sistimatis, terbuka dalam mengambil keputusan, selalu berpikir strategis dan tidak ragu, patriotik, taat hukum dan didasarkan pada konstitusi dan lain-lain.

  

(d) Moralitas universal atau global; seperti menghormati HAM,

  rasa keadilan yang tinggi, memiliki karya yang monumental yang relatif langgeng dan diakui, dihormati baik nasional, regional maupun global, setia pada nilai-nilai absolut seperti setiap orang harus memperlakukan orang lain seperti memperlakukan dirinya sendiri, semangat glocalisation yaitu berpikir global dan bertindak lokal. Nilai-nilai moralitas ini seharusnya mengkristal dalam pribadi seorang pemimpin yang rahmatan lil alamin dan memancar dalam kepemimpi-nan keseharian dan dengan demikian persoalan- persoalan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum dan perlindungan, pengyoman dan pelayanan masyarakat dapat diselesaikan dengan baik dan ketahanan nasional akan terujud.

2) Unsur Profesionalisme. Unsur profesionalisme ini terdiri dari

  kemampuan seorang pemimpin secara tehnis dibidang pekerjaannya yang didukung oleh sarana dan prasarana, sistem dan metode yang baik di organisasi tersebut dan penganggaran yang baik. Profesionalisme yang dimaksudkan disini jika dilihat dari unsur kepemimpinan adalah sebagai unsur sarana, yaitu prinsif, tehnik kepemimpinan yang digunakan dalam memimpin yang didalamnya mengandung bakat dan pengetahuan serta pengalaman pemimpin tersebut. Pemenuhan profesionalitas ini pada pengetahuan (terutama yang berkaitan dengan profesi pemimpin untuk menumbuhkan kepercayaan diri), inisiatif, kemampuan memutus, kemampuan untuk mempertimbangkan, mahir soal-soal tehnis dan taktis, paham diri sendiri dan selalu berusaha untuk memperbaiki diri, memiliki keyakinan bahwa tugas- tugas dimengerti diawasi dan dijalankan, memahami dan mengetahui anggota-anggota bawahan serta memilihara kesejahteraan, memberikan ketauladanan atau contoh yang baik, tumbuhkan rasa tanggung jawab dihadapan anggota, senantiasa latih anggota sebagai tim yang kompak, membuat keputusan yang sehat dan tepat waktu, memberikan tugas dan pekerjaan kepada bawahan sesuai dengan kemampuan dan bertanggung jawab terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan. Profesionalisme yang dimiliki oleh pemimpin yang rahmatan lil alamin akan dapat memecahkan persoalan-persoalan pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, masalah penegakan hukum yang memberikan kemamfaatan maupun masalah-masalah pengayoman, perlindungan dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka menjamin terwujudnya ketahanan nasional.

  4. Kontribusi penerapan kepemimpinan rahmatan lil alamin di lingkungan Polri terhadap memantapkan Ketahanan Nasional dilihat dari aspek-aspek gatra.

  Sebagaimana diuraikan di atas sesungguhnya pedoman hidup Polri yaitu Tribrata maupun pedoman kerja Catur Prasetya bersumber dari nilai-nilai pandangan hidup bangsa dan idiologi negara Pancasila dan nilai-nilai praksis atau operasional tentang tugas pokok kepolisian yang diatur dalam undang-undang. Pedoman hidup maupun pedoman kerja ini telah menjadi salah satu inspirasi dari pada kepemimpinan yang rahmatan lil alamin (RLA). Disamping itu kepemimpinan RLA sendiri dari pemaknaannya diujudkan oleh moralitas yang baik dan profesilisme yang baik. Artinya, apabila kepemimpinan RLA ini diterapkan di lingkungan Polri, disamping akan mewujudkan tercapainya tugas pokok Polri yaitu mewujudkan situasi Kamtibmas yang baik, tegaknya hukum yang berkemamfaatan dan masyarakat akan merasakan kehadiran Polri selaku pengayom, pelindung dan pelayan mereka dengan lebih baik, akan tetapi justru akan memberikan nilai tambah kemaslahatan, baik bagi sesamanya manusia maupun bagi alam sekitarnya. Pada gilirannya penerapan kepemimpinan RLA ini akan memberikan kontribusi pada pemantapan ketahanan nasional melalui terwujudnya kamtibmas dan tegaknya hukum yang rahmatan lil alamin tadi.

  Adapun kontribusinya penerapan kepemimpinan RLA terhadap pemantapan ketahanan nasional dapat dilihat melalui aspek-aspek kehidupan nasional sebagai berikut :

  a. Gatra Ideologi; Dengan diterapkannya kepemimpinan RLA ini yang pada dasarnya juga bersumber dari nilai-nilai Tribrata akan senantiasa justru memperkokoh posisi Pancasila sebagai idiologi, falsafah dan pandangan hidup bangsa untuk menjadi benteng pelaksanaan kehidupan berbangsa dan bernegara.

  b. Gatra Politik; Polri sebagai bagian dari anak bangsa atau supra struktur politik yang berdasarkan undang-undang Polri sejauh ini bersifat netral atau tidak berpolitik. Terlepas dari kondisi ini Polri adalah sebagai aparat penegak hukum dan pemelihara kamtibmas. Apabila kepemimpinan RLA dapat diterapkan dengan baik, baik dalam penegakan hukum maupun dalam rangka pemeliharaan kamtibmas, maka akan memperkokoh kehidupan atau budaya politik dalam bernegara dengan baik, karena para pelaku politik akan ada kepatuhan terhadap hukum dengan baik. Lebih-lebih jika pimpinan Polri dalam penegakan hukum pada kehidupan berpolitik memberikan nilai tambah dengan memperhatikan kemamfaatan dari pada penegakan hukum itu sendiri, sebagai bagian dari rahmat bagi sesamanya manusia serta alam dan seisinya, maka akan semakin kuatlah kehidupan berpolitik bangsa dalam memperkokoh ketahanan nasional.

  c. Gatra Ekonomi; Dengan penerapan kepemimpinan RLA akan memberikan kepastian hukum yang lebih baik, keamanan individu akan meningkat serta situasi kamtibmas sejalan dengan peningkatan kesejahteraan akan semakin baik, maka kondisi ini akan memberikan kegairahan pihak-pihak luar untuk berinvestasi di Indonesia. Jika kondisi ini dapat diwujudkan maka pembangunan ekonomi akan semakin tumbuh dan sejalan itu akan memberikan kontribusi peningkatan kesejahteraan masyarakat sebagaimana tujuan pembangunan nasional. Jika kesejahteraan meningkat ditambah dengan kamtibamas yang kondusif, dengan sendirinya ketahanan nasional akan semakin kuat.

  d. Gatra Sosial Budaya; Dengan penerapan kepemimpinan RLA, akan memberikan ruang berkembangnya berbagai aktifitas sosial budaya dengan tetap menumbuh kembangkan rasa saling menghormati, menghargai berbagai perbedaan dari sosial budaya itu sendiri. Kekhawatiran akan pergeseran terhadap nilai-nilai budaya yang Indonesia kebudaya-budaya Barat atau liberalisme, neo liberalisme akan dapat dicegah dengan adanya peran aparat penegak hukum atau pemelihara kamtibmas yang bersemangatkan RLA.

  e. Gatra Pertahanan dan Keamanan; Mewujudkan kondisi kamtibmas yang stabil dan kondusif adalah tujuan dasar dari pelaksanaan tugas pokok Polri. Dengan sentuhan penerapan kepemimpinan RLA justru akan memberikan nilai tambah pada perasaan aman baik phisik maupun psikis dan masyarakat akan semakin merasakan aman, tentram dan damai. Jika ini terujud maka perasaan aman, damai dan tentram masyarakat akan memberikan kontribusi pemantapan ketahanan nasional.

C. Penutup

  1. Pemaknaan kepemimpinan rahmatan lil alamin (RLA) berasal dari arti surat Al Anbiya ayat (107) yang artinya “dan tiada kami mengutus kamu (wahai Muhammad) melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam”. Penggunaan istilah kepemimpinan RLA adalah semata-mata karena makna dari pada RLA itu sendiri yang diartikan “rahmat bagi semesta alam”, jadi penekanannya adalah pada kemamfaatan sebagai pemimpin bagi sesamanya umat manusia maupun alam serta seisinya, seperti mahluk hidup yang lain baik tumbuh-tumbuhan, hewan maupun mahluk mati seperti sumber kekayaan alam yang terkandung dalam bumi seperti bahan tambang dan bahan mineral lainnya.

  2. Penerapan kepemimpinan RLA di lingkungan Polri diawali oleh sebuah kehendak “Membangun Polri yang RLA 2020” dengan pendekatan teori Scenario Learning dan PDB Triangle. Jika membangun Polri yang RLA 2020 sebagai focal concern maka ada dua driving forces atau variabel kritikal atau dapat dikatakan sebagai pengungkit, yaitu moralitas dan profesionalisme. Untuk mewujudkan kehendak yang merupakan sebuah alternatif masa depan atau plausible sesuatu yang mungkin terjadi “membangun Polri yang RLA 2020” ini, maka dibutuhkan kepemimpinan yang juga RLA. Kepemimpinan yang RLA ini disamping bersumber pada nilai-nilai kepemimpinan nasional, kepemimpinan negarawan, kepemimpinan visioner, kepemimpinan kontemporer dan sifat-siafat kepemimpinan Nabi Muhammad SAW yang shiddiq, amanah, tabligh dan fatonah, juga bersumber dari nilai-nilai yang ada dalam pedoman hidup Polri Tribrata dan pedoman kerja Catur Prasetya serta ditentukan oleh dua variabel yang menentukan yaitu moral dan profesionalisme.

  3. Penerapan kepemimpinan yang RLA di lingkungan Polri pada saat ini dapat dilihat dari kondisi Polri saat ini yang salah satu indikatornya berdasarkan beberapa survey ilmiah dari beberapa lembaga indipendent maupun internal Polri yang tercerminkan masih banyaknya kekurangan-kekurangan, walaupun disisi tertentu sudah ada perbaikan-perbaikan. Sesuatu yang menonjol dan sulit dilakukan oleh Polri sendiri saat ini adalah reformasi di bidang kultur atau budaya yang lebih bersifat kepada perilaku yang melekat pada personil atau SDM Polri. karena itulah dibutuhkan suatu penerapan kepemimpinan yang RLA untuk membawa Polri yang discenariokan “berlayar di samudera yang tenang” dengan narasi “SDM Polri yang menguasai tugas-tugas dengan profesional (baik) dan menjalankannya dengan membawa kemamfaatan yang lebih. Didukung oleh sarana dan prasarana, sistem dan metode serta pendanaan yang cukup. Citra Polri sangat baik. Masyarakat percaya dan mencintai polisinya dengan baik, polisi yang rahmatan lil alamin”.

  4. Kontribusi penerapan kepemimpinan yang RLA di lingkungan Polri akan mewujudkan kondisi dan stabilitas kamtibmas, penegakan hukum maupun pemberian perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dengan baik. Masyarakat akan merasakan keadilan, keamanan, ketertiban, ketentraman dan kedamaian sebagai sesuatu yang dihasilkan bersama dari berbagai komponen anak bangsa untuk mendukung terselenggaranya berbagai pembangunan nasional dalam rangka mewujudkan kesejahteraan. Demikian juga kesejahteraan yang semakin meningkat dan dirasakan oleh masyarakat akan memberikan kontribusi penciptaan keamanan yang lebih baik. Kontribusi penerapan kepemimpinan RLA di lingkungan Polri kepada pemantapan kondisi ketahanan nasional dapat dicermati dari kontribusi pada setiap gatra baik gatra statis yaitu geografi, demografi dan sumber kekayaan alam maupun pada setiap gatra dinamis yaitu idiologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan hankam.

  Jakarta, 1 Juli 2012.

  Zulkarnain. Peserta PPRA XLVIII-2012 Nomor urut absen : 82

  Lampiran : 1. Alur Pikir.

  2. Daftar Pustaka.

  Lampiran 2

DAFTAR PUSTAKA

  Lembaga Ketahanan Nasional R.I., Pokja Bidang Studi Kepemimpinan, B.S Kepemimpinan Nasional, Jakarta, 2012. Lembaga Ketahanan Nasional R.I., Pokja Bidang Studi Kepemimpinan, Sub B.S Kepemimpinan Visioner, Jakarta, 2012. Lembaga Ketahanan Nasional R.I., Pokja Bidang Studi Geostrategi dan Ketahanan Nasional, Pokok Bahasan: Konsepsi Gatra, Jakarta, 2012. Lembaga Ketahanan Nasional R.I., Pokja Bidang Studi Wawasan

  Nusantara, Pokok Bahasan : Konsepsi Wawasan Nusantara, Jakarta, 2012.

  Lembaga Ketahanan Nasional R.I., Pokja Bidang Studi Geostrategi dan

  Ketahanan Nasional, Pokok Bahasan : Kondisi Ketahanan Nasional dan Konsepsi Ketahanan Nasional, Jakarta, 2012.

  Dr. Ir. Hermanto, MS (Sekretaris Badan Ketahanan Pangan), Kebijakan

  Ketahanan Pangan Nasional, Bahan Ajaran Untuk Peserta Pendidikan Reguler Lemhannas Angkatan XLVIII, Jakarta, 2012.

  Burt Nanus, Kepemimpinan Visioner (Edisi Bahasa Indonesia), PT.

  Prenhallindo, Jakarta, 2001. Bob Wall, Robert S. Solum, Mark R. Sobol, Pemimpin yang Bervisi Kuat (Edisi Bahasa Indonesia), Interaksara, Batam, 1999.

  Lembaga Ketahanan Nasional R.I., Term of Reference (TOR) Perumusan

  Judul Essay Blok PPRA XLVIII Tahun 2012 Keterkaitan Antar Bidang Materi Core Lemhannas, Jakarta, 2012.

  Hermawan Kartajaya (Asian Marketing Guru (CIM-UK), Founder and President of MarkPlus. Inc.), Strategi Memasyarakatkan Tugas Pokok,

  

Fungsi, dan Peran Polri dalam Rangka Meningkatkan Citra Polri, Bahan

Ajaran Sespati Polri 2008, Jakarta, 2008.

  Nusyirwan Zen, Scenario Learning Suatu Pengantar Untuk Merangkai

Plausibilitas Masa Depan, Bahan Ajaran Sespati Polri 2008, Jakarta, 2008.

Prof. Dr. Ermaya S., Drs, SH, MS, MH., Integritas Kepemimpinan Nasional, Bahan Ajaran Sespati Polri tahun 2008, Jakarta, 2008.

  

______, Sespati Polri, Kepemimpinan Visioner, Bahan Kuliah Sespati

Pendidikan Reguler XV Tahun 2008, Bandung, 2008.

______, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

(Amandemen), Jakarta, 2002.

______, Undang-undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara

Republik Indonesia, CV Eko Jaya, Jakarta, 2008.